Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 55170 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arissa Anggraini
"Kredit Sindikasi adalah merupakan kredit yang diberikan beberapa bank kepada seorang debitur dimana diantara bank-bank peserta sindikasi terdapat hubungan lintas kreditur yang dikoordinasikan secara erat dan kokoh oleh satu bank sebagai koordinator yang disebut lead creditur atau lead manager, dan subyek yang ada dalam kredit sindikasi yakni : pihak debitur, pihak kreditur, pihak lead manager, pihak agen bank. Sedangkan kepailitan terjadi dikarenakan debitur dalam keadaan tidak dapat membayar hutangnya kepada kreditur pada saat jatuh tempo, dan bila kepailitan tersebut terjadi terhadap debitur yang terikat dalam suatu perjanjian kredit sindikasi dengan kreditur hal ini merupakan suatu keadaan dilematis bagi anggota peserta kreditur sindikasi yang hendak mengajukan permohonan pailit, mengingat ketentuan Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tidak menjelaskan secara terang dan tegas tidak mengharuskan permohonan pailit diajukan oleh semua kreditur, berdasarkan pasal 1 ayat (1) tersebut dapat diartikan hanya dengan satu kreditur saja dapat diajukan permohonan kepailitan, dalam kredit sindikasi tersebut pihak agen bank mempunyai peran yang sangat besar yaitu mewakili dan bertindak untuk kepentingan kreditur sindikasi serta untuk dan atas nama para kreditur, pihak agen bank diangkat dan ditunjuk oleh kreditur, dalam kredit sindikasi hubungan kreditur dengan kreditur dilakukan melalui agen, dan masing-masing peserta sindikasi tidak mempunyai hubungan yang langsung dengan debitur,segala perbuatan hukum diurus oleh agen, permasalahan terjadi dalam hal kewenangan selaku pemohon dalam hal permohonan pernyataan pailit apabila pihak debitur terikat perjanjian kredit sindikasi pada saat jatuh tempo tidak dapat memenuhi kewajibannya terhadap salah satu kreditur sindikasi, oleh karena dalam undangundang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang belum mengaturnya secara khusus hanya berupa penjelasan saja, maka harus dilihat isi dalam perjanjian kredit sindikasi tersebut. Hal ini berdasarkan pasal 1338 KUHPerdata tentang kebebasan berkontrak para pihak sepanjang tidak melanggar undang-undang yang maka segala perjanjian yang telah disepakati menjadi undang-undang bagi yang membuatnya. Apabila dalam perjanjian tersebut tidak menyebutkan secara jelas siapa yang berwenang mengajukan permohonan pailit, maka pendekatan yang dilakukan adalah kasuistis serta mempertimbangkan peraturan perundang-undangan yang ada mengenai siapa yang berwenang mengajukan permohonan pailit.
Syndicated credit is a credit given some banks to a debtor where among the participants of the syndicated banks there are cross-linkages that are coordinated in tandem the lender and sturdy by a bank as the lead coordinator is called creditur or lead manager, and the subject is in syndicated credits: the debtor, the creditors, the lead manager, the bank's agents. While the bankruptcy occurred because the debtor in a State is unable to pay its debt to the lender at maturity, and if bankruptcy occurs against the debtor is bound in a syndicated loan agreement with the creditors it represents a State of dilematis for member participants creditors who want to apply for syndication in bankruptcy, bearing in mind the provisions of article 2 paragraph Description (1) Act No. 37 of 2004 about bankruptcy and debt repayment Obligations do not Delay explains in clear and unequivocal application does not require that all creditors in bankruptcy filed byunder article 1, paragraph (1) can be defined only by one lender's bankruptcy petition may be submitted, in the syndicated credit bank has the role of the agent that is huge i.e. represent and act for the benefit of the creditors syndicate as well as for and on behalf of the lender, the bank appointed agents and appointed by the creditors, in the syndication credit lender relationships with creditors conducted by an agent, and each of the participants of the syndicate has no direct relationship with the debtor, any act of law administered by an agent, the problem occurs in the case of the authority as the representative of the applicant in terms of the petition in bankruptcy if the debtor statements bound syndicated credit agreement at maturity are unable to meet its obligations towards one of the creditors syndicate, due to the bankruptcy law and debt repayment obligations yet delay set it specifically just a description of the course, then it should be viewed in the content syndication credit agreement. It is based on article 1338 KUHPerdata of freedom of contract the parties along does not violate the Act then all agreements agreed to act for the subject. If the Treaty does not mention explicitly who is authorized to apply in bankruptcy, then approach does is kasuistis as well as taking into account existing legislation as to who is authorized to apply for bankruptcy.<.i>"
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S42430
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sheila Ersan
"Kredit Sindikasi merupakan suatu jenis kredit dimana terdapat lebih dari satu kreditor dan terdapat sebuah agent yang telah ditunjuk oleh para kreditor untuk mewakili kepentingan mereka. Permasalahan yang seringkali terjadi dalam kasus kredit sindikasi adalah tidak adanya kepastian hukum tentang kewenangan kreditor peserta kredit sindikasi dalam mengajukan permohonan pailit tanpa melalui agent bank. Hal ini mengakibatkan banyak pihak selaku kreditor peserta kredit sindikasi merasa ketidakadilan penerapan hukum yang dijatuhkan oleh hakim.
Dalam kasus ini yang menjadi pihak pemohon pailit adalah salah satu kreditor peserta sindikasi yaitu PT. Bank IFI, sedangkan pihak termohon pailit (debitor/nasabah) yaitu PT. SUBUR AGROSINDO SEILZRAS, dan pihak agent adalah bank yang ditunjuk oleh bank-bank lain selaku kreditor peserta sindikasi yaitu PT. Bank Niaga. Permohonan pailit yang diajukan oleh PT. Bank IFI ditolak karena majelis hakim berpendapat bahwa PT. Bank IFI tidak berwenang dalam mengajukan permohonan pailit, seharusnya yang dapat mengajukan pailit hanya Bank Niaga selaku agent bank selaku pihak yang diberi kuasa mutlak oleh para kreditor untuk mewakili kepentingan kreditor serta bertindak untuk dan atas nama kreditor. Setelah permohonan pailitnya ditolak, PT. Bank IFI mengajukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung, tetapi permohonan kasasinya kembali ditolak oleh Hakim Agung dengan alasan yang serupa. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 tidak memberikan definisi yang jelas mengenai hal tersebut, akan tetapi Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 telah mernberikan jawaban yang pasti mengenai hal tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T14547
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mia Rizkasari
"Kredit Sindikasi merupakan solusi untuk memenuhi kebutuhan pendanaan dalam jumlah yang besar tanpa melanggar ketentuan Peraturan Bank Indonesia (PBI) mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK). Kredit Sindikasi merupakan pembiayaan yang diberikan oleh dua Kreditor atau lebih untuk membiayai satu Debitor yang sama, dengan syarat dan ketentuan dan dokumentasi kredit yang sama dan dengan jaminan kredit yang sama yang diikat secara pari passu. Agen Jaminan ditunjuk oleh Para Kreditur Sindikasi berdasarkan Perjanjian Kredit Sindikasi untuk melaksanakan pengikatan jaminan kredit untuk kepentingan dan atas nama Para Kreditor Sindikasi, maupun melaksanakan hakhak Para Kreditor Sindikasi terhadap jaminan kredit termasuk dalam hal Debitor dinyatakan pailit. Ketika Debitor dinyatakan pailit, terdapat permasalahan dimana pihak Kurator menganggap bahwa Agen Jaminan tidak berwenang untuk melaksanakan hak tagih Para Kreditor Sindikasi sebagai kreditor separatis dan sebagai kreditor konkuren.
Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan analisis data secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa Agen Jaminan berwenang untuk melaksanakan hak tagih Para Kreditor Sindikasi sebagai kreditor separatis dengan jaminan Hak Tanggungan dan sebagai kreditor konkuren dalam hal terdapat sisa tagihan yang tidak tercover dengan penjualan jaminan yang telah diikat Hak Tanggungan tersebut.

Loan Syndication is a solution to meet a large number of funding needs without breaching Bank Indonesia Regulation (PBI) on Legal Lending Limit. A syndicated loan is a loan made by two or more Creditors to finance a Debtor, on similar terms and condition, using common documentation and administrated by common agent and secured by the same securities in pari passu. Security Agent appointed by Creditors based on Credit Syndication Agreement to encumber the security for the benefits and on behalf of the Creditors, and to exercise any right, power, authority the Creditor`s rights to the credit security documents including if the Debtor has declared bankrupt. In the terms the Debtor has been declared bankruptcy by the court. There is a problem when the Curator assume that the Security Agent have no authority to exercise the Syndication Creditor`s claim as secured creditor and as unsecured creditor.
The method of analysis that is used in this research writing is juridis normative and qualitative method in data processing. The result of the analysis concluded that Security Agent have an authority to exercise the Syndication Creditor`s claim as secured creditor with Hak Tanggungan security and as unsecured creditor for the remain claim uncovered by execution of Hak Tanggungan.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T44870
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ine Puspitawati
"ABSTRAK
Dalam pemberian kredit sindikasi adalah hal yang lazim
apabila lembaga bank selaku kreditur sindikasi meminta
pihak ketiga menanggung debiturnya untuk menjamin
diperolehnya pelunasan utang. Keberadaan penanggung
dalam hubungan hukum yang terjadi antara kreditur
sindikasi dan debitur ini memberikan perlindungan hukum
bagi kreditur sindikasi akan kepastian pelunasan utang
debitur apabila debitur cidera janji atau wanprestasi.
Penganggung dapat diminta pertanggungjawabannya untuk
memenuhi utang debitur apabila ia telah melepaskan hak
istimewa yang telah diberikan oleh Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUH Perdata) sehingga lazim dilakukan
oleh kreditur sindikasi untuk meminta penanggung
melepaskan hak-hak istimewa tersebut demi
kepentingannya. Akan tetapi, kendati penanggung telah
melepaskan hak-hak istimewa tersebut, yang berarti ia
bersedia untuk melunasi utang debitur yang ditanggungnya,
seringkali penanggung tidak mau memenuhi kewajibannya
untuk melunasi utang debitur kepada kreditur sindikasi
ketika ternyata debitur cidera janji atau wanprestasi. Untuk
mengatasinya, pengajuan permohonan pernyataan pailit
menjadi alternatif penyelesaian kredit bermasalah tersebut. Dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap
penanggung, kreditur sindikasi harus memenuhi syaratsyarat
yang diatur dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang
No. 4 tahnu 1998 tentang Kepailitan, yang menyebutkan
keharusan debitur memiliki sedikitnya dua orang kreditur
dan memiliki satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih. Dalam skripsi ini akan dianalisa mengenai syarat
yang harus dipenuhi oleh kreditur sindikasi dalam
pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap
penganggung dalam rangka penyelesaian pailit terhadap
penanggung dalam rangka penyelesaian kredit bermasalah."
2004
S23130
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diandry Adityaputri
"Pasal 2 ayat (5) UU KPKPU menjadikan BUMN sebagai Debitor yang hanya dapat diajukan permohonan pernyataan pailit dan PKPU oleh Menteri Keuangan. Penjelasan Pasal 2 ayat (5) menyatakan bahwa ketentuan ini berlaku pada BUMN yang seluruh modalnya adalah milik negara dan tidak terbagi atas saham. Persero merupakan BUMN dalam bentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi atas saham. Terhadap BUMN Persero terdapat beberapa putusan yang menyatakan bahwa Persero merupakan bagian dari BUMN yang dimaksud pada Pasal 2 ayat (5) UU KPKPU, seperti putusan permohonan pernyataan pailit PT Merpati Nusantara Airlines (PT MNA) dan putusan permohonan PKPU PT Angkasa Pura II (PT AP II). Namun, apabila merujuk kepada Pasal 1 angka 2 UU BUMN maka terjadi ketidaksinkronan antara pengertian Persero dengan penjelasan BUMN yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) UU KPKPU. Pada skripsi ini akan membahas mengenai kedudukan hukum dari Persero dalam kepailitan serta kewenangan kreditor dalam melakukan permohonan pailit maupun PKPU terhadap Persero. Metodologi yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif yakni analisis permasalahan akan berdasarkan pada undang-undang yang berkaitan. Secara singkat, kedudukan hukum dari Persero adalah sama dengan perseroan terbatas lainnya sehingga terhadap Persero dapat diajukan permohonan pernyataan pailit maupun permohonan PKPU. Pihak yang dapat melakukan permohonan pernyataan pailit atau permohonan PKPU ini adalah Debitor itu sendiri maupun Para Kreditornya.

SOEs as special debtors as stipulated in Article 2 paragraph (5) of the KPKPU Law make it only possible to apply for bankruptcy and suspension of payment by the Minister of Finance. This provision applies to SOEs engaged in the public interest only, namely SOEs whose entire capital is state-owned and not divided into shares. Persero SOEs is a SOE in the form of a limited liability company whose capital is divided into shares whose entire or at least 51% of the shares are owned by the state with the aim of pursuing profits. Against Persero SOEs, there are several rulings stating that Persero is part of the SOEs referred to in Article 2 paragraph (5) of the KPKPU Law. However, when referring to Article 1 number 2 of the SOEs Law, there is a synchrony between the definition of Persero and the explanation of SOEs referred to in Article 2 paragraph (5) of the KPKPU Law. This thesis will discuss the legal position of Persero, in the application for bankruptcy and suspension of payment as well as the authority of creditors in making applications against both. The methodology used in this thesis is normative juridical, namely the analysis of problems will be based on related laws. In short, the legal position of Persero is the same as other limited liability companies so that against Persero, an application for bankruptcy statement or suspension of paymentapplication can be filed. The parties who can apply for a bankruptcy statement or suspension of payment application are the Debtor himself and his Creditors."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fennieka Kristianto
Jakarta: Minerva Athena Pressindo, 2009
346.078 FEN k (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Puti Ende Novia
"Menurut pasal 2 ayat 5 Undang ndash; Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, permohonan pailit terhadap perusahaan asuransi hanya dapat dilakukan oleh Menteri Keuangan. Saat ini kewenangan tersebut telah beralih ke Otoritas Jasa Keuangan OJK dengan adanya Undang ndash; Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK. OJK mengajukan permohonan pailit terhadap PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya PT. AJBAJ tanpa didahului dengan permohonan dari kreditor.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: bagaimana kewenangan OJK dalam pengajuan permohonan pailit terhadap perusahaan asuransi dan pelaksanaannya dalam permohonan pailit terhadap PT. AJBAJ? Apakah hakim telah menerapkan prinsip ndash; prinsip hukum yang tepat dalam menjatuhkan putusan terhadap PT. AJBAJ? Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dalam pengajuan permohonan pernyataan pailit yang diajukan OJK terhadap perusahaan asuransi dapat dilakukan tanpa didahului dengan permohonan dari kreditor sepanjang hal tersebut dilakukan dalam rangka melindungi kepentingan konsumen. Dalam menjatuhkan putusan pailit terhadap PT. AJBAJ hakim pada pengadilan tingkat pertama kurang cermat dalam memeriksa pokok perkara sehingga putusan yang diberikan kurang tepat, hal ini ternyata dalam putusan pada tingkat kasasi dimana hakim pada tingkat ini menyatakan putusan tingkat pertama tersebut dibatalkan.

According to Article 2 paragraph 5 Act Act No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Obligation for Payment of Debts, bankruptcy filling for the insurance company can only be field by the Minister of Finance. Currently the authorities have been turning to the Otoritas Jasa Keuangan OJK in the presence of Law Law Number 21 Year 2011 concerning OJK. OJK filed a bankruptcy filling for PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya PT. AJBAJ without preceded by a request from the creditors.
The purpose of this research is to determine How the OJK authorized the filing of a bankruptcy petition against the insurance company and their implementation in a bankruptcy petition for PT. AJBAJ Do the judges have applied the principle the principle of the proper law in decisions for PT. AJBAJ This research is normative.
Results from the study showed that the application for a declaration of bankruptcy filed for the insurer OJK can be done without preceded by a request from the creditor to the extent they do in order to protect the interests of consumers. In the verdict of bankruptcy to PT. AJBAJ judge at first instance are less careful in examining the case until the verdict is given less precise, it was the decision on appeal where the judge at first instance verdict is declared to be canceled.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47230
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Giska Matahari Gegana
"Sejalan dengan meningkatnya volume dan jenis kegiatan perekonomian di Indonesia, pembiayaan secara bersama oleh beberapa bank dalam bentuk pinjaman sindikasi merupakan salah satu langkah yang sangat baik untuk mengatasi kebutuhan yang terus meningkat, karena masing-masing bank dapat terhindar dari pelanggaran ketentuan mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK). Namun, pada praktiknya, terdapat wanprestasi terhadap perjanjian kredit sindikasi oleh kreditur, karena kedudukan bank dan nasabah yang sebenarnya tidak seimbang. Analisis skripsi berintikan bahwa wanprestasi oleh kreditur tersebut dapat mengakibatkan perjanjian kredit sindikasi batal dan para kreditur harus membayar ganti rugi sesuai dengan porsi keikutsertaannya.

In accordance with the increasing volume and types of economic activities in Indonesia, joint funding by several banks in the form of syndicated loans is a good step to address the growing needs this is because each bank could avoid infringement Lending Limit (BMPK). However, in practice, there are defaults found on the agreements on the involvement of the syndicated loan by the creditors, because the position of the Bank and Clients that are not balanced. This thesis analysis is cored on that the default with the lender may result in canceled syndicated credit agreement and the creditor must pay compensation according to their participation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S253
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>