Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 32520 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lang, Jon
London: Sweet and Maxwell, 2006
346.410 48 JON p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lang, Jon
Australia: Sweet & Maxwell, 2006
346.048 LAN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Indirawati Putri
"ABSTRAK
Tesis ini membahas perlindungan hukum bagi Notaris ketika terjadi sengketa terkait dokumen yang diwaarmerking olehnya. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana wewenang Notaris terhadap suatu dokumen yang dibuat di bawah tangan dan bagaimana perlindungan hukum bagi Notaris apabila terjadi sengketa terkait dokumen yang diwaarmerking. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif menggunakan metode yuridis normatif yang menekankan pada norma-norma hukum dengan menganalisa peraturan perundang-undangan terkait dan pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan Pasal 15 ayat (2) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, wewenang Notaris terhadap dokumen atau akta di bawah tangan adalah mengesahkan (legalisasi) dan mendaftarkan (waarmerking) pada buku khusus, serta dapat dilihat masyarakat masih banyak yang kurang mengetahui bedanya kekuatan akta otentik dan akta di bawah tangan, sedangkan perlindungan hukum terhadap Notaris terkait waarmerking tercantum dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b, serta Pasal 66 ayat (1) jika ada proses penyidikan. Meski tidak ada pengaturan lebih lanjut dari wewenang Pasal 15 ayat (2) huruf b, dengan sendirinya ketentuan dalam UUJN mengenai wewenang Notaris terkait waarmerking dapat melindungi Notaris ketika terjadi sengketa terkait dokumen yang diwaarmerking olehnya. Karena Notaris tidak menyaksikan peristiwa hukum antara kedua belah pihak sehingga ketika terjadi sengketa tidak dapat disangkutpautkan dengan Notaris selain tanggal pendaftaran. Masyarakat perlu diberi penyuluhan mengenai bedanya akta otentik dan akta di bawah tangan serta sejauh mana keterlibatan Notaris agar tidak merugikan Notaris juga polisi dalam proses penyidikan harus mengacu pula pada Undang-Undang Jabatan Notaris.

ABSTRACT
The thesis discussed about legal protection for Notary when disputes related registration document. The main issues for this research is how the authority of Notary with private made document and how the legal protection for Notary if there is any disputes related registration document. This research is qualitative study using legal normative method which is focused on regulation analysis and the data collected by literature study. The results of the thesis, based on Article 15 Paragraph (2) Letter a and b Law of Notary?s Occupation Number 30 Year 2004 that has been changed by the Law of Notary?s Occupation Number 2 Year 2014, authority notary for private made documents are to legalize and registry into specific book. Some people also still confused about the different between private made document and authentic document. Legal protection to Notary related registration document listed in article 15 paragraph (2) letter b, and article 66 paragraph (1) if there was a process of investigation. Although there were no further explanation about authority article 15 paragraph (2) letter b, by itself the provisions of Law of Notary?s Occupation about authority Notary related registration document can protect Notary when disputes related document registered for it. Because Notary not witness the legal occasion between the two sides so that when disputes cannot involved a Notary besides registration date. People needs to be informed about the difference an authentic deed certificate and private made deed and how far the involvement of Notary that there is no disadvantage to Notary are also policemen in the process of investigation must refer to Law of Notary?s Occupation.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45351
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Margaretha Noviera
"Dewasa ini, perkembangan dunia perdagangan dan dunia usaha semakin meningkat, dimana produksi barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat semakin meningkat, baik dari segi jenisnya maupun jumlahnya. Oleh karena itu, hubungan diantara para. pihak tersebut haruslah dituangkan ke dalam sebuah perjanjian. Perjanjian-perjanjian dalam dunia usaha dan perdagangan itu akan aelalu terjadi dan kemungkinan terjadi berulang-ulang pada objek ataupun tempat yang sama.
Untuk menciptakan efisiensi terhadap kerja, waktu Serta biaya, maka di kemudian hari timbul apa yang disebut dengan Perjanjian Baku (Standard Contract) atau perjanjian dengan syarat-syarat baku yang dilakukan oleh kedua belah pihak.
Yang dimaksud dengan Perjanjian Baku adalah suatu perjanjian tertulis yang dibuat hanya oleh salah satu pihak dalam perjanjian tersebut, di mana pihak lain dalam perjanjian tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausula-klausula yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya perjanjian baku tersebut sangat berat sebelah.
Dengan kemajuan perekonomian di dunia yang selalu akan diikuti dengan meningkatnya arus produksi barang dan jasa dan tingginya daya bali masyarakat, mengakibatkan kurangnya ketel it ian dari para produsen di dalam menghasilkan produk mereka, baik dari segi kualitas dan higienis, yang kualitasnya tidak baik dan dalam kondisi yang nwmbahayakan hidup orang banyak. Dalam hal yang demikian, maka diperlukan suatu aspek yang mengatur mengenai perlindungan konsumen.
Dikarenakan produsen memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan dengan konsumen, maka menimbulkan permasalahan karena mendorong kegiatan proses konsumsi mengarah atau bertitik tolak pada kepentingan-kepentingan dari produsen, di mana kebutuhan konsumen diatur sesuai dengan kepentingan dari produsen dan konsumen tidak dapat berbuat apa-apa.
Berdasarkan permasalahan teraebut diatas, maka lahirlah suatu Undang-Undang, yaitu UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada tanggal 20 April 1999 (Lembar Negara Republik Indonesia No. 42 Tahun 1999).

Presently, the longer growth of trading and business worlds had increased in which goods and service products required by society had increased either its quality or quantity. Hence, correlation among those parties should be expressed within any agreement. The agreement in those trading and business worlds will always occur, possibly, it will occur at the same object or place repeatedly. Then, to create efficiency of work, time and cost, in the future it will rise so called Standard Contract or agreement by standardized requirement conducted by both parties.
The meaning of such Standard Contract is any agreement in written solely, it just be made by any party where other party had not been given opportunity and if any it is only a bit to negotiate or revise the clauses had been made by such any party, hence, usually, such agreement is not supposed fair.
In line with economic growth in the world that always be followed by increasing of goods and service flows and height of purchase power of society, it result in producers had produced their products inaccurately, ether in quality or hygiene aspects which of quality is not good and in condition endangering so many people. Then, in such case, it is required any aspect regulating consumer's protection.
As result of producers has more capability than consumers, then, it had resulted in problems as spurring consumption process activities directing or underlying producers' s interests in which consumer' s needs had been regulated in accordance with producer's interest but, consumers may not do anything.
Based on such problem above, then, it had been issued any legislation, it is Laws No.8 year 1999 on Consumer Protection on April 20, 1999 (State Gazette of Republic of Indonesia No.42 year 1999)."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T21168
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Insan Budi Maulana
Jakarta: Hecca Mitra Utama, 2005
346.048 INS b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Paulus Rudy Calvin
"Teori oplossing diterapkan Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia dimana keputusan terkait perdata dianggap melebur dalam tindakan perdata sehingga bukan merupakan kewenangan absolut peradilan tata usaha negara melainkan peradilan umum. Melalui Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, didapati adanya perluasan makna keputusan yang dapat diuji di Peradilan Tata Usaha Negara sehingga perlu peninjauan terhadap pelaksanaan teori oplossing dalam menangani sengketa di Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia. Metode penelitian yang diterapkan adalah metode penelitian yuridis normatif. Dalam penelitian dihasilkan simpulan bahwa terjadinya ketidakpastian hukum dalam penanganan sengketa di Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia dikarenakan terdapat sebagian putusan pengadilan tata usaha negara yang menerapkan teori oplossing dan sebagian putusan pengadilan tata usaha negara yang tidak menerapkan teori oplossing. Sebagai perbandingan, Peradilan Administrasi di Prancis tidak menerapkan teori oplossing melainkan teori acte detachable du contrat yang diartikan bahwa keputusan yang menghasilkan kontrak pemerintahan dapat digugat secara terpisah dari kontraknya sehingga perbuatan melawan hukum yang dilakukan dalam proses penerbitan keputusan dapat ditangani oleh peradilan Administrasi. Dengan mengesampingkan teori oplossing, akan jelas kompetensi absolut peradilan tata usaha negara dan dapat menyerupai praktik penanganan perkara kontrak pemerintahan di Peradilan Administrasi Prancis.

The oplossing theory is applied by the Indonesian State Administrative Court where decisions related to civil matters are considered to be merged into civil actions so that they are not the absolute authority of the state administrative court but the general court. Through the Government Administration Law, it is found that there is an expansion of the meaning of decisions that can be tested in the State Administrative Court, so it is necessary to review the implementation of the oplossing theory in handling disputes in the State Administrative Court in Indonesia. The research method applied is a normative juridical research method. The research concludes that the occurrence of legal uncertainty in handling disputes at the State Administrative Court in Indonesia is due to some decisions of the state administrative courts that apply oplossing theory and some decisions of state administrative courts that do not apply oplossing theory. In comparison, the Administrative Court in France does not apply the oplossing theory but the acte detachable du contrat theory which means that decisions that result in government contracts can be sued separately from the contract so that unlawful acts committed in the process of issuing decisions can be handled by the Administrative Court. By setting aside the oplossing theory, the absolute competence of the state administrative court will be clear and can resemble the practice of handling government contract cases in the French Administrative Court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Netherlands: Kluwer Law International, 2008
346.048 INT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bainbridge, David
Harlow, England: Pearson - Longman, 2002
346.048 BAI i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Alda Leony Winarto
"Meningkatnya kegiatan bisnis lintas batas negara telah memungkinkan para pelaku usaha untuk menyelesaikan sengketa selain dengan menempuh jalur hukum di pengadilan nasional salah satu negara asal para pihak. Litigasi dianggap memakan waktu dan biaya, yang merupakan faktor penghambat dalam menjalankan bisnis, di mana efisiensi sangat dijunjung tinggi. Atas alasan ini, metode lain untuk menyelesaikan sengketa di luar pengadilan telah diusahakan, yaitu melalui proses yang dikenal sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS). Arbitrase dan mdiasi adalah contoh bentuk dari APS yang paling umum. Tidak seperti arbitrase, mediasi belum menerima pengakuan dan pelaksanaan internasional yang sama dengan putusan arbitrase asing. Namun, baru-baru ini, Konvensi Mediasi Singapura telah berlaku.
Skripsi ini bertujuan untuk meneliti kemungkinan tantangan pada penerapan Konvensi Mediasi Singapura di lima negara, yaitu Singapura, Kerjaan Saudi Arabia, Republik Rakyat Tiongkok, Korea Selatan dan India, yang telah meratifikasi atau menandatangani konvensi tersebut. Kelima negara ini akan dibandingkan dengan Indonesia untuk melihat apakah Indonesia akan menghadapi tantangan serupa. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normatif disertai dengan studi literatur untuk mengkaji hukum domestik masing-masing negara.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa hingga saat ini belum ada urgensi bagi Indonesia untuk meratifikasi konvensi tersebut. Terlepas dari manfaat yang ditawarkan oleh Konvensi Mediasi Singapura, akan lebih baik bagi Indonesia untuk mengkaji undang-undang mediasi yang berlaku saat ini sekaligus meningkatkan kesadaran mediasi sebagai salah satu APS di kalangan pelaku usaha dan praktisi hukum.

The increasing cross-border business activities have allowed business actors to settle their disputes aside from litigating in the national courts of one of the parties' home countries. Litigation is perceived as time-consuming and costly, which are impeding factors in conducting business where efficiency is highly valued. For these reasons, other means to settle the dispute outside court are attempted, a process known as Alternative Dispute Resolution (ADR). Arbitration and mediation are examples of the most common forms of ADR. Unlike arbitration, mediation has not received the same international recognition and enforceability as a foreign arbitral award. However, recently, the Singapore Convention on Mediation came into force.
This thesis aims to analyze the possible challenges of implementing the Singapore Convention on Mediation in five states, namely, Singapore, the Kingdom of Saudi Arabia, the People's Republic of China, South Korea, and India, which have either ratified or signed the convention. These five countries will be compared to Indonesia to see whether Indonesia may face similar challenges. The author uses a juridical-normative research method accompanied by a literature study to examine each state's domestic law.
The research concludes that, as of currently, there is no urgency for Indonesia to ratify the convention. Despite the benefits that the Singapore Convention on Mediation offers, Indonesia should review its current law on mediation and simultaneously increase the awareness of mediation as an ADR among business actors and legal practitioners.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>