Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 183847 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abdul Chalim Muntasir
"Tujuan penelitian ini pertama adalah untuk memperkirakan prognosis penderita cedera kepala, terbatas pada hubungan usia penderita dan tingkat penurunan kesadarannya sampai baras tertentu (nilai Skala Koma Glasgow 5 - 10), dengan kemungkingan hidup atau meninggalnya serta lamanya masa perawatan. Tujuan kedua adalah aga hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai tambahan pegangan kepada para dokter di Indonesia dalam memperkirakan prognosis penderita cedera kepala. Penelitian ini menggunakan meted pengumpulan data dengan car pengamatan. Data diolah secara statistik."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggita Rizqy Afriyanti
"Latar Belakang: Waktu penanganan sejak penentuan tatalaksana operasi hingga ruang operasi bisa diukur dan digunakan untuk melihat efektivitas dari proses pelayanan kesehatan,  Penelitian bertujuan untuk melihat hubungan antara waktu tersebut dengan Glasgow Coma Scale awal pasien dan diagnosis kerja pasien. 
Metode: Desain penelitian adalah retrospective cross sectional. Pengambilan sampel dari rekam medis pasien, menggunakan metode consecutive sampling, dengan jumlah sampel sebanyak 90 sampel.
Hasil: Hubungan antara waktu door-to-operating room dengan Glasgow Coma Scale awal pasien tidak signifikan (OR, 1,763; CI 0,18-16,5; P 0,579) dan hubungan antara waktu door-to-operating room dengan diagnosis kerja pasien tidak signifikan (P > 0,999). 
Kesimpulan: Tidak ada hubungan signifikan antara waktu door-to-operating room dengan Glasgow Coma Scale awal pasien dan diagnosis kerja pasien.

Introduction: The time from determining surgical management to the operating room can be measured and used to see the effectiveness of the health service process. The research aims to see the relationship between this time and the patient's initial Glasgow Coma Scale and the patient's working diagnosis. 
Methods: The research design is retrospective cross sectional. Sampling was taken from patient medical records, using the consecutive sampling method, with a total sample of 90 samples.
Results The relationship between door-to-operating room time and the patient's initial Glasgow Coma Scale was not significant (OR, 1.763; CI 0.18-16.5; P 0.579) and the relationship between door-to-operating room time and the patient's working diagnosis was not significant (P > 0.999). 
Conclusion: There was no significant relationship between door-to-operating room time and the patient's initial Glasgow Coma Scale and the patient's working diagnosis, indicated by a p-value > 0.05.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadli Syamsuddin
"Terapi Murottal Al Fatihah dan Azan merupakan terapi dengan memperdengarkan Surah Al Fatihah dan Azan sebagai stimulus auditory sensory pada pasien cedera kepala Penelitian ini, bertujuan agar diketahuinya pengaruh stimulasi terapi murottal al fatihah dan azan terhadap pemulihan fungsi kognitif dan perilaku. Menggunakan desain quasi eksperimen pre post test design with control group. sampel sebanyak 24 orang. Kelompok kontrol hanya mendapatkan pengobatan sesuai diprogramkan sedangkan kelompok intervensi selain mendapatkan pengobatan juga diberi stimulasi terapi murottal al-fatihah dan azan 5 kali sehari selama 7 hari. Penilaian pemulihan fungsi kognitif dan perilaku n pada hari ke-3 dan ke-7 dengan menggunakan skala Ranchos Los Amigos Level Cognitive Functioning Scale. Terdapat pengaruh yang signifikan pemulihan fungsi kognitif dan perilaku diantara kelompok intervensi dan control (p value = 0,046). Terapi Murottal Al fatihah dan Azan meningkatkan proses pemulihan fungsi kognitif dan perilaku, sehingga terapi ini disarankan diberikan pada pasien cedera kepala yang mengalami penurunan kesadaran.

Murottal Al-Fatihah and Azan therapy is an intervention using surah Al-Fatihah and Azan as auditory sensory stimulus in patients with head injury. The research was aimed to know the effect of auditory sensory stimulation on cognitive function and behavior recovery effect. This study was quantitative research using a quasi-experimental with pre-posttest design with control group. This study used 24 respondents. The control group only received treatment according to the usual programme while the intervention group received treatment and also stimulated by murottal al-Fatihah and azan 5 times a day for 7 days. Recovery rate of cognitive function and behavior were evaluated in the first, 3 days and followed at 7 days use Ranchos Los Amigos Levels of Cognitive Functioning Scale. There was a significant effect of cognitive function and behavior recovery between the intervention and control groups (p value = 0.046). Murottal Al Fatihah and Azan therapy improve recovery process of cognitive function and behavior, therefore this therapy can be use for head injury patients with loss of consciousness.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
T46225
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rakean Ahmad Kiansantang
"Latar Belakang
Cedera otak traumatis atau traumatic brain injury (TBI) merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan yang umum terjadi pada anak-anak, orang dewasa hingga umur 24 tahun, dan lansia dengan umur >75 tahun.1–3 Di Amerika Serikat terdapat sekitar 2,87 juta kasus pasien cedera otak traumatis, dimana 2,5 juta pasien masuk ke Instalasi Gawat Darurat, termasuk lebih dari 812.000 pasien anak-anak. Di Indonesia sendiri, menurut Riskesdas 2018, prevalensi kejadian cedera kepala di Indonesia berada pada angka 11,9%.2 Pada penelitian ini, akan dilakukan pengumpulan serta pengolahan data terkait profil diagnosis cedera kepala yang dioperasi. Data yang terkumpul dapat digunakan oleh pihak terkait untuk menilai resiko, prevalensi, diagnosis, dan tatalaksana operatif cedera kepala.
Metode
Metode penelitian melibatkan data retrospektif terhadap pasien yang menjalani tatalaksana operatif akibat cedera kepala di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada tahun 2016 hingga 2020. Desain penelitian ini menggunakan desain deskriptif observasional dengan metode consecutive sampling.
Hasil
Populasi yang masuk dalam kriteri studi berjumlah 219 pasien. Terdiri dari, 176 pria (80,37%) dan 43 wanita (19,63%) dengan rata-rata umur 28,66. Kelompok umur terbanyak adalah kelompok umur remaja akhir (17-25 tahun) (Tabel 1 & 2). Diagnosis tersering yang ditemukan adalah epidural hematoma sebesar 54,34% (n = 119). Jenis tatalaksana tersering adalah kraniotomi (54,74%; n = 120). Dari 219 mengenai GCS dan penyebab trauma tersedia untuk 80 pasien. GCS 14-15 atau mild TBI adalah pasien terbanyak (43,59%; n = 34), dengan penyebab terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas (63,75%; n = 51)
Kesimpulan
Pasien cedera kepala yang dioperasi di RSCM pada tahun 2016-2020, umumnya mengalami mild TBI (GCS 14-15). Peneybab tersering adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Jumlah pasien laki-laki dibandingkan perempuan adalah 4 : 1. Rata-rata umur pasien adalah 28,66. Kelompok umur terbanyak adalah kelompok umur 17-25 tahun. Epidural hematoma adalah diagnosis yang tersering yang ditemukan pada populasi studi. Kemudian jenis tatalaksana yang tersering adalah kraniotomi.

Background
Traumatic brain injury (TBI) is a common cause of death and disability in children, adults up to 24 years of age, and elderly people aged >75 years. 1–3 In the United States there are approximately 2, 87 million cases of traumatic brain injury patients, of which 2.5 million patients were admitted to the Emergency Department, including more than 812,000 pediatric patients. In Indonesia itself, according to Riskesdas 2018, the prevalence of head injuries in Indonesia is 11.9%.2 In this research, data will be collected and processed regarding the diagnosis profile of head injuries that are operated on. The collected data can be used by related parties to assess the risk, prevalence, diagnosis and operative management of head injuries.
Methods
The research method involved retrospective data on patients who underwent operative treatment for head injuries at Cipto Mangunkusumo Hospital from 2016 to 2020. This research design used an observational descriptive design with a consecutive sampling method.
Results
The population included in the study criteria was 219 patients. Consisting of 176 men (80.37%) and 43 women (19.63%) with an average age of 28.66. The largest age group is the late teenage age group (17-25 years) (Table 1 & 2). The most common diagnosis found was epidural hematoma at 54.34% (n = 119). The most common type of treatment was craniotomy (54.74%; n = 120). Of the 219 questions regarding GCS and causes of trauma were available for 80 patients. GCS 14-15 or mild TBI was the most common patient (43.59%; n = 34), with the most common cause being traffic accidents (63.75%; n = 51).
Conclusion
Head injury patients operated on at RSCM in 2016-2020 generally experienced mild TBI (GCS 14-15). The most common cause is a traffic accident. The number of male patients compared to female is 4: 1. The average age of patients is 28.66. The largest age group is the 17-25 year age group. Epidural hematoma was the most common diagnosis encountered in the study population. Then the most common type of treatment is craniotomy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsul Arifin
"[Porsi terbesar kecelakaan kerja di pengeboran, workover, dan wellservice berdasarkan bagian tubuh terjadi pada jari dan tangan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik pekerjaan, faktor manusia, pekerjaan, dan organisasi yang berkontribusi pada kejadian cedera tangan. Penelitian ini mempergunakan disain studi kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik pekerjaan yang terdapat kasus cedera tangan memberikan porsi yang hampir sama namun dengan konsekuensi cedera yang berbeda. Faktor manusia yang berkontribusi pada kejadian cedera tangan yaitu: mistake/mental slip, prosedur tidak dilakukan, analisa bahaya tidak dipergunakan, dan penggunaan alat yang tidak benar. Faktor pekerjaan yang berkontribusi yaitu: desain tidak memadai dan tidak tersedia peralatan standar. Faktor organisasi yang berkontribusi yaitu: analisa bahaya tidak memadai/bahaya tidak teridentifikasi, prosedur tidak memadai, prosedur tidak ada, tidak ada analisa resiko, tidak dilatih, dan arahan kerja tidak memadai;Biggest portion of work related injury at drilling, workover, and wellservice based on body part is hand and finger. The purpose of this study is to know work characteristic, personal, job, and organizational factor contributing to hand injury. This research use quantitative design with cross-sectional approach. Study result show that work characteristic contributing to hand injury have same proportion, however with different injury consequences. Personal factor contributing to hand injury are: mistake/mental slip, procedure not utilize, hazard analysis not utilize, and tool misuse. Job factor contributing are: inadequate design and standard tool not available. Organization factor contributing are: inadequate hazard analysis/hazard not identified, inadequate procedure, procedure not exist, risk analysis not exist, and inadequate work direction, Biggest portion of work related injury at drilling, workover, and wellservice based on body part is hand and finger. The purpose of this study is to know work characteristic, personal, job, and organizational factor contributing to hand injury. This research use quantitative design with cross-sectional approach. Study result show that work characteristic contributing to hand injury have same proportion, however with different injury consequences. Personal factor contributing to hand injury are: mistake/mental slip, procedure not utilize, hazard analysis not utilize, and tool misuse. Job factor contributing are: inadequate design and standard tool not available. Organization factor contributing are: inadequate hazard analysis/hazard not identified, inadequate procedure, procedure not exist, risk analysis not exist, and inadequate work direction]"
Universitas Indonesia, 2015
T43936
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nunung Priyatni Waluyatiningsih
"ABSTRAK
Ruang lingkup dan cara penelitian: Cedera reperfusi adalah kerusakan yang bertambah parah pada jaringan yang iskemik karena dilakukan reperfusi. Mekanisme cedera reperfusi yang telah banyak diketahui adalah akumulasi kalsium sitosol dan pembentukan radikal bebas yang berlebihan. Sejauhini belum banyak diketahui peranan sistem renin-angiotensin pada cedera reperfusi, walaupun beberapa penelitian telah membuktikan bahwa angiotensin II memperberat kerusakan jaringan yang iskemik serta menimbulkan apoptosis pada penderita infark jantung akut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan penghambat EKA dengan atau tanpa gugus SH (kaptopril dan benazepril) dan penyekat reseptor angiotcnsin II (valsartan) pada cedera reperfusi. Untuk melihat peranan gugus SH efeknya dibandingkan dengan N-asetil sistein (NAC), suatu antioksidan gugus SH.
Tiga puluh ekor tikus putih jantan galur Wistar dibagi secara acak menjadi 5 kelompok (tiap kelompok 6 ekor tikus). Kelompok tersebut adalah: K-IR , kelompok kontrol yang mengalami iskemi 30 menit dilanjutkan reperfusi 30 menit. Kelompok perlakuan diberikan obat (kaptopril, benazepril., valsartan, dan NAC) 3 hari bertunrt-turut sebelum tindakan iskemi-reperfusi adalah: KAP, BEN, VAL, dan NAC. Sebelum iskcmi dan scsudah reperfusi diambil l ml darah untuk penentuan kadar SGPT dan SCOT. Sctelah reperfusi sebagian hati diambil untuk penetapan peroksidasi lipid (malonaldehid=MDA) clan maim supemksid dismutase (SOD).
Hasil dan Kesimpulan: Radar SGPT dan SCOT path kelompok knntrol (iskemi reperfusi mengalami kenaikan 13 kali untuk SGPT dan 7 kali untuk SGOT dibandingkan kondisi basal (p<0,01). Pada studi pendahuluan dengan perlakuan iskemi 30 menit, didapatkan kenaikan SGPT dan SGOT 3 kali. Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan yang lebih berat terjadi pada fase reperfusi. Kadar SGPT dan SGOT pads kelompok KAP, BEN, VAL, dan NAC tidak mengalami perubahan yang berarti setelah iskemi-reperfusi dibandingkan dengan keadaan basal (p>0,05).
Kadar MDA hati pada kelompok kontrol lebih besar dibanding KAP, BEN, VAL, dan NAC. Secara statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna (p,0,05), kecuali dengan NAC. Kadar SOD hati pada kelompok kontrol lebth besar dibanding KAP, BEN. VAL, dan NAC. Secara statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05), kecuali dengan VAL.
Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penghambat EKA dengan atau tanpa gugus SH, penyekat reseptor angiotensin II Berta antioksidan dengan gugus SH dapat mencegah cedera reperfusi. Lick proteksi cedera reperfusi oleh penghambat EKA dengan atau tanpa gugus SH serta penyekat reseptor angiotensin II diduga dilangsungkan melalui hambatan Angiotensin Il dan/atau efek antioksidan."
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gugun Iskandar Hadiyat
"Latar Belakang. Komplikasi tindakan revaskularisasi pasca suatu periode iskemik mulai menjadi perhatian kalangan medis sejak awal abad ke-20. iskemik tungkai akut merupakan masalah kegawatan kardiovaskular dan tindakan reperfusi terhadap jaringan yang iskemik ternyata sexing memperburuk cedera jaringan yang ada, bahkan sampai dilakukan amputasi. Pada ceders reperfusi iskemik (R-1) terjadi perubahan sifat hemoreologi darah (hematokrit, viskositas, dan deformitas set darah merah). Pentoksifilin (PTXF) mempunyai kemampuan memperbaiki cedera reperfusi dengan meningkatkan aliran darah perifer, memperbaiki deformitas sel darah merah, menurunkan viskositas darah, dan menekan agregasi platelet.
Tujuan Penelitian. Untuk mengetahui pengaruh pemberian PTXF terhadap faktor hemoreologi darah pada cedera R-I tungkai akut.
Metode. Penelitian dilakukan pada kelinci jantan ras New Zealand White Rabbit (NZW) yang berasal dari 1 galur sebanyak 10 ekor usia 5 bulan dengan berat badan rata-rata 2,5-3 kg. Kemudian hewan coba dibagi dalam 2 kelompok, yakni 5 ekor kelinci kelompok perlakuan diberi PTXF dengan dosis 40 mglkgBB yang diikuti dosis rumatan 1 mglkgBBljam dan 5 ekor kelinci sebagai kontrol diberi cairan NaCl 0,9% dengan kecepatan yang sama seperti kelompok perlakuan. Dilakukan oklusi arteri iliaka komunis sinistra dan setelah 2,5 jam iskemik diambil darah untuk pemeriksaan hematokrit dan viskositas, setelah itu segera diberikan PTXF. Pada jam ke-3 dilakukan reperfusi (membuka oklusi) dan 2 jam setelah reperfusi diambil darah untuk pemeriksaan hematokrit dan viskositas. Data hasil pemeriksaan dianalisis dengan statistik program SPSS 13 dengan menggunakan uji parametrik General Linear Model (GLM) untuk pengukuran berulang.
Hasil. Nilai rerata hematokrit kelompok PTXF fase iskemik 37,06+3,88% dan fase reperfusi 34,20+1,90% dengan delta penurunan 2,86%. Nilai rerata hematokrit kelompok nonPTXF fase iskemik 35,88+5,31% dan fase reperfusi 32,90+4,61% dengan delta penurunan 2,98%. Antara pengukuran pertama dan kedua, baik kelompok PTXF dan nonPTXF tidak terdapat perbedaan bermakna (per, i 9 dan p=0,37). Analisis statistik nilai rerata hematokrit antara kelompok PTXF dan nonPTXF tidak terdapat perbedaan bermakna (p=0,74).
Nilai rerata viskositas kelompok PTXF fase iskemik 5,25+0,77 ep dan fase referfusi 4,69+0,70 cp dengan delta penurunan 0,558 cp. Nilai rerata viskositas kelompok nonPTXF fase iskemik 4,54+0,48 cp dan fase reperfusi 4,48+1,31 cp dengan delta penurunan 0,066 cp. Antara pengukuran pertama dan kedua, baik, kelompok PTXF dan nonPTXF tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik (p~,26 dan p=0,92). Analisis statistik pada nilai rerata viskositas antara kelompok PTXF dan nonPTXF tidak terdapat perbedaan bermakna (p=0,53).
Kesimpulan. Pemberian PTXF pada kelompok perlakuan memperlihatkan hasil tidak bermakna dalam menurunkan nilai hematokrit dan viskositas darah dibanding kelompok kontrol pads keadaan ceders R-I tungkai akut.

Background: Complications of revascularization after an ischemic period has attract attention from clinicians since the beginning of 20th century. Acute limb ischemia is an emergency cardiovascular problem and revascularization procedures of ischemic tissue has been documented to worsen tissue damage to the extend of a need for limb amputation. In ischemic reperfusion injury, changes in blood hemorheology occurs (hematocrit, viscosity and eryhtrocyte deformities). Pentoxifylline (PTXF) has the ability to repair reperfusion injury by increasing peripheral blood flow, repairing eryhtrocyte deformities, decreasing blood viscosity dan suppressing platelet agregation.
Objectives: To investigate the effect of pentoxifylline administration toward hemorheology changes in acute limb ischemic reperfusion injury.
Methods: We studied 10 pure strain New Zealand White Rabbit (NZW) age 5 months with mean weight of 2.5-3 kg. The subjects were divided in two groups; 5 of the experimental rabbit were given PTXF 40 mg/kg body weight followed by a maintenance dose of 1 mg/kg body weight/hour, while subjects in the control group received a similar administration of NaCl 0.9%. We performed occlusion of the left common iliac artery and after an ischemic period of 2.5 hours blood samples were taken for hematocrit and viscosity measurement. PTXF were given soon afterward. On the third hour the artery occlusion were opened and after another two hours blood samples were again taken for hematocrit and viscosity measurement. Data analysis were performed by SPSS 13, using parametric test with general linear model (GLM) for repeated measurements.
Results: The mean hematocrit value for the PTXF group in the ischemic period were 37.0613.88%, and in the reperfusion period were 34.2011.90%, with a decrease of 2.86%. The mean hematocrit value for the control group in the ischemic and reperfusion period were 35.8815.31% and 32.90±4.61% , respectively, with a decrease of 2.98%. There were no significant difference between the first and second hematocrit measurements both in the experimental and control group (p-0.19 and p=0.37). Statistical analysis of mean hematocrit value between the two groups also showed no significant difference (p=0.74).
The mean viscosity value for the PTXF group in the ischemic period were 5.2510.77 cp and in the reperfusion period were 4.6910.70 cp with a difference of 0.558 cp. The mean viscosity value for the control group in the ischemic and reperfusion period were 4.54±0.8 cp and 4.4811.31 cp, respectively, with a decrease of 0.066 cp. There were no statistically significant difference between the first and second viscosity measurements both in the experimental and control group (p=0.26 and p=0.92). Statistical analysis of mean viscosity value between the two groups also showed no significant difference (p=0.53).
Conclusion: PTXF administration in the experimentally induced acute limb ischemic reperfusion injury in rabbits have no benefits to decrease hematocrit and viscosity values compared to control group."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardian Jahja Saputra
"Latar Belakang. Cedera Reperfusi-iskemik merupakan isu klinis yang penting dan umum. Hal tersebut dapat terjadi pada trombo-embolisme, penyakit vaskuler aterosklerotik, bedah kardiovaskuler, transplantasi organ, replantasi tungkai dll. Reperfusi jaringan yang iskemik bukan hanya menyebabkan reaksi iniamasi lokal tetapi juga mempengaruhi fungsi organ lain melalui respons inflamasi sistemik. Banyak studi menunjukkan sel polimorfonuklear terutama netrofil mempunyai peranan cedera yang panting dalam proses reperfusi-iskemik dengan menginfiltrasi jaringan iskemik dan juga kedalam organ yang jauh seperti hati, pare, ginjal dsb. Banyak obat yang sudah dicoba untuk untuk mengurangi efek cedera reperfusi dengan basil yang bervariasi. Salah satu obat yang menjanjikan dapat mengurangi cedera reperfusi melalui efek antiinflamasinya adalah Pentoksifilin (PTX). Pada studi eksperimental, kami mengamati efek pemberian PTX terhadap infiltrasi netrofil pada jaringan otot skeletal, hati dan pare hewan kelinci yang dibuat iskemik secara akut pada tungkai bawah dan diikuti dengan reperfusi.
Metoda. Dua belas ekor kelinci jantan ras New Zealand White dibagi secara acak menjadi 3 grup (A,B dan C). Grup A diberikan PTX ( n=5); Group B diberikan NaCl 0.9% sebagai kontrol (n=5); Grup C adalah kontrol negatif (n=2). Grup A dan B mengalami total iskemia selama 3 jam pada tungkai bawah dengan Cara menjepit arteri iliaca komunis sinistra dengan klem. Dosis PTX adalah 40 mg/ kgBB bolus diikuti lmglkgBB sebagai dosis rumatan. PTX diberikan 30 menit sebelum reperfusi. Grup B diberikan NaCl 0.9 % dan pada grup C tidak dilakukan tindakan iskemia. Potongan jaringan histopatologi dari otot yang iakemik, hati dan pare diambil pada akhir percobaan (3jam setelah rep erfusi) sebelum dilakukan etanasia.
Hasil. Jumlah rerata netrofil pada jaringan otot skeletal, hati dan pare berturut-turut adalah sebagai berikut : Pada grup C adalah 0.67 ± 0.75; 2.00 ± 1.41 dan 4.33 ± 1.49. GrupA adalah 3.53 ± 6.01; 7.20 ± 5.29 dan 13.87 t 7.84. Grup B adalah 13.80 ± 12.68; 12.33 ± 4.39 dan 34.13 ± 12.83. Tampak jumlah netrofil lebih rendah bermakna pada jaringan pare grup A dibandingkan grup B (p < 0.009). Ada kecenderungan jumlah netrofil lebih rendah dalam jaringan otot skeletal dan hati pada grup A dibandingkan grup B, walaupun secara statistik tidak bermakna (p < 0.075).
Kesimpulan. Pentoksifilin dapat mempunyai efek mengurangi infiltrasi netrofil kedalam jaringan pada kelinci yang mengalami cedera reperfusi-iskemik tungkai akut.

Background. Ischemic-reperfusion injury is a common and important clinical issues.lt occurs in many clinical setting such as thrombo-embolic phenonrenon,atherosclerotic vascular disease, cardiovascular surgery, organ transplantation, replantation of limb etc. Reperfusion of ischemic tissue not only causing local inflammatory reaction but also affect remote organ function by systemic-inflammatory responses. Many studies have showned that polymorphonuclear leukocyte especially neutrophil has an important damaging role in reperfusion injury. They exert their effect through infiltration into ischemic tissue and also into remote organ like liver,lung,kidney etc. So far a lot of agents have been tried to attenuate reperfusion injury with variable results. One promising drug for attenuating ischemic-reperfusion injury through its anti-inflammatory effect is Pentoxifylline (PTX). In this exploratory experimental study, we observed the effect of giving PTX on neutrophil infiltration to skeletal muscle, liver and lung tissue in rabbits with induced acute limb ischemia followed by reperfusion .
Methods. Twelve male New Zealand White rabbits were randomly divided into 3 groups (A,B and C). Group A were given PTX(n =5); Group B using Na CI 0.9% as a control group (n= 5); Group C was negative control (n=2). Group A and B underwent 3 hours of total ischemia of the lower limb by clamping proximal left common iliac artery, follow by 3 hours of reperfusion. The dose of intravenous PTX was 40mg1kgB W bolus followed by 1 mg/kg BWlhour maintenance dose. PTX was given 30 minutes before reperfusion. Group B was given normal saline and in Group C, no intervention done. Histopathologic section of iskernic skeletal muscle, liver, and lung tissue were taken at the end of experiment before( 3 hours of reperfusion) euthanasia was done.
Results. The mean numbers ofneutrophil in ischemic skeletal musle, liver and lung tissue consecutively were as follow ; In Group C were, 0.67 t 0.75; 2.00 f 1.41; and 4.33 ± 1.49. In group Awere,3.53 ±6.0]; 7.20±5.29; and 13.87±7,84, and in groupB (control)were 13.80 ± 12.68; 12.33 ± 4.39; and 34.13 ± 12.83. There was significantly lower number of netrophil in lung tissue of group A compare to group B (p< 0.009). Although not statistically significant (p= 0.075), there were a trend to have lower neutrophil counts in ischemic skeletal muscle and liver tissue in group A rabbits compared to group B.
Conclusion. Pentoxifylline has attenuating effect on neutrophil infiltration in rabbits undergoing ischemic-reperfusion injury of lower limb."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T21397
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pardede, Joshua Parsaoran Partogi
"Latar belakang: Cedera iskemia/reperfusi (CIR) terjadi pada situasi saat aliran darah menuju jaringan terhambat atau bahkan terhenti sama sekali sehingga sel mengalami iskemia. Reperfusi berperan penting untuk kelangsungan hidup suatu jaringan dan sel. Namun ternyata proses reperfusi dapat menyebabkan cedera mikrovaskular dengan meningkatnya produksi reactive oxygen species (ROS). Angka kejadiannya 15/100.000 per tahun dengan angka morbiditas 30% dalam 30 hari pascainsiden dan angka kematian sebesar 18%. Salah satu terapi tata laksana cedera reperfusi adalah pemberian antioksidan yang dapat mengikat ROS yaitu selenium. Beberapa studi telah membuktikan kerusakan akibat cedera iskemia/reperfusi pada jantung, ginjal, otak dan paru dapat dicegah dengan pemberian selenium. Namun belum ada penelitian mengenai penggunaan selenium sebagai faktor proteksi jantung akibat dampak dari cedera iskemia/reperfusi tungkai akut.
Metode: Penelitian ini merupakan sebuah studi eksperimental untuk meneliti pengaruh pemberian selenium terhadap derajat kerusakan jantung yang dinilai secara histopatologis. Menggunakan rancangan post-test only control, penelitian ini menggunakan tikus Sprague-Dawley (SD). Tikus ini dibagi dalam tiga kelompok meliputi satu kelompok kontrol (KK) dan dua kelompok perlakuan (KP) Penelitian dilakukan di Animal Laboratorium Rumah Sakit Hewan Pendidikan, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Faktor yang dinilai yaitu luas area kerusakan, edema interstisium, pembengkakan sel, infiltrasi leukosit, nekrosis, perdarahan, dan derajat kerusakan. Data yang diperoleh diuji menggunakan uji Fisher exact.
Hasil: Terdapat 15 sampel hewan coba pada penelitian ini. Tidak ada hewan coba yang mati dan mengalami efek samping pemberian selenium selama penelitian. Tidak didapatkan hasil bermakna pada luas area kerusakan, edema interstisium, pembengkakan sel, infiltrasi leukosit, nekrosis, perdarahan, dan derajat kerusakan.
Kesimpulan: Pemberian selenium tidak menurunkan derajat kerusakan jaringan miokardium akibat CIR tungkai pada tikus SD. Studi lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar, dosis dan waktu pemberian selenium yang berbeda, dan penanda kerusakan jaringan yang lebih sensitif diperlukan untuk mengkonfirmasi dan mengklarifikasi temuan kami.

Background: Ischemia/reperfusion injury (CIR) occurs in a situation when blood flow to a tissue is obstructed or even completely stopped causing cells to experience ischemia. Reperfusion plays an important role for the survival of tissue and cells. However, it turns out that the reperfusion process can cause microvascular injury by increasing the production of reactive oxygen species (ROS). The incidence rate is 15/100,000 per year with a morbidity rate of 30% within 30 days after incident and a mortality rate of 18%. One of the therapies for managing reperfusion injury is the administration of an antioxidant that can bind ROS, namely selenium. Several studies have proven that damage after ischemia/reperfusion injury to the heart, kidneys, brain, and lungs can be prevented by administering selenium. However, there has been no research on the use of selenium as a cardiac protective factor due to the impact of acute limb ischemia/reperfusion injury.
Methods: This research is an experimental study to examine the effect of selenium administration on the degree of heart damage assessed histopathologically. Using a post-test only control design, this study used Sprague Dawley rats (SD). These rats were divided into three groups including one control group (KK) and two treatment groups (KP). The study was conducted at the Animal Laboratory of the Educational Animal Hospital, Faculty of Veterinary Medicine, Bogor Agricultural Institute and Laboratory of Anatomical Pathology, Dr. Cipto Mangunkusumo hospital. The factors assessed were the area of ??change, interstitial edema, cell swelling, leukocyte infiltration, necrosis, bleeding, and degree of damage. The data obtained were tested using Fisher's exact test.
Results: There were 15 experimental animal samples in this study. None of the experimental animals died and experienced side effects of selenium administration during the study. There were no significant results for the area of change, interstitial edema, cell swelling, leukocyte infiltration, necrosis, bleeding, and degree of damage.
Conclusion: Administration of selenium did not reduce the degree of myocardial tissue damage due to leg IRI in SD rats. Further study with larger samples, different selenium dosage and administration times, and more sensitive tissue damage biomarkers is needed to confirm and clarify our findings.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Syahrendra
"ABSTRAK
Latar Belakang : Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Di RS X Jakarta selama tahun 2013 di dapat data kecelakaan kerja tertusuk benda tajam terutama jarum suntik sebanyak 64 pekerja (58 %).
Metode : Penelitian ini menggunakan desain quasi experiment pre ? post, bersifat prospektif. Dengan pengambilan data awal di bulan April-Mei 2014, dilanjutkan dengan pelatihan dan pengambilan data akhir setelah 2 bulan setelah pelatihan , kemudian dianalisis dengan Uji mcnemar untuk melihat perbedaan angka kecelakaan tertusuk jarum suntik sebelum dan sesudah pelatihan.
Hasil : Data diambil dari 110 responden perawat dan bidan RS X Jakarta yang dijadikan responden dalam penelitian ini, dan secara statistik terjadi penurunan kecelakaan tertusuk jarum sebesar 38 petugas (34,5%) menjadi sebesar 8 petugas (7,3%) setelah pelatihan terhadap perawat dan bidan di RS X Jakarta. Dengan nilai p : 0,001 = p :< 0,05.
Kesimpulan : Angka kejadian kecelakaan tertusuk jarum suntik di RS X masih cukup tinggi, dan pelatihan bisa dijadikan salah satu program untuk menurunkan angka kecelakaan tertusuk jarum suntik.

ABSTRACT
Background : Hospital has a variety of hazards that can cause health effects, but also these work in hospitals, as well as patients and visitors. Hospital X Jakarta has data for punctured sharp objects accident especially needlestick injury in amount of 64 workers (58%) in 2013.
Method : The research is using design quasi experiment pre - post . The start of data collection in the month of April-May 2014, followed by training and data collection after 2 months after the end of training, and then analyzed with McNemar test to see the difference in the number of needlestick injury before and after training.
Result : There were 110 respondents nurses and midwives in Hospital X Jakarta who as included in this research, there was a statisticaly significant reduction punctured needlestick injury from 38 officers (34.5%) to 8 officers (7.3%) after training of nurses and midwives in Hospital X Jakarta. The result a p-value p : 0.001 = p: <0.05.
Conclusion : The incidence of needlestick injury in hospital X is still quite high, and training could be one of the programs to reduce the number of needlestick injury.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>