Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160962 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Desi Rutvikasari
"Skripsi ini membahas penerapan frase ‘under the law of which’ dalam Pasal V (1) (e) Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 oleh Pengadilan Indonesia dalam Perkara Karaha Bodas. Penerapan oleh Pengadilan Indonesia ini akan dibandingkan dengan satu putusan dari Pengadilan India dan dua putusan dari Pengadilan Amerika Serikat. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif analitis. Hasil penelitian ini di antaranya menyarankan agar sebuah klausula arbitrase disusun dengan hati-hati dan para pihak yang berarbitrase memiliki itikad baik untuk melaksanakan suatu putusan arbitrase.

This study is to analyse the interpretation of the phrase ‘under the law of which in Article V (1) (e) Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 by Indonesian Court. The interpretation is compared to that of Indian and American Court. The researcher suggests that the parties to a contract draft their arbitration clause carefully and undertake to carry out the arbitral award with good faith. This is a quantitative and descriptive-analytical research."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S26141
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Irvena Ayunya Dewanto
"Penelitian ini meninjau mengenai penerapan Article V(1)(b) Konvensi New York 1958 dalam permohonan pelaksanaan putusan arbitrase asing pada pengadilan Amerika Serikat dan Inggris, dengan menggunakan metode yuridis normatif melalui studi kepustakaan. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa Amerika Serikat dan Inggris merupakan negara anggota peserta Konvensi New York 1958 yang telah menerapkan reciprocity reservation berdasarkan Article I(3) konvensi tersebut. Penerapan Article V(1)(b) di kedua negara tersebut tunduk pada standar hukum nasional masing-masing mengenai due process. Sebagaimana dapat dilihat dalam kasus CEEG (Shanghai) Solar Science & Technology Co. Ltd. V. Lumos LLC, Tianjin Port Free Trade Zone Int'l Trade Serv. Co. v. Tiancheng Chempharm, Inc. U.S. dan Zavod Ekran Oao v. Magneco Metrel UK Ltd, pengadilan menerapkan standar yang berbeda dan memiliki pertimbangan yang berbeda dalam menentukan apakah telah terjadi pelanggaran terhadap Article V(1)(b) Konvensi New York 1958.

This research attempts to examine the application of Article V(1)(b) of the 1958 New York Convention in the application for enforcement of foreign arbitral awards in the United States and England Court, using the juridical normative research method through literature studies. The findings of this research shows that the United States of America and England are parties to the 1958 New York Convention and have implemented the reciprocity reservation based on Article I(3) of the convention. The application of Article V(1)(b) in both countries is subject to the due process standard in each of their respective national laws. As seen from the cases of CEEG (Shanghai) Solar Science & Technology Co. Ltd. V. Lumos LLC, Tianjin Port Free Trade Zone Int'l Trade Serv. Co. v. Tiancheng Chempharm, Inc. U.S., and Zavod Ekran Oao v. Magneco Metrel UK Ltd, the courts have applied different standards and have set forth different considerations in determining whether there has been a breach of Article V(1)(b) of the 1958 New York Convention."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Ully Puspita Rana
"Tesis ini membahas mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing di Indonesia. Indonesia telah mengaksesi Konvensi New York 1958 sejak 1981 yang berarti Indonesia tunduk pada konvensi untuk mengakui dan melaksanakan putusan dari arbitrase asing. Selanjutnya Indonesia membuat Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing sebagai peraturan pelaksana dan mengisi kekosongan dari peraturan hukum. Pada tahun 1990 dibuat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang memuat peraturan mengenai arbitrase asing. Meskipun telah terdapatnya aturan yang mengatur mengenai putusan arbitrase asing akan tetapi pelaksanaan dari putusan arbitrase asing belum berjalan dengan baik. Indonesia dianggap sebagai “unfriendly arbitration state” yang terkadang sulit untuk melaksanakan putusan arbitrase, terutama yang melibatkan pihak asing. Pelaksanaan ini menjadi penting sebab penyelesaian sengketa kerap menjadi pilihan utama bagi investor asing. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah doktrinal terhadap bahan hukum serta dilakukan studi putusan dengan Nomor Putusan 26/PK/Pdt.Sus-Arbt/2016, Putusan Nomor 88 PK/Pdt.Sus-Arbt/2014, Putusan Nomor 795 K/Pdt.Sus-Arbt/2017. Putusan Nomor 154 K/Pdt/2018. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia telah memiliki ketentuan hukum mengenai putusan arbitrase asing. Pada studi putusan menunjukkan terdapat satu putusan yang ditolak dan tiga putusan yang diterima untuk diakui akan tetapi pihak yang kalah dalam putusan tersebut mengajukan upaya hukum sehingga putusan arbitrase asing tidak berjalan. Efektivitas dari putusan arbitrase belum berlaku efektif.

This thesis discusses the recognition and implementation of foreign arbitration awards in Indonesia. Indonesia has acceded to the 1958 New York Convention since 1981, which means that Indonesia is subject to the convention to recognize and enforce awards from foreign arbitration. Furthermore, Indonesia made Supreme Court Regulation Number 1 of 1990 Concerning Procedures for Executing Foreign Arbitration Awards as implementing regulations and filling the gaps in legal regulations. In 1990 Law Number 30 of 1999 Concerning Arbitration and Alternative Dispute Resolution was enacted which contained regulations regarding foreign arbitration. Even though there are rules governing foreign arbitration awards, the implementation of foreign arbitration awards has not gone well. Indonesia is considered an “unfriendly arbitration state” where it is sometimes difficult to implement arbitration awards, especially those involving foreign parties. This implementation is important because dispute resolution is often the main choice for foreign investors. The research method used in this research is doctrine on legal materials and a decision study was carried out with Decision Number 26/PK/Pdt.Sus-Arbt/2016, Decision Number 88 PK/Pdt.Sus-Arbt/2014, Decision Number 795 K/Pdt.Sus-Arbt/2017, Decision Number 154 K/Pdt/2018. The research results show that Indonesia has legal provisions regarding foreign arbitration awards. The study of decisions shows that there was one decision that was rejected and three decisions that were accepted to be recognized, but the party who lost the decision filed legal action so that the foreign arbitration award did not take effect. The effectiveness of the arbitration award has not yet become effective."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky Hendrika
"Forum Arbitrase merupakkan forum penyelesaian sengketa yang acapkali dipilih oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa perjanjian perdagangan karena alasan-alasan efektivitas dan biayanya yang murah. Namun dengan perkembangan perekonomian dunia yang diiringi dengan kebebasan para pihak dalam hal menerapkan Pilihan Forum, hasil penyelesaian sengketa demikian berpotensi untuk mengandung unsur-unsur asing sebagai akibat dari para pihak yang tunduk pada sistem hukum yang berbeda, terletak pada wilayah hukum yang berbeda, dan/atau bahkan memilih forum Arbitrase asing yang tunduk pada ketentuan hukum yang berlainan dari pihak dalam perjanjian perdagangan tersebut. Kemudian dalam keberlakuannya, putusan Arbitrase dapat dimintakan permohonan pembatalannya ke pengadilan negeri. Meskipun demikian, Indonesia yang memiliki ketentuan hukum Arbitrase nya sendiri, yakni UU No, 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UUAAPS), serta negara anggota New York Convention on The Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 (Konvensi New York 1958), menjadi subjek terhadap dua ketentuan pembatalan putusan Arbitrase yang berbeda. Dalam pengaturannya, ketentuan pembatalan UUAAPS hanya dapat berlaku bagi putusan Arbitrase nasional, sedangkan Konvensi New York 1958 berlaku bagi Putusan Arbitrase Internasional. Kendati demikian, suatu putusan Arbitrase dapat mengandung unsur asing, dan hal ini seringkali mengundang interpretasi yang turut berpengaruh pada penerapan UUAAPS dan Konvensi New York 1958. Kenyataan ini merupakan salah satu ruang lingkup kajian Hukum Perdata Internasional karena dalam hal penentuan kewenangan oleh pengadilan negeri dalam perkara pembatalan putusan Arbitrase yang mengandung unsur asing, timbul pertanyaan “Pengadilan negara manakah yang berwenang untuk mengadili pembatalan putusan Arbitrase yang mengandung unsur asing tersebut?” Melalui penelitian yuridis-normatif, skripsi ini akan menganalisis praktik kewenangan mengadili oleh pengadilan negeri di Indonesia sehubungan dengan penerapan pasal-pasal pembatalan Arbitrase yang ada

As one of the dispute resolution forums, arbitration, is often chosen by the parties to resolve commercial agreement disputes due to its effectiveness and cost efficiency. However, as the world’s economy develops, accompanied by the freedom in implementing the choice of forum, the results of such dispute resolution potentially contain foreign elements due to the parties being subject to different legal systems, being located in different jurisdictions, and/or even choosing a foreign arbitration which has different legal system from the parties involved in the commercial agreement. Notwithstanding aforementioned explanation, arbitration award can be requested for its annulment to the district court. Nevertheless, Indonesia with its own Law No. 30 of 1999 on Arbitration and Alternative Dispute Resolution (Arbitration Law), while also participating as the member states of the New York Convention on The Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 (New York Convention 1958), is subject to two different provisions for arbitral award annulment. For example, the provisions for the arbitral award annulment in UUAAPS is only applicable for national arbitral award, while the annulment provision in New York Convention 1958 applies to foreign arbitral award. However, an arbitral award may contain foreign elements, which often results in different interpretations in its implementation and influences the application of the Arbitration Law and the New York Convention 1958. This event falls within the scope of Private International Law’s studies because it raises the question of "Which district court has the authority to adjudicate the annulment of arbitral awards containing the foreign elements?" Through normative-juridical research, this undergraduate thesis will analyse the practice of Indonesian district court’s authority in adjudicating the annulment of said arbitral award in relation to the application of existing arbitration annulment regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Randy Herjanto
"Tesis ini membahas penggunaan Ketertiban Umum (Public Policy) untuk membatalkan putusan arbitrase asing yang diatur di dalam Pasal V (2) Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award 1958. Pelaksanaan putusan arbitrase merupakan hal krusial karena eksekusi putusan merupakan esensi diadakannya arbitrase. Tiap-tiap negara memberlakukan Ketertiban Umum (Public Policy) secara berbeda, termasuk Indonesia yang belum memiliki konsensus melihat lingkup Ketertiban Umum (Public Policy). Antara Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung memiliki konsepsi berbeda mengenai Ketertiban Umum (Public Policy) Indonesia. Hal ini menjadi sebuah problema dimana pihak yang dikalahkan menggunakan alasan Ketertiban Umum (Public Policy) untuk menunda atau membatalkan eksekusi putusan.

This thesis is aimed to prescribe the practice of using Public Policy doctrine to annul foreign arbitral awards as were allowed under Article V (2) of the Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award 1958. The enforcement of an award is crucial and essential to arbitration proceedings. Different states will treat Public Policy differently, including Indonesia whom has yet to reach a consensus in defining what Public Policy should be used in foreign arbitration award enforcement. There are still discrepancy between Indonesian District Court and Supreme Court on the matter of what constitutes as Indonesian Public Policy. These discrepancies created a gaping loophole which are exploited by the party (parties) to delay or to annul the enforcements of the foreign arbitration award. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38728
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The authors, each of whom is an experienced practitioner in the field of international arbitration, draw on experience in a wide variety of national jurisdictions. In addition to drafting chapters independently, each has made invaluable contributions to other authors? chapters. Authoritative case law research was further provided by dozens of contributors with expertise in specific jurisdictions worldwide. The analysis thoroughly covers the major issues that have arisen in the application of the Convention, including the following: the use of reservations made by Contracting States; the distinctions between recognition and enforcement and between recognition sought at the seat of the arbitration and outside the seat; the role of the courts in reviewing arbitral awards and, in particular, the Convention?s focus on safeguarding due process standards; the ?more favourable rights? principle embodied in Article VII(1); the relevance of forum shopping and asset spotting to the application of the Convention; and the role of formalities and formalism"
Alphen aan den Rijn: Kluwer Law International, 2010
341.522 REC
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Syarip Hidayat
"Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting dalam hukum kontrak, asas ini bersifat universal dan dianut oleh hukum perjanjian di semua negara pada umumnya. Sebagai konsekuensi adanya asas ini, para pihak dalam kontrak mendapat kebebasan untuk mengadakan pilihan yurisdiksi (choice of jurisdiction) dan pilihan hukum (choice of law). Dalam praktik pengadilan di Indonesia, seringkali dijumpai adanya kerancuan dan adanya ketidak konsistenan sikap pengadilan terhadap adanya pilihan yurisdiksi ini. Pengadilan seringkali bersikap tetap memeriksa dan mengadili suatu perkara, padahal berdasarkan kontrak yang ada telah disebutkan pilihan yurisdiksi yang memilih lembaga lain selain pengadilan tersebut. Perkara di bidang perjanjian, untuk menilai suatu perjanjian sah atau tidak, dibatalkan atau tidak, hakim dapat menilainya dari asas yang berlaku dalam suatu perjanjian, yaitu asas itikad baik, penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstadigheden), dan pelanggaran terhadap hukum publik sebagai alasan pembatalan suatu kontrak. Perkembangan putusan Mahkamah Agung di bidang kontrak-kontrak internasional, telah memberikan sumbangan dalam pembangunan hukum kontrak nasional. Kasus yang menarik perhatian masyarakat adalah dibatalkannya putusan arbitrase Jenewa dalam perkara kontrak pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi antara PT. Pertamina (Persero) melawan Karaha Bodas Company L.L.C. dan PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero). Putusan ini telah menimbulkan pro dan kontra karena dianggap sebagai bentuk campur tangan negara dalam kebebasan berkontrak. Tetapi pada tingkat banding, Mahkamah Agung telah membatalkan putusan tersebut dan memutuskan bahwa putusan Arbitrase Jenewa harus tetap dilaksanakan. Dengan demikian asas kebebasan berkontrak kembali mendapat tempat untuk dihormati keberadaannya di Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15498
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarip Hidayat
"ABSTRAK
Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang
sangat penting dalam hukum kontrak, asas ini bersifat
universal dan dianut oleh hukum perjanjian di semua
negara pada umumnya. Sebagai konsekuensi adanya asas ini,
para pihak dalam kontrak mendapat kebebasan untuk
mengadakan pilihan yurisdiksi (choice of jurisdiction)
dan pilihan hukum (choice of law). Dalam praktik
pengadilan di Indonesia, seringkali dijumpai adanya
kerancuan dan adanya ketidak konsistenan sikap pengadilan
terhadap adanya pilihan yurisdiksi ini. Pengadilan
seringkali bersikap tetap memeriksa dan mengadili suatu
perkara, padahal berdasarkan kontrak yang ada telah
disebutkan pilihan yurisdiksi yang memilih lembaga lain
selain pengadilan tersebut. Perkara di bidang perjanjian,
untuk menilai suatu perjanjian sah atau tidak, dibatalkan
atau tidak, hakim dapat menilainya dari asas yang berlaku
dalam suatu perjanjian, yaitu asas itikad baik,
penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstadigheden), dan
pelanggaran terhadap hukum publik sebagai alasan
pembatalan suatu kontrak. Perkembangan putusan Mahkamah
Agung di bidang kontrak-kontrak internasional, telah
memberikan sumbangan dalam pembangunan hukum kontrak
nasional. Kasus yang menarik perhatian masyarakat adalah
dibatalkannya putusan arbitrase Jenewa dalam perkara
kontrak pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi
antara PT. Pertamina (Persero) melawan Karaha Bodas
Company L.L.C. dan PT. Perusahaan Listrik Negara
(Persero) . Putusan ini telah menimbulkan pro dan kontra
karena dianggap sebagai bentuk campur tangan negara dalam
kebebasan berkontrak. Tetapi pada tingkat banding,
Mahkamah Agung telah membatalkan putusan tersebut dan
memutuskan bahwa putusan Arbitrase Jenewa harus tetap
dilaksanakan. Dengan demikian asas kebebasan berkontrak
kembali mendapat tempat untuk dihormati keberdaannya di
Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T36600
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>