Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 228528 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Khisi Armaya Dhora
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas kebijakan PPN atas Jasa Pengangkutan Muatan Ekspor dan Impor dengan Menggunakan Angkutan Laut di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitan deskriptif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat perubahan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa pengangkutan muatan ekspor dan impor di Indonesia sebelum dan sesudah berlakunya PMK Nomor 80/PMK.03/2012. Selain itu, berbeda dengan Indonesia, Singapura dan Filipina sudah mengatur secara khusus PPN atas jasa pengangkutan di jalur internasional. Kedua negara tersebut memberikan fasilitas PPN atas penyerahan jasa pengangkutan di jalur Internasional. Indonesia dapat mengacu pada kebijakan yang digunakan negara lain dalam hal penerapan alternatif kebijakan PPN yang sesuai atas jasa pengangkutan muatan ekspor dan impor dengan angkutan laut.

ABSTRACT
This study discusses about the policy of Value Added Tax (VAT) on transportation services of export and import cargo with sea transport in Indonesia (comparative study with Singapore and Philippines). This study used a qualitative approach to the type of descriptive research. The research concluded that there are differences between the prior and post establishment of Minister of Finance Regulation Number 80/PMK/2012. Moreover, in contrast to Indonesia, Singapore and the Philippines have set up a special VAT of transportation services on international routes. Both countries are giving the benefit of VAT on international routes service transaction to the related corporates. Thus, Indonesia can refer to foreign policies in terms of implementation of alternatives appropriate policy on VAT of export and import cargo by sea transport."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Dina Maria
"Skripsi ini membahas kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas industri kelapa sawit terpadu. Penelitian ini mengangkat tiga masalah yaitu: permasalahan yang timbul dari penerapan PMK No. 78/PMK.03/2010 dilihat dari konsep consumption type PPN, permasalahan yang timbul dari penerapan SE- 90/PJ/2010 dilihat dari asas netralitas PPN, dan implikasi penerapan kebijakan ini. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui studi lapangan dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PMK No. 78/PMK.03/2010 tidak sesuai dengan konsep consumption tyepe PPN yang dianut oleh Indonesia, SE-90/PJ/2010 mengganggu netralitas PPN, dan kebijakan ini mempengaruhi keberlangsungan perusahaan kelapa sawit terpadu.

This thesis focused the policy of Value Added Tax on integrated oil palm industry. The thesis had three issues, namely the problems arising from the application of PMK No. 78/PMK.03/2010 seen from the concept of consumption-type VAT, the application of the principle of neutrality SE- 90/PJ/2010 seen from VAT, and the implication of implemented this policy. This study used a qualitative approach through field study and literature study for data collection. The result showed that the PMK No. 78/PMK.03/2010 incompatible with the concept of consumption type VAT used by Indonesia, SE-90/PJ/2010 interfere with the neutrality of VAT, and this policy affect the sustainability of an integrated oil palm companies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alan Budiandri
"Perbedaan pendapat antara PT BBB dengan fiskus telah menimbulkan sengketa pajak terkait dengan kebijakan kompensasi utang pajak dalam sengketa dengan lebih bayar. PT BBB berpendapat terkait lebih bayar yang terjadi harus dikembalikan dengan dilakukan restitusi sebab utang pajak yang dimaksud fiskus masih dalam proses hukum di pengadilan pajak yang belum berkekuatan hukum tetap. Sehingga, dalam hal ini PT BBB belum memiliki utang pajak yang dapat dikompensasikan dengan lebih bayar. Sementara, fiskus berpendapat bahwa bahwa utang pajak dalam proses hukum tersebut telah menjadi utang pajak sehingga tindakan penagihannya telah dapat dilakukan. Berdasarkan hal itu, melalui pendekatan kualitatif, peneliti ingin mengetahui dan menganalisis penerapan ketentuan kompensasi utang pajak dalam sengketa dengan lebih bayar yang dialami oleh PT BBB. Berdasarkan penerapan ketentuan kebijakan kompensasi utang pajak masih dalam sengketa menemui hambatan karena terdapatnya dualisme kebijakan mengenai penagihan pajak, dengan mengacu pada UU KUP tindakan kompensasi tidak dapat untuk dilakukan. Hal tersebut telah menyebabkan terjadinya ketidakpastian pada faktor ruang lingkup dan pendefinisian dalam kepastian hukum. Oleh sebab itu, dengan adanya dualisme kebijakan telah menimbulkan ketidakpastian terhadap pelaksanaan ketentuannya. Dalam mengatasi masalah tersebut, dilakukan penerapan asas lex posterior derogat legi priori. Sehingga dualisme kebijakan tersebut dapat dihilangkan dan ketentuan yang berlaku yaitu UU KUP.

Differences of opinion between PT BBB and the tax authorities have led to a tax dispute related to the tax payable compensation policy in dispute with overpayment. PT BBB is of the opinion that the overpayment that occurred must be returned with a restitution because the tax payable referred to by the tax authorities is still in the legal process in the tax court which has not yet had permanent legal force. Thus, in this case, PT BBB does not yet have a tax payable that can be compensated by overpayment. Meanwhile, the tax authorities are of the opinion that the tax payable in the legal process has become tax payable so that the collection action can be carried out. Based on this, through a qualitative approach, the researcher wants to know and analyze the application of the provisions for compensation for tax payables in disputes with overpayments experienced by PT BBB. Based on the implementation of the provisions of the tax payable compensation policy, the dispute is still facing obstacles due to the dualism of policies regarding tax collection, with reference to the KUP Law, compensation measures cannot be carried out. This has caused uncertainty in the scope and definition factors in legal certainty. Therefore, the existence of policy dualism has created uncertainty regarding the implementation of its provisions. In overcoming this problem, the principle of lex posterior derogat legi priori is applied. So that the dualism of the policy can be eliminated and the applicable provisions are the KUP Law."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Difa Meylia Zahra
"Pajak daerah merupakan salah satu kontribusi terbesar bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dari berbagai jenis pajak, pajak berbasis konsumsi memiliki potensi besar dalam meningkatkan penerimaan. Namun, administrasi pajak tersebut masih kurang efektif sehingga mendorong pemerintah untuk melakukan restrukturisasi melalui kebijakan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT). Kebijakan tersebut mengintegrasikan lima pajak berbasis konsumsi, yaitu pajak makanan dan/atau minuman, pajak hotel, pajak listrik, pajak parkir, serta pajak kesenian dan hiburan dengan tujuan untuk menciptakan kemudahan administrasi perpajakan. Akan tetapi, kebijakan tersebut telah mendapatkan kritik dari beberapa aktor sejak awal pengesahannya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemudahan administrasi perpajakan yang diciptakan oleh implementasi kebijakan PBJT serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. DKI Jakarta dipilih sebagai lokus karena telah menjadi contoh praktik baik dalam pengelolaan pajak daerah. Teori yang digunakan adalah teori Ease of Administration oleh Rosdianto & Irianto (2012) dan teori implementasi kebijakan publik oleh Grindle (1980). Pendekatan yang digunakan adalah post-positivist dengan teknik pengumpulan data kualitatif melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kemudahan administrasi perpajakan yang diciptakan oleh implementasi kebijakan PBJT di DKI Jakarta belum optimal. Hambatan tersebut dikarenakan sejumlah faktor implementasi yang belum terpenuhi sebagaimana dijelaskan dalam teori Grindle (1980) sehingga kebijakan ini memerlukan perbaikan.

Local taxes significantly contribute to local revenue (PAD) with consumption-based taxes holding high potential for increasing revenue. However, their administration is still ineffective, prompting the government to restructure through the Specific Goods and Services Tax (PBJT) policy. The policy integrates five consumption-based taxes, namely food and/or beverage tax, hotel tax, electricity tax, parking tax, and entertainment tax with the purpose to create ease of tax administration. However, the policy has been criticized by several actors since its enactment. Therefore, this study focuses on analyzing the ease of tax administration caused by the implementation of PBJT policy and the factors that influence it. DKI Jakarta serves as the locus, given its reputation for effective local tax management. The theories used are the ease of administration by Rosdianto & Irianto (2012) and the public policy implementation by Grindle (1980). This research uses a post-positivist approach with qualitative methods through in-depth interviews and literature studies. The results of this study indicate that the ease of tax administration caused by the implementation of the PBJT policy in DKI Jakarta is currently insufficient. The challenges are mainly due to incomplete fulfillment of implementation factors by Grindle (1980), indicating that improvements in policy are needed."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasha Nafiri
"Fee-based services merupakan jasa-jasa lainnya yang disediakan oleh bank. Walaupun sekarang penerimaan bank masih sebagian besar berasal dari pendapatan bunga, fee-based services memiliki potensi yang besar untuk berkembang dengan semakin majunya teknologi. Sebelumnya jasa keuangan termasuk pada jenis jasa yang tidak dikenai pajak Pertambahan Nilai atau merupakan Non-JKP. Namun, dengan dikeluarkannya UU HPP, jasa keuangan dikeluarkan dari daftar jasa yang dikecualikan PPN, tetapi diberikan fasilitas pembebasan. Tidak semua jasa keuangan mendapatkan fasilitas ini termasuk feebased services. Penelitian ini meninjau berdasarkan prinsip kemudahan administrasi dan kepastian merupakan isu utama untuk kebijakan ini. Ketentuan mengenai pengenaan PPN atas fee-based services yang disediakan oleh pemerintah hanya terdapat pada SE-12/PJ/2010. Sedangkan surat edaran tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Selain itu, kebijakan pengenaan PPN atas fee-based services juga masih terdapat silang pendapat. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis ketentuan pengenaan atas fee-based services dan menganalisis kesesuaian pengenaan PPN pada fee-based services dengan prinsip kemudahan administrasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dengan pengumpulan data melalui studi lapangan termasuk wawancara mendalam dan focus group discussion serta kepustakaan. Hasil dari penelitian ini adalah feebased services merupakan jasa keuangan yang terutang PPN dan tidak diberikan fasilitas pembebasan dan agar mengurangi kesalahan penafsiran pemerintah dapat mengeluarkan peraturan yang mengikat secara hukum mengenai fee-based services yang dikenakan PPN dan melakukan sosialisasi yang lebih gencar.

Fee-based services are other services provided by banks. Although currently bank revenues still mostly come from interest income, fee-based services have great potential to grow with the advancement of technology. Previously, financial services were included in the type of services that were not subject to Value Added Tax or Non-JKP. However, with the issuance of the HPP Law, financial services were removed from the list of services exempted from VAT, but were given exemption facilities. However, not all financial services get this facility including fee-based services. However, there are still differences of opinion on the treatment of VAT imposition on this income. This study reviews based on the principle of ease of administration and certainty as the main issues for this policy. Provisions regarding the imposition of VAT on fee-based services provided by the government are only found in SE-12/PJ/2010. While the circular does not have binding legal force. In addition, the policy on imposing VAT on fee-based services also still has different interpretations. The purpose of this study is to analyze the provisions on the imposition of fee-based services and to analyze the suitability of the imposition of VAT on fee-based services with the principle of ease of administration. This study uses a post-positivist approach with data collection through field studies including in-depth interviews and focus group discussions as well as literature. The results of this study are that fee-based services are financial services that are subject to VAT and are not given exemption facilities and in order to reduce misinterpretation, the government can issue legally binding regulations regarding fee-based services that are subject to VAT and conduct more intensive socialization."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Agung Kurniawan
"Skripsi ini membahas mengenai implementasi Sensus Pajak Nasional. Penelitian ini berfokus pada pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahap I pada KPP Pratama Depok, mengetahui kendala-kendala yang timbul pada pelaksanaan, dan untuk mengetahui manfaat dari pelaksanaan Sensus Pajak Nasional. Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur, penelitian lapangan, data statistik dan juga wawancara mendalam dengan berbagai narasumber.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tercapainya implementasi Sensus Pajak Nasional di KPP Pratama Depok, diantaranya komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi; masih terdapat beberapa kendala yang timbul dalam implementasi Sensus Pajak Nasional di KPP Pratama Depok; selain itu terdapat beberapa manfaat yang didapat melalui implementasi Sensus Pajak Nasional Tahap I.

This thesis discusses the implementation of National Tax Census. This research focus on implementation for First Stage of National Tax Census at KPP Pratama Depok, to describe problems of National Tax Census and also the benefits. This research use qualitative as the method, all of the informan collected in this research are obtained through literature studies. All of the field researches and statistical informations are obtained through indepth interview.
The research results showed there are somel factors that affect the achievement of the implementation of National Tax Census at KPP Pratama Depok, such as communication, resources, disposition and bureaucratic structures; there are have some problems that arise in the implementation of National Tax Census at KPP Pratama Depok; there are some benefits gained through from the implementation of National Tax Census.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ailsa Chairani Moenzir
"Laporan magang ini membahas tentang sengketa pajak PT ABC yaitu sengketa material terkait cara perhitungan koreksi dan penentuan DPP PPN yang tepat atas koreksi yang dilakukan oleh DJP. PT ABC tidak menyetujui cara perhitungan koreksi DJP yaitu pembagian 12 Masa Pajak untuk menetapkan koreksi atas setiap Masa Pajak dan atas jumlah koreksi Peredaran Usaha. PT ABC berpendapat bahwa terdapat beberapa mutasi debet dari buku bank yang seharusnya dibatalkan dan beberapa akun yang seharusnya dimasukkan dalam perhitungan. Dalam laporan ini, diperoleh kesimpulan bahwa seharusnya PT ABC menyajikan perhitungan Peredaran Usaha untuk setiap Masa Pajak dan jumlah DPP PPN yang tepat adalah sebesar Rp78.459.456.227,00.

This internship report discusses about PT ABC rsquo s tax dispute which is material dispute about correction rsquo s calculation and the correct VAT rsquo s tax base assessment of the correction from DGT. PT ABC disagree with DGT rsquo s calculation where the correction divided equally for 12 tax period to determine the correction for each tax period and also the total correction of Gross Income. PT ABC state that there are some mutation debit in bank rsquo s book that should be off the calculation and some account that should be included in the calculation. This report concluded that PT ABC should have present the Gross Income calculation for each tax period and the correct VAT rsquo s tax base should be Rp78.459.456.227,00."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Heri Pujiadi
"Tesis ini membahas perlakuan pajak penghasilan atas perolehan keuntungan dari pengalihan aktiva (capital gains) secara unilateral dan bilateral terkait tax treaty dengan negara mitra lainnya (bilateral) serta perhitungan waktu (time test) dimulainya hak pemajakan melalui pendekatan yuridis normative yaitu penelitian hukum yang menjadikan data kepustakaan sebagai tumpuan utama. Hak pemungutan pajak suatu negara dalam ketentuan tax treaty meliputi 2 (dua) hal, yaitu hak pemungutan pajak terhadap wajib pajak dalam negeri (WPDN) atas penghasilan dari luar negeri, dilakukan atas penghasilan luar negeri atau transaksi (ke) luar batas negara dan hak pemungutan pajak terhadap wajib pajak luar negeri (WPLN) atas penghasilan dari dalam negeri (domestik), dilakukan atas penghasilan domestik atau transaksi (ke) dalam batas negara. Dimana pada praktiknya pemungutan pajak penghasilan luar negeri dilakukan oleh negara domisili (residence country), sedangkan pernungutan pajak penghasilan domestik dilakukan oleh negara sumber (source country) dengan tar-if tertentu yang telah disepakati dalam tax treaty.
Hasil penelitian menyarankan bahwa dalam undang-undang pajak penghasilan memerlukan penambahan ketentuan mengenai pengenaan atas perolehan penghasilan dari penjualan harta di luar negeri yang diterima oleh Wajib Pajak Dalam Negeri untuk melengkapi ketentuan tax treaty secara unilateral dan menambah ketentuan dalam setiap tax treaty mengenai kemungkinan perubahan nilai dalam pasal yang menerangkan capital gains, sehingga dapat memperkecil perbedaan pengakuan keuntungan atau kerugian atas transaksi peralihan harta tersebut di masing-masing negara.

This thesis discusses the tax treatment of gains from transfer of assets (capital gains) in unilateral and bilateral tax treaty, are associated with other partner countries (bilateral) and computation time (time test) the commencement of taxation rights normative juridical approach to the study of law which makes data literature as the main pedestal. The right ofa state tax collections in the tax treaty provisions include two things, namely: the right of tax collection on domestic taxpayers o nthe income from abroad carried out on foreign income or transactions (to) outside the limits of state and the rights collection of tax on overseas tax payers on income from domestic, carried out on domestic income or transactions (to) within state boundaries. Where in practice income tax collections by the overseas country of domicile (residence country), while the domestic income tax collections by source country (source country) to certain tariffs agreed in the lax treaty.
Results of research suggest that the income tax laws require the addition of provisions regarding the imposition of the acquisition of income from the sale of overseas property received by the taxpayer to complete the domestic tax treaty provisions and add provisions unilaterally in any tax treaty on the possibility of changes in value article that explains capital gains, so that it can minimize the differences over the recognition of gains or losses on property transfer transactions are in their respective countries.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27964
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Brigitta Putri Sion
"Dalam rangka efisiensi dan peningkatan penerimaan negara, pemerintah melakukan refklasifikasi batubara menjadi Barang Kena Pajak. Reklasifikasi dilakukan melalui UU PPN Konsolidasi setelah UU Cipta Kerja diterbitkan. Perubahan regulasi tersebut berdampak terhadap kewajiban PPN baik dari sisi pemungutan, pembayaran, pelaporan, hingga terhadap kesempatan dalam mengajukan pengkreditan ataupun restitusi PPN atas Pajak Masukan yang telah dibayarkan. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis lebih lanjut kebijakan dengan asas ease of administration. Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan post-positivist dan termasuk jenis penelitian deskriptif yang memperoleh data analisis melalui wawancara mendalam dan literatur. Hasil penelitian diuraikan dalam 4 dimensi. Pada dimensi certainty, kepastian terhadap klasifikasi batubara sebagai objek PPN telah dipertegas dalam UU PPN Konsolidasi UU HPP dan PP 15/2022, tetapi masih menimbulkan ambiguitas dalam pengkreditan/restitusi pada biaya 3M. Pada dimensi simplicity, kebijakan PPN atas batubara telah disederhanakan melalui reklasifikasi objek PPN dan sistem elektronik yang memudahkan WP dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Pada dimensi efficiency, biaya yang dikeluarkan fiskus tidak berpengaruh signifikan sejak batubara menjadi objek pajak. Namun, penerimaan negara berdampak signifikan diakibatkan adanya peningkatan restitusi PPN di tahun 2024. Terakhir, yaitu dimensi convenience. Pada kebijakan PPN atas batubara, Wajib Pajak telah merasakan dampak positif melalui sosialisasi dan pelayanan yang diberikan oleh fiskus dalam proses melaksanakan kewajiban perpajakannya.

In the context of efficiency and increasing state revenue, the government reclassified coal into Taxable Goods. The reclassification is carried out through the Consolidated VAT Law after the Job Creation Law is issued. These regulatory changes have an impact on VAT obligations both in terms of collection, payment, reporting, and the opportunity to apply for VAT crediting or restitution of Input Tax that has been paid. Therefore, this research aims to further analyze the policy with the principle of ease of administration. The research was conducted using a post-positivist approach and included a descriptive type of research that obtained data analysis through in-depth interviews and literature. The research results are described in 4 dimensions. In the certainty dimension, the certainty of coal classification as a VAT object has been emphasized in the Consolidated VAT Law and PP 15/2022, but it still creates ambiguity in crediting/restitution on 3M costs. In the simplicity dimension, the VAT policy on coal has been simplified through the reclassification of VAT objects and an electronic system that makes it easier for taxpayers to carry out their tax obligations. In the efficiency dimension, the costs incurred by the tax authorities have not had a significant effect since coal became a tax object. However, state revenue has a significant impact due to an increase in VAT refunds in 2024. And the last one is the convenience dimension. In the VAT policy on coal, taxpayers have felt a positive impact through socialization and services provided by the tax authorities in the process of carrying out their tax obligations."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahdan Z. Aziz
"ABSTRAK
Dewasa ini dalam penerapan hukum dalam praktek
kepailitan sering terjadi kekeliruan, khususnya dalam hal
pengajuan permohonan pailit. Salah satu contohnya adalah
dalam hal kreditur dengan kualitas apa yang dapat
mengajukan permohonan pailit. Hal ini diakibatkan karena
tidak terdapatnya definisi serta batasan yang jelas dalam
pasal-pasal dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4
tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang perubahan Atas
Undang-Undang Tentang Kepailitan menjadi Undang-Undang
(UUK). Jika tidak diberikan pengertian yang jelas mengenai
kreditur macam apa yang berkualitas sebagai pemohon pailit,
maka hal ini dapat membawa kepada ketidakpastian hukum di
masa depan. Oleh karena itu penelitian ini akan memberikan
pemaparan mengenai hak kreditur preferen, dalam hal ini
kantor pajak dalam kepailitan dan khususnya dalam hal
mengajukan permohonan pailit dengan mengangkat kasus PT.
Liman International sebagai contoh dimana salah satu
kreditur dalam kasus tersebut merupakan Kantor Pajak. Dalam
kasus tersebut Kantor Pajak dianggap tidak mempuntai
wewenang untuk mengajukan permohonan pailit karena
kualitasnya sebagai kreditur preferen, namun sebenarnya
Kreditur Preferen mempunyai hak mengajukan permohonan
pailit tanpa kehilangan hak jaminannya dan haknya untuk
didahulukan. Dengan adanya pembahasan skripsi ini diharapkan pembaca mendapatkan kejelasan mengenai hak kreditur
preferen dalam kepailitan khususnya Kantor Pajak dalam
Kepailitan khususnya dalam mengajukan permohonan pailit."
2004
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>