Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180668 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Milawati Asshagab
"Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek menyatakan bahwa merek dalam dunia perdagangan atau jasa memegang peranan penting untuk mencegah adanya perbuatan curang atau persaingan usaha tidak sehat, terutama dalam era perdagangan global saat ini. Atas dasar itulah, merek sebagai salah satu hasil karya manusia harus mendapatkan perlindungan hukum yang memadai. Untuk mendapatkan perlindungan tersebut, maka suatu merek harus didaftarkan terlebih dahulu kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI). Pada dasarnya, untuk dapat memperoleh sertifikat merek, suatu merek harus melalui beberapa tahap pemeriksaan, mulai dari pemeriksaan formalitas hingga pemeriksaan substantif. Pada tahap itulah dilakukan penilaian apakah merek tersebut tergolong sebagai merek yang dapat didaftar atau harus ditolak oleh Ditjen HKI. Penilaian tersebut memang sangat bersifat subyektif, sehingga sering kali terdapat merek yang lolos pemeriksaan pada Ditjen HKI dan telah terdaftar, namun ada pihak lainnya yang merasa merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek miliknya. Oleh karena itu, perlindungan terhadap suatu merek tidaklah bersifat mutlak. Apabila terdapat pihak yang merasa merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek miliknya, maka ia dapat mengajukan gugatan pembatalan merek ke pengadilan niaga dengan alasan adanya itikad tidak baik dari pemilik merek dalam mendaftarkan mereknya. Pengadilan memeriksa adanya itikad tidak baik tersebut dari adanya persamaan pada pokoknya yang terdapat dalam merek milik pemohon dengan merek terkenal atau merek orang lain yang telah terdaftar terlebih dahulu. Untuk itu, tidak ada cara lain selain memperbandingkan kedua merek yang bersangkutan. Adapun hukum acara yang digunakan adalah hukum acara perdata, dengan masa sidang paling lama 60 (enam puluh) hari setelah gugatan didaftarkan. Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa adanya inkonsistensi putusan majelis hakim pengadilan niaga dan Mahkamah Agung dalam memeriksa kasus-kasus gugatan pembatalan merek, terutama dalam mengartikan persamaan pada pokoknya sebagai indikator itikad tidak baik dalam pendaftaran suatu merek. Jadi, disarankan untuk meminimalisasi perbedaan di antara para hakim maupun pemeriksa merek di Ditjen HKI dan agar majelis hakim mempunyai satu pandangan, pengertian, dan persepsi yang sama dalam memutuskan perkara yang sama, maka perlu dibuatkan pedoman yang baku oleh instansi berwenang, Ditjen HKI, mengenai batasan yang jelas tentang itikad tidak baik, persamaan pada pokoknya, dan merek terkenal.

Law No. 15 of 2001 about Trademark stated that the Trademark in the world of commerce or service plays an important role to prevent any fraudulent or unfair business competition, especially in this era of global trade today. For this reason, the trademark as one of the work of man must have adequate legal protection. To obtain such protection, then a trademark must be registered prior to the Directorate General of Intellectual Property Rights (IPR DG). Basically, in order to obtain a certificate trademark, a trademark must go through several stages of inspection, from examination of formalities to examination of substantive. At that stage performed an assessment of whether the trademark is considered as a trademark that can be listed or be rejected by the Directorate General of Intellectual Property Rights. These assessments are highly subjective, so often times there are trademark that pass inspection at the Directorate General of IPR and has been registered, but there are others who feel the trademark has in common with the essence of his trademark. Therefore, the protection of a trademark is not an absolute one. If there are those who may have a common trademark in principle with his own trademark, then they can file suit in court cancellation commercial trademark on the grounds of bad faith from the owner to register the tardemark in its trademarks. The court did not examine whether the faith of the equation is essentially contained in the applicant's mark with a famous trademark or another trademark that has been registered beforehand. For that, there is no other way than to compare the two trademarks in question. The procedural law which is civil procedural law, a trial period not exceeding 60 (sixty) days after the lawsuit filed. Of research has been conducted, obtained results that the judges' verdict inconsistency commercial courts and the Supreme Court in examining the cases of cancellation lawsuit trademarks, especially the meaning of equality in principle as an indicator of bad faith in registration of a mark. Thus, it is recommended to minimize the differences between the judges and inspectors of the trademark in Directorate General of IPR and that the judges had a vision, understanding, and the same perception in deciding the same case, the guidelines need to be made a standard by the relevant authorities, the Directorate General of IPR, the clear limits of faith is not good, equality in essence, and brands."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S22642
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Loebis, A.B. (Ali Basja)
Jakarta: Pengadilan Negeri, 1974
346.048 LOE s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Loebis, A.B. (Ali Basja)
"Buku ini menjelaskan segala hal tentang merek, misalnya hak atas merek, bentuk-bentuk merek, pelanggaran merek. Dilengkapi dengan Undang-undang merek tahun 1961 jurisprudensi merek."
Jakarta: Pengadilan Negeri Jakarta, 1974
K 346.048 LOE s
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 2004
347.04 LAP (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Imran Bukhari Razif
"Perkembangan kegiatan ekonomi dan tingkat persaingan yang tinggi di antara pelaku
usaha, memicu mereka untuk memberikan tanda pengenal terhadap produk-produk
yang dihasilkan. Tanda pengenal yang lazim disebut merek ini, berfungsi sebagai
pembeda bagi produk tersebut Dengan adanya merek, masyarakat diharapkan dapat
mengenali produk yang dibeli. Merek juga berfungsi sebagai penanda kualitas dan
prestise suatu produk. Akibatnya merek yang sudah terkenal dan mendapatkan
kepercayaan masyarakat, sering ditiru atau bahkan digunakan tanpa izin oleh
produsen pesaingnya. Sengketa mengenai merek diselesaikan di Pengadilan Niaga
yang awalnya dibentuk untuk mencari solusi hukum bagi sengketa-sengketa dalam
bidang niaga. Tesis ini khusus membahas peranan Pengadilan Niaga dalam sengketa
merek dengan melakukan studi kasus pada sengketa merek Trisakti. Permasalahan ini
menarik untuk dibahas karena Pengadilan Niaga merupakan bentuk pengadilan baru
yang diamanatkan pembentukannya dalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Pada saat dibentuknya Pengadilan
Niaga, pemerintah memerlukan suatu upaya untuk menangani kasus-kasus kepailitan,
demi kepastian hukum, saat krisis moneter teijadi. Dan upaya tersebut sekaligus
diharapkan bisa mendukung upaya-upaya proses perbaikan ekonomi melalui sarana
hukum, termasuk dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) seperti merek. Bab
pertama dalam penulisan ini akan menguraikan latar belakang, pokok masalah, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian, kerangka teoritis, definisi operasional, sistematika
penulisan dan metode penelitian. Pembahasan bab kedua akan menguraikan
Pengadilan Niaga sebagai salah satu kamar khusus dalam peradilan umum. Yaitu
dimulai dari proses lahirnya Pengadilan Niaga, prinsip-prinsip umum Pengadilan
Niaga, serta perluasan kewenangan Pengadilan Niaga dan persinggungannya dengan
Pengadilan Negeri. Selanjutnya dalam bab ketiga akan diuraikan ketentuan mengenai
peran Pengadilan Niaga dalam menyelesaikan sengketa merek. Yaitu tentang syarat
dan pendaftaran merek, pelanggaran terhadap hak atas merek, penyelesaian sengketa
merek, dan peran Pengadilan Niaga dalam menyelesaikan sengketa merek menurut
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Untuk melihat peranan Pengadilan Niaga
langsung dalam praktek, maka dalam bab keempat akan dianalisis suatu putusan
hakim di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam sengketa merek Trisakti. Terakhir
pada bab kelima, akan diberikan kesimpulan dan saran atas permasalahan yang
dibahas dalam penelitian ini
Development of economic activity and high level of competition amongs bussiness
have trigger them to mark their product The mark known as trademark has function
to distinguish their product from the other competitor so buyer can recognize the
product Trademark also become mark for the quality o f the product and the prestige.
As a result known trademarks are ussualy used without permission and trademark
falsification by the other producers. The disputes of trademark is settled on the
commercial court which for the the first time established for finding solution on
bankcrupcy and debt restructuring This thesis specializes in th role of commercial
court in the Trisakti trademark disputes. The case is interesting to disccuss because
because of the commecial court just recently established to settle the trademark
dispute by the regulation number 15 year 2001. As an effort on economic law reform
includin on intellectual property rights. The first chapter on this thesis will disccuss
background, the problems, purpose, usage, and method of the research, the writing,
theoritical frame an concept Chapter two will explaiin about the establishment o f
commercial court as a specialze cour in the commercial dispute. Chapter three will
disccuss about the role of commercial court on the trademart dispute settlement
Chapter four will disccuss the Trisakti Trademark disputes and the impact. Chapter
five is about the conclusion and suggestions.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsuddin Landie
"Dalam KUHP terdapat beberapa pasal yang mengatur tentang tindak pidana penghinaan. Penghinaan dapat dilakukan melalui lisan, isyarat ataupun melaui tulisan. Obyek penghinaan bermacam-macam, penghinaan dapat ditujukan terhadap golongan, pemerintah atau individu. Penghinaan diatur dalam Bab XVI Buku II KUHP, dari pasal 310 sampai dengan pasal 321. tetapi apabila obyek penghinaannya adalah pemerintah, perumusan didalam KUHP lebih luas dari sekedar penghinaan, yakni yang terdapat dalam pasal 154 KUHP yang mengatur mengenai tindak pidana dimuka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian dan penghinaan terhadap Pemerintah RI. Pasal ini terkenal dengan pasal “penyebaran rasa benci” atau dikenal dengan istilah “Haatzaai Artikelen”. Dalam pasal 156 KUHP obyek penghinaannya adalah golongan, termasuk ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan. Pasal ini diperluas dengan pasal 156a yang khusus obyeknya adalah terhadap agama itu sendiri. Delik penghinaan sebagian merupakan delik aduan dan sebagian lagi bukan sebagai delik aduan. Apabila obyeknya penguasa atau pemerintah bukan merupakan delik aduan. untuk menafsirkan pengertian penghinaan harus dihubungkan dengan pasal 310 KUHP, “menghina” yaitu “menyerang kehormatan dan nama baik seseorang”. Didalam pasal 310 ayat (3) KUHP menyebutkan dua hal yang menghilangkan sifat melanggar hukum dari penistaan sehingga sipelaku tidak boleh dihukum, yaitu bahwa sipelaku menghina untuk kepentingan umum atau untuk membela sesuatu. Proses pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Melalui pembuktian ditentukan nasib terdakwa. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang “tidak cukup” membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, maka terdakwa “dibebaskan” dari hukuman. Sebaliknya, kalau kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang ditentukan dalam pasal 184 KUHP, terdakwa dinyatakan “bersalah”, dan akan dijatuhkan hukuman. Namun mengenai penegakan hukum dan keadilan bukanlah hanya tugas hakim ataupun aparat penegak hukum lainnya, akan tetapi tugas semua orang untuk adil dalam bersikap, jernih dalam berpikir, halus dalam berbuat, termasuk berdakwah, dan bijaksana dalam bertukar pikiran."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aussielia Amzulian
"Itikad tidak baik merupakan salah satu dasar untuk membatalkan pendaftaran suatu merek. Pada sengketa merek yang memiliki persamaan dengan merek terkenal, itikad tidak baik seringkali dianggap ada. Pertanyaan pokok yang hendak dijawab dalam tulisan ini adalah apakah pemilik merek terdaftar yang mereknya memiliki persamaan dengan merek terkenal dapat selalu dianggap memiliki itikad tidak baik dalam mendaftarkan dan menggunakan mereknya. Tulisan ini menganalisis berbagai sengketa merek terkenal dalam putusan pengadilan. Kesimpulan yang diperoleh dari tulisan ini adalah bahwa pemilik merek terdaftar yang mereknya memiliki persamaan dengan merek terkenal tidak dapat selalu dianggap memiliki itikad tidak baik, karena terdapat beberapa faktor yang dapat dipertimbangkan dalam membuktikan adanya tidaknya itikad tidak baik dari suatu pihak.

Bad faith is one of the reasons to cancel an application of a trademark. In trademark disputes, when having similarities with a well-known mark, judges often assume that the trademark owner always has bad faith. The legal issue in this article is whether a trademark owner that it?s trademark has similarities with a well-known mark always has bad faith in filing and using it?s trademark. This article will analyze well-known mark cases from court rulings. This article concludes that bad faith doesn?t always exist when a trademark has similarities with a well-known mark, because there are some conditions that could be considered to prove that a party does not have bad faith.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S61805
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah
Jakarta: Universitas Indonesia, 1984
S21799
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panggabean, Jan Hider Osland
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S22416
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taruna Ikhwanuddin
"Tesis ini membahas tentang putusan actio pauliana dalam suatu perkara kepailitan. Putusan actio pauliana tersebut dilakukan atas perbuatan direksi yang menyebabkan berkurangnya harta perseroan dan boedel pailit yang mana merugikan para kreditor. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan secara deskriptif analisis melalui bahan-bahan kepustakaan dan analisa terhadap penetapan dan putusan pengadilan.
Hasil penelitian menyarankan agar dibuat aturan yang lebih jelas mengenai pembuktian perbuatan hukum yang merugikan kreditor yang dilakukan di dalam dan diluar jangka waktu satu tahun sebelum dinyatakan pailit; agar dibuat aturan mengenai perlindungan terhadap Istri atau Suami dari debitor yang beritikad baik dalam hal harta kekayaannya.

This thesis contains analysis of court decisions about Voidable transfer (actio pauliana) in a bankuptcy case. The court decisions about Voidable transfer are made on the board of directors acts that using the company?s property which are harm the bankruptcy estate and the creditors. This analysis is a legal normative analysis, which carried-out by descriptive analysis method to literature materials and analysis to decisions or verdicts of Court of Law.
Considering the result of this analysis, The researcher suggests that it is required clearer laws to regulate regarding legal burden of proof of legal acts which are carried-out within and outside the period of one year before it declared bankruptcy which are harm the creditors; it is required laws to regulate regarding good will of wife or husband of debtor to protect her/his property rights.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T29758
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>