Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 204395 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Budy Pranowo Adi Nugroho
"Dalam Kontrak Production Sharing, hasil bagi seluruh kegiatan operasi penambangan minyak yang berupa minyak mentah, akan dibagi antara Pemerintah dengan Kontraktor dengan proporsi yang sudah ditentukan dalam kontrak. Bagian kontraktor (contractor's share) tersebut sudah termasuk pembayaran pajak. Bagian kontraktor akan selalu sama walaupun tarif pajaknya berubah.
Dalam aktivitasnya di Indonesia, sangat memungkinkan diperolehnya tambahan kemampuan ekonomis dari kegiatan dan modal atau asset yang dimiliki atau dikuasai oleh kontraktor, baik yang mempunyai kaitan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan operasi penambangan minyak dan gas bumi dalam Kontrak Production Sharing. Tambahan kemampuan ekonomis tersebut menurut Undang-Undang Perpajakan adalah penghasilan yang harus dikenai pajak.
Di dalam Kontrak Production Sharing dengan bentuk Joint Operating Body (PSC-JOB), Pertamina mempunyai partisipasi kepemilikan (Pertamina Participating Interest) pada operasi Kontraktor dengan perbandingan sebesar 50 : 50. Dengan adanya partisipasi kepemilikan tersebut, Pertamina ikut menanggung biaya-biaya yang diperlukan dalam operasi di suatu Wilayah Kerja Pertambangan yang dikerjakan bersama antara Kontraktor dan Pertamina. Karena Pertamina belum bisa melaksanakan kewajiban pendanaan untuk keperluan operasi tersebut, maka Kontraktor akan menalangi terlebih dahulu seluruh biaya operasi yang menjadi tanggung jawab Pertamina. Apabila atas Wilayah Kerja Pertambangan yang dioperasikan bersama tersebut sudah berproduksi, maka Pertamina akan mengembalikan biaya operasi yang menjadi tanggung jawabnya dalam bentuk minyak mentah (crude oil) ditambah dengan sejumlah tambahan minyak mentah. Sejumlah tambahan minyak mentah yang diberikan kepada kontaktor sebagai kompensasi atas menalangi dana operasi yang menjadi tanggung jawab Pertatnina inilah yang dalam Kontrak Production Sharing disebut uplift.
Dalam pelaksanaan di lapangan masih terjadi perbedaan pendapat antara Pemerintah (Direktorat Jenderal Pajak) dengan Kontraktor mengenai perlakuan perpajakan atas uplift. Kontraktor tidak bersedia dikenakan pajak atas uplift dengan alasan bahwa uplift tersebut tidak ada hubungannya dengan operasi perminyakan (petroleum operation) dan bukan merupakan insentif bagi Kontraktor. Alasan lain yang dikemukakan oleh Kontraktor atas ketidaksetujuannya dikenakan pajak atas uplift adalah berdasarkan kontrak. hasil minyak yang diperoleh Kontraktor adalah sudah termasuk pajak (include tax). Di pihak Direktorat Jenderal Pajak sendiri masih terjadi perdebatan mengenai perlakuan pajak penghasilan yang tepat atas uplift. Hal inilah yang menjadi permasalahan pokok dalam penelitian ini.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tentang penghasilan dan tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis. Pemilihan tipe ini didasarkan atas pertimbangan bahwa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk meneliti apakan uplift memenuhi konsep penghasilan berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan, dan apabila memenuhi konsep penghasilan bagaimanakah perlakuan perpajakan yang tepat atas uplift tersebut serta menganalisis permasalahan yang akan dihadapi dalam implementasi perlakuan perpajakan di lapangan. Sedangkan Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui studi kepustakaan dan studi lapangan dengan melakukan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa uplift memenuhi konsep penghasilan berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan. Sedangkan perlakuan perpajakan yang tepat atas uplift adalah dikenakan pajak berdasarkan basis netto dengan tarif pajak sesuai dengan tarif Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan karena timbulnya uplift terdapat hubungan efektif kegiatan usaha kontraktor sebagai bentuk usaha tetap di Indonesia, maka uplift merupakan bagian dari business income dan suatu bentuk usaha tetap. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penghasilan atas uplift merupakan potensi pajak dari sektor minyak dan gas bumi yang belum tergali karena berdasarkan mekanisme pembagian hasil berdasarkan kontrak, uplift belum dimasukkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak. Kendala dalam dalam mengenakan pajak atas uplift karena adanya peraturan khusus (lex specialis) berupa Keputusan Menteri Keuangan yang mengatur ketentuan formal dan material yang masih berlaku sarnpai sekarang.
Saran yang diberikan berdasarkan penelitian ini adalah seyogyanya ada harmonisasi antara ketentuan perpajakan dengan ketentuan teknis dalam kontrak dan peraturan pelaksanaan yang mengatur ketentuan formal dan material perpajakan dalam pelaksanaan kontrak, dan menerbitkan penegasan mengenai pelakuan perpajakan atas uplift serta mengganti Keputusan Menteri Keuangan yang mengatur ketentuan formal pemenuhan kewajiban pajak Kontraktor Production Sharing.

According to the law of Natural Oil and Gas in a Production sharing contract in Indonesia, the total production of all oil-mining operations, which is crude oil, is to be shared between the Government and the contractor with agreed proportion as outlined in the contract The contractor's share includes tax and it will remain the same even though the tax tariff would change.
In Indonesia, it is possible to get an economical added value from the activity conducted and from the capital or the assets owned or dominated by the contractor, which are either directly or not-directly involved in the natural oil and gas mining operation in the Production Sharing contract. According to the Tax Law and Regulations, the economical added value is considered as a taxable income.
According to the Production Sharing Contract - Joint Operating Body (P SC-JOB), Pertamina holds the participating interest of the contractor's operation with 50:50 proportion/comparison. Therefore, Pertamina is also responsible for the operational costs that may occur in the oil field, where they conduct the activity together. Should Pertamina is not able to take the financial responsibility during the operation; the contractor may give them an advance on the operational costs. Once the mine produces oil, Pertamina will then be responsible to pay all advances back to the contractor in a form of crude oil production plus some additional crude oil. This additional crude oil is compensation from Pertamina given to the contractor for giving them advances. In the Production Sharing Contract term, this compensation is called Uplift.
In the implementation in the field, there is a dispute over the tax for uplift between the Government (in this case is the Directorate General of Tax) and the contractor. Contractor refuses to pay tax on uplift because according to them, uplift has nothing to do with the petroleum operation and it is not an incentive either. In addition, according to the contract, the oil production received by the contractor is including tax. While in the Directorate General of Tax itself, there are also pros and cons about what most suitable income tax that should be charged to uplift. This is the main topic of this research.
The type of research used here is descriptive analysis. The consideration of using this type is to find out whether Uplift complies with the income concept according to the Income Tax Regulation. If so, then what would be the most suitable tax assessment for uplift, also, the analysis of the problem that may occur during implementation. The data of this research was collected from book references and through interview in the field.
Research showed that uplift complies with the income concept according to the Income Tax Regulation (Law). The most suitable tax assessment on uplift is a net basis tax with tariff as outlined in the Article 17 of Income Tax Regulation. Since the uplift occurred as a result of an effective activity conducted by the contractor as a fixed business in Indonesia, therefore, uplift is considered as part of the business income of a fixed business.
Research also showed that the income of uplift is potency for tax from natural oil and gas, which have not been explored yet, because, according to the sharing contract mechanism, uplift is not yet included in the taxable income roll. The problem is because there is a special rule (lex specialist) that still valid, that is Finance Ministerial Decree about formal regulation and material.
Based on the research, it is suggested that there should be a harmony between the tax and technical regulations in the contract and the implementation regulations that should outline the formal policy as well as the tax. Also, to issue a regulation about tax on uplift and to replace the existing Finance Ministerial Decree about the tax responsibility of a contractor in the Production Sharing contract.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14059
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Widyastuti
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S22897
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernadetta Andalutsi Hemawati
"Perkembangan sistem perpajakan Indonesia senantiasa berusaha mewujudkan keadilan dan netralitas perpajakan. Sejalan dengan usaha tersebut, pemerintah menentukan batas waktu pemberian fasilitas penundaan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang selama ini dinikmati oleh para wajib pajak. Upaya tersebut tentunya harus memperhatikan konsistensi yuridis serta dampak permasalahan yang timbul dari penerapan kebijakan tersebut.
Penerapan kebijakan mengakhiri fasilitas penundaan pembayaran PPN terhadap Kontrak Production Sharing dan Kontrak Operasi Bersama oleh pihak Fiskus dengan pertimbangan meningkatkan penerimaan pajak, pada kenyataannya menimbulkan persengketaan.
Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk mengetahui sebab-sebab timbulnya sengketa pajak antara Fiskus dengan Kontraktor Kontrak Production Sharing dan Kontrak Operasi Bersama sehubungan dengan berakhirnya fasilitas penundaan pembayaran PPN, usaha-usaha penyelesaian yang telah dilakukan, serta pengaruh persengketaan tersebut terhadap minat para kontraktor untuk melakukan investasi baru di Indonesia.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analisis kualitatif, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara dan kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat inkonsistensi yuridis pada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai fasilitas penundaan pembayaran PPN bagi Kontrak Production Sharing dan Kontrak Operasi Bersama, sehingga menimbulkan persengketaan dalam penerapannya.
Inkonsistensi kebijakan perpajakan tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum dimana mengakibatkan wajib pajak merasa diperlakukan tidak adil. Sebagai upaya menyelesaikan persengketaan pajak yang terjadi, para kontraktor mengajukan keberatan dan banding. Usaha Direktorat Jenderal Pajak meningkatkan penerimaan negara dengan menerbitkan SKPKB PPN ditunda yang pada akhirnya menimbulkan sengketa pajak pada industri minyak, gas bumi dan panas bumi, tampaknya secara ekonomi makro perlu dikaji Iebih mendalam.
Dalam menerbitkan SKPKB kepada wajib pajak, disarankan kepada pihak Fiskus hendaknya senantiasa memperhatikan pemenuhan aspek yuridisnya. Penerbitan SKPKB yang hanya bertumpu pada kepentingan penerimaan pajak semata, pada akhirnya hanya menimbulkan sengketa pajak dengan pihak wajib pajak, dimana sepatutnya dihindari."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T2409
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmat Ramdan Zubir
"Industri perminyakan merupakan suatu bisnis yang penuh risiko teknik, operasional, politik maupun ekonomi- Risiko ekonomi biasanya terutama disebabkan oleh perkembangan harga minyak dan kebijakan negara yang bersangkutan dalam menentukan keuntungan yang wajar (reasonable return) bagi perusahaan minyak Kontraktor Production Sharing (KPS) melalui kebijakan fiskal maupun non fiskal.
Dalam mengembangkan industri migas secara optimal, Pemerintah ingin memberikan insentif-insentif yang menarik agar para investor kontraktor producing sharing tertarik menanamkan investasinya di Indonesia dalam bidang migas. Namun demikian Pemerintah c.q. Direktorat Jenderal Pajak memiliki sikap yang dapat dikatakan kontradiktif. Pokok permasalahannya, pada satu sisi pemerintah menginginkan adanya peningkatan aktivitas di bidang industri minyak dan gas bumi dengan memberikan kemudahan-kemudahan kepada Kontraktor Production Sharing dalam bentuk insentif/pembagian keuntungan yang lebih menarik, agar penerimaan negara dan hasil minyak bertambah dan aktivitas eksplorasi dan eksploitasi tumbuh terutama untuk Indonesia bagian timur, tetapi di lain pihak, saat ini pemerintah c.q. Direktorat Jenderal Pajak sedang melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan pajak dan memperluas subjek dan objek pajak, dalam hal ini Kontraktor Producing Sharing menjadi suatu target dan berpotensi didalam penerimaan pajak. Dampak dari perluasan dan intensifikasi pajak ini secara langsung dapat menaikan biaya operasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi penerimaan negara dari sektor minyak dan gas bumi dan akhirnya akan berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi lainnya, seperti energi, penggerak mekanisme industri, teknologi, komunikasi, transportasi dan juga rumah tangga, yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap investasi jangka panjang.
Dilatarbelakangi permasalahan tersebut, Penulis melakukan berbagai pengujian untuk mencari suatu solusi agar para Kontraktor Producing Sharing mendapatkan suatu kepastian hukum dalam melaksanakan aktivitasnya.
Pengujian dilakukan Penulis terutama dengan menggunakan metodologi observasi langsung dan studi pustaka. Dari pengujian yang dilakukan, Penulis menyimpulkan bahwa ada perbedaan persepsi antar badan Pemerintah dalam mengimplentasikan peraturan-peraturan yang terkait dengan perpajakan Kontraktor Producing Sharing. Agar tidak terjadi perbedaan persepsi, Penulis menyarankan agar Undang-undang migas direvisi dan disinkronisasi dengan undang-undang di bidang perpajakan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muda Markus
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rumingraras Widowathi
"Skripsi ini membahas tentang perbandingan pengikatan jaminan atas participating interest dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi menurut Sistem Konsesi dengan Sistem Kontrak Bagi Hasil di Indonesia. Dari hasil penelitian ini bertujuan untuk menemukan sistem Kontrak Migas yang tepat dalam melakukan pengikatan jaminan atas participating interest. Penelitian ini adalah penelitian normatif yang dianalisa secara kualitatif. Hasil penelitian menyatakan bahwa pengikatan jaminan atas participating interest lebih ideal dilakukan dalam Sistem Konsesi dan menyarankan bahwa pengikatan penjaminan atas participating interest sebaiknya tidak dilakukan di dalam Sistem Kontrak Bagi Hasil yang dianut Indonesia.

Abstract
In this thesis, I present a theoretical analysis and comparison of pledging participating interest as collateral in concession system and Production Sharing Contract System in Indonesia. The aim of the thesis is therefore finding a system of oil and gas contract which suitable to do a pledging of participating interest as collateral. This thesis use normative research and qualitative methods. The thesis results stated that the implications of pledging participating interest under Concession System is more suitable than in Production Sharing Contract in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S468
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Putri Wohon
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S24611
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>