Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132373 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Herry Helvawan Affandi
"ABSTRAK
MASALAH POKOK.
Secara formal, keberadaan lembaga Leasing di Indone sia diizinkan, tumbuh dan berkembang sejak tahun 1974 dengan dikeluarkaniiya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan,Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Republik Indone sia Nomor Kep-122/MK/IV/Vl974, Nomor 32/M/SK/2/1974, dan Nomor 30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing. Dari pengertian Leasing menimbulkan pertanyaan, apakah pengertian Leasing dalam pelaksanaannya sesuai dengan pe ngertian Leasing menurut Surat Keputusan Bersama di ata$, karena seringkali Leasing diartikan sebagai perjanjian sewamenyewa. Pada segi lain, Perjanjian Leasing sebagai lembaga Hukum Perjanjian yang lahir dari praktek kehidupan masyarakat tidak dijxampai pengaturannya di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (K.U.H. Perdata), dan pelaksanaannya didasarkan pada azas kebebasan berkontrak (pasal 1338 ayat (1) K.U.H.Pe:r data). Selain daripada itu, di Indonesia belum ada Undangundang yang khusus mengatur perihal Leasing dan pengaturan tentang hal itu hingga saat ini baru terdapat dalam tingkat Keputusan Menteri Keuangan dan Peraturan-peraturan lainnya di bawahnya. Dengan demikian hal itu dapat memberikan banyak kemungkinan timbulnya masalah-masalah hukum antara para pihak yang terikat dalam perjanjian Leasing. METODE PENELITIAN. Metode penelitian menggunakan data primer dan data sekunder yang disusun dari hasil penelitian kepustakaan, lapangan dan lainnya seperti wawancara, peraturan perundangundangan, bulletin, majalah, artikel yang berkaitan erat dengan dengan materi skripsi. , , HAL-HAL YANG DITEMUI. Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri tanggal 7 Februari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing tersebut merupakan peraturan pertama yang khusus dikeluarkan untuk bidang Leasing. Surat keputusan Bersama itu dan Iain-lain yang di keluarkan belakangan untuk mengatur perihal perjanjian dan kegiatan Leasing di Indonesia, terutama bersifat administratif dan memaksa, yang sesuai dengan sifat memaksa tersebut, tidak memungkinkan penyimpangan daripadanya. Oleh karena perjanjian Leasing masih dikategorikan se bagai perjanjian yang mirip dengan perjanjian sewa-menyewa. maka dalam penetapan syarat-syarat perjanjian Leasing antara para pihak, dapat dipakai atau berpegang kepada ketentuan- ketentuan yang terdapat dalam Buku III K.U.H.Perdata. Jadi pada azasnya dasar hukxam yang lebih luas dan mendalam, yang melandasi perjanjian Leasing dan kegiatan Leasing di Indonesia dewasa ini adalah : a. Azas Konkordansi Hukum berdasarkan pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 atas Hukum Perdata yang berlaku bagi penduduk Eropa. b. Pasal 1338 ayat (1) K.U.H. Perdata mengenai azas kebebasan berkontrak serta azas-azas persetujuan pada umumnya sebagaimana tercantum dalam Bab I Buku III K.U. H. Perdata, c. Ketentuan-ketentuan tentang sewa-menyewa yang tercantum di; . dalam pasal 1548 sampai dengan pasal 1580 K.U.H.Per data (Buku III Bab VII) sepanjang tidak diadakan penyimpangan oleh para pihak. Ketentuan sewa-menyewa yang tercantum dalam BukuIII Bab VII K.U.H. Perdata pada umiimnya bersifat mengatur, yang berarti dapat dikesampingkan oleh para pihak yang mengadakan perjanjian. Dalam hal pemberian lease oleh suatu perusahaan Le asing, maka perjanjian Leasing dengan segala ketentuan ser ta syarat-syarat yang ada didalamnya, yang dibuat kemudian disepakati bersama oleh para pihak, merupakan dasar hukum dan sekaligus menjadi' sumber terbitnya perikatan hukum antara para pihak yang terikat dalam perjanjian Leasing. KESIMPULAN. Dari uraian tentang pengertiah, subyek dan obyek dari Leasing, dapat ditarik kesimpulan bahwa jika dilihat da ri konstruksi hukumnya, Perjanjian Leasing di Indonesia tidak berbeda dengan perjanjian sewa-menyewa biasa. Kwalifikasi subyek dan obyek menentukan perbedaan itu. Disamping itu, hak pilih/bptie dalam perjanjian Le asing selalu dicantumkan sebagai suatu ikatari, walaupun pelaksanaan dari ikatan itu sendiri pada waktunya nanti harus berdasarkan pula suatu perjanjian yang terpisah, yang terlepas dari perjanjian Leasing yang bersangkutan. SARAN-SARAN. Karena bidang usaha Leasing di Indonesia masih relatif baru dan belum banyak dikenal oleh sebagian besar masyarakat, maka diperlukan penyuluhan dan pengarahan tentang berbagai Peraturan- Pemerintah yang berkaitan dengan masalah Leasing. Dan yang tidak kurang pentingnya adalah penciptaan Undang-undang yang khusus mengatur perihal Leasing di Indo nesia yang dapat memberikan perlindungan serta kepastian hu kum bagi para pihak yang terikat dalam perjanjian Leasing. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Safina
"Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan gambaran tentang pelaksanaan perjanjian sale and lease back secara kasuistis dalam prakteknya di pengadilan dimana terjadi sengketa. Metode penelit ian yang digunakan dalam skripsi ini adalah pene litian hukum normatif dan penelitian hukum empiris.
Leasing secara resmi sudah ada di Indonesia pada tanggal 7 Februari 1974 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Mentri Perdagangan No. Kep-122/MK/ IV/2/ 1974, No. 32/M/SK/2/1974 , No. 30/Kpb/1/1994 tentang Perizinan Usaha Leasing. Peraturan yang dikeluarkan pada saat itu masih dalam bentuk yang sangat sederhana, yaitu anya mengenal bentuk leasing yang umum saja yang di tafsirkan oleh para praktisi hukum sebagai finance leasing. Dalam peraturan leasing yang terbaru yaitu Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha Leasing pun belum diatur secara tegas mengenai sale and lease back, hanya dalam peraturan-peraturan lainnya yang berhubungan dan mengatur tentang leasing ada disebutkan tentang sale and lease back. Berhubung undang-undang mengenai leasing belum dibuat, maka perjanjian leasing yang dibuat dalam praktek
hanya didasarkan pada peraturan leasing yang berbentuk surat-surat keputusan menteri saja. Hal inilah yang merupakan salah satu sebab perjanjian sale and lease back belum diakui oleh pengadilan sebagai perjanjian leasing dan ditafsirkan sebagai pinjam meminjam uang. Sebab lainnya adalah kurang jelasnya perjanjian sale and lease back, sehingga dapat ditafsirkan lain. Disamping itu belum adanya peraturan yang. mengatur mengenai tanda bukti pemilikan benda tetap yang melekat pada tanah, dalam kasus ini berbentuk bangunan, yang menyebabkan lemahnya perlindungan hukum bagi lessor terhadap barang atau obyek lease miliknya. (Anna Safina)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S20310
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Jabenry F.
"ABSTRAK
Skripsi ini mengungkapkan beberapa hal yang berhubungan dengan perjanjian pada umumnnya dan leasing pada khususnya dan Kontrak Tentang Sewa Dengan Pilihan Untuk Membeli, yang berlaku antara PT. PENGEMBANGAN ARMADA NIAGA NASIONAL dengan PT. PELAYARAN UMUM INDONESIA. Dalam perjanjian ini, para pihak menyepakati bahwa kapal akan dioperasikan oleh penyewa dan penyewa membayar sejumlah tertentu uang sewa kepada pemilik. Dalam jangka waktu sewa, penyewa mempunyai hak untuk, dengan persetujuan pemilik, merubah perjanjian menjadi Purchase in Instalments. Penyewa juga mempunyai hak untuk membeli kapal setelah berakhirnya masa sewa. Para pihak juga mengatur hal-hal kerugian - kerugian yang terjadi selama pengoperasian kapal, penyelamatan, per tanggungan kapal kepada perusahaan asuransi, kondisi standard polls pertanggungan dan lain-lain. Para pihak tidak mengatur hal-hal berkenaan dengan 'wanprestatie' serta 'overmacht' dan lain-lain. Hukum yang berlaku dalam kontrak ini adalah Hukum Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Agustinus Firlianto
"Sewa Guna Usaha atau Leasing merupakan suatu perjanjian yang timbul akibat adanya asas kebebasan berkontrak. Pada umumnya perjanjian leasing dilakukan untuk membeli barang modal, kebutuhan untuk memperoleh barang modal secara cepat dengan dana pinjaman yang diperoleh secara sederhana sangat dibutuhkan para pelaku usaha untuk menjalankan usahanya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu cara yang disebut leasing yang mempunyai karakteristik serta keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh oleh lessee. Di dalam penelitian ini, penulis menganalisa bagaimana pelaksanaan perjanjian leasing mesin-mesin produksi antara PT. Arthasantex Aditama selaku lessee dengan PT. Koexim Bdn Finance selaku lessor. Penelitian ini menggunakan metode penelitian case method yang berusaha untuk menganalisis pelaksanaan perjanjian leasing pada PT. Arthasantex Aditama dengan Bdn Koexim Bdn Finance. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, putusan Pengadilan Tinggi Jakarta, Perjanjian Leasing No. AA 95040067 tertanggal Jakarta 21 April 1995 antara PT. Arthasantex Aditama dengan PT. Koexim Bdn Finance serta bahan kepustakaan. Pelaksanaan perjanjian leasing antara PT. Arthasantex Aditama dengan PT. Koexim Bdn Finance ternyata menunjukkan adanya permasalahan mengenai cara pembayaran sewa leasing yang menggunakan mata uang asing dikarenakan perbedaan nilai tukar pada saat perjanjian leasing berlaku dengan pada saat jatuh tempo, selain itu juga permasalahan mengenai bunga yang di kenakan terhadap setiap keterlambatan pembayaran sewa leasing. Penulis berpendapat, permasalahan nilai tukar tersebut diselesaikan sesuai dengan ketentuan dalam KUHPer. Mengenai permasalahan bunga, lessor berhak atas bunga dari hutang sewa leasing yang belum dibayar dengan disertai pembatasan-pembatasan mengenai jumlah pemberian bunga moratoire sebesar maksimal 6% per tahun dan larangan mengenai pengenaan bunga berbunga."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21275
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Djufri Said
"Sejalan dengan arah kebijaksanaan. pemerintah untuk memilih sektor pembangunan ekonomi sebagai prioritas utama, dewasa ini laju pertumbuhan ekonomi Indonesia mencatat tingkatan yang maju . Pertumbuhan ini diikuti dengan makin meningkatnya kebutuhan dalam sumber pembiayaan. Oleh karena situasi demikian, timbullah usaha-usaha mencari sumber alternative pembiayaan. di luar perbankan. Salah satu sumber pembiayaan itu adalah lembaga Leasing. Leasing dijalankan dengan menyertakan barang modal milik lessor dalam perusahaan milik. lessee. Leasing ini berkembang pesat di Indonesia. Perkembangan leasing ini ternyata tidak diikuti adanya perangkat
hukum yang pasti dan jelas. Dalam praktek selama ini, para pihak banyak menggantungkan materi hukum dari leasing pada asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak murni hanya dapat dijalankan bila kedudukan para pihak sede rajat dan sama kuat. Hal ini tidak ditemui dalam leasing, karena posisi lessee cenderung lemah. Belum jelasnya aspek hukum kegiatan leasing ini akan berakibat pada ketidakpastian di dalam kegiatan leasing. Untuk itulah perlu dipikirkan agar disusun suatu UU Leasing dan adanya pembatasan pada asas kebebasan berkontrak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S20313
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Mariarti
"Upaya mendapatkan prosedur sewa guna usaha/leasing kapal sangat diperlukan suatu aspek hukum yang disatu pihak mendukung investasi dan dilain pihak melindungi semua pihak agar terjamin rasa aman dalam menjalankan usahanya, sebagaimana yang diterapkan di PT. PANN MULTI FINANCE Jakarta, yang dalam penerapannya terkait dan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu ketentuan dengan ketentuan lainnya menurut peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia. Dalam praktek perjanjian sewa guna usaha/leasing kapal di PT. PANN MULTI FINANCE, yang kerap kali dilaksanakan adalah leasing kapal dengan kewajiban membeli, yang disebut dengan istilah "sewa guna usaha kapal dengan opsi beli (leasing of ship with obligation to purchase) yang merupakan jenis Finance Lease/Financial Lease. Dimana diberikan kewajiban kepada Lessee untuk membeli kapal yang dilease pada akhir perjanjian sesuai dengan nilai sisa dari harga kapal yang telah disepakati bersama. Perjanjian sewa guna usaha kapal dengan opsi beli mengandung perjanjian sewa menyewa dan perjanjian jual beli. Perjanjian sewa guna usaha/leasing kapal di PT. PANN MULTI FINANCE dari segi bentuknya merupakan perjanjian baku (standar) yang dimasukkan dalam golongan perjanjian baku (standar) umum. Karena perjanjian sewa guna usaha/leasing kapal di PT. PANN MULTI FINANCE, baik bentuk maupun isinya telah ditetapkan atau dipersiapkan secara sepihak oleh PT. PANN MULTI FINANCE sebagai pihak yang lebih kuat. Resiko atau overmacht dalam perjanjian sewa guna usaha/leasing kapal ada pada Lessee. Penulisan tesis ini menggunakan metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif yaitu pendekatan dengan menganalisa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penerapan hukum perjanjian dalam perjanjian sewa guna usaha/leasing. Pengumpulan data dan informasi dilakukan melalui studi literatur, selain itu dapat pula diperoleh melalui wawancara dengan narasumber yang berkaitan dengan pokok masalah yang terdapat dalam penulisan tesis ini."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14546
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chandra J.
"Dalam dunia perdagangan dan bisnis saat ini hampir sebagian besar menggunakan perjanjian baku dalam transaksinya. Perjanjian baku yaitu perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Baku artinya patokan atau ukuran. Dengan penggunaan perjanjian baku maka pengusaha akan memperoleh efisiensi dalam penggunaan biaya, tenaga dan waktu. Syarat yang tertuang dalam perjanjian baku merupakan syarat yang bersifat mutlak dan tidak dapat ditawar lagi. Perjanjian sewa beli merupakan salah satu contoh perjanjian yang menggunakan format perjanjian baku. Pada sebagian besar perjanjian sewa beli yang ada saat ini, umumnya diatur secara sepihak oleh penjual sewa mengenai pengakhiran perjanjian secara sepihak oleh penjual sewa dalam hal terjadi wanprestasi, misalnya dikarenakan kelalaian pembayaran pihak pembeli sewa. Penjual sewa berhak memutuskan perjanjian secara sepihak dan menarik kembali barang dari tangan pembeli sewa tanpa ada penghitungan jumlah pembayaran angsuran yang telah dilakukan pembeli sewa. Dalam hal ini, wanprestasi dianggap sebagai syarat batal yang mengakhiri perjanjian secara otomatis. Hal ini tentunya akan sangat merugikan pihak pembeli sewa, karena perjanjian diputus secara sepihak tanpa mendengar pembelaan pembeli sewa terlebih dahulu. Beberapa yurisprudensi menyatakan bahwa klausula seperti itu tidak mempunyai kekuatan hukum. Meskipun demikian, saat ini sebagian besar perjanjian sewa beli di Indonesia mencantumkan syarat tersebut. Hal ini selayaknya mendapat perhatian dan ditinjau kembali."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S21171
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>