Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 198345 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muliyati
"Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dengan batasan usia 10-19 tahun. Pengaruh globalisasi menyebabkan terjadinya perubahan perilaku termasuk perilaku pacaran.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran perilaku pacaran dan faktor-faktor yang berhubungan pada siswa SMU X dan MAN Y Kabupaten Sidrap. Desain penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan Cross Sectional dan dilengkapi kualitatif dengan pengumpulan data dengan wawancara mendalam. Analisis yang digunakan adalah Univariat dan bivariat dan untuk kualitatif menggunakan analisis tematik.
Hasil penelitian menunjukkan 16,67 % siswa berperilaku pacaran berisiko, sikap permisif 50%, terpapar pornografi 33,33%, sebanyak 57,4% siswa memiliki orang tua yang pasif dan 37,30 % mendapat pengaruh negatif dari teman sebaya. Variabel yang terbukti berhubungan dengan perilaku pacaran adalah keterpaparan media pornografi dan pengaruh teman sebaya. Berdasarkan hasil penelitian maka penulis menyarankan kepada Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan agar membina kelompok sebaya dan melatih peer konselor, dan bagi orang tua agar meningkatkan bimbingan terhadap putra-putrinya.

Teenager is transition period from child to adult period in the range of age 10-19 years. The impact of globalization result in the change of attitude including dating attitude.
The objectif of this research was to know description of dating attitude and related factors of student in Senior High School ?X? and Islamic Senior High School ?Y? students in Sidrap District. The design of research was quantitative with Cross sectional approach and also qualitative. Data collected by Questionnai and indefth interview. It was analysed Univariate, Bivariate and thematic analysis.(Qualitative)
The result showed that 16,67% students have risk of dating attitude, 50% student have permissive attitude, 33,33 % student were pornography exposed, 57,4% students had parents that less in role and 37,30 % student get negative impact from peer group. The variable that had correlation were dating attitude are exposed to media pornography and impact of peer group. According to result, it is suggested that district health office and District education office to build peer group and to train peer counselor. For parents to improve the guide to their children.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Pangarsi Dyah Kusuma Wardani
"Mahasiswa yang melakukan pacaran berisiko menunjukkan bahwa bentuk pacaran dari mahasiswa saat ini telah mengalami suatu perubahan dalam tujuannya (memilih pasangan). Kejadian kehamilan yang tidak diinginkan di kalangan mahasiswa STIKes "X" sebagai dampak dari perilaku pacaran berisiko, meskipun ada peraturan larangan hamil saat kuliah. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran perilaku pacaran, determinan perilaku pacaran mahasiswa STIKes "X" Jakarta Timur Tahun 2016, dan variabel yang paling dominan dengan menggunakan teknik penelitian kuantitatif dan desain cross sectional. Hasil penelitian diperoleh 87,1% mahasiswa memiliki perilaku pacaran berisiko. Status tempat tinggal, komunikasi dengan orang tua, dan paparan media pornografi memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku pacaran. Status tempat tinggal memiliki nilai p 0,020 dan OR 12,508; komunikasi dengan orang tua memiliki nilai p 0,001 dan OR =254,09; dan paparan media pornografi memiliki nilai p 0,001 dan OR = 3,440 (artinya mahasiswa yang terpapar media pornografi berpeluang 3 kali lebih besar melakukan perilaku pacaran berisiko dibandingkan dengan yang tidak terpapar pornografi). Paparan media pornografi memiliki hubungan paling dominan dengan perilaku pacaran. Penelitian ini menyimpulkan bahwa sebagian besar perilaku pacaran mahasiswa STIKes "X" adalah berisiko.

Students who play out risky dating shows that the shape of the current student's dating behavior has undergone a change in its objectives (choosing a partner). The incidence of unwanted pregnancies among the students Health Science Institute of "X" as the impact of risky dating behavior though there is legislation prohibiting pregnant while in college. The purpose of this study was to determine the description of dating behavior, dating behavior determinant students Health Science Institute of "X" East Jakarta 2016, and the most dominant variables using quantitative research techniques and cross-sectional design. The results showed that 87.1% of students had a risky dating behavior. Residence status, communication with parents, and exposure to pornographic media has a significant relationship with courtship behavior. Status residence has a p-value of 0.020 and OR 12,508; communication with parents has a p-value of 0.001 and OR = 254,09; and media exposure to pornography has a p-value of 0.001 and OR = 3.440 (students who are exposed to pornographic media three times greater chance of doing courtship behavior risk compared with those not exposed to pornography). Media exposure to pornography has the most dominant relationship with courtship behavior. The study concluded that most of the dating behavior of students Health Science Institute of "X" is risky.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46543
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Cahyani Putri
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran komponen cinta dan kualitas hubungan romantis pada pasangan berpacaran dewasa muda yang menggunakan layanan online dating. Partisipan dalam penelitian ini adalah 97 dewasa muda (20-40 tahun), sedang menjalani hubungan berpacaran minimal tiga bulan, dan bertemu dengan pasangannya melalui layanan online dating. Alat ukur yang digunakan untuk penelitian ini adalah Sternberg?s Theory of Love Scale (TLS) untuk melihat tingkat komponen cinta, dan Partners Behaviors as Social Context (PBSC) dan Self Behavior as Social Context (SBSC) untuk melihat gambaran kualitas hubungan romantis. Hasil dari penelitian adalah ketiga komponen cinta Sternberg pada pengguna layanan online dating tetap tinggi dan jumlah responden yang mempunyai kualitas hubungan romantis yang tinggi tidak banyak berbeda dengan jumlah responden dengan kualitas hubungan romantis yang rendah. Analisis tambahan menemukan bahwa umur dan lama hubungan mempunyai hubungan yang signifikan dengan tingkat komponen cinta Sternberg dan kualitas hubungan romantis.

The purpose of this study is to form a description on love component using the theory Triangular Theory of Love from Robert J. Sternberg and the romantic relationship quality in dating young adulthood couple who uses online dating services. Participants within this research consisted of 97 young adulthood with the age criteria around 20-40 years old, currently within a relationship for minimum three months, and met their partners through the online dating services. According to data, participants of this research are within the age of 20 to 26 years old, and around 79,4% of them are females. This research is a descriptive research and use th Sternberg's Triangular Theory of Love Scale questionaire (TLS) (α = 0,985) to measure the component of love, and also Partners Behaviors as Social Context (PBSC) (α = 0.906) and Self Behavior as Social Context (SBSC) (α = 0.838) to measure the quality of the romantic relationship. Results of this research indicates that most of the respondents has high scores in three components, and most of the respondents has lower quality in their romantic relationship."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S66342
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widyastuti Wartono
"Menurut Erikson (1950 dalam Papalia, 1998), tahap yang perlu dilalui oleh seorang individu usia dewasa muda (20-40 tahun) adalah intimacy versus isolation. Individu tersebut memiliki tugas-tugas perkembangannya, salah satunya adalah membentuk hubungan intim. Pada kenyataannya terdapat individu-individu yang tidak pernah berpacaran hingga usia dewasa muda.
Menurut Bird dan Melville (1994), pada umumnya hubungan intim diawali dengan saling ketertarikan fisik antar individu, lalu dilanjutkan dengan proses eksplorasi terhadap hal-hal lain. Dalam menilai kesesuaian karakteristik-karakteristik dirinya dengan orang lain, individu membandingkan penilaian terhadap dirinya sendiri serta penilaian terhadap orang lain. Hasil penilaian individu tentang dirinya sendiri yang mencakup kesadaran tentang siapa dan apa dia dalam berbagai karakteristik merupakan self-concept atau konsep diri (Wayment & Zetlin, 1989 dalam Rice 1999). Selanjutnya keberhasilan individu membina hubungan intim ditentukan pula oleh sejauh mana individu menghargai dirinya sendiri (self-esleem). Kemudian menurut Duffy dan Atwater (2002), dua hal yang menjadi faktor yang berperan dalam pembentukan hubungan intim adalah attachment style dengan orang tua dan self-esteem.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memahami mengapa wanita dewasa muda belum pernah berpacaran, dengan penelaahan lebih dalam mengenai attachment style dengan orang tua dan self-esteem. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data wawancara mendalam. Karena hubungan intim menjadi lebih penting bagi para wanita dibandingkan bagi para pria (Brehm, 1992), maka partisipan dalam penelitian ini adalah tiga orang wanita dewasa muda yang belum pernah berpacaran dan berada dalam rentang usia 20-25 tahun.
Hasil penelitian ini adalah bahwa individu dengan model anxious-ambivalent attachment dan avoidant attachment, disertai dengan self-esteem yang rendah dan konsep diri yang negatif akan menghasilkan kegagalan dalam membentuk hubungan intim. Kekurangan social skills menyulitkan individu dalam berinisiatif untuk membentuk suatu hubungan intim serta mempertahankan hubungan dengan sesama. Namun ternyata individu dengan model secure attachment disertai dengan self-esteem yang tinggi dan konsep diri positif tidak juga berhasil dalam membentuk hubungan intim. Adapun faktor-faktor lain yang turut berkontribusi terhadap keadaan belum pernah berpacaran yang dialami oleh individu ini, seperti terlalu seleksi, terlalu jauh dalam berpikir, dan perfeksionisme."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3256
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michael Widi Susanto
"Kehidupan manusia terbagi dalam tahapan-tahapan perkembangan sejak lahir sampai meninggal dunia, dan diantaranya adalah masa remaja. Pada setiap tahap perkembangan, ada tugas-tugas yang harus dipenuhi yang biasa disebut tugas perkembangan. Begitu pula pada masa remaja yang salah satu tugas perkembangannya adalah mencapai hubungan sosial yang lebih matang dengan teman sebaya baik yang sejenis maupun lawan jenis. Hubungan dengan lawan jenis biasanya dipenuhi atau muncul dalam perilaku berpacaran. Tugas perkembangan mempunyai peran yang penting, karena jika tidak dilalui dengan baik, seseorang akan cenderung mengalami kesulitan pada tahapan berikutnya. Berpacaran itu sendiri merupakan budaya atau fenomena yang cukup menonjol pada remaja. Berpacaran bagi remaja dapat berfungsi untuk belajar bergaul, mendapatkan identitas diri, dan lain-lain. Selain itu perkembangan seksual yang cepat mengakibatkan munculnya ketertarikan pada lawan jenisnya.
Ada beberapa alasan yang mendorong remaja berpacaran seperti untuk bersenang-senang, mencari status, belajar bersosialisasi, memilih pasangan hidup, mendapatkan persaha- batan, memperoleh keintiman atau kedekatan. Selain alasan-alasan diatas, ternyata masih ada kemungkinan alasan yang lain seperti konformitas, atau berpacaran karena konform dengan teman-teman. Pada pola alasan berpacaran ada beberapa faktor yang mungkin berkaitan, yaitu jenis kelamin, usia, pengalaman pacaran, kelompok peer dan status sosial ekonomi.
Kelompok peer juga menjadi ciri yang cukup menonjol. Kelompok peer mempunyai arti cukup penting bagi remaja, misalnya sebagi pendukung pengembangan identitas diri, minat, kemampuan. dan lain-1ain. Dalam kelompok peer inilah kemudian muncul konformitas. Tekanan untuk berbuat sesuai atau konform dengan kelompak terasa sangan kuat pada masa remaja. Disamping itu konformitas dapat terlihat dalam banyak dimensi kehidupan remaja seperti cara berbicara, berpakaian, minat, nilai-nilai, dan lain-lain.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa saja alasan berpacaran pada remaja, serta kemungkina konformitas termasuk alasan berpacaran dan juga faktor-faktor apa saja yang berkaitan dengan pola alasan berpacaran. Remaja yang menjadi subyek penelitian adalah remaja sekolah menengah atas yang berusia 15-17 tahun. Selain itu subyek penelitian adalah remaja yang sudah berpacaran atau pernah berpacaran, serta berasal dari golongan sosial ekonomi menengah ke atas. Penarikan sampel penelitian menggunakan metode incidental sampling yaitu sampel yang paling mudah ditemui. Instrumen untuk penelitian ini menggunakan kuesioner alasan berpacaran yang terdiri dari 32 item.
Dari hasil penelitian didapatkan ada beberapa alasan berpacaran yang dikemukakan oleh remaja yang menjadi subyek penelitian yaitu, karena saling tertarik satu sama lain, untuk saling membantu dan membutuhkan, untuk belajar saling mengenal serta mencari pasangan yang cocok, untuk saling memotivasi, untuk rekreasi dan memperoleh kesenangan, koform terhadap teman-teman kelompok, serta untuk ajang prestasi dan sumber status. Diantara alasan-alasan tersebut, ternyata konformitas termasuk alasan berpacaran pada remaja. walaupun bukan merupakan alasan utama atau alasan yang paling penting bagi remaja. Faktor-faktor seperti jenis kelamin, usia, pengalaman pacaran, kelompok peer, status sosial ekonomi mempunyai peran atau berkaitan dengan pola alasan berpacaran pada remaja. Sedangkan khusus untuk alasan konformitas faktor-faktor tersebut tidak berkaitan atau tidak mempunyai peranan yang berarti."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2678
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khoirunnisa Damayanti
"Kejadian berat badan berlebih dan obesitas merupakan masalah serius yang terus meningkat dan ditimbulkan karena multifaktorial. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara jenis kelamin, pengetahuan, pendidikan orangtua, status gizi orangtua, pendapatan orangtua, kebiasaan makan yaitu sarapan; fastfood; jajan; sayur; buah; susu dan olahannya; frekuensi makan; total energi harian; aktivitas fisik, pengaruh teman sebaya, jumlah uang saku dengan kejadian berat badan berlebih dan obesitas. Desain penelitian ini adalah analisis observasional dengan pendekatan cross sectional dan menggunakan instrumen kuesioner serta formulir food recall 24 hours. Penelitian ini melibatkan 111 responden siswa SMA di Depok yang dipilih dengan teknik consecutive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian berat badan berlebih dan obesitas p=0,04; p>0,05 . Namun pada faktor lain tidak ditemukan hubungan bermakna. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi tenaga kesehatan dalam menanggulangi kejadian berat badan berlebih dan obesitas pada siswa SMA dengan mempertimbangkan jenis kelamin siswa.

Overweight and obesity is a serious problem that continues to rise and caused by multifactorial. This study aims to determine the relationship between sex, knowledge, education status of parents, nutritional status of parents, family income, eating habits ie breakfast fast food snack vegetable fruit milk and dairy products the frequency of eating total daily energy physical activity, peer influence, amount of allowance with overweight and obesity. Research design in this study with observational with cross sectional approach and using questionnaires and food recall instruments 24 hours. This study involved 111 respondents High School Students in Depok selected by consecutive sampling technique. The results showed the relationship between sex with the overweight and obesity p 0.04 p 0.05 . But on other factors not found relationship. This study is expected to be useful for health workers in overcoming excessive weight and obesity in high school students with the term gender of students."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
S67364
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristin Emanuella
"Perilaku fad diets (FD) berdampak pada berbagai risiko kesehatan, seperti gangguan metabolisme, meningkatnya risiko anemia, meningkatnya risiko paparan infeksi, dan mempengaruhi kinerja kognitif. Lebih lanjut, dapat menurunkan performa dan prestasi belajar di sekolah dan mempengaruhi gangguan perilaku makan sehingga meningkatkan risiko perilaku makan menyimpang. Beberapa penelitian terdahulu di Indonesia menunjukkan angka remaja putri di Indonesia yang berisiko terlibat dalam perilaku FD termasuk tinggi, namun jumlah penelitian yang mengkaji faktor-faktor yang berkaitan dengan perilaku tersebut masih jarang. Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan terhadap perilaku FD pada siswa-siswi SMAS Bunda Mulia Jakarta tahun 2019. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional melibatkan sebanyak 212 siswa-siswi kelas X dan XI SMA. Data diambil dengan melakukan proses pengukuran tinggi badan dan berat badan serta pengisian kuesioner online. Data diolah secara univariat dan bivariat (chi square). Prevalensi perilaku FD sebesar 43,9%. Faktor yang berhubungan dengan perilaku FD adalah jenis kelamin, status gizi, distorsi citra tubuh, dorongan keluarga, dorongan teman, dan pengaruh media sosial. Siswa perempuan, yang berstatus gizi gemuk, dan mengalami distorsi citra tubuh berisiko masing-masing 1,9 kali; 4,8 kali; dan 2,5 kali lebih besar untuk melakukan perilaku FD. Siswa yang mendapat dorongan dari keluarga, dorongan teman, dan pengaruh media sosial berisiko masing-masing 2,6 kali; 2,2 kali; dan 3,2 kali untuk menerapkan FD. Perlu dilakukan upaya edukasi perilaku makan yang tepat dan sehat untuk siswa serta promosi PGS di sekolah dan media sosial.

Fad diets lead to various health risks, such as the increased risk of metabolic disorders, increased risk of anemia, increased risk of exposure to infection, and affect cognitive performance which in turn can reduce performance and learning achievement in school. The further impact that can also arise from FD is that it can aggravate eating disorders which increases the risk of eating disorder. Data regarding eating behavior on a national basis in Indonesia is still not available. Several studies conducted in several regions in Indonesia show the high number of young women in Indonesia who are involved and who are at risk of being involved in FD behavior, however, the number of studies that examine the factors associated with these behaviors is still limited. The main objective of this study was to find out the factors related to FD on students at Bunda Mulia Jakarta Senior High School in 2019. The research design used was cross sectional. The number of respondents involved was 212 students of grade X and XI in high school. The data was taken by measuring body height and weight as well as filling in the online questionnaire. The collected data will be processed in univariate and bivariate (chi square). FD prevalence in Bunda Mulia Jakarta Senior High School in 2019 is 43.9%. Factors related to FD behavior are gender, nutritional status, body image distortion, family’s encouragement, friend's encouragement, and social media influence. Female students, who are overweight or obese, with body image distortion are 1.9 times; 4.8 times; and 2.5 times more likely to carry out FD behavior. Students who are encouraged by families, friends, and social media are 2.6 times; 2.2 times; and 3.2 times at risk to FD. Efforts to educate appropriate and healthy eating behaviors as well as promotion of PGS in schools and through social media are needed."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wenni Haristia
"Pencegahan obesitas perlu dilakukan sejak remaja karena berpotensi menjadi obesitas saat dewasa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor predisposisi yaitu umur; jenis kelarnin; status gizi siswa; pengetahuan; sikap; status gizi ibu, faktor pemungkin yaitu status pekerjaan ibu; tingkat pendidikan ibu; dan pola makan, dan faktor penguat yaitu pengaruh teman sebaya dengan perilaku pencegahan obesitas. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain crosssectional. Pengambilan data dilakukan di SMP Negeri 1 Depok dengan instrumen kuesioner.
Penelitian menemukan bahwa 69,1% siswa melakukan pencegahan obesitas. Analisis lebih lanjut menemukan bahwa status gizi siswa, asupan lemak harian, kebiasaan sarapan, konsumsi sayur, serta konsumsi susu dan hasil olahannya berhubungan dengan perilaku pencegahan obesitas pada siswa SMP di Kota Depok tahun 2012.
Prevention of obesity needs to be done as adolescent because of the potential of becoming obese as adults. This study aims to determine the relationship between predisposing factors are age; sex; nutritional status of students; knowledge, attitude; maternal nutritional status, enabling factors, namely maternal employment status; level of maternal education, and diet, and reinforcing factors namely the influence of peer groups with obesity prevention behaviors. This study is quantitative with crosssectional design. Data is collected in state junior high school 1 Depok (SMP Negeri 1 Depok) with a questionnaire instrument.
The study found that 69.1% of students do prevention of obesity. Further analysis found that the nutritional status of students, the daily fat intake, breakfast habits, consumption of vegetables, as Well as the consumption of milk and processed products, was related to obesity prevention behaviors in students of state junior high school in Depok.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Santi Maria Permatasari
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keterlibatan ayah dan resiliensi pada remaja madya dengan status ekonomi sosial rendah di Jakarta. Variabel keterlibatan ayah diukur menggunakan Father Involvement and Nurturant Fathering Scales yang dikembangkan oleh Finley dan Schwartz 2004 yang dilihat dari perspektif anak. Variabel resiliensi diukur menggunakan Resilience Scale 14 item RS-14 oleh Wagnild dan Young 2009 . Partisipan pada penelitian ini sebanyak 207 remaja yang berusia 14 hingga 18 tahun. Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan antara keterlibatan ayah dan resiliensi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa keterlibatan ayah dalam kehidupan remaja perlu diperhatikan karena akan berhubungan dengan kemampuan remaja untuk beradaptasi ketika sedang menghadapi kondisi yang sulit.

The purpose of this study is to examine the relationship between father involvement, and resilience among middle adolescence with low social economic status in Jakarta. Father involvement was measured from the child rsquo s perspective using Father Involvement and Nurturant Fathering Scales by Finley and Schwartz 2004. Resilience was measured using Resilience Scale 14 item RS 14 by Wagnild and Young 2009 . The participants are 207 adolescents aged 14 to 18 years old. The result of this research indicated that there is a positively significant relationship between father involvement and resilience. This result showed that the way father involved in adolescent rsquo s life has a correlation with adolescent rsquo s competence in adapting in the wake of life rsquo s misfortunes.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S67953
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dayanara Turangga
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara dorongan memaafkan dan coping remaja dalam hubungan pertemanan. Penelitian ini dilakukan terhadap 412 remaja. Instrumen yang digunakan dalam mengukur dorongan memaafkan adalah Transgression-Related Interpersonal Motivations Inventory (TRIM-18) dari McCullough, Worthingthon, dan Rachals (2006) dan coping diukur dengan menggunakan Brief COPE dari Carver, dkk (1997). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara dorongan memaafkan dan coping pada hubungan pertemanan remaja (r = -0.019; p > 0.05). Berdasarkan empat belas subskala coping, dorongan memaafkan juga tidak memiliki korelasi yang signifikan negatif dengan setiap jenisnya.

This research was conducted to examine the correlation between forgiveness and coping in adolescent friendship. The participants of this research were 412 adolescence. This study used two measurements tools. Forgiveness was measured by instrument that called Transgression-Related Interpersonal Motivations Inventory (TRIM-18) by McCullough, Worthingthon, dan Rachal (2006) and coping was measured by Carver, et al. (1997), using Brief COPE. The main result of this research showed no significance correlation between forgiveness and coping (r = -0.019; p > 0.05). The result also indicated that there is no significant and negative correlation between forgiveness and fourteen subscales of copings.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S64973
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>