Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 207953 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irawaty Melissa
"ABSTRAK
Prita Mulyasari mengungkapkan kekecewaannya terhadap pelayanan medis rumah sakit OMNI Internasional melalui surat elektronik. Isi surat elektronik kemudian tersebar luas ke masyarakat sampai diketahui oleh pihak rumah sakit. Kemudian rumah sakit mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum atas dasar penghinaan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 dan Pasal 1376 KUHPerdata. Penulis akan membahas mengenai batasan pengertian penghinaan sebagai suatu perbuatan melawan hukum dan penerapan informed consent dalam kaitannya dengan kasus Prita Mulyasari serta analisis putusan Mahkamah Agung No. 300K/PDT/2010. Maka berdasarkan Pasal 1376 KUHPerdata, suatu perbuatan melawan hukum atas dasar penghinaan harus dibuktikan dengan adanya unsur maksud untuk menghina. Peraturan Menteri Kesehatan No.290/MENKES/PER/III/2008, mengatur bahwa dokter wajib mendapatkan informed consent pasien atas tindakan medis yang dilakukan, Kode Etik Kedokteran Indonesia juga mengatur kewajiban dokter untuk memberikan keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan kebenarannya. Pemberian suntikan dan obat-obatan tanpa persetujuan pasien serta hasil laboratorium yang tidak dapat dibuktikan oleh dokter inilah yang menurut penulis tidak sesuai dengan apa yang diatur.

Abstract
Prita Mulyasari expressed her disappointment toward OMNI International hospital?s medical services through electronic mail. The content of the electronic mail later spread to the community and known by the hospital. Hospital reacted by filing law suit against Prita based on tort as provided in Article 1365 and Article 1376 Indonesian Civil Code. In this thesis, the writer will defined the limitation of insulting deed as tort and the application of informed consent in the case of Prita Mulyasari, furthermore the writer will analyze The Verdict of the Supreme Court No.300K/PDT/2010. Article 1376 Indonesian Civil Code required the element of intention of insulting deed as tort to be proven. Regulation of Minister of Health No.290/MENKES/PER/III/2008, stipulates that doctor should obtain an informed consent from the patient before the doctor allowed to conduct any medical treatment, Code of Medical Ethics in Indonesia also stipulates that doctor is obliged to give an explanation and opinion that are subjected to verification. As in the case, the doctor?s conduct, giving injections and medicines without first asking Prita for informed consent and the incapability to verify the laboratory?s result are what the writer highlights and thinks were not conform with the law.
"
2012
S42446
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Tondi Nikita
"Penelitian ini akan membahas mengenai perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Pers khususnya mengenai tindakan pencemaran nama baik dalam pemberitaan yang dilakukan oleh Pers. Peneliti dalam penelitian ini akan melakukan analisis melalui aspek kebebasan pers dan filosofi Pers itu sendiri. Selain itu, Penulis akan menjelaskan mengenai prosedur yang harus ditempuh untuk menyelesaikan sengketa ataupun perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Pers baik dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU Pers, KUHPerdata dan peraturan perundang-undangan lainnya. Lebih jauh, Penulis akan menjelaskan mengenai penerapan Pasal 1372 dan 1365 KUHPerdata dalam gugatan pencemaran nama baik/fitnah yang dilakukan oleh Pers dan kaitannya dengan penggunaan hak jawab.

This research will discuss the unlawful act committed by the press, especially regarding defamation in the news carried out by the Press. Researchers in this study will conduct the analysis through the aspect of freedom of the press and the philosophy of Press itself. In addition to that, the author will explain the procedures that must be taken to resolve the dispute or unlawful act committed by the Press either by the provisions stipulated in the Law on the Press, the Civil Code and other legislations. Furthermore, the author will explain the application of Articles 1372 and 1365 of the Civil Code in a libel suit / slander conducted by the Press and its relation to the use of the right of reply (Hak Jawab)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57272
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Wibowo
"Skripsi ini membahas tentang perbuatan melawan hukum atas tindakan medis yang dilakukan dokter terhadap pasien tanpa adanya informed consent sebelumnya. Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan tipe deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah informed consent merupakan suatu proses yang satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dan merupakan hal wajib dilakukan oleh dokter kepada pasien. Tindakan medis yang dilakukan oleh dokter tanpa adanya informed consent disebut sebagai perbuatan melawan hukum. Peneliti menyarankan dokter harus bertindak hati-hati dalam melakukan tindakan medis, rumah sakit harus selalu melakukan pengawasan kepada dokter, dan masyarakat supaya bersikap kritis terhadap pelayanan medis.

This thesis discusses the tort of a medical procedure perfomed on patients without their prior informed consent. This research is a normative research with descriptive type. The results of this research is informed consent is a process that is an intergral and inseparable and it is a compulsary to be given form doctor to the patien. Medical procedures perfomed by doctors without any informed consent is called a tort, except the medical procedures do in an emergency. Researchers suggest, doctor shoud be cautious in perfoming a medical procedure, the hospital managers should always supervise the doctors, and the public are expected to be critical of the medical service.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64766
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ericka Hirnanti
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudarmadi
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pertanggungjawaban perbuatan melawan hukum oleh pemerintah atas kerugian yang timbul akibat barang-barang yang berada dibawah pengawasannya, dimana pemerintah mempunyai kapasitas sebagai pemilik barang yang menimbulkan kerugian bagi orang lain. Ketentuan Pasal 1367 ayat (1) KUH Perdata mengharuskan seseorang bertanggung jawab atas
kerugian yang disebabkan karena barang-barang yang berada dibawah
pengawasannya (Vicarious Liability). Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang membahas penerapan Pasal 1367 ayat (1) KUH Perdata kepada organ pemerintah yang kedudukannya berbeda dengan subjek hukum lain, dengan perolehan data melalui data sekunder berupa studi dokumen atau bahan kepustakaan. Dalam pengolahan data, metode yang digunakan adalah deskriptif analitis.

ABSTRACT
The focus of this study discussed the issue of accountability an unlawful act by the government for the loss resulting from goods under his watch, where the government has the capability to as the owner of goods which have inflicted losses from others. The provision of article 1367 paragraph (1) of Indonesia Civil Code requires someone responsible for the loss caused because of goods that are under their control (Vicarious Liability). This research is legal research to discuss
the application of the provision of article 1367 paragraph (1) Indonesia Civil Code to government that his different to other legal subject, by the acquirement of data over the secondary data of the study documents or material literature. In data processing, the method is is applicable in descriptive analysis."
2015
S58512
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Brigitta Eva Sonya
"Informed consent merupakan sebuah pondasi sebelum memulai tindakan medis, sebab ia memberikan manfaat perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian medis, diantaranya penghormatan hak pasien sebagai individu dan sebagai bukti izin yang memberi kewenangan bagi dokter untuk melakukan tindakan medis. Tipe penelitian ini adalah deskriptif dan preskriptif, dimana Penulis membahas pengaturan serta implementasi dari informed consent sebagai perlindungan hukum bagi dokter dan pasien melalui analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No. 864/PDT.G/2019/PN JKT.BRT. Bentuk penelitian adalah yuridis-normatif membahas asas dan norma yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, dengan menggunakan data sekunder sebagai hasil dari studi kepustakaan dan hasil wawancara kepada narasumber. Dari penelitian ini, ditemukan fakta bahwa pasien yang mendapat tindakan medis, tidak selamanya datang dalam keadaan sadar. Terhadap pasien sadar yang sudah diberikan informed consent juga ditemukan kendala, yakni bagaimana jika terjadi perbedaan antara diagnosis dan kenyataan pada saat tindakan sehingga perlu dilakukan tindakan life saving, hingga perluasan operasi yang sulit didapat jika keadaan pasien tidak sadar. Selain itu penelitian ini juga menemukan adanya inkonsistensi dalam penerapan tanggung jawab rumah sakit terhadap personalianya dalam hal terjadi sengketa medis yang melibatkan informed consent. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ketentuan pengenyampingan informed consent dalam life saving yang diatur Pasal 4 Permenkes 290/MENKES/Per/III/2008 pada praktiknya masih ditemukan kendala karena sulitnya pembuktian, dan berpotensi terjadi sengketa medis. Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah kepada pemerintah terkhusus Kementerian Kesehatan agar membuat aturan yang mengharuskan pihak dokter untuk melakukan diskusi kepada sejawat dan/atau meminta persetujuan direktur rumah sakit, dalam hal akan melakukan tindakan medis kedaruratan yang bersifat invasif dan mempengaruhi hidup pasien. Saran ini dimaksudkan agar kedepannya posisi dokter menjadi aman dan pihak pasien mendapat opini tambahan yang menguatkan alasan dari tindakan dokter.

Informed consent is a foundation before starting medical action because it provides the benefits of legal protection for the parties to the medical agreement, including respect for patient rights as individuals and as proof of permission that authorizes doctors to carry out medical actions. This type of research is descriptive and prescriptive, in which the author discusses the arrangement and implementation of informed consent as legal protection for doctors and patients through analysis of the West Jakarta District Court Decision No. 864/PDT.G/2019/PN JKT.BRT. The form of research is juridical-normative discussing the principles and norms regulated, using secondary data and the results of interviews with source person. From this study, it was found that patients who received medical treatment did not always come conscious. Obstacles were also found for conscious patients who had given informed consent, namely what if there was a difference between the diagnosis and the reality at the time of the procedure so that life saving measures were necessary, to the extent of surgery which is difficult to obtain if the patient is unconscious. In addition, this study also found inconsistencies in the implementation of hospital responsibilities towards its personnel in the event of a medical dispute involving informed consent. This study concludes that the provision for waiver of informed consent in life saving regulated in Article 4 of the Permenkes 290/MENKES/Per/III/2008 in practice still encounters obstacles due to the difficulty of proving, and the potential for medical disputes to occur. The advice that can be given from this research is for the government, especially the Ministry of Health, to make rules that require doctors to hold discussions with colleagues and/or seek approval from the hospital director, in terms of carrying out emergency medical procedures that are invasive and affect the patient's life. This suggestion is intended so that in the future the doctor's position will be safe and the patient will receive additional opinions that strengthen the reasons for the doctor's actions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Valeri Allen Ghazian Soekarno
"Skripsi ini membahas bagaimana ketentuan perbuatan melawan hukum diterapkan apabila terdapat permasalahan mengenai pelanggaran hak atas tanah. Pada skripsi ini akan dibahas mengenai tiga hal. Pertama, pembahasan mengenai jual-beli tanah dan bangunan secara lisan ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-undang Pokok Agraria. Kedua, pembahasan mengenai pengaturan daluarsa suatu gugatan yang ditinjau dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Ketiga, pembahasan mengenai perbuatan melawan hukum dalam kasus Basilius Taroreh melawan Leonard A.J. Kaligis. Aspek perbuatan melawan hukum yang diteliti adalah apakah perbuatan yang dilakukan oleh Leonard A.J. Kaligis dalam hal menempati tanah dan bangunan milik Basilius Taroreh yang menyebabkan kerugian secara materiil dan immateril bagi Basilius Taroreh merupakan suatu perbuatan melawan hukum. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif, dimana data penelitian ini sebagian besar dari studi kepustakaan yang diperoleh. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa (1) jual-beli tanah tidak dapat dilakukan secara lisan berdasarkan Undang-undang Pokok Agraria, dikarenakan jual-beli tanah harus dilakukan secara terang dan tunai, (2) gugatan Basilius Taroreh terhadap Leonard A.J. Kaligis tidak dapat dinyatakan sebagai suatu daluarsa, atas hal ini Leonard A.J. Kaligis juga tidak dapat untuk memperoleh hak milik secara daluarsa, (3) perbuatan Leonard A.J. Kaligis dalam menempati tanah dan bangunan milik Basilius Taroreh adalah suatu perbuatan melawan hukum, dimana perbuatan tersebut melanggar hak subjektif Basilius Taroreh sebagai pemilik sah atas tanah dan bangunan tersebut.

This thesis is discussing about how the unlawful act provisions will be applied in the event there are issues on breach of rights over land. This thesis will be focused on three issues. First, the explanation on orally sale and purchase of land and building pursuant to Indonesian Civil Code and Agrarian Law. Second, the explanation on expiration (daluarsa) of submitting a lawsuit pursuant to Indonesian Civil Code. Third, the explanation on unlawful act in the case of Basilius Taroreh against Leonard A.J. Kaligis. The unlawful act aspects which is observed i.e. whether the action conducted by Leonard A.J. Kaligis to stay in land and building owned by Basilius Taroreh that has caused material and immaterial losses incurred by Basilius Taroreh constitute as an unlawful act. This research is a normative juridical research, which some of the data are based on the related literatures. The result of this research states that (1) the sale and purchase of land may not be conducted orally pursuant to the Agrarian Law, due to the fact that sale and purchase of land should be conducted clear and in cash (terang dan tunai), (2) lawsuit by Basilius Taroreh to Leonard A.J. Kaligis can not be constituted as an expiration (daluarsa), in which Leonard A.J. Kaligis also cannot possess ownership rights by expiration (daluarsa), (3) the action of A.J. Kaligis which has stayed the land and building owned by Basilius Taroreh constitutes as the unlawful act, which such action has violated the subjective rights of Basilius Taroreh as the legal owner of such land and buildings.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56688
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siwu, Anneke S. M. Woworuntu
Depok: Universitas Indonesia, 1983
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Muthiarani
"Informed consent merupakan salah satu unsur paling penting yang harus dipenuhi dalam hubungan antara dokter dan pasien. Apabila informed consent tidak terpenuhi, maka akan timbul konsekuensi bagi dokter. Konsekuensi yang timbul dapat berupa tanggung jawab berdasarkan etik kedokteran, ilmu disiplin kedokteran dan/atau ketentuan hukum yang berlaku. Penelitian ini akan memfokuskan pembahasan terkait pengaturan dan penerapan dari informed consent di Indonesia. Penelitian ini juga akan membahas konsekuensi hukum seperti apa yang dapat dikenakan bagi pihak yang tidak melaksanakan informed consent dengan menganalisis Putusan Pengadilan Tinggi Samarinda Nomor 63/Pdt/2016/PT.Smr. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridisnormatif, dengan meneliti asas-asas dan unsur-unsur yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan terkait hukum kesehatan. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari studi pustaka dan wawancara dalam menganalisis pokok permasalahan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa ketentuan terkait penerapan informed consent di Indonesia telah terakomodir dalam kode etik profesi dokter dan sejumlah peraturan perundang-undangan. Jika terdapat kesalahan dalam penerapan informed consent, maka dokter dapat dikenakan konsekuensi hukum dari aspek hukum perdata, hukum pidana dan hukum administrasi. Penelitian ini memberikan saran kepada pemerintah untuk memperjelas ketentuan terkait informed consent dengan menegaskan kewajiban dokter untuk memastikan pasien telah memahami penjelasannya dengan baik sebelum memberikan persetujuan.

Informed consent is one of the most important elements that should be applied in the communication between doctors and patients. If informed consent is not done, there will be consequences for the doctors. The consequences accounted are in the forms of duty and professional responsibilities to the code of medical ethics, scientific responsibility to medical disciplines, and also to the law and legal authorities. This study will focus on regulations and implementations of informed consent in Indonesia. This study will also discuss the legal consequences that can be imposed on doctors who neglect informed consent by analysing the Samarinda High Court Decision Number 63/Pdt/2016/PT.Smr. The method used in this research is a juridical-normative approach, by reviewing the principles and constituents contained in the laws and regulations related to medical law and informed consent. This study uses secondary data from literature reviews and interviews to analyse the subject matter. The result of this study indicates that the provisions regarding the implementation of informed consent in Indonesia have been entailed in doctors’ professional code of medical ethics and Indonesian laws and regulations. If there are any errors in the implementation of informed consent, doctors can be subjected to legal consequences from the aspects of civil law, criminal law and administrative law. This study provides suggestions to the government to clarify the provisions regarding informed consent by asserting the doctor's responsibility to ensure that patients understand the explanation well before giving their consent."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arsyiela Azzahra Hatifah
"Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1365 KUHPerdata tidak hanya sering dijadikan sebagai dalil gugatan di pengadilan negeri, akan tetapi juga digunakan di pengadilan agama sejak berlakunya UU Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Namun pada prakteknya, masih sering terjadi kekaburan dalam gugatan perbuatan melawan hukum di pengadilan agama baik dalam penetapan kewenangan absolutnya maupun dalam pemenuhan unsur-unsurnya. Salah satu faktor penyebabnya adalah karena hukum Islam yang dijadikan sumber hukum utama di pengadilan agama, belum memiliki perumusan hukum yang jelas terkait konsep perbuatan melawan hukum perdata. Sehingga dibutuhkan perumusan hukum yang jelas terkait konsep perbuatan melawan hukum dalam hukum Islam beserta perbandingannya dengan konsep perbuatan melawan hukum dalam KUHPerdata. Oleh karena itu, adanya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan konsep perbuatan melawan hukum dalam konteks keperdataan antara KUHPerdata dan hukum Islam, mulai dari konsep dasar, unsur-unsur, hingga pertanggungjawaban ganti ruginya. Metode penelitian yang digunakan yakni metode penelitian hukum yuridis-normatif dengan analisis kualitatif menggunakan data sekunder. Temuan perbandingan dalam penelitian ini dari segi konsep dasar yakni pada KUHPerdata menggunakan kaidah utamanya pada Pasal 1365, sementara hukum Islam menggunakan kaidah asal al-dhararu yuzaalu dari uhsul fiqh dan menggunakan istilah fi’il dharar. Dari segi unsur-unsur, ditemukan beberapa persamaan dan perbedaan dari keduanya. Serta dari segi pertanggungjawaban ganti ruginya, keduanya mengatur tentang tanggung jawab atas perbuatan diri sendiri dan atas perbuatan orang lain. KUHPerdata menggunakan prinsip pertanggungjawaban perdata berbasis hak subyektif berupa ganti rugi, sedangkan dalam hukum Islam mencakup prinsip ilahiyah yang berbasis kemashlahatan dalam bermuamalah, yang mana pertanggungjawabannya tidak hanya kepada manusia, tetapi juga kepada Allah SWT.

Tort as stated in Article 1365 of the Indonesian Civil Code are not only often used as arguments for lawsuits in district courts, but are also used in religious courts since the enactment of Law Number 3 of 2006 concerning Amendments to Law Number 7 of 1989 concerning Religious Courts. However, in practice, there is still often ambiguity in lawsuits for tort in the religious courts, both in determining the absolute authority and in fulfilling its elements. One of the contributing factors is that Islamic law, which is used as the main source of law in religious courts, does not yet have a clear legal formulation regarding the concept of acts against civil law. So that it is necessary to formulate a clear law regarding the concept of tort in Islamic law along with its comparison with the concept of tort in the Indonesian Civil Code. Therefore, this research aims to find out the differences in the concept of tort in the civil context between the Indonesian Civil Code and Islamic law, starting from the basic concepts, elements, to accountability for compensation. The research method used is the juridical-normative legal research method with qualitative analysis using secondary data. Comparative findings in this study in terms of basic concepts, that the Indonesian Civil Code uses the main rules in Article 1365, while Islamic law uses the original rules of al-dhararu yuzaalu from uhsul fiqh and uses the term fi'il dharar. In terms of elements, there are some similarities and differences between the two. As well as in terms of accountability for compensation, both regulate responsibility for one's own actions and for the actions of others. The Civil Code uses the principle of subjective rights-based civil liability in the form of compensation, whereas in Islamic law it includes the divine principle that is based on benefit in muamalah, where accountability is not only to humans, but also to Allah SWT."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>