Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168161 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Titi Kartika Sari
"Masyarakat hukum adat Baduy Dalam terdiri dari tiga kapuunan, yaitu Kapuunan Cikeusik, Kapuunan Cibeo dan Kapuunan Cikartawana. Mereka hidup mengasingkan diri selama beratus-ratus tahun dengan berpegang teguh pada pikukuh (ketentuan hukum adat) yang pelaksanaan dan pengawasannya dilakukan oleh Puun. Kepatuhan mereka terhadap sosok Puun dan ketaatan mereka pada konsep buyut (tabu) mampu mempertahankan keberlakuan hukum adat mereka sampai sekarang, termasuk hukum perkawinan adatnya. Hukum perkawinan adat Baduy Dalam dila kukan sesuai dengan hukum adat Baduy Dalam dan kepercayaan Sunda Wiwitan, di sahkan oleh Puun, mereka menyebut perkawinannya sebagai kawin batin, tidak ada akta perkawiman. Ada perbedaan tata cara perkawinan antara Kapuunan Cikeusik dengan Kapuunan Cibeo dan Cikartawana. Pelanggaran terhadap hukum perkawinan adat tidak banyak terjadi, sanksi yang dijatuhkan biasanya berupa pengasingan ke kawasan Baduy Luar atau melakukan tebus hampura. Sulit untuk menerapkan hukum perkawinan nasional kepada masyarakat Baduy Dalam ini, mereka sangat memegang teguh hukum adatnya. Karena mereka menyakini bahwa hukum adatnya itu merupakan amanat leluhurnya yang harus dijaga dan dilaksanakan, mereka takut durhaka apabila melanggarnya. Pasal 66 Undang-Undang No.1 tahun 1974 tidak menyebutkan dengan jelas mengenai kedudukan hukum perkawinan adat, mengenai hal ini, Prof. Hazairin berpendapat bahwa ketentuan yang terdapat dalam hukum adat sepanjang mengenai hal yang belum diatur dalam Undang-Undang No.1 tahun 1974 masih tetap berlaku. Berdasarkan pendapat Prof. Hazairin, maka hukum perkawinan adat Baduy Dalam masih berlaku mengenai hal-hal yang belum ada pengaturannya dalam Undang-Undang No.1 tahun 1974."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S21012
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taihuttu, Glorius Frits
"Pela Gandong merupakan hubungan persaudaraan antara dua atau lebih desa sebagai hubungan kakak adik kandung karena kedua masyarakat desa mengakui bahwa mereka berasal dari satu keturunan atau datuk yang sama. Namun terkadang ada masyarakat dari kedua desa yang memiliki hubungan pela gandong ini melanggar hukum adat dengan melakukan perkawinan. Perkawinan seperti ini dikenal dalam hukum adat Maluku Tengah sebagai perkawinan sedarah. Sedangkan jika melihat pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada Pasal 8 butir (a) dan (b) menyebutkan bahwa larangan perkawinan bagi mereka yang masih berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau keatas, serta berhubungan darah dalam garis keturunan menyarnping. Untuk itu timbul pertanyaan yang perlu dijawab adalah bagaimanakah aturan-aturan adat yang mengatur tentang perkawinan pada masyarakat Maluku Tengah terkait hubungan Pela Gandong, serta bagaimana konsep perkawinan sedarah dan penerapan sanksinya menurut adat Maluku Tengah dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 (Undang-Undang Perkawinan)? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka penulisan ini menggunakan metode penelitian normatif dengan alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi dokumen melalui data sekunder di bidang hukum berupa bahan hukum primer seperti Undang-Undang Perkawinan dan bahan hukum sekunder seperti buku-buku, artikel-artikel, laporan penelitian dan wawancara. Bagi masyarakat Maluku Tengah, perkawinan diluar fam (marga) adalah perkawinan ideal, selain itu perkawinan diluar desa diperbolehkan asalkan antar desa tidak memiliki hubungan pela gandong. Menurut Adat Maluku Tengah, perkawinan sedarah adalah perkawinan yang masih ada hubungan darah menurut konsep Pela Gandong, sedangkan menurut Undang-Undang Perkawinan, perkawinan sedarah adalah perkawinan yang masih ada hubungan darah dekat dalam garis keturunan lurus ke bawah/keatas serta garis keturunan menyamping. Untuk penerapan sanksi, adat Maluku Tengah menerapkan sanksi berupa bailele (pasangan yang melanggar hukum adat yang di arak keliling desa dengan memakai daun janur kelapa), sedangkan sanksi menurut Undang-Undang Perkawinan menerapkan sanksi berupa pencegahan perkawinan dan pembatalan perkawinan ."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21290
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robby Akhadiat
"Skripsi berjudul "Ijab Kabul Perkawinan Melalui Teknologi Telekomunikasi Menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan" ini berlatar belakang adanya praktek perkawinan Islam yang pada ijab kabul-nya dilakukan melalui teknologi telekomunikasi yaitu melalui telepon dan Video Teleconference, yang memicu perdebatan tentang keabsahannya secara hukum. Di Indonesia belum ada ketentuan khusus mengatur akan akad nikah melalui teknologi telekomunikasi. Pokok permasalahan yang dibahas adalah bagaimana pelaksanaan ijab kabul melalui teknologi telekomunikasi serta analisis mengenai keabsahan hukum perkawinan tersebut, disertai akibat hukumnya.
Penelitian dilakukan penulis dengan menggunakan metode deskriptif analisis yang didahului dengan Penelitian Kepustakaan dan Penelitian Lapangan. Di dalam skripsi ini akan dibahas mengenai pengertian, rukun dan syarat-syarat perkawinan, dan larangan perkawinan, yang terdapat dalam al-Qur?an dan as-Sunnah, ketentuan di dalam Kompilasi Hukum Islam, serta ketentuan menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Kemudian, akan dibahas pula gambaran umum mengenai teknologi telekomunikasi serta contoh kasus perkawinan yang menggunakan perangkat telekomunikasi. Pada bab terakhir, penulis memberi kesimpulan tentang proses akad perkawinan melalui teknologi telekomunikasi baik melalui telepon maupun melalui video teleconference. Kemudian terdapat dua pendapat hukum mengenai perkawinan tersebut, yaitu sah secara hukum dan tidak sah secara hukum.
Penulis memberikan pendapatnya bahwa dari dua pendapat tersebut, penulis cenderung untuk mensahkan perkawinan tersebut karena telah memenuhi rukun dan syarat-syarat perkawinan menurut Hukum Islam dan UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Penulis menyarankan bahwa perkawinan tersebut lebih baik tidak dilakukan kecuali dalam keadaan yang benar-benar darurat. Selain itu, pemerintah Indonesia harus segera membuat aturan yang tegas mengenai masalah ini atau adanya fatwa yang jelas dari Majelis Ulama Indonesia, agar dapat menjadi acuan bagi setiap muslim di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21372
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diarani Octaria Tamrin
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S21350
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naura Niyomi
"Harta Benda Perkawinan adalah harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung. Harta Benda Perkawinan ini terdiri dari 2 macam, yaitu Harta Bersama dan Harta Bawaan. Harta Bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung baik karena pekerjaan suami atau pekerjaan istri. Sedangkan Harta Bawaan adalah harta yang diperoleh oleh masing-masing suami atau istri baik sebagai hadiah atau warisan. Di dalam Undang-Undang Perkawinan disebutkan bahwa perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sehingga diharapkan terjadinya perceraian dapat dihindari, karena Undang-Undang menganut prinsip mempersukar terjadinya perceraian.
Yang menjadi pokok permasalahan dalam penyusunan tesis ini adalah bagaimanakah pengaturan mengenai perceraian menurut Undang-Undang Perkawinan; bagaimanakah pengaturan mengenai Harta Bersama menurut Undang-Undang Perkawinan; bagaimanakah pengaturan mengenai Harta Bawaan menurut Undang-Undang Perkawinan; dan bagaimanakah pelaksanaan pembagian Harta Benda Perkawinan (Harta Bersama) apabila terjadi perceraian.
Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan tesis ini adalah Metode Penelitian Kepustakaan (Library Research), dimana bahan-bahan yang diperlukan diperoleh dengan mempelajari teori mengenai perkawinan, khususnya mengenai pembagian Harta Bersama Perkawinan apabila terjadi perceraian dari sumber-sumber tertulis, seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, referensi maupun makalah yang terdapat di perpustakaan yang berkaitan dengan judul tesis ini.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa perceraian biasanya membawa akibat hukum terutama terhadap Harta Benda Perkawinan, baik terhadap Harta Bersama maupun Harta Bawaan. Apabila terjadi perceraian, maka menurut Undang-Undang Perkawinan Harta Bersama akan dibagi menjadi 2 banyak yang sama besar, yaitu: ½ bagian untuk suami dan ½ bagian lagi untuk istri.
Sedangkan Harta Bawaan suami istri tersebut akan kembali ke masing-masing pihak yang mempunyai harta tersebut, kecuali jika ditentukan lain, yaitu dengan membuat Perjanjian Perkawinan. Masalah Pembagian Harta Benda Perkawinan inilah yang sampai saat ini masih menjadi pokok perdebatan apabila terjadi perceraian."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T14471
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Masalah perkawinan masih meruapakn bahan kajian akdemis yang menarik. Untuk itulah, penulis artikel ini melakukan analisis sosio-yuridis terhadap perkawinan campuran. Penulis juga melakukan perbandingan perkawinan campuran antara Hukum dan Islam dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974"
Hukum dan Pembangunan Vol. 31 No. 1 Maret 2001 : 97-111, 2001
HUPE-31-1-Mar2001-97
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Zalyunia
"Anak dari perkawinan yang tidak dicatatkan berakibat anaknya tidak mempunyai hubungan perdata terhadap ayah biologisnya. Keberadaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 mengubah hubungan keperdataan anak luar kawin terhadap ayah biologisnya. Dimata KHI dan UU 1/1974 terdapat perbedaan pengaturan mengenai anak luar kawin, sehingga dalam penerapannya pun berbeda. Tesis ini membahas mengenai efektifitas putusan Mahkamah Konstitusi terhadap KHI dan UU 1/1974, serta akibat dari putusan itu dalam hal terjadinya pewarisan khususnya anak luar kawin terhadap ayah biologisnya. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang diuraikan secara deskriptif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menyimpang dari ketentuan mengenai anak luar kawin dalam KHI dan UU 1/1974, sehingga akibatnya dalam hal pewarisan, putusan tersebut tidak wajib diikuti selama bertentangan dengan ajaran agama.

The children who are born on unregistered marriage do not have a civil relationship with their biological father. The existence of Constitutional Court Decision Number 46/PUU-VIII/2010 has changed the civil relationship of children who born out of wedlock with their biological father. There are differences between the compilation of Islamic Law and Marriage Law Number 1 of 1974 on regulatory and enforcement regarding children born out of wedlock. The thesis discussed about the effectiveness of Constitutional Court Decision Number 46/PUU-VIII/2010 against the compilation of Islamic Law and Marriage Law Number 1 of 1974, including the consequences of the decision toward the right of children born out of wedlock to inherit from their father. The thesis concluded that Constitutional Court Decision Number 46/PUU-VIII/2010 has deviated from the compilation of Islamic Law and Marriage Law Number 1 of 1974 on children born out of wedlock regulation thus the decision is not compulsory to be adhered as long as it is contrary to the religion.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31126
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
S.A. Hakim
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
346.016 HAK h (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nitra Reza
"Pada saat ini perbuatan perjanjian kawin masih menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia. Sebagian masyarakat tidak setuju karena perjanjian kawin dianggap tidak etis sehingga dapat menyinggung perasaan suami. Sebagian kecil masyarakat setuju dengan perjanjian kawin karena merupakan salah satu kebutuhan bagi yang membutuhkannya. Perjanjian kawin merupakan suatu upaya yang dapat dilakukan oleh isteri untuk melindungi harta yang dimilikinya. Pada saat ini perjanjian kawin dapat dibuat secara tertulis balk notariil maupun dibawah tangan. Dari beberapa macam perjanjian kawin yang aria, maka perjanjian kawin yang tepat untuk melindungi harta isteri dalam perkawinan ialah perjanjian kawin diluar persekutuan harta benda dalam perkawinan. Dengan adanya perjanjian kawin maka isteri dapat melakukan berbagai perbuatan hukum. Misalnya menandatangani perjanjian kredit dan juga berbagai macam perbuatan lainnya antara lain yang berkaitan dengan tanah dalam rangka menandatangani Akta Jual Beli, Akta Hibah, Akta Pemberian Hak Tanggungan dan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan tanpa meminta persetujuan suami sebagai teman nikahnya. Peranan Notaris sangat dibutuhkan untuk melayani kepentingan masyarakat umum dalam hal membuat akta otentik maupun legalisasi akta dibawah tangan. Perbedaan antara akta notaril dengan dibawah tangan terletak pada daya pembuktiannya. Akta notaril memiliki daya pembuktian secara lahiriah sehingga menjamin kepastian hukum dan tanggal. Dengan metode kepustakaan dan wawancara dengan informan, terbukti bahwa semua akta perjanjian kawin yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan semuanya dibuat secara notariil."
2005
T14532
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>