Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17928 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Oemar Seno Adji
Jakarta: Erlangga, 1980
345 OEM h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Oemar Seno Adji
Jakarta: Erlangga, 1984
345.5 OEM h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Pangaribuan, Luhut M.P.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
345.05 PAN h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kif Aminanto
Jember: Jember Katamedia, 2017
345.023 KIF p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlisa loebby
"ABSTRAK
Dengan telah diundangkannya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana telah ditetapkan pula bahwa kita menganut sistim Peradilan Pidana yang terpadu, sehingga di dalam pelaksanaan Peradilan Pidana merupakan suatu kesatuan pendapat maupun proses dalam mencari keadilan. Maka diperlukannya suatu keterpaduan dalam pelaksanaan Peradilan Pidana terutama untuk tercapainya efektifitas dari pencegahan, pemberantasan kejahatan maupun pembinaan narapidana, karena dalam sistim peradilan Pidana terdapat beberapa unsur yang saling ber hubungan satu dengan yang lain didalam memaksanakan tugas-tugas dalam rangka pelaksanaan Peradilan Pidana. Unsur-unsur tersebut adalah Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman dan Lembaga Permasyarakatan yang belum mempunyai Undang-Undang tersendiri maka Kepolisian mempunyai Undang-Undang Pokok Kepolisian, kejaksaan mempunyai Undang-Undang Pokok Kejaksaan dan Kehakiman mempunyai Undang-Undang Pokok Kehakiman. Di samping Undang-Undang Pokok masing-masing lembaga tersebut, masih ada suatu undang-undang yang mengatur pula perihal peradi lan pidana yakni Undang-Undang Hukum Acara Pidana, sehingga haruslah dicari bagaimana hubungan antara undang-undang pokok masing-masing lembaga tersebut dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tersebut disamping itu juga menjadi permasalahan sejauh mana Fungsi dan wewenang masing-masing lembaga didalam melaksanakan Peradilan Pidana. Ternyata bahwa didalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana telah diintrodusir lembaga Pra Peradilan dan Lembaga Hakim Pengawas dan Pengamat, sehingga dengan demikian Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana telah memberikan fungsi dan wewenang yang lebih kepada Hakim di banding dengan masa Reglemen Indonesia yang diperbaharui, sehingga amat menarik perhatian kami untuk melakukan penelitian tentang sejauh mana wewenang serta fungsi Kehakiman yang terdapat didalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Prakoso
Jakarta: Bina Aksara, 1987
345.05 DJO p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ervan Saropie
"Mekanisme lembaga Praperadilan dianggap tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam pelaksanaannya karena dianggap banyak merugikan masyarakat pencari keadilan, sehingga banyak bermunculan pendapat dan pandangan yang menginginkan agar lembaga Praperadilan digantikan oleh Hakim Komisaris yang diajukan dalam RUU KUHAP 2008. Konsep lembaga hakim Komisaris yang diajukan dalam RUU KUHAP 2008 merupakan suatu lembaga baru di Indonesia, tetapi bukan merupakan sesuatu hal yang baru di Indonesia. Kewenangan yang diberikan kepada Hakim Komisaris sangat luas dan lengkap dibandingkan dengan lembaga Praperadilan dalam KUHAP. Meskipun demikian, tidak tertutup kemungkinan timbul permasalahan baru dengan adanya lembaga Hakim Komisaris dalam RUU KUHAP 2008. Penulisan inimerupakan analisis mengenai konsep lembaga Hakim Komisaris yang menggantikan lembaga Praperadilan sebagai lembaga pengawasan pada tahap pemeriksaan pendahuluan.

Mechanism of Praperadilan institutions are no longer considered not running properly in its implementation because many people seeking justice harmed, so there are many opinions and views to make the institution Praperadilan replaced by the Magistrate proposed in the revision of Indonesian Code of Criminal Procedure 2008. The Magistrate concepts proposed in the revision of Indonesian Code of Criminal Procedure 2008 as a new institution in Indonesia, but not a new issue in Indonesia. The authority given to the Magistrate is more complete than Praperadilan in the Indonesian Code of Criminal Procedure (UU No. 8 Tahun 1981). However, the possibility is new problems arise with the Magistrate institution in Indonesian Code of Criminal Procedure revision 2008. This research is an analysis of the concept of a Magistrate institution replace Praperadilan institutions as institutions supervision at the stage of preliminary examination."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S22579
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Universitas Indonesia, 1991
S21697
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Iftar Aryaputra
"Gagasan tentang permaafan hakim dalam RKUHP tidak bisa dilepaskan dari kekakuan sistem pemidanaan dalam KUHP. Sistem pemidanaan dalam KUHP mensyaratkan bahwa pidana akan dijatuhkan apabila terpenuhi syarat "perbuatan" dan "kesalahan". Dengan hanya bertumpu pada dua syarat tersebut, maka pemidanaan dalam KUHP dirasakan sangat kaku, akibatnya adalah banyak kasus-kasus kecil yang harus dijatuhi pidana, seperti yang terjadi dalam kasus pencurian kakao, pencurian sandal, pencurian semangka. Di beberapa negara, dalam keadaan yang demikian, hakim bisa untuk tidak menjatuhkan pidana. Ketentuan tersebut dikenal dengan istilah judicial pardon/rechterlijk pardon/dispensa de pena. Pertanyaan penelitian yang diangkat dalam tesis ini terkait dengan permaafan hakim dalam hukum pidana positif, praktik permaafan hakim, dan kebijakan formulasi permaafan hakim. Tujuan dari penulisan tesis ini untuk mengetahui permaafan hakim dalam hukum pidana positif, menganalisis permaafan hakim dalam penegakan hukum pidana, serta memberikan suatu bentuk formulasi yang sesuai dengan kebijakan kriminal di Indonesia. Penelitian dalam tesis ini merupakan penelitian yuridis normatif yang menggunakan pendekatan perbandingan dan pendekatan kasus, serta dianalisis secara kualitatif dengan penguraian secara deskriptif analitis dan preskriptif.
Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa dalam KUHP, permaafan hakim terwujud dalam ketentuan pidana percobaan yang diatur Pasal 14a-14f KUHP, sedangkan di luar KUHP, permaafan hakim diatur dalam Pasal 70 UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Walaupun dalam hukum positif (khususnya KUHP) permaafan hakim terwujud dalam pidana bersyarat, ada beberapa putusan pemidanaan dan putusan lepas yang mengandung nilai-nilai permaafan hakim, seperti dalam kasus Ny. Ellya Dado, kasus pencurian sandal (Sudarmadi). Sampai di sini dapat dikatakan, terdapat putusan pengadilan yang secara prinsip menerapkan nilainilai permaafan, walaupun dalam putusannya tidak dijatuhkan masa percobaan. Dalam konteks kebijakan hukum pidana, formulasi permaafan hakim dirasakan belum lengkap, karena hanya diatur dalam hukum pidana materiil. Seharusnya permaafan hakim juga diatur dalam hukum pidana formil. Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana tidak mengatur mengenai hal-hal yang berkaitan dengan permaafan hakim.

The idea of judicial pardon in the Draft of Penal Code, can not be separated from absolutism of sentencing in the Criminal Code. A sentencing in the Criminal Code need "act" and "guilt". From this condition, we can conclude that the punishment in the Criminal Code showing a rigid sentence. There are some case in Indonesia which are became an interest of the people, for example the case of Minah who stealed 3 kilogram of cacao, case of theft of sandal, case of theft of watermelon. In some countries, in such circumstances, a judge can be not to impose a sanction. The provision is known as judicial pardon/rechterlijk pardon/dispensa de pena. The research questions raised in this thesis related to judicial pardon in positieve criminal law, the practice of judicial pardon, and the formulation of the judicial pardon. The purpose of this thesis to determine judicial pardon in positieve criminal law, to analyze judicial pardon in criminal law enforcement, and also providing a form of policy formulation in accordance with the criminal policy in Indonesia. This research belong into a normative juridical, that be supported the comparation approach and the case approach. Data is obtained from research, analyzed qualitatively which is described with descriptive-analytically and prescriptively.
From the research, it was found that in the Penal Code, judicial pardon embodied in conditonal sentence, set forth in Article 14a-14f. While outside of the Penal Code, judicial pardon regulated in Article 70 of Law no. 11 of 2012 on the Criminal Justice System of Children. Although the positive law (in particular the Pena; Code) judicial pardon in conditonal sentence materialized, there are some the imposition of a penalty or a judgement dismissal all charges (onstlag), contained the values of judicial pardon, as in the case of Mrs. Ellya Dado, sandal theft case (the case of Sudarmadi). Up here it can be said, there is a court decision in principle to apply the values of forgiveness, although the decision was not conditional sentence. In the context of penal policy, judicial pardon formulation felt incomplete, because it only regulated in material penal law. It should set in the formal penal law. The design of the Code of Criminal Procedure Act does not regulate on matters relating to the judicial pardon.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T33740
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>