Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164428 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iva Shofiya
"ABSTRAK
Geliat pertumbuhan ekonomi semakin hari semakin
kompetitif. Setiap pengusaha berusaha menjadi pemenang dalam
kompetisi mendapatkan konsumen guna mencapai kesuksesan
dalam pendapatan. Dengan adanya kompetisi menyebabkan usaha
menjadi lebih berkembang, sehingga setiap pengusaha berusaha
memenangkan kompetisi yang ada.
Adanya merek terhadap suatu produk barang/jasa
inilah yang menjadikan ajang persaingan dari pengusaha untuk
memasarkan produknya. Hal ini kerap kali memunculkan adanya
persaingan yang tidak sehat diantara para pengusaha dalam
penggunaan merek pada produk barang atau jasa yang
diproduksinya. Antara lain dengan memalsu, meniru, ataupun
membonceng reputasi dari suatu merek dari produk barang/jasa
yang telah dikenal baik oleh konsumen guna mendapatkan
keuntungan yang semuanya itu merupakan hal yang tidak
baik/tidak etis.
Pendaftaran dan penggunaan merek yang didasari
dengan itikad tidak baik selayaknya tidak mendapatkan
perlindungan, sehingga banyak sengketa yang timbul
diakibatkan adanya penyimpangan terhadap asas itikad baik.
Sedangkan pendaftaran dan penggunaan merek didasari dengan
itikad baiklah yang seharusnya mendapatkan perlindungan
hukum.
Melalui skripsi ini penulis melakukan pembahasan
bagaimana sebuah kompetisi dibidang merek yang mengakibatkan
adanya penyimpangan asas itikad baik dan menimbulkan
sengketa merek. Bagaimana penerapan peraturan hukum merek di
Indonesia dalam mengantisipasi timbulnya pelanggaran
dibidang merek.
Penulis berusaha menjelaskan mengenai permasalahan
ini dengan mencoba melihat pada praktek yang terjadi pada
Direktorat Merek yang merupakan bagian dari Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, dibawah Departemen
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia."
2006
S24254
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Gatot Supramono
Jakarta: Djambatan, 1996
346.048 8 GAT p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Azzahra Abdul Kadir Said Alwini
""upcycling" dalam tren fesyen untuk mendukung kehidupan yang lebih berkelanjutan. Upcycling adalah kegiatan mengubah atau memodifikasi barang bekas menjadi barang baru dengan nilai tambah. Diharapkan upcycling dapat memperlambat produksi limbah fashion yang mencemari lingkungan dan mengurangi fast fashion. Dalam industri fesyen, upcycling dianggap sebagai tren yang revolusioner karena produk upcycling menawarkan nilai keunikan dan kreativitas. Meskipun gerakan upcycling dianggap bermanfaat bagi lingkungan dan industri fesyen, tetapi muncul isu hukum kekayaan intelektual ketika barang bekas merek terkenal digunakan untuk upcycling. Penggunaan barang bekas bermerek terkenal dianggap dapat merusak citra, reputasi, dan kredibilitas merek terkenal. The Agreement on Trade-Related of Intellectual Property Rights Pasal 6 mengatur bahwa negara anggota dapat menggunakan prinsip exhaustion untuk menyelesaikan sengketa kekayaan intelektual. Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif untuk menganalisis apakah kegiatan upcycling terhadap barang bekas merek terkenal dapat berakibat pelanggaran merek terkenal dan apakah doktrin exhaustion dapat digunakan sebagai pembelaan oleh penjual produk upcycling untuk mempertahankan kedudukannya.Melemahnya kemampuan bumi untuk menampung pertumbuhan populasi dunia telah mendorong munculnya gerakan "upcycling" dalam tren fesyen untuk mendukung kehidupan yang lebih berkelanjutan. Upcycling adalah kegiatan mengubah atau memodifikasi barang bekas menjadi barang baru dengan nilai tambah. Diharapkan upcycling dapat memperlambat produksi limbah fashion yang mencemari lingkungan dan mengurangi fast fashion. Dalam industri fesyen, upcycling dianggap sebagai tren yang revolusioner karena produk upcycling menawarkan nilai keunikan dan kreativitas. Meskipun gerakan upcycling dianggap bermanfaat bagi lingkungan dan industri fesyen, tetapi muncul isu hukum kekayaan intelektual ketika barang bekas merek terkenal digunakan untuk upcycling. Penggunaan barang bekas bermerek terkenal dianggap dapat merusak citra, reputasi, dan kredibilitas merek terkenal. The Agreement on Trade-Related of Intellectual Property Rights Pasal 6 mengatur bahwa negara anggota dapat menggunakan prinsip exhaustion untuk menyelesaikan sengketa kekayaan intelektual. Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif untuk menganalisis apakah kegiatan upcycling terhadap barang bekas merek terkenal dapat berakibat pelanggaran merek terkenal dan apakah doktrin exhaustion dapat digunakan sebagai pembelaan oleh penjual produk upcycling untuk mempertahankan kedudukannya.

The declining capability of the earth to support the world's population has led to the emergence of the sustainable fashion trend of "upcycling". Upcycling involves modifying used goods to create new ones with added value, with the goal of slowing down the fashion industry's disposal of waste and reducing the fast fashion movement. Although upcycling is considered revolutionary, there is a legal issue when using second-hand goods from well-known trademarks. Although the upcycler legally owns the product, the use of goods from well-known trademarks in their upcycling product could damage the well-known trademark reputation and cause consumer confusion when they sell it. The exhaustion principle is outlined in the Agreement on Trade-Related of Intellectual Property Rights Article 6 and said it may be used to settle intellectual property disputes. With juridical normative research method, this thesis will analyze whether there is a trademark infringement in the activity of upcycling using used goods from well-known trademarks. This thesis will also analyze whether the exhaustion doctrine can be used to solve the matter that arises. Moreover, can it be utilized as a defense argument for the upcycler in court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sri Milawati Asshagab
"Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek menyatakan bahwa merek dalam dunia perdagangan atau jasa memegang peranan penting untuk mencegah adanya perbuatan curang atau persaingan usaha tidak sehat, terutama dalam era perdagangan global saat ini. Atas dasar itulah, merek sebagai salah satu hasil karya manusia harus mendapatkan perlindungan hukum yang memadai. Untuk mendapatkan perlindungan tersebut, maka suatu merek harus didaftarkan terlebih dahulu kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI). Pada dasarnya, untuk dapat memperoleh sertifikat merek, suatu merek harus melalui beberapa tahap pemeriksaan, mulai dari pemeriksaan formalitas hingga pemeriksaan substantif. Pada tahap itulah dilakukan penilaian apakah merek tersebut tergolong sebagai merek yang dapat didaftar atau harus ditolak oleh Ditjen HKI. Penilaian tersebut memang sangat bersifat subyektif, sehingga sering kali terdapat merek yang lolos pemeriksaan pada Ditjen HKI dan telah terdaftar, namun ada pihak lainnya yang merasa merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek miliknya. Oleh karena itu, perlindungan terhadap suatu merek tidaklah bersifat mutlak. Apabila terdapat pihak yang merasa merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek miliknya, maka ia dapat mengajukan gugatan pembatalan merek ke pengadilan niaga dengan alasan adanya itikad tidak baik dari pemilik merek dalam mendaftarkan mereknya. Pengadilan memeriksa adanya itikad tidak baik tersebut dari adanya persamaan pada pokoknya yang terdapat dalam merek milik pemohon dengan merek terkenal atau merek orang lain yang telah terdaftar terlebih dahulu. Untuk itu, tidak ada cara lain selain memperbandingkan kedua merek yang bersangkutan. Adapun hukum acara yang digunakan adalah hukum acara perdata, dengan masa sidang paling lama 60 (enam puluh) hari setelah gugatan didaftarkan. Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa adanya inkonsistensi putusan majelis hakim pengadilan niaga dan Mahkamah Agung dalam memeriksa kasus-kasus gugatan pembatalan merek, terutama dalam mengartikan persamaan pada pokoknya sebagai indikator itikad tidak baik dalam pendaftaran suatu merek. Jadi, disarankan untuk meminimalisasi perbedaan di antara para hakim maupun pemeriksa merek di Ditjen HKI dan agar majelis hakim mempunyai satu pandangan, pengertian, dan persepsi yang sama dalam memutuskan perkara yang sama, maka perlu dibuatkan pedoman yang baku oleh instansi berwenang, Ditjen HKI, mengenai batasan yang jelas tentang itikad tidak baik, persamaan pada pokoknya, dan merek terkenal.

Law No. 15 of 2001 about Trademark stated that the Trademark in the world of commerce or service plays an important role to prevent any fraudulent or unfair business competition, especially in this era of global trade today. For this reason, the trademark as one of the work of man must have adequate legal protection. To obtain such protection, then a trademark must be registered prior to the Directorate General of Intellectual Property Rights (IPR DG). Basically, in order to obtain a certificate trademark, a trademark must go through several stages of inspection, from examination of formalities to examination of substantive. At that stage performed an assessment of whether the trademark is considered as a trademark that can be listed or be rejected by the Directorate General of Intellectual Property Rights. These assessments are highly subjective, so often times there are trademark that pass inspection at the Directorate General of IPR and has been registered, but there are others who feel the trademark has in common with the essence of his trademark. Therefore, the protection of a trademark is not an absolute one. If there are those who may have a common trademark in principle with his own trademark, then they can file suit in court cancellation commercial trademark on the grounds of bad faith from the owner to register the tardemark in its trademarks. The court did not examine whether the faith of the equation is essentially contained in the applicant's mark with a famous trademark or another trademark that has been registered beforehand. For that, there is no other way than to compare the two trademarks in question. The procedural law which is civil procedural law, a trial period not exceeding 60 (sixty) days after the lawsuit filed. Of research has been conducted, obtained results that the judges' verdict inconsistency commercial courts and the Supreme Court in examining the cases of cancellation lawsuit trademarks, especially the meaning of equality in principle as an indicator of bad faith in registration of a mark. Thus, it is recommended to minimize the differences between the judges and inspectors of the trademark in Directorate General of IPR and that the judges had a vision, understanding, and the same perception in deciding the same case, the guidelines need to be made a standard by the relevant authorities, the Directorate General of IPR, the clear limits of faith is not good, equality in essence, and brands."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S22642
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2004
S24232
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nani Nuraeni
"Skripsi ini membahas tentang ketentuan persamaan pada pokoknya dalam sebuah merek berdasarkan pada doktrin-doktrin merek yang dianut dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Doktrin-doktrin merek tersebut menjadi dasar pengujian dalam penolakan pendaftaran merek, oposisi, pembatalan , dan juga salah satu dasar gugatan dalam sebuah pelanggaran merek. Sebagai pembanding tentang ketentuan tersebut digunakan ketentuan yang dianut sistem Amerika Serikat dan Masyarakat Uni Eropa ( European Economic Community). Untuk memahami konsistensi penerapan ketentuan tersebut dalam kasus digunakan dua buah kasus yaitu kasus sengketa merek antara Extra Joss melawan Enerjos dan Kasus IKEA dengan IKEMA. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif dengan desain preskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat inkonsistensi dalam penerapannya doktrindoktrin merek, sehingga diperlukan beberapa revisi terhadap undang-undang yang berlaku saat ini.

This thesis investigated the use of likelihood of confusion clause from its doctrine point of view as stated in Indonesia’s Mark Law No. 15 Year 2001.The doctrines serve as grounds for refusing registration, opposing application, canceling registration, and for claiming infringment of mark. The U.S System and Europan Economic Community (EEC) sytems are used as comparison to the Indonesian law. To understand the application of the doctrines in cases, two cases were selected, which are Extra Joss versus Enerjos and IKEA versus IKEMA. This thesis used doctrinal method as a research method with prescriptif design. The study found that there are inconsistencies in the application of the mark doctrines therefore some revisions to the law should be made accordingly."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54072
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cita Citrawinda Noerhadi
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2020
346.048 CIT p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Soegondo Soemodiredjo
Djakarta: Lembaga Administrasi Negara, 1963
348.048 SOE m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>