Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169717 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rumondang, Stella R.
"Surat dakwaan merupakan surat atau akta yang memuat suatu perumusan dari tindak pidana yang dituduhkan, yang sementara dapat disimpulkan dari surat-surat pemeriksaan pendahuluan yang merupakan dasar bagi Hakim untuk melakukan pemeriksaan, yang bila dianggap cukup terbukti, terdakwa dapat dijatuhkan hukuman. Dalam menyusun surat dakwaan, penuntut umum wajib memperhatikan ketentuan Pasal 143 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyebutkan bahwa surat dakwaan mempunyai dua syarat yang harus dipenuhinya yaitu syarat formil dan syarat materil.
Dalam Hukum Acara Pidana, Locus Delicti menjadi bagian yang penting dalam Surat Dakwaan karena merupakan bagian dari syarat materil yang harus dipenuhi. Tidak terpenuhinya perumusan locus delicti secara jelas, lengkap dan cermat di dalam surat dakwaan menyebabkan surat dakwaan batal demi hukum (jo. Pasal 143 ayat (3) KUHAP). Bilamana tidak mengalami perubahan sesuai yang diatur dalam Pasal 144 KUHAP surat dakwaan tetap merupakan dasar hukum pemeriksaan di setiap tahapan pengadilan walaupun sampai ke tahap Peninjauan Kembali (PK).
Pada kasus Pollycarpus, permohonan PK yang diajukan oleh kejaksaan, telah mengakibatkan kontroversi, dimana penuntut umum menganulir surat dakwaannya sendiri terkait masalah locus delicti. Locus delicti pada surat dakwaan awal mengalami perbedaan pada memori PK. Perbedaan locus delicti secara otomatis akan menimbulkan akibat-akibat hukum. Memori PK tersebut seolah-olah menjadi surat dakwaan baru yang tidak melalui proses pembuktian.
Pada kesimpulannya telah terjadi beberapa penyimpangan yang dilakukan oleh aparat hukum dalam menangani kasus Pollycarpus. Lepas dari segala intrik politis, kepentingan dan sorotan dunia yang mewarnai kasus ini hendaknya setiap aparat hukum tetap memegang prinsip-prinsip hukum yang telah diatur dalam perundang-undangan."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2008
S22332
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Melia Prabangasta Yustisia
"Kejahatan siber memiliki karakteristik tersendiri seperti borderless dan menimbulkan korban yang banyak. Karakteristik inilah yang menjadikan dimungkinkannya locus delicti kejahatan penyebaran illegal content terdapat di banyak tempat sekaligus. Tulisan ini meninjau tentang penentuan locus delicti yang digunakan penegak hukum di Indonesia dalam kasus illegal content, sekaligus meninjau urgensi untuk membuat teori baru mengenai locus delicti dalam kejahatan siber. Studi dilakukan dengan metode analisis yuridis normatif, dan ditunjang wawancara kepada pihak Kejaksaan dan Kepolisian.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pada praktiknya penegak hukum masih dapat melakukan perluasan penafsiran dari ajaran locus delicti yang ada. Kejaksaan dan Kepolisian menggunakan ajaran tindakan badaniah, sementara Majelis Hakim menggunakan ajaran akibat.

Cybercrime has its own characteristics such as borderless nature and inflicting widespread victims. These characteristics are what might makes the locus delicti of crime of illegal content distribution found in many places at once. This thesis reviews the determination of locus delicti used by Indonesian law enforcement in cases of illegal content, as well as reviewing the urgency to create a new theory about the locus delicti in cybercrime. The study will be conducted using normative analysis method, and supported by in-depth interview to the law enforcement.
The result of this study concluded that in practice, law enforcement still be able to expand the interpretation of the existing teachings of locus delicti. Prosecutors and police using the doctrine of bodily conduct, while the judges using the doctrine of the result.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62310
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irawan
"Tempat terjadinya suatu tindak pidana (locus delicti) merupakan unsur yang penting dalam pemeriksaan sidang pengadilan pidana. Berdasarkan KUHAP, jika suatu dakwaan tidak dilengkapi dengan locus delicti yang tepat, maka pihak terdakwa dapat mengajukan eksepsi. Ternyata untuk menentukan suatu locus delicti, aparat penegak hukum seringkali mengalami kesulitan. Kesulitan serupa juga bisa terjadi pada penanganan kasus-kasus cybercrime, karena cybercrime memiliki sifat transborder. Kompleksitas penentuan locus delicti dalam kasus cybercrime, bisa menimbulkan sengketa kewenangan mengadili yang berkaitan dengan kompetensi relatif. Sebagai suatu dampak perkembangan teknologi informasi, cybercrime merupakan fenomena yang relatif baru sehingga peristiwa hukum yang terjadi dalam cyberspace membutuhkan peraturan perundangundangan yang dapat mengakomodasi keunikan di dalamnya. Satu-satunya instrumen internasional yang bisa dijadikan pedoman dalam menangani cybercrime adalah Convention on Cybercrime 2001. Namun sayangnya, konvensi ini belum bisa dijadikan pedoman secara tegas dalam menentukan locus delicti suatu cybercrime. Dari sisi penentuan locus delicti, konvensi ini masih berpotensi menimbulkan sengketa yurisdiksi. Sementara itu, kriminalisasi yang dirumuskan dalam Convention on Cybercrime 2001, masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Tulisan ini membahas penentuan locus delicti yang dapat digunakan sebagai patokan untuk menentukan yurisdiksi suatu cybercrime.

Locus delicti is an important element on investigation of criminal cases. According to KUHAP, if there is no precise locus delicti within an accusation then defendant could bring exception to trial. In fact it is not too easy to determine the locus delicti for law enforcers. The difficulties are also happen to cybercrime cases, because cybercrime has transborder character. Complexity to determine locus delicti on cybercrime cases, have made an issue of relative competency conflict. Cybercrime has new phenomenon as emerging of information technology, so every single incident that happen on cyberspace need regulation that can accommodate its unique. The only international instrument that can put cybercrime in order is Convention On Cybercrime 2001. But unfortunately, this convention is not strictly detail straighten up how to determine cybercrime locus delicti. The convention still potentially raised jurisdiction conflict. While, criminalization within Convention On Cybercrime 2001 still spread on some Indonesia’s regulations. The thesis will cover determination of locus delicti on cybercrime cases."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S22146
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panggabean, Manahan
"Kesesatan hakim dalam menggali fakta-fakta hukum seperti yang terjadi pada perkara Sengkon dan Karta, telah menyebabkan hakim menjatuhkan hukuman terhadap orang yang tidak bersalah, hal mana merupakan latar belakang dan filosofi diadakannya lembaga peninjauan kembali. Pada prinsipnya, KUHAP “melarang” untuk menjatuhkan putusan “yang melebihi” putusan yang dimintakan peninjauan kembali, dan hanya “memperkenankan” putusan yang menerapkan ketentuan pidana “yang lebih ringan”. Asas yang dianut KUHAP itu sejalan dengan tujuan lembaga peninjauan kembali, yang bermaksud membuka kesempatan kepada terpidana dalam membela kepentingannya, untuk terlepas dari ketidak-benaran penegakan hukum. Meskipun demikian, Mahkamah Agung telah “melegalkan” jaksa penuntut umum untuk “merampas” hak terpidana itu, yakni dikabulkannya permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh “jaksa penuntut umum” dan pula terhadap “putusan bebas”, lebih lagi dijatuhkannya putusan yang “tidak diperbolehkan”, sehingga peluang dan sarana upaya hukum yang diberikan undang-undang dan “hanya” kepada terpidana itu, berbalik “menjadi bumerang” dan “merugikan” terpidana sendiri. Demikian juga dalam memutus perkara peninjauan kembali, Mahkamah Agung “hanya” berdasarkan dokumen perkara yang berupa permintaan peninjauan kembali, berkas perkara semula, serta berita acara pemeriksaan dan berita acara pendapat hakim pengadilan negeri, “tanpa” terlebih dahulu melakukan pemeriksaan secara langsung terhadap saksi sebagai novum, hal mana “penilaian” atas pembuktian “petunjuk” yang bersumber dari alat bukti keterangan saksi sebagai novum tersebut “bukan” sebagaimana ditentukan Pasal 188 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP. Karenanya, terhadap putusan Mahkamah Agung yang dianggap sebagai penemuan hukum dan dijadikan sebagai yurisprudensi itu, mesti direnungkan kembali dengan pengkajian secara mendalam.

Misjudge in law facts upholding of the courtroom verdict such as Sengkon and Karta law,had arisen a wrong verdict to innocent persons,that caused a philosophical ratio of a lawful review team. As a principle, KUHAP (Court of lawful Judicial Procedure)is “against” “overrule” of plea bargaining (Law Review) and it only “admits” a verdict which applies for “light penalty”.The basic right which is adhered in KUHAP must be in accordance with the lawful review team, that aims to give opportunity to the convicts to defend their favour, to be free from the unjustice of the law upholding.On the other hand,the Supreme Court has legalized General Prosecutors to “seize” the convicted rights,allows the plea of law review wich is issued by general prosecutors and also for “unguilty verdict”, and pass the verdict to the “unprecise moment” of the law, so the opportunities and facilities of the convicts for the personal law enforcement which denotes to defend under the bylaw and toward the convicts “alone”,but reverse toward the “disarmity” and “the loss of the convict rights”.And also in passing the verdict in the law review or plea bargaining, the Supreme Court in passing the verdict is “only” based on criminal case documents, previous case files, investigation imposing agenda and civil courtroom judgement record,”without” cross-examination in ahead of eyewitnesses as novum,but the true “assessment” is based on “the guide” of witness statement which testify the approved evidence case as a novum, “not” stipulated by KUHAP Chapter 188 verses (2), and (3).Thus, toward the Supreme Court Verdiction which is prejudice as law finding and as criminal jurisprudence should be re-discussed deeply."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S21992
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2004
S22190
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Asya
"Memori dan sejarah merupakan dua kata yang sering dianggap sama. Tetapi, dalam hubungannya dengan aspek sosial-budaya di suatu kota, keduanya memberikan pengertian yang berbeda khususnya dalam menelusuri kembali asal usul kota. Skrispi ini bertujuan untuk mempelajari proses rumah menjadi locus memori sebagai media dalam menyampaikan nilai historis. Data tangible dan intangible dikumpulkan melalui studi literatur, pengamatan, dan wawancara yang kemudian dipisah berdasarkan teori dan studi kasus. Penelitian ini mengilustrasikan bagaimana memori terhubung dalam kontek spasial dan temporal dengan memadukan konsep rumah sebagai ​locus memory​, dengan hubungan memori apa dan memori siapa yang berada di dalam rumah tersebut. Dalam studi kasus ini, analogi bangunan tempat tinggal sebagai objek terkait dan keterkaitannya dengan memori dengan aktivitas yang terjadi di dalam bangunan, khususnya rumah tinggal di Cirebon yang berdiri sejak era kolonial dapat membantu kita memahami kebudayaan masyarakat dan tradisi yang terjadi dalam perkembangan kota.

Memory and history are two words that are often thought to be similar. However, in relation to a city’s socio-cultural aspect, both actually offers different meaning specially to retrace the origins of the city. This paper aims to study the process of a house become a locus of memory as the media to deliver historical value. Tangible and intangible data are collected through literature review, observation, and interview which later are separated according to the assigned theory and object of study. The research illustrates how memory is linked in spatial and temporal by pairing the concept of a house as ​locus of memory​, with a connection to what memory the house does have and whose memory belongs to the house. In this case, the analogy of residential building as related object and its interconnected memories with the activities done inside the building, such as the house in Cirebon during the colonial period, can help us to understand the community’s culture and traditions involved in the development of the city."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitawaty Tjiptorini
"ABSTRAK
Penelitian ini di latar belakangi oleh adanya kecenderungan pasangan suami istri
untuk mengadopsi anak dengan berbagai alasan sehingga peneliti tertarik untuk
mengetahui permasalahannya yang ada pada orang tua adopsi dan bagaimana
keyakinan diri orang tua dalam membesarkan anak adopsinya. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran parenting locus o f control pada orang tua
dengan anak adopsi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan subyek tiga pasang
suami-istri (enam orang) yang telah mengadopsi anak. Pengumpulan data
dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi sebagai penunjang
wawancara. Data kemudian dianalisis berdasarkan tinjauan pustaka yang
berkaitan dengan adopsi, orang tua adopsi, parenting di keluarga adopsi, locus of
control, dan parenting locus o f control.
Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa orang tua yang mempunyai
kecenderungan external parenting locus o f control akan menghubungkan
keberhasilan maupun kegagalan dalam membesarkan anak dengan faktor di luar
dirinya, seperti nasib, keberuntungan, atau bantuan orang lain. Orang tua ini akan
merasa kurang mampu dalam menghadapi masalah, mudah tertekan, mudah
menyerah, dan mudah stres.
Saran yang dikemukakan pada penelitian ini adalah perlunya penelitian-penelitian
lain yang berhubungan dengan masalah adopsi, seperti nilai anak adopsi bagi
orang tua, pemenuhan kebutuhan emosional anak pada keluarga adopsi,
perbedaan parenting pada anak kandung dan anak adopsi, dan sebaginya."
2007
T38048
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>