Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 216594 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Firmansyah
"Perkembangan dunia bisnis dan usaha di Indonesia pasca krisis moneter menunjukan grafik pertumbuhan yang sedikit demi sedikit menunjukan peningkatan. Pengembangan pola bisnis dan bidang usaha ditandai dengan semakin banyaknya perusahaan-perusahaan yang telah eksis dan memiliki kemampuan keuangan yang baik untuk memasuki bidang usaha yang baru dan berbeda dari yang selama ini mereka geluti.
Berbagai macam cara dan strategi bisnis dipergunakan guna mewujudkan keinginan diversifikasi usaha dari perusahaan, antara lain ditempuh dengan cara melakukan Merger, Konsolidasi dan atau akuisisi. Masing-masing cara sebagaimana dimaksud diatas memang memiliki kelebihan dan kekurangan. Didalam tulisan ini, penulis mengambil Akuisisi melalui Pasar Modal sebagai salah satu strategi diversifikasi bisnis yang menurut pandangan penulis memiliki nilai ekonomis yang paling baik dibandingkan dengan Merger dan Konsolidasi.
Akuisisi banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia, baik didalam lingkungan grup perusahaan maupun diluar lingkungan grup perusahaan tersebut. Tujuan yang ingin dicapai dengan dilakukannya akuisisi adalah untuk meningkatkan kinerja perusahaan, seperti memperkuat pangsa pasar yang ada, memperkuat struktur pemodalan ataupun menguasai serta mempelajari tekhnologi dari pesaing.
Bentuk akuisisi yang paling banyak dilakukan adalah bentuk akuisisi dengan pembelian saham suatu perusahaan lain melalui pasar modal. Peraturan mengenai akuisisi atau pengambil-alihan telah ada sebagaimana dituangkan dalam Undang-undang No. 1 Tabun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal serta Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tabun 1998.
Dalam praktek akuisisi melalui pasar modal yang disertai dengan kewajiban melakukan penawaran tender saham saat ini semakin berkembang dan kompleks sehingga ada kecenderungan pengusaha untuk memanfaatkan celah-celah hukum untuk kepentingan pengusaha tersebut, antara lain penyesatan informasi serta perdagangan saham dengan memanfaatkan informasi orang dalam (insider trading), praktek-praktek semacam ini patut diperhatikan oleh para pembuat kebijakan dan peraturan perundang-undangan agar tidak memberi kesempatan kepada pelaku bisnis untuk memanfaatkan peluang hukum yang ada. Kewajiban melaksanakan keterbukaan informasi (disclosure) dalam proses akuisisi dan tender offer di pasar modal adalah langkah yang wajib dilaksanakan oleh setiap emiten, sehingga diharapkan masyarakat atau calon investor akan dapat memperoleh informasi seluas-luasnya berkenaan dengan kondisi perusahaan yang akan diakuisisi dan dalam membuat keputusan bisnis terhadap perusahaan yang akan diakuisisi."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T18887
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rika Silviana
"Prinsip Keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan emiten, perusahaan publik, dan pihak lain tunduk pada Undang-Undang Pasar Modal untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasi material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal. Bagaimana penegakan Prinsip Keterbukaan di Pasar Modal serta bagaimana tanggung jawab Direksi Perusahaan jika terjadi pelanggaran Prinsip Keterbukaan dalam suatu perusahaan merupakan masalah yang akan diteliti dalam tesis penelitian yang digunakan dalam adalah penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Direksi adalah organ perusahaan yang bertanggung jawab atas kepengurusan perusahaan dan mewakili perusahaan baik didalam maupun diluar pengadilan. Sebagai kewajiban untuk menerapkan Prinsip Keterbukaan Direksi bertanggung jawab penuh atas kebenaran setiap informasi yang dikeluarkan perusahaan terhadap pihak ketiga. Dalam pelanggaran prinsip keLerbukaan di Pasar Modal terdapat dua jenis sanksi yang dapat dijatuhkan kepada pelanggar, yaitu sanksi administratif atau sanksi pidana. PenjaLuhan sanksi administratif ditujukan untuk perbuatan melanggarnya sedangkan penjatuhan sanksi pidana ditujukan kepada si pelanggar dengan tujuan memberikan hukuman kepada si pelaku. Dengan adanya sanksi yang diatur dalam Undang-Undang pasar Modal, diharapkan dapat memajukan manajmen suatu perusahaan yang bertanggung jawab sehingga dapat terlaksananya Good Corporate Governance dalam suatu perusahaan."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T19826
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhita Destria
"Direksi sebagai organ perseroan memiliki peran penting dalam menjalankan pengurusan perseroan dan mempunyai wewenang dalam pengambilan keputusan bisnis. Sering kali direksi dihadapkan pada suatu kondisi dimana harus mengambil suatu keputusan dan tindakan yang cepat agar perusahaan yang dikelolanya tetap bisa memperoleh peluang bisnis. Begitu pula pada Badan Usaha Milik Negara khususnya Perusahaan Perseroan yang tujuan utamanya mengejar keuntungan, mungkin saja seorang direksi yang memiliki wewenang dalam mengambil keputusan untuk peluang tersebut mengabaikan dan melanggar prinsip-prinsip good corporate governance yang memungkinkan terjadinya tindakan benturan kepentingan. Situasi demikian bilamana terdapat kepentingan yang berbenturan antara pribadi direksi dengan perseroan, maka akan dapat mempengaruhi pengambilan suatu keputusan yang pada akhirnya merugikan perseroan. Oleh karena itu kelima prinsip good corporate governance yakni prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan kewajaran wajib untuk diterapkan oleh Badan Usaha Milik Negara guna mencegah terjadinya tindakan benturan kepentingan yang dilakukan oleh direksi.

The Board of Directors as an organ of the company has an important role in carrying out the management of the company and has the authority to make business decisions. Often the directors are faced with a condition where they have to take a decision and take quick action so that the company they manage can still get business opportunities. Likewise, in State-Owned Enterprises, especially corporate companies whose main goal is to pursue profit, it is possible that a director who has the authority to make decisions for these opportunities ignores and violates the principles of good corporate governance which allows conflicts of interest to occur. Such a situation if there is a conflict of interest between the directors and the company, it will be able to influence the making of a decision that will ultimately harm the company. Therefore, the five principles of good corporate governance, namely the principles of transparency, accountability, responsibility, independency, and fairness, must be implemented by State-Owned Enterprises in order to prevent conflicts of interest by the directors."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ernie Yuliati
"ABSTRAK
Tesis ini membahas peran Direksi dalam Perseroan Terbatas yang merupakan
kunci bagi jalannya perseroan. Terdapat hubungan saling ketergantungan dimana
perseroan tidak mungkin dapat menjalankan kegiatannya tanpa adanya Direksi,
demikian juga keberadaan Direksi bergantung sepenuhnya pada eksistensi
perseroan terbatas. Pengelolaan Perseroan bergantung pada penerapan fiduciary
duty oleh Direksi dalam batas-batas yang ditentukan dalam peraturan perundangundangan
dan/atau anggaran dasar serta sesuai dengan prinsip-prinsip Good
Corporate Governance. Tujuannya adalah agar perusahaan dapat meningkatkan
nilai perseroan dan pemegang saham serta mendapat kepercayaan dari
stakeholdernya. Meskipun arah panduan Corporate Governance dapat bersumber
dari Pedoman Tata Kelola Perusahaan yang Baik di Indonesia, atau Peraturan
Bursa Efek Indonesia, atau Peraturan bapepam atau praktek-praktek terbaik secara
global,tetapi penentuan akhir arah yang akan dituju perseroan diputuskan oleh
Direksi, dengan memperhatikan masukan dari Dewan Komisaris dan Rapat
Umum Pemegang Saham dengan selalu berlandaskan ketentuan hukum yang
berlaku di Indonesia. Dalam kaitan dengan kedua prinsip tersebut, penelitian di
PT.AI menunjukan bahwa prinsip Fiduciary duty Direksi dan Good Corporate
Governance tidak dapat dipisahkan dan menjadi tolok ukur bagi tindakan
pengurusan yang dilakukan oleh Direksi, sehingga terhindar dari resiko perseroan
dan atau pertanggungjawaban pribadi Direksi akibat adanya pelanggaran fiduciary
duty.

Abstract
This thesis focuses on the Board of Director?s role in a limited liability company
as a key role in the company. There exists interdependency between Directors and
the Corporation in which the company may not be able to run the business without
the Directors as well as the Director?s position is depend on the existence of the
company. Corporate management is depend on the implementation on fiduciary
duty with boundaries set forth in prevailing laws and/or Articles of Association,
and also Good Corporate Governance principles. The main goals is increasing
shareholder value and ultimately getting trust from the stakeholder. Whether the
direction for Corporate Governance guidelines comes from the Indonesia Good
Corporate Governance Guideline, the Indonesia Stock Exchange or Bapepam
regulations, or global best practices, the final determination of company direction
rests with the Board of Directors, the Board of Commissioners and ultimately
with the General Meeting of Shareholders, however, all approaches must conform
strictly to Indonesian Law. Referring to both principles, the research in PT.AI
shows that either Fiduciary duty or Good Corporate Governance can be
implemented simultaneously and also can be used as a tools to evaluate the
Director?s management actions thus to avoid the company risks and the Director?s
personal liability in case he breach the fiduciary duty."
2012
T31265
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sitindaon, Jansen
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T37082
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Handayani
"Produk obligasi syariah Ijarah yang diterbitkan PT. Matahari Putra Prima Tbk. merupakan produk baru di dalam dunia pasar modal. Terhadap penerbitan suatu obligasi syariah harus diterapkan prinsip-prinsip syariah yang sesuai dengan akad syariah yang digunakan. Tetapi hingga saat ini belum ada peraturan khusus yang dibuat untuk menjadi payung hukum bagi produk obligasi syariah ini. Dalam obligasi syariah akad ijarah pemegang obligasi merupakan pemilik dari suatu hak sewa atas gedung.
Metode penelitian yang dipergunakan adalah ekploratoris dan ekplanatoris yang bertujuan untuk menguraikan dan memperdalam mengenai obligasi syariah Ijarah terutama bentuk produk obligasi syariah Ijarah PT. Matahari Putra Prima, Tbk. juga untuk mengetahui mekanisme penerbitan obligasi syariah Ijarah tersebut. Selain itu, akan dibahas pula mengenai aspek perlindungan dari pemegang obligasi syariah ijarah. Meski memakai nama obligasi tetapi secara substansi produk ini memiliki perbedaan karakteristik dengan obligasi konvensional, yakni bahwa ia bukan merupakan suatu surat utang atas pinjaman seperti yang terjadi pada obligasi konvensional. Kewajiban membayar ada dikarenakan adanya underlying asset yang menjadi dasar transaksi.
Belum adanya undang-undang yang secara khusus mengatur produk obligasi syariah menyebabkan obligasi ini masih dipersamakan secara hukum dengan obligasi konvensional yakni ia tunduk pada undang-undang yang berlaku dalam pasar modal, yang membedakan hanyalah pada penerbitannya dibentuk suatu Tim Ahli Syariah sebagai pihak yang mengawasi penerapan aspek syariah. Investor obligasi syariah ijarah PT. Matahari Putra Prima, Tbk. selain memperhatikan kehalalan juga masih sangat memperhatikan aspek perlindungan atas dana yang diinvestasikan. Salah satu bentuk perlindungan hukum tersebut tercipta dengan diterapkannya prinsip Good Corporate Governance oleh perusahaan penerbit obligasi syariah ijarah seperti prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dan responsibilitas."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S23793
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruth Elisabet Ivana
"Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan mengenai dugaan praktik window dressing di dalam kasus PT Garuda Indonesia Tbk, dan perlindungan investor yang diberikan terhadap praktik tersebut. Hal -hal yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya : (1) proses terjadinya dugaan praktik window dressing di dalam laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk dan (2) perbandingan perlindungan terhadap investor PT Garuda Indonesia Tbk dengan investor di Amerika dalam praktik window dressing. Metode penelitian yang digunakan adalah normatif dengan sumber data yang diperoleh dari studi kepustakaan. Penelitian ini menemukan hasil berupa dugaan praktik window dressing dalam kasus PT Garuda Indonesia Tbk terjadi karena PT Garuda Indonesia mencatatkan pendapatan yang pada faktanya belum diterima. Penelitian ini juga menemukan bahwa perlindungan investor pada saat terjadinya kasus PT Garuda Indonesia belum sebaik perlindungan investor di Amerika Serikat, karena pada saat tersebut tidak ada perlindungan investor di dalam bentuk ganti rugi. Perlindungan dalam bentuk ganti rugi sudah ada di Amerika Serikat dengan metode Fair Fund yang diatur di dalam Sarbanes-Oxley Act sejak tahun 2002. Perlindungan dalam bentuk ganti rugi baru ada setelah kasus PT Garuda Indonesia melalui Ketentuan POJK No.65/POJK.04/2020, meskipun demikian ketentuan yang mengatur mengenai perlindungan ganti rugi tersebut belum lengkap. Penulis berpendapat bahwa Indonesia seharusnya mengadopsi Sarbanes-Oxley Act ke dalam Undang-Undang Pasar Modal.

This research addresses the presumption of window dressing practice in PT. Garuda Indonesia Tbk cases and how investor protection is provided. This research will cover: (1)  the process of presumption window dressing on the financial statements of PT. Garuda Indonesia Tbk; and (2) a comparative study of the investor’s protection in Indonesia and the United States in window dressing cases. This research applies normative methods by collecting sources of variant data from the literature studies. In this research, the researcher discovered the presumption of window dressing practice in the PT. Garuda Indonesia Tbk cases occurred by the reason PT. Garuda Indonesia posted their future receivables as income on their financial statement. Throughout this research, it is also encountered that the investor's protection in the case of PT. Garuda Indonesia Tbk was not as good as investor protection in the United States, for, at that time, there was no known damage compensation for investor protection. The United States government has provided investor protection compensation in the form of a “Fair Fund” by passing Sarbanes-Oxley Act in 2002. In Indonesia, the provision of investor protection in compensation was passed long after PT. Garuda Indonesia Tbk’ cases. Such regulation was passed by the provision of the Financial Services Authority POJK No.65/POJK.04/2020. Such provision of compensation, nonetheless, was uncompleted. The researcher concludes that Indonesia should adopt the Sarbanes-Oxley Act to the Capital market Act."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>