Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 36769 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadya Eva Christina
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S22479
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cicilia Chitra Anggita
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S22545
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Radinka Gabriella
"Mahkamah Konstitusi berdasarkan Putusan MK Nomor 23/PUU-XIX/2021 telah mengeluarkan putusan yang membuka kesempatan untuk mengajukan upaya hukum kasasi atas putusan PKPU, di mana putusan tersebut tidak sesuai dengan Pasal 235 ayat (1) dan Pasal 293 ayat (1) UU Kepailitan yang mengatur bahwa terhadap putusan PKPU tidak dibuka upaya hukum apapun kecuali ditentukan lain oleh UU Kepailitan. UU Kepailitan semula menetapkan untuk tidak membuka upaya hukum apapun terhadap putusan PKPU agar penyelesaian PKPU tidak berlarut-larut serta PKPU dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan pembentukannya, yaitu untuk menghindarkan debitor dari kepailitan, tetapi dalam perkembangannya, dengan tidak dibukanya upaya hukum apapun atas mekanisme PKPU, sering disalahgunakan oleh kreditor beritikad tidak baik yang dengan sengaja menggunakan mekanisme PKPU sebagai ajang untuk memailitkan debitor agar debitor tidak dapat melakukan perlawanan hukum apapun, maka dari itu penelitian ini juga akan melakukan perbandingan dengan Amerika Serikat terkait dengan mekanisme kepailitan dan PKPU terkait dengan upaya hukum terhadap kedua mekanisme tersebut. Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dimana peneliti akan melakukan analisis yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan, teori-teori hukum, serta pendapat para ahli terhadap upaya hukum kasasi atas putusan PKPU. Penelitian ini menyimpulkan idealnya terhadap putusan PKPU tetap tidak dibuka upaya hukum apapun dan untuk menghindari adanya kreditor beritikad tidak baik, maka pengajuan permohonan PKPU hendaknya diajukan oleh debitor selaku pihak yang memahami kondisi keuangan usahanya. 

The Constitutional Court based on Constitutional Court Decision Number 23/PUU-XIX/2021 has issued a decision that opens the opportunity to file a cassation legal remedy for PKPU decisions, where the decision is not comply with Article 235 paragraph (1) and Article 293 paragraph (1) of the Bankruptcy Law which regulates that PKPU decisions are not allowed any legal remedies unless otherwise provided by the Bankruptcy Law. In addition to causing discrepancies with what has been regulated in the Bankruptcy Law, it also causes discrepancies with the bankruptcy case settlement process which is carried out with a fast process.The Bankruptcy Law originally stipulated not to open any legal remedies against PKPU decisions so that the PKPU settlement would not be protracted and PKPU could be implemented in line with the purpose of its establishment, which is to prevent debtors from bankruptcy, but in the development with the non-opening of any legal remedies for the PKPU mechanism, often abused by the bad faith creditors who deliberately use the PKPU mechanism as a platform to bankrupt the debtor so that the debtor cannot carry out any legal defense, therefore this research will also conduct a comparison with the United States related to the mechanism of bankruptcy and PKPU related to legal remedies for both mechanisms. This research will use normative juridical research methods, where researchers will conduct analysis related to laws and regulations, legal theories, and expert opinions on cassation legal remedies on PKPU decisions. This research concludes that ideally the PKPU decision should not be opened for any legal remedy and to avoid bad faith creditors, the PKPU application should be submitted by the debtor as a party who understands the financial condition of their business."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajeng Tri Wahyuni
"Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang dikenal dengan KUHAP menentukan bahwa upaya hukum Peninjauan Kembali dapat diajukan atas dasar ditemukannya keadaan baru (novum), pertentangan putusan pengadilan dan kekhilafan atau kekeliruan hakim. Permohonan Peninjauan Kembali sebagian besar diajukan atas dasar novum, bahkan timbul opini publik yang mempersepsikan novum sebagai syarat Peninjauan Kembali. Kualifikasi novum yang menjadi dasar Peninjauan Kembali belum diatur secara jelas di dalam KUHAP. Hal tersebut menimbulkan interpretasi tentang kualifikasi novum yang beragam di dalam masyarakat.
Kualifikasi novum yang belum dipertegas merupakan penyebab terjadinya penumpukan perkara Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung. Pasal 263 ayat (2) huruf a KUHAP dinilai belum cukup memuaskan untuk menjawab persepsi publik mengenai batasan novum. Dasar yang dapat digunakan dalam menilai novum adalah penafsiran para Hakim Mahkamah Agung yang tercantum di dalam putusan-putusan Peninjauan Kembali. Hakim Mahkamah Agung bebas memutuskan untuk menerima novum yang diajukan sebagai dasar Peninjauan Kembali atau tidak.
Penjelasan atas novum sebagai dasar Peninjauan Kembali diperlukan untuk menjawab ketidaktegasan perihal keterangan waktu serta kualitas novum sebagai dasar Peninjauan Kembali, agar tercipta kepastian hukum dan penumpukan perkara di Mahkamah Agung berkurang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualifikasi novum sebagai dasar pengajuan upaya hukum Peninjauan Kembali yang sebagian besar didasarkan atas pendapat dan pemikiran para ahli maupun praktisi hukum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S22425
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Fitri Handayanti
"Skripsi ini membahas dua permasalahan. Pertama, mengenai prosedur penggunaan senjata api oleh Penyidik Polisi ketika melakukan upaya paksa penangkapan terhadap tersangka berdasarkan Perkapolri 1/2009 dan Perkapolri 8/2009. Kedua, mengenai perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada tersangka yang menjadi korban (tersangka) penggunaan senjata api oleh penyidik Polisi saat penangkapan. Dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan yang dipadu dengan wawancara narasumber, penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui keadaan mendesak mana yang memperbolehkan penggunaan senjata api, baik secara situasional lapangan dan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Permasalahan untuk menjustifikasi penggunaan senjata api ialah pengadilan dan institusi Polisi harus mempertimbangkan asas nesesitas, asas proporsionlatias dan alasan yang masuk akal terhadap penyidik yang menggunakan senjata api, sehingga diketahui bagaimana petugas memahami penggunaan senjata api ketika menangkap tersangka dan bagaimana petugas menentukan apakah ada ancaman dan bagaimana petugas menilai bahwa ancaman tersebut membahayakan jiwanya atau orang lain terkait dengan keseriusan ancaman. Terdapat 3 (tiga) keadaan yang membolehkan penyidik untuk menembak tersangka yakni ketika untuk melindungi dirinya, untuk melindungi orang lain dari bahaya dan menghindari tersangka melarikan diri, namun ketiganya tersebut merupakan upaya terakhir.

This thesis addresses two issues. First of all, regarding the use of firearms procedures by police investigators when conducting forcible arrest toward suspect in accordance with Head of State Police Decree Number 1 of 2009 and Head of State Police Decree Number 8 of 2009. Secondly, regarding the suspect?s legal protection as victims of the use of firearms by police investigators during an arrest. By using the method of literature research combined with sources interviews, this thesis aims to determine the urgency which allow the use of firearms, both situational and field based legislation. To determine whether the use of firearms is considered legal or illegal. The courts and police department must analyze its necessity, proportionality and reasonableness. In summary, the following two concerns must be addressed "how the officer determines using firearms when arresting suspects and how the officer determines if a threat exists and the seriousness of the threat." There are three instances in which a police officer may fire his revolver at suspect before arresting. They are to protect his own life, when it is in imminent danger, to protect the life of another and as an effort to prevent the commission of certain violent felonies or to prevent the escape of a violent felon, but only after all other means have been exhausted."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S46593
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Harries Konstituanto
"Dengan diundangkannya Undang-undang Pokok Agraria sebagai dasar jaminan Hukum di bidang pertanahan, maka peranan tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha. Pendaftaran tanah bertujuan untuk membantu masyarakat memperoleh jaminan kepastian hukum terhadap penguasaan dan pemilikan tanah, serta untuk membantu pemerintah dalam melaksanakan kegiatan pendaftaran tanah. Sehubungan dengan itu maka pemerintah mengangkat Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk membuat alat bukti mengenai perbuatan hukum tertentu atas tanah sebagai dasar Pendaftaran Tanah. Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk membuat alat bukti mengenai perbuatan hukum tertentu atas tanah itu adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Akta tanah yang dibuat oleh PPAT merupakan Akta otentik, merupakan alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang apa yang dimuat dalam akta tersebut. Seperti yang telah kita ketahui saat ini salah satu kasus sengketa tanah yang paling banyak disorot adalah sengketa tanah antara Warga Meruya Selatan melawan PT. PORTANIGRA, dimana PT. PORTANIGRA dengan berbekal Putusan dari Mahkamah Agung, telah mengklaim sejumlah luas tanah di Meruya Selatan yang telah dihuni lebih dari 300 kepala keluarga. Para warga yang telah bertahun-tahun mendiami tanah mereka di Meruya Selatan dan taat membayar pajak atas tanah mereka serta memiliki dokumen yang sah atas tanah mereka harus menyerahkan tanah miliknya kepada PT. PORTANIGRA. Warga yang menolak Putusan Mahkamah Agung sebagian kukuh pada dokumen yang mereka miliki dan sebagian melakukan Gugatan Perlawanan. Namun dari Perdamaian sebagai hasil dari Gugatan Perlawanan tersebut dapat diketahui bahwa para warga yang tidak melakukan Gugatan Perlawanan secara analogi tidak akan dapat melakukan Pengalihan Hak atas tanah mereka. Berhubungan dengan hal ini disinilah PPAT memegang peran penting yang menyertai pula tanggung jawabnya yang besar dalam menjamin berlangsungnya penegakan hukum dalam proses pendaftaran tanah.

By an announcement of Undang-Undang Pokok Agraria as basic of land law enforcement, role of land to accomplishment various need will mounting as a place of living and also for business activity. Land registry is aim to assist a society to obtain rule of law guarantee for land domination and land ownership, and also to assist govemment to execute an activity of land registry. In connection of land registry, govemment inagurate a public functionary which given by an authority to make an evidence appliance of certain law action of land as a principle of land registry. Public Functionary which given an authority to make an evidence appliance of certain law action of land is known as Deed of Land Maker Functionary (PPAT). Deed of Land made by PPAT is represent an Authentic Deed, that deed representing a perfect verification appliance to both parties and all their heir and also the one who get belonging of him where of contained in the deed. Such as those which we have known in this time, one of the land dispute case which at most floodlighted by is land dispute between Citizen of South Meruya fight against PT. PORTANIGRA, where PT. PORTANIGRA with their Decision Stock from a Great Court have claimed wide of land in South Meruya which have been dwelt more than 300 family-head. Citizen which have through years inhabited their land in South Meruya and meekly pay for their land tax and also have a valid document to their land, have to deliver it to PT. PORTANIGRA. Citizen whom refusing a Decision of Great Court, some of them still resist for a document which they have and the others conducting a Suing Resistance. But based on the Deed of Peace, we know that all citizen of South Meruya which do not conduct a Suing Resistance by an analogy will not eam to conduct the Transfer of their Land-Right. From this case, PPAT taking a big responsibility in guarantying also accompany which important role to hold course of land registry in law enforcement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26070
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Rachman
"Skripsi ini membahas tentang upaya hukum yang dapat diterapkan terhadap putusan penundaan kewajiban pembayaran utang dan putusan lain yang berkaitan dengan penundaan kewajiban pembayaran utang sebagaimana yang diatur dalam bab 3 undang – undang nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang. Penelitian ini adalah penelitian evaluatif dengan desain deskriptif. Penelitian ini menggunakan putusan nomor 421 K/Pdt-Sus-Pailit/2013 sebagai bahan analisis. Hasil penelitian menyarankan bahwa perlunya disediakan suatu mekanisme dalam PKPU Sementara agar debitor tidak terpaksa wajib membuat rencana perdamaian sesuai dengan selera kreditor untuk terhindar dari pailit karena debitor masih memiliki hak untuk bernegosiasi, dimana jika dalam proses PKPU Sementara itu gagal maka menurut ketentuan yang berlaku saat ini tidak memungkinkan upaya hukum bagi debitor dan ia akan otomatis Pailit.

The focus of this study is about legal opportunity in suspension of payments. The purposes of this study is to understand how legal opportunity works against suspension of payment as stated in Indonesian Insolvency and Suspension of Payment Act. This research is descriptive evaluative. Court decision number 421 K/Pdt.Sus-Pailit/2013 is used as analysis object of this research. The conclusion of the research is a suggestion to include a mechanism so that debtor won’t be forced to construct an akkord that must be favorable to creditor just for avoiding insolvency in the process of short term suspension of payment, because there wasn’t any legal opportunity for debtor in said process."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aska Laksamana Putera
"ABSTRAK
Penggunaan Grosse Akta Pengakuan Hutang dalam perkembangannya
semakin diminati oleh dunia bisnis Indonesia karena prosesnya yang relativ mudah
dengan kepastian hukum yang tinggi bagi para kreditor karena memiliki kekuatan
eksekutorial yang setara dengan putusan pengadilan. Akan tetapi kekuatan
eksekutorial grosse akta pengakuan hutang bukanlah merupakan suatu kekuatan
hukum yang mutlak, masih terdapat celah hukum atau kelemahan yang dapat
menunda atau menggugurkannya bagi yang hendak mengingkarinya, seperti halnya
dalam kasus yang dianalisis. Permasalahan pokok yang dianalisis adalah akibat
hukum atas perbedaan perhitungan jumlah hutang menurut debitor dengan jumlah
piutang menurut kreditor atas perkiraan jumlah hutang yang ditetapkan dalam Akta
Pengakuan Hutang dan gugurnya kekuatan eksekutorial Grosse Akta Pengakuan
Hutang dalam Putusan MA No. 2903 K/Pdt/1999-22 Mei 2001. Metode Penelitian
yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan dengan cara mengkaji data
sekunder dalam bahan hukum primer berupa Putusan Pengadilan dan peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan pembuatan Grosse Akta Pengakuan
Hutang dengan data sekunder berupa literatur sebagai pembanding. Analisis data
dilakukan dengan pendekatan kualitatif yang mengarah pada hasil penelitian secara
evaluatif-analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akibat hukum yang timbul
karena perbedaan perhitungan jumlah hutang menurut debitor dengan jumlah piutang
menurut kreditor atas perkiraan jumlah hutang yang ditetapkan dalam Akta
Pengakuan Hutang akan terkait dengan 3 (tiga) hal, pertama; kesepakatan pendapat
tentang Pasal 224 HIR sebagai landasan hukum pokok bagi kekuatan eksekutorial
Grosse Akta Pengakuan Hutang; kedua, tidak ada perbedaan pendapat tentang
kekuatan eksekutorial yang dimiliki Grosse Akta Pengakuan Hutang “mumi” serta
ketiga, terdapat perbedaan pandangan hukum dalam hal kekuatan eksekutorial
Grosse Akta Pengakuan Hutang yang disertai dengan perjanjian kredit dan
pengikatan jaminan. Putusan PN dan PT menetapkan adanya kekuatan eksekutorial
Grosse Akta Pengakuan Hutang, tetapi berbeda dengan Putusan MA No. 2903
K/Pdt/1999 yang melahirkan kaidah hukum bahwa kekuatan eksckutorial hanya
dimiliki oleh Grosse Akta Pengakuan Hutang di dalamnya tercantum dengan pasti
jumlah serta tidak boleh memuat suatu perjanjian atau syarat-syarat lain selain
tentang kewajiban pembayaran sejumlah uang tertentu, yang harus dilakukan oleh
debitor kepada kreditor."
2008
T36927
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sinulingga, Dewinta
"Tesis ini membahas tentang kewenangan Notaris dalam membuat akta surat keterangan hak mewaris di Indonesia berdasarkan hukum yang berlaku dan kekuatan hukum dari akta surat keterangan hak mewaris yang dibuat oleh Notaris tersebut yang diajukan sebagai alat bukti di pengadilan. Tesis ini dilatarbelakangi oleh adanya surat keterangan hak mewaris yang dibuat oleh Notaris yang pada saat pembuatannya tidak dihadiri oleh seluruh ahli waris dan terdapat seorang ahli waris yang tidak mengakui pembuatan surat keterangan hak mewaris tersebut sebagai alat bukti di pengadilan karena ia sudah menyatakan tidak setuju atas pembuatan surat keterangan hak mewaris dan pada saat pembuatan surat keterangan hak mewaris masih terdapat gugatan di pengadilan di antara ahli waris terkait harta warisan dari pewaris. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah dengan penelitian hukum yuridis normatif atau penelitian hukum kepustakaan yang menekankan pada penggunaan data sekunder dengan tipe penelitian eksploratoris yaitu menggali pengetahuan mengenai kewenangan notaris dalam membuat akta surat keterangan hak mewaris dan memperdalam pengetahuan terkait kewenangan tersebut dan kekuatan hukum akta surat keterangan hak mewaris yang dibuat saat ahli waris bersengketa di pengadilan.
Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah belum terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur secara tegas kewenangan Notaris untuk membuat akta surat keterangan hak mewaris. Berdasarkan aturan hukum yang berlaku Notaris memiliki kewenangan membuat akta surat keterangan hak mewaris untuk golongan penduduk warga negara Indonesia keturunan Tionghoa dan Eropa. Namun, dalam pelaksanaannya untuk membuat akta surat keterangan hak mewaris belum terdapat aturan yang mengatur bentuk dari akta surat keterangan hak mewaris yang dibuat oleh Notaris tersebut sehingga kekuatan pembuktian dari akta surat keterangan hak mewaris tergantung pada bentuk dari akta surat keterangan hak mewaris tersebut yang dapat dibuat dalam bentuk akta autentik ataupun akta bawah tangan. Surat keterangan hak mewaris merupakan dokumen yang dapat dijadikan sebagai alat bukti tertulis yang meneguhkan tentang siapa yang menjadi ahli waris dari pewaris dan bagian yang diperoleh masing-masing ahli waris atas harta peninggalan yang ditinggalkan oleh pewaris.

This thesis study about the authority of the Notary in a deed certificate inherit rights in Indonesia based on the applicable law and the legal power of the deed certificate inherit the rights created by the Notary submitted as evidence in court. This thesis was made because there is a deed certificate of the right to inherit made by Notary who at the time of manufacture is not attended by all the heirs and there is a heir who does not acknowledge a deed certificate right to inherit it as evidence in court because he had disagreed on creating the right heir certificate and upon presentation of a certificate of right to inherit is still a lawsuit in court between the heirs of the estate of the testator related. The method used in this thesis is to study the legal normative or legal research literature that emphasizes the use of secondary data research type of exploratory ie gain knowledge regarding the authority of the Notary in a deed certificate of the right to inherit and deepen knowledge related to the authority and force of law deed certificate inherit rights that are created when the heir to the dispute in court.
The results obtained from this study is there has been no legislation governing expressly authorized Notary deed certificate to make the right heir. Based on the applicable law Notary has the authority to make the deed certificate inherit rights to segments of the population of Indonesian citizens of Chinese descent and Europe. However, in practice to make the deed certificate of the right to inherit yet there are rules governing the form of a deed certificate of the right to inherit Notary so that the strength of evidence of a certificate of the right to inherit depends on the form of a deed certificate of the right to inherit that which can be made in authentic deed or deed under the hand. Deed inherit rights certificate is a document that can serve as written evidence that confirm who the heirs of the testator and the portions were obtained respectively heirs to inheritance left by the deceased.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46755
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>