Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52921 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. BP3K, 1980
R 016.37 IND
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
"ABSTRAK
The University of Indonesia was established in 1950. At the time the universityhad 5 campuses located in Jakarta, Bogor, Bandung, Surabaya, and Makassar. All of them, except the one in Jakarta, gradually broke away and formed seperate school, of which the Bogor Institute of Agriculture was the last to become independent (1964). In 1950 thre were three faculties in Jakarta, namely the Faculty of Medicine, Law, and Letters. "
Depok: Universitas Indonesia, 1979
PDF-UI-06-79
UI - Publikasi  Universitas Indonesia Library
cover
[Place of publication not identified]: Bank Dunia, 2005
370.9598 Ind
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Peningkatan mutu pendidikan pada hakikatnya merupakan tugas konstitusional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia. Untuk mewujudkan hal itu, perlu didukung dengan kebijakan dan program yang realistik...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"ulisan ini dimaksudkan menggambarkan keterkaitan antara ketenagakerjaan , pendidikan dan kemiskinan yang merupakan tantangan tersendiri dalam penetapan kebijakan pembangunan masa depan. Isu pengembangan strategi dan kebijakan pembangunan pendidikan pendidikan di harapkan tidak hanya tertuju pada persoalan mikro semasa yaitu proses pendidikan itu sendiri...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Pengelolaan pendidikan di Indonesia hari ini, cenderung mengedepankan urusan-urusan trivial dan melupakan masalah fundamental dalam pendidikan. Selain terjebak dalam pemaknaan pendidikan modern-populis yang sempit dan kurang mengakar pada filosofi pendidikan yang kuat, pengelolaan pendidikan Indonesia juga masuk dalam perangkap pasar neoliberal yang terus memenetrasi dunia pendidikan sebagai arena bisnis yang menguntungkan.
Pada medio pertengahan tahun 2020, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan di bawah kepemimpinan Nadiem Makarim telah mengedarkan Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035. Terlepas dari kerja keras yang sudah dilakukan, dokumen yang diproyeksikan untuk menjadi penentu arah pendidikan Indonesia hingga 15 tahun ke depan ini perlu mendapat banyak kritik dan masukan yang membangun. Pendidikan untuk Apa dan untuk Siapa? — hadir dalam rangka mempertanyakan kembali berbagai esensi dari tujuan pendidikan yang ‘dilupakan’ dalam dokumen tersebut.
Buku ini merupakan kumpulan catatan kritis para akademisi, peneliti dan pegiat pendidikan. Beberapa tema tulisan dalam buku ini; pendidikan untuk apa dan untuk siapa, pendidikan di era transformasi sosial-budaya, kesenjangan pendidikan, hegemoni pasar kerja dalam pendidikan, digitalisasi pendidikan, pendidikan multikultural, kekerasan dalam dunia pendidikan, pendidikan guru, liberal arts, pendidikan disabilitas dan taman bacaan."
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2021
370.02 PEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Giyanto
"Abstrak
Menurut pakar sosiologi pendidikan, terdapat relasi timbal balik (resiprokal) antara realitas dunia pendidikan dengan relitas sosial masyarakat. relasi ini bermakna bahwa hal yng berlangsung dalam masyarakat yang kompleks ini merupakan gambaran dari kondisi dunia pendidikan sesungguhnya. demikian juga sebaliknya kondisi dunia pendidikan mencermikan kondisi masyarakat yang sebenernya."
Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2011
305 JP 10:1(2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rosa Tosaini
"Indonesia merupakan negara terbesar yang mempunyai jumlah anak jalanan atau anak terlantar, di mana umumnya mereka tidak bersekolah atau putus sekolah. Krisis ekonomi yang terjadi diyakini berpengaruh besar terhadap peningkatan jumlah anak ini. Pada tahun 1998, Menteri Sosial menyatakan bahwa terjadi peningkatan jumlah anak jalanan sekitar 400%. Pengaruh globalisasi yang berkembang dengan pesat, serta teknologi yang berkembang pesat, transfer ilmu pengetahuan dapat berkembang dan berpengaruh pada sistem pendidikan yang ada, baik antar negara maupun antar bangsa. Hal ini dapat dilihat dari realitas masalah pendidikan anak di Indonesia.
Berdasarkan Iatar belakang tersebut, pokok pemasalahan dalam tesis ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana mengaitkan konsep pedagogi pengharapan Paulo Freire dengan solusi pemecahan masalah pendidikan anak jalanan? Permasalahan pokok tersebut akan diuraikan menjadi dua masalah, yaitu: Pertama, apa konsep pendidikan Paulo Freire tentang pedagogi kaum tertindas itu? Kedua, kenapa pedagogi pengharapan Paulo Freire dapat digunakan sebagai transformasi sosial anak jalanan?
Kerangka teori yang digunakan, yaitu konsep pendidikan Paulo Freire didasarkan pada pandangan mengenai manusia dan dunia Menurutnya, kodrat manusia itu tidak hanya "berada-dalamm-dunia", melainkan juga "berada-bersama-dengan-dunia" (being in and with the world) (Paulo Freire, 1972: 71). Di samping itu, bahwa pengharapan sebagai kebutuhan ontologis, menurut Paulo Freire, memerlukan praktik supaya dapat menjadi sesuatu yang konkret historis (Paulo Freire, 1999: 8).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pertama, berdasarkan filsafat pendidikan kontemporer dan paradigma pendidikan kritis Paulo Freire, konsep pendidikan Paulo Freire tentang kaum tertindas dapat dijelaskan dengan memahami empat unsur, yaitu dengan memahami budaya bisu kaum tertindas, konsientisasi pedagogi kaum tertindas, pendidikan hadap-masalah sebagai pembebasan kaum tertindas, dan pendidikan pengkodean sebagai praksis kaum tertindas.
Kedua, pedagogi pengharapan, menurut Paulo Freire, mempunyai dua unsur. Pertama, sikap kritis, atau tidak puas, dengan kenyataan yang sudah ada Kalau kita tidak kritis dan sudah puas, pengharapan tidak dibutuhkan, hanya menyesuaikan diri dengan status quo. 2) Kepercayaan. Dalam pendidikan kaum tertindas, kepercayaan dipahami sebagai dunia yang penuh dengan penderitaan orang tertindas yang dapat berubah. Karena itu, konsep pedagogi pengharapan Paulo Freire dapat menjadi altematif pemecahan masalah pendidikan anak jalanan melalui munculnya kesadaran dan pengharapan yang didasarkan pada transformasi sosial dari struktur-struktur yang tidak adil kepada dunia yang lebih adil dan baik."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
T15373
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suharto
"Berbeda dengan pemerintah Inggris di India, pemerintah Hindia Belanda terlambat dalam mendirikan sekolah-sekolah bagi anak-anak bumiputera. Sekolah dasar bagi anak-anak bumiputera baru dibuka pada akhir abad ke-19, sedangkan sekolah-sekolah dasar bagi anak-anak Eropa telah dibuka sebelum pertengahan abad itu. Jumlah sekolah-sekolah pemerintah sangat sedikit, tidak seimbang dengan jumlah penduduk.
Di samping keterlambatan dan jumlah sekolah yang sedikit, isi pendidikan sekolah-sekolah pemerintah oleh beberapa kalangan dinilai intelektulistis, diskriminatif, tidak demokratis, dan menjauhkan murid-murid dari kebudayaan sendiri. Melihat keadaan itu, beberapa kalangan baik perorangan maupun organisasi menyikapinya dengan mendirikan sekolah-sekolah swasta. Sekolah-sekolah swasta itu didirikan di samping untuk menambah jumlah sekolah, juga untuk menghilangkan segi-segi negatif dari sekolah-sekolah pemerintah. Muncullah pada awal abad ke-20 sekolah-sekolah swasta antara lain Taman Siswa yang didirikan oleh Soewardi Soerjaningrat atau Ki Hadjar Dewantara, Indonesisch Nederlandsche School oleh Mohammad Sjafei, Ksatrian Instituut oleh E.F.E. Douwes Dekker, Sekolah-sekolah Sarekat Islam oleh Tan Malaka, dan sekolah-sekolah Pasundan oleh Paguyuban Pasundan. Tiap-tiap sekolah swasta itu mempunyai ciri khas masing-masing, sesuai dengan pandangan pendirinya.
Sekolah-sekolah Pasundan yang didirikan pertama kali pada tahun 1922 bertujuan untuk menambah jumlah sekolah agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan sekolah. Di samping itu, didirikannya sekolah-sekolah Pasundan karena adanya keinginan untuk mengajarkan kebudayaan sendiri, seperti seni tari, seni suara, bahasa yaitu Sunda, dan pencak.
Untuk menghidupi sekolah-sekolah swasta, termasuk sekolah-sekolah Pasundan, diperlukan dana dan dana itu yang pokok diperoleh dari murid. Besarnya dana yang masuk tergantung pada jumlah murid, lingkungan sekolah, dan keadaan sosial-ekonomi para orang tua murid. Selain itu, ada sekolah-sekolah yang mendapat subsidi dari pemerintah. Dana itu diperlukan untuk berbagai keperluan seperti gaji guru, karyawan, sewa gedung atsu membuat gedung sekolah sendiri, alat-alat sekolah dan lain sebagainya.
Sikap pemerintah terhadap sekolah-sekolah Pasundan cukup baik, tidak beda dengan sikap pemerintah terhadap Paguyuban Pasundan. Pemerintah memberikan ijin terhadap sekolah-sekolah Pasundan yang meminta, bahkan ada sekolah-sekolah yang mendapat subsidi dari pemerintah.
Masyarakat menanggapi hadirnya sekolah-sekolah swasta dengan rasa senang, karena dengan munculnya sekolah-sekolah swasta memperluas kesempatan mereka untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Masyarakat juga senang karena uang sekolah di sekolah-sekolah swasta relatif lebih murah dibandingkan dengan sekolah-sekolah pemerintah."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Padang: Universitas Negeri Padang,, 2004
FOPEN 29:2 (2004)
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>