Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 87518 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mifta Idianita
"Untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, Pemerintah pada bulan Maret 2006 telah mensahkan UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Pada UU Peradilan Agama yang baru terjadi perluasan kewenangan seperti diatur dalam pasal 49, semula Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang : perkawinan; kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam; wakaf dan shadaqah diperluas termasuk ekonomi syariah dan khusus di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam juga dalam bidang pidana. Dalam bidang perekonomian syariah, termasuk Perbankan Syariah Pemerintah telah mensahkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Tidak hanya untuk mereka yang beragama Islam (Muslim) tetapi juga terbuka untuk yang beragama selain Islam (non-Muslim). Perbankan Syariah mempunyai dua kegiatan utama yaitu penghimpunan dana dan penyaluran dana (pembiayaan). Dalam kegiatan pembiayaan, walaupun telah dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah tetap dapat menimbulkan perselisihan hingga sengketa yang harus diselesaikan melalui pengadilan. UU Perbankan Syariah telah mengatur penyelesaian sengketa pada pasal 55, tetapi pada kenyataannya masih terjadi perbedaan pendapat tentang lembaga/pengadilan yang berwenang menyelesaikannya.

To fulfill the need of law for Indonesia society who is predominant Muslims, the government on March 2006 ratified The Law No. 3 of The Regarding the Amandement to Law No. 7 of the 1989 concerning The Religious Judicature. The current law of the Religious Judicature is accomodating the extension of the power as arranged on article No. 49. Previously the Religious Judicature wa responsible for and charge of investigation, made a decision and settled the cases of the first stage among Muslims such as : marriages, matters pertaining to inheritances, wills and bequetsts executed under the islamic law, but now property donated for religious or community use alms are expanded including sharia economy and particulary in the province of Naggroe Aceh Darussalam the criminal cases are also covered. In economy sharia including Sharia Banking, the government ratified the Law No. 21 of the 2008 regarding Sharia Banking.. Not only does it serve for Muslim but also for No-Muslims. Sharia Banking has two main activities, namely, raising the capitals and allocating the capitals (financing). Although the allocating capitals are executed based on sharia principles, there is likely disagreement to occur so that the dispute shall be settled in a court. The law of Sharia Banking has regulated to deal with dispute on article No. 55, but in fact, the differences still occur regarding the institution or court which hav authority to settle the dispute."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, [2009;2009, 2009]
S22562
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ririen Aryani
"ABSTRAK
Seiring dengan pesatnya pertumbuhan bank syariah di Indonesia, potensi yang muncul
untuk terjadinya sengketa dalam perbankan syariah juga semakin tinggi, sehingga
menjadi penting bagi perbankan syariah maupun masyarakat pengguna jasa perbankan
syariah untuk memahami secara benar bagaimana pengaturan kewenangan lembaga
penyelesaian sengketa pada perbankan syariah. Berdasarkan Undang-Undang (UU)
Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 1989,
Pengadilan Agama sebagai lembaga peradilan mempunyai kewenangan absolut sebagai
lembaga penyelesaian sengketa perbankan syariah. Namun 2 (dua) tahun setelah
diundangkannya UU Peradilan Agama tersebut, muncullah Undang-Undang (UU)
Perbankan Syariah Nomor 21 Tahun 2008 memberikan choice of law, bahwa
penyelesaian sengketa perbankan syariah dapat juga dilakukan melalui Peradilan
Umum, apabila para pihak menghendaki dalam akad. Dengan adanya ketidakpastian
hukum tersebut, keluarlah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 93/PUU-X/2012
yang menghapus Penjelasan pasal 55 ayat (2) UU Perbankan Syariah No. 21 Tahun
2008 tersebut. Berdasarkan hal tersebut terdapat beberapa permasalahan hukum yaitu
bagaimana pengaturan kewenangan lembaga penyelesaian sengketa perbankan syariah
di Indonesia diatur dan bagaimanakah implementasi dari putusan MK No. 93/PUUX/
2012 serta tantangan dan potensinya. Permasalahan-permasalahan tersebut diteliti
dengan menggunakan metode penelitian sosio legal, yang merupakan penelitian hukum
yang menggunakan pendekatan metodologi ilmu sosial dalam arti yang luas. Dari
penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pertama, putusan MK No. 93/PUU-X/2012
telah mengembalikan Kompetensi Absolut sebagai lembaga penyelesaian sengketa
Perbankan syariah beserta derivasinya. Kedua, implementasi putusan MK No. 93/PUUX/
2012 belum sempurna, terlihat dari masih adanya perkara eksekusi jaminan Hak
tanggungan dan hipotek yang diselesaikan di Pengadilan Negeri. Ketiga, masih adanya
tantangan dalam penerapan putusan MK No. 93/PUU-X/2012 tersebut, yang terlihat
dari masih adanya ketidakpahaman masyarakat akan kompetensi absolut peradilan
agama sebagai lembaga penyelesaian sengketa perbankan syariah di Indonesia.

ABSTRACT
Along with the rapid growth of Islamic banks in Indonesia, the potential that arises for
disputes in Islamic banks are also getting higher, so that it becomes important for
Islamic banking and the community users of Islamic banking services to understand
correctly how the rules of the institution competence for dispute settlement in Islamic
banking. Based on Law No. 3 of 2006 on amendments to Law No 7 of 1989, Religious
Courts as judicial institutions have absolute competence as a dispute settlement
institution on Islamic banks. However, 2 (two) years after the promulgation of the Law
on Religious Court, legalized of Law on Sharia Banking No. 21 of 2008, for giving the
choice of law, that Islamic banking dispute resolution can be solved through the General
Courts if the parties want in the contract. With the legal uncertainty, the Constitutional
Court Decree issued No. 93/PUU-X/2012 which removes the explanation of article 55
paragraph (2) Sharia Banking Law No. 21 of 2008. Based on these, there are legal
issues, that are how the regulation of authority for sharia banking dispute settlement
institutions in Indonesia and how the implementation of the Constitutional Court decree
No. 93 / PUU-X / 2012 and its challenges and potential. These problems are examined
using the socio-legal research method, which is legal research that uses a methodology
approach of social science in a broad sense. From the research, it can be concluded that
first, the Constitutional Court decree No. 93 / PUU-X / 2012 has returned Absolute
Competence as an Islamic Banking dispute settlement institution and its derivatives.
Second, the implementation of the Constitutional Court Decree No. 93/PUU-X/2012
has not been perfect, it can be seen from the cases of execution of guarantees Mortgage
and mortgage rights that are settled in the District Court. Third, there are still challenges
in the implementation of the Constitutional Court Decree No. 93/PUU-X/2012, which
can be seen from the incomprehension of the community about the absolute
competence of the religious court as an institution for dispute settlement on Islamic
banking in Indonesia.

"
2019
T52958
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"In every joint venture may be occured dissgreement or dispute between two parties. Alternative solution can be made through court or arbitration...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"In every joint venture may be accured disagreement or dispute between two parties. Alternative solution can be made through court or arbitation....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Dalam setiap usaha kerja sama kemungkinan dapat saja terjadi perselisihan atau sengketa di antara kedua pihak. penyelesaian atau sengketa bisa melalui dua cara yaitu pengadilan atau arbitrase. Konflik bisa terjadi antara pengadilan dan arbitrase dalam penentuan kewenangan mutlak untuk penyeleasian perkara..."
JHB 26 : 4 (2007)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Cesar Cahyo Purnomo
"Perkembangan Perbankan Syariah sangat pesat di Indonesia, mengingat Indonesia adalah negara dengan umat muslim terbesar di Dunia. Pertumbuhan perbankan syariah yang sangat tinggi berdampak pada tingginya tingkat sengketa yang terjadi diantara para pelaku perbankan syariah. Tuntutan akan penyelesaian sengketa perbankan syariah yang baik akhirnya berujung dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.7 tahun 1989 tentang Peradilan agama dimana diserahkannya kewenangan kompetensi absolut penyelesaian sengketa perbankan syariah kepada Pengadilan Agama. Dilain sisi peraturan tentang perbankan syariah yang masih menyatu dengan peraturan mengenai perbankan pada umumnya akhirnya melatari dikeluarkannya Undang-undang No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, namun dengan dikeluarkannya Undang-undang ini menambah kebingungan penyelesaian karena dalam Pasal 55 Undang-undang 21 tahun 2008 memberikan pilihan hukum dimana para pihak dapat memilih penyelesaian sengketa selain di Pengadilan Agama, tetapi juga dilingkup Pengadilan Umum. Kondisi demikian membawa ketidak pastian hukum yang dimana akhrinya diajukan kepada Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi melalui Putusan No. 93/PUUX/ 2012 akhirnya mengembalikan kembali kewenangan kepada Pengadilan Agama. Pengembalian ini tidak lantas tanpa masalah karena adanya lembaga penyelesaian lain seperti Basyarnas yang melalui Fatwa Dewan Syariah Nasional menyebutkan bahwa penyelesaian sengketa Perbankan Syariah diselaikan melalui Basyarnas. Thesis ini membahas mengenai polemik konsepsi yang terjadi dalam proses penyelesaian sengketa perbankan syariah yang ada.

Islamic Banking grows very fast in Indonesia, because Indonesia has the biggest moeslem population in the world. The developing of Islamic Banking is growing rapidly and it gives highly impacts with disputes between the bankers and the customers. To solve the case of dispute in Islamic Banking, The Government of Indonesia conceals the laws number 3 in 2006 about the changing of the laws number 7 in 1989 about religious court that it gets absolute competence authorities solves dispute on Islamic Banking. Beside of that, the rules of Islamic Banking still fuse with the common banking rules so the government has concealed the laws number 21 in 2008 about Islamic Banking. But the laws are confusing because in the chapter of 55 the laws number 21 in 2008, it says that the parties can choose to solve dispute of Islamic Banking not only in the religious court but also in the general court. This condition makes uncertain laws which is solved finally by constitutional court. The constitutional court has made decision number 93/PUU-X/2012 which finally return back the authorities to the religious court. In returning of the laws make another case because of the existence of another solving institution such as Basyarnas by The National Islamic Council saying that the solving of Islamic Banking dispute can be solved by Basyarnas. This thesis review about The polemic conseption that happens in the process of the solving this dispute Islamic Banking."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39000
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Hasri Surya
"ABSTRAK
Tesis ini membahas kehadiran peradilan agama sebagai lembaga penyelesaian
sengketa perbankan syariah yang efektifitas keberadaannya belum dirasakan
maksimal sampai dengan diterbitkannya putusan Mahkamah Konstitusi di tahun
2013. Tesis ini memberikan gambaran serta mengungkap sejauh mana peradilan
agama mampu mengakomodir kebutuhan dan kepentingan industri perbankan syariah
sebagai satu kesatuan sistem hukum ekonomi Islam. Penelitian dilakukan secara
normatif, yaitu dengan menganalisa pelaksanaan atau implementasi ketentuan hukum
secara faktual. Adanya fakta bahwa selama kurun waktu keberadaan industri
perbankan syariah, para pelaku di dalamnya justru cenderung untuk memilih lembaga
peradilan umum apabila terjadi sengketa menunjukkan realitas keraguan atas
kompetensi pengetahuan para hakim peradilan agama, kekhawatiran kepentingan
perbankan yang tidak terakomodir secara baik, dan juga faktor sosial dimana
peradilan umum lebih familiar untuk dipilih daripada peradilan agama. Oleh
karenanya agar cita-cita akan sebuah sistem hukum perbankan syariah yang utuh di
Indonesia terwujud, diperlukan sinergi yang lebih baik antar lembaga dan juga
sinkronisasi ketentuan di dalamnya.

ABSTRACT
This thesis discusses the presence of religious courls as a dispute resolution
institution of sharia banking that the effectiveness of its existence has not been felt
maximized until the publication of the Constitutional Court decision in 2013. This
thesis provides an overview as well as reveal the extent to which the religious courts
were able to accommodate the needs and interests of the sharia banking industry as a
whole legal system of Islamic economics. Research conducted normative, by
analyzing the execution or implementation of the provisions of the law. The fact that
during the period of existence of the sharia banking industry, in which actors tend to
choose a general court in the event of a dispute showed the reality of doubt on the
competence of knowledge of the judges of religious courts, which do not concern the
interests of banks are well accommodated, and also social factors which more
familiar to the general court chosen rather than religious courts. Therefore, in order
that the ideals of the legal system will be a complete sharia banking in Indonesia
realized, needed a better synergy between institutions and also synchronize the
regulation in it."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39074
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
[Universitas Indonesia, ], 2007
S22434
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krishna Sulaeman
"Fungsi notaris/PPAT dalam membuat perjanjian murabahah, pada hukum positif tidak diatur secara tegas, sementara dalam hukum Islam notaris/PPAT mempunyai peran penting. Sengketa perbankan syariah, dimungkinkan penyelesaiannya melalui peradilan umum, sehingga peradilan agama tidak mempunyai kewenangan absolut. Permasalahan yang akan dibahas adalah, kedudukan notaris dalam pembuatan akte murabahah dan ketentuannya menurut hukum positif, serta penyelesaian sengketa perbankan syariah. Penulisan dengan metode kepustakaan dan menggunakan sumber data sekunder ini menyimpulkan, al-Qur’an mengatur pentingnya suatu peijanjian dalam bentuk tertulis dan dituliskan oleh mereka yang memahami peijanjian. Penyelesaian sengketa dimungkinkan melalui peradilan umum namun tidak boleh melanggar prinsip syariah.

Role of Notary/PPAT in contriving murabahah agreement, does not explicitly stipulated on the positive law, while in the Islamic law notary/PPAT has an important role. Dispute in sharia banking is possible to be settle through general court, impacted religion court does not have any absolute authority. Issues to be discussed is, notary in contriving deed of murabahah, legality according to positive law and sharia banking settlement contention. Inscriptive with the method of literature by using secondary data source conclude that al-Qur’an has arrange the importance of writing and written agreement by those who understand the agreement. Disputes is possible to be settle through the public court but may not violate the principles of sharia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T37398
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Memi
"ABSTRAK
Pasal 3 Undang-Undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan bahwa pengadilan negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dengan perjanjian arbitrase, akan tetapi sampai saat ini masih saja terdapat pertentangan kompetensi absolut antara arbitrase dan pengadilan. Sebagai contoh dan sekaligus fokus dalam pembahasan tulisan ini adalah dalam hal penanganan perkara antara PT B melawan PT CTPI. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode penelitian hukum normatif. Berdasarkan Putusan Nomor 10/PDT.G/2010/PN.JKT.PST, perkara ini telah diputus oleh pengadilan dengan menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang mengadili perkara bahkan putusan ini kemudian dikuatkan sampai tingkat peninjauan kembali di Mahkamah Agung berdasarkan Putusan Nomor 238 PK/PDT/2014. Sementara di pihak lain perkara ini juga diputus oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dengan Putusan Nomor 547/XI/ARB-BANI/2013 yang menyatakan bahwa BANI berwenang dalam mengadili perkara yang sama. Pertentangan kompetensi absolut antara dua lembaga tersebut tentu perlu diselesaikan dengan menentukan lembaga mana yang sebenarnya berwenang dalam menangani perkara bersangkutan. Berdasarkan kajian yang dilakukan dalam tulisan ini, diperoleh jawaban bahwa yang berwenang dalam mengadili perkara PT B melawan PT CTPI adalah BANI bukan pengadilan."
Jakarta: Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2017
353 JY 10:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>