Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 187842 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tri Sakti Widyaningsih
"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor risiko kejadian diare akut dehidrasi ringan/ sedang dan dehidrasi berat pada anak usia 6-24 bulan di RSUD Tugurejo Semarang. Penelitian ini menggunakan studi deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Sampel berjumlah 135 responden. Hasil penelitian menemukan faktor yang berhubungan dengan kejadian diare akut adalah status gizi (p=0,031), kebersihan tangan dan kuku (p=0,000), pendidikan ibu (p=0,009), pengetahuan ibu (p=0,02), kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberi makan anak (p=0,012), penggunaan sumber air bersih (p=0,004), jarak jamban dengan septitank (p=0,014) dan penghasilan keluarga (p=0,001). Faktor risiko yang paling dominan terhadap kejadian diare akut yaitu imunisasi campak, pendidikan ibu dan penggunaan sumber air bersih.

This study aimed to identify risk factors for acute diarrheal dehydration mild / moderate and severe dehydration in children aged 6-24 months Tugurejo Public Hospital in Semarang. This study used a descriptive study with cross sectional correlation. Sample study was total 135 respondents. The results indicated the factors that related to the incidence of acute diarrhea is nutritional status (p = 0.031), hand hygiene and nail (p = 0.000), maternal education (p = 0.009), knowledge of mothers (p = 0.02), mother's habit of washing hands before feeding children (p = 0.012), use of water resources (p = 0.004), with septitank latrine distance (p = 0.014) and family income (p = 0.001). The dominant risk factors on the incidence of acute diarrhea are immunized against measles, maternal education and the use of water resources."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T31349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joanna Erin Hanrahan
"Latar belakang. Terdapat 5 domain keterampilan yang harus dicapai sesuai dengan kelompok usia anak. Apabila tidak dicapai hingga melebihi batasan usia yang seharusnya, anak dikatakan mengalami keterlambatan perkembangan. Keterampilan motorik kasar merupakan domain perkembangan dengan tingkat perhatian orang tua tertinggi, sebab keterampilan motorik kasar merupakan penentu otonomi seorang anak. Penelitian mengenai faktor risiko dibuat untuk menyusun strategi intervensi pencegahan keterlambatan perkembangan.
Tujuan. (1) Mengetahui faktor risiko yang signifikan terhadap keterlambatan motorik kasar pada anak usia 6-24 bulan. (2) Mengetahui pengaruh antar masing-masing faktor risiko.
Metode penelitian. Desain penelitian menggunakan kasus dan kontrol. Data diperoleh melalui data primer hasil penilaian keterampilan motorik kasar yang divalidasi oleh pembimbing dan wawancara orang tua pasien yang ada di Poli Kiara RSUPN Cipto Mangunkusumo dan Pondok Pinang. Anak dengan keterampilan motorik kasar terlambat dimasukkan dalam kelompok kasus dan dilakukan matching usia untuk memperoleh kelompok kontrol. Pengambilan data dilakukan dari bulan Februari sampai Juli 2018. Faktor-faktor risiko dianalisis secara bivariat dan multivariat.
Hasil penelitian. Dilakukan analisis terhadap 63 anak dengan motorik kasar terlambat dan 63 anak dengan motorik kasar normal. Faktor risiko yang memiliki hubungan bermakna dengan keterlambatan motorik kasar pada anak, yaitu asfiksia perinatal (P=0,004 ; OR=5,714 ; IK 95%=1,553-21,026), prematuritas (P=0,009 ; OR=3,949 ; IK 95%=1,347-11,574), berat badan lahir rendah (P=0,011 ; OR=3,511 ; IK 95%=1,281-9,625), dan mikrosefali (P<0,001 ; OR=5,128 ; IK 95%=2,332-11,280). Setelah dilakukan analisis multivariat, mikrosefali (aOR=4,613 ; IK 95%=2,023-10,521) dan prematuritas (aOR=3,668 ; IK 95%=1,153-11,673) merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap keterlambatan motorik kasar pada anak.
Kesimpulan. Mikrosefali dan prematuritas (usia gestasi < 37 minggu) merupakan faktor prediktor keterlambatan motorik kasar pada anak usia 6-24 bulan.

Introduction. There are 5 domains of development that has to be accomplished by a child. If a child fails to master a skill according to his age group, he is said to have a delayed development. Gross motor is one of the domain with the highest parental concern as mastering gross motor is an important factor that determine the autonomy of a child. This study is made to arrange a strategic intervention on the prevention of delayed development.
Objectives. (1) To determine the significant risk factors for gross motor delay in children age 6-24 months old. (2) To determine the association between risk factors.
Methods. Case control study design was used. Data was obtained from direct assessment of gross motor skill (validated by supervisor) and parents’ interview in Cipto Mangunkusumo National Hospital and Pondok Pinang. Children with gross motor delay were categorized as the case group and age matching from this group was used to obtain the control group. Data was collected from February until July 2018. Bivariate and multivariate analysis on risk factors were done to find the significant risk factors and predictor factors for gross motor delay.
Results. 63 children with gross motor delay and 63 children with normal gross motor development were being analyzed. Significant risk factors for gross motor delay were perinatal asphyxia (P=0.004 ; OR=5.714 ; CI 95%=1.553-21.026), prematurity (P=0.009 ; OR=3.949 ; CI 95%=1.347-11.574), low birth weight (P=0.011 ; OR=3.511 ; CI 95%=1.281-9.625), and microcephaly (P<0.001 ; OR=5.128 ; CI 95%=2.332-11.280). After multivariate analysis, microcephaly (aOR=4.613 ; CI 95%=2.023-10.521) and prematurity (aOR=3.668 ; CI 95%=1.153-11.673) were the predictor factors for gross motor delay.
Conclusion. Microcephaly and prematurity (gestation age < 37 weeks) are the predictor factors for gross motor delay in children age 6-24 months old.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christina Olly Lada
"Latar Belakang : Stunting pada anak usia di bawah dua tahun (U2) menggambarkan kekurangan nutrisi kronis dengan berbagai faktor predisposisi dan prevalensinya masih tinggi di Indonesia. Kurang nutrisi kronis menyebabkan tubuh berdaptasi pada ukuran dan fungsi organ, yang berdampak meningkatnya risiko kardiometabolik (RKM) kemudian hari. Tujuan penelitian ini membuktikan perbedaan faktor predisposisi intrauterin (FPIntra), ekstrauterin (FPEkstra), stres oksidatif (SO), adaptasi metabolik (AM) dan RKM pada anak stunting (AnS) dan tidak stunting (AnTS) usia 6-24 bulan (U6-24).
Metode : Penelitian nested -kohort, cross-sectional komparatif digunakan untuk menilai peran FPIntra, yaitu antropometri ibu sebelum hamil, asupan dan status gizi ibu hamil, berat lahir (BL) dan panjang lahir (PL) subjek, FPEkstra yaitu ASI eksklusif, berat badan (BB) dan panjang badan (PB) enam bulan pertama (U6I), antropometri anak, asupan gizi AnS dan AnTS U6-24. Indikator SO yaitu kadar MDA serum. Indikator AM yaitu ekspresi microRNA -148a. Indikator RKM yaitu ukuran lingkar pinggang (LP), kadar kolesterol-LDL, kolesterol-HDL, trigliserida, dan glukosa darah. Semua subjek merupakan peserta TKA, Bogor dan pengambilan data dilakukan sejak bulan Juli 2017 hingga Februari 2018, dilaksanakan di Rumah Kohort TKA, Bogor. Analisis statistik univariat, bivariat dan multivariat digunakan untuk membandingkan kelompok AnS dan AnTS dengan batas kemaknaan p <0,05.
Hasil : Sebanyak 38 AnS dan 46 AnTS U6-24 memenuhi kriteria penelitian dan didapatkan FPIntra AnS lebih rendah secara bermakna dibanding AnTS, yaitu kategori kadar seng serum ibu hamil, tinggi badan ibu, BL dan PL subjek (p = 0,047, p < 0,001, p = 0,009, p = 0,025). Asupan mangan (p= 0,007), isoleusin (p =0,015), pertambahan BB U6-I (p =0,002), rerata pertambahan BB/bulan U6-I (p =0,002), pertambahan PB U6-I (p <0,001), rerata pertambahan PB/bulan U6-I (p <0,001) dan kadar Hb anak (p =0,005) lebih rendah secara bermakna pada AnS, sementara RDW-CV lebih tinggi pada AnS (p =0,009). Tidak ditemukan perbedaan SO pada kedua kelompok, tetapi gambaran adanya AM pada usia dini terlihat pada normalized expression ratio microRNA -148a AnS sebesar 2,6 kali lebih cepat dibandingkan dengan AnTS, yang mengakibatkan kolesteol-LDL di sirkulasi lebih tinggi pada AnS. Ditemukan dua indikator RKM berbeda bermakna yaitu ukuran LP AnS lebih kecil bermakna, namun kadar trigliseridanya lebih tinggi pada AnS. Kadar kolesterol-LDL cenderung lebih tinggi pada AnS.
Kesimpulan : FPIntra dan FPEkstra terbukti memberikan dampak terhadap kejadian stunting anak U6-24. Adaptasi metabolik dan RKM pada AnS sudah terdeteksi pada U6-24.
Saran : Penting untuk memantau status gizi ibu sebelum hamil dan memberikan intervensi nutrisi dalam 1000 hari awal kehidupan untuk mengurangi RKM di kemudian hari.

Background : Stunting children under two years of age (U2) illustrates chronic nutritional deficiency with various predisposing factors and the prevalence is still high in Indonesia. Chronic malnutrition causes the body to adapt organ size and function, which results in increased cardio metabolic risk (CMR) in adulthood The aim of this study was to prove differences in intrauterine predisposition (PFIntra), extra uterine (PFExtra), oxidative stress (OxS), metabolic adaptation (MetAdapt) and CMR in stunting children (StC) and non stunting children (NStC) aged 6-24 months (U6-24).
Methods : A nested-cohort, comparative cross-sectional study was used to assess the role of PFIntra, namely maternal anthropometry before pregnancy, nutrition intake and nutritional status of pregnant women, birth weight (BW) and birth length (BL) of subjects, PFExtra namely exclusive breastfeeding, weight and body length in the first six months (U6I), pediatric anthropometry and nutritional intake in StC and NStC U6- 24. Indicator of OxS was serum MDA level. MetAdapt indicator was microRNA-148a expression. The CMR indicators were waist circumference (WC), LDL-cholesterol levels, HDL-cholesterol, triglycerides, and blood glucose. All subjects were participants in Bogor Longitudinal Study Child Growth and Development (BLSCGD), in Bogor Tengah sub-district. Univariate, bivariate and multivariate statistical analyzes were used to compare StC and NStC groups with significant p value <0.05.
Results : There were 38 StC and 46 NStC U6- 24 fulfilled the study criteria and obtained significantly lower PFIntra in StC compare to NStC, namely the serum zinc level category of pregnant women, maternal height, BW and BL subjects (p = 0.047, p <0.001, p = 0.009, p = 0.025). Manganese intake (p = 0.007), isoleucine intake (p = 0.015), increase in weight U6-I (p = 0.002), weight gain per month U6-I (p = 0.002), increase in length U6-I (p <0.001), length increase per month U6-I (p <0.001) and Hb levels of children (p = 0.005) were significantly lower in StC, while RDW-CV was higher in StC (p = 0.009). There were no significant differences in OxS between two groups, but MetAdapt at an early age was seen in the StC as show in normalized expression ratio of microRNA-148a was 2.6 times faster than NStC, which resulted in higher circulation of LDL in StC. Two of five CMR indicators were significantly different, namely the size of WC in StC was significantly smaller, but the triglyceride level was higher in StC. LDL-cholesterol levels tend to be higher in StC.
Conclusion : PFIntra and PFExtra proved to have an impact on the incidence of stunting children U6- 24. Metabolic adaptation and CMR in StC have been detected in U6- 24.
Suggestion: It is important to monitor the nutritional status of the mother before pregnant and provide nutritional interventions within the first 1000 days of life to reduce cardio metabolic risk in the future."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristian Kurniawan
"ABSTRAK
Keterlambatan perkembangan merupakan suatu kondisi seorang anak dalam tidak mampu mencapai milestones perkembangan sesuai dengan tingkat perkembangan anak seusianya. Perkembangan anak ditandai dengan kemajuan perkembangan pada berbagai domain perkembangan, salah satunya adalah perkembangan motorik kasar. Perkembangan motorik kasar dapat memprediksi tingkat maturasi sistem saraf pusat fungsional sehingga keterlambatan perkembangan motorik kasar akan berdampak pada keterlambatan penguasaan domain perkembangan lainnya. Di Indonesia terhitung secara epidemiologis, presentasi anak yang tidak mencapai potensi perkembangan secara penuh mencapai angka 20,01-40,0% pada 2004. Oleh karena itu, penelitian mengenai faktor risiko dikerjakan untuk meningkatkan kewaspadaan dan sebagai bahan pertimbangan diagnosis terhadap keterlambatan motorik kasar.
Tujuan
(1) Mengidentifikasi faktor risiko eksternal yang memiliki signifikansi terhadap keterlambatan motorik kasar pada anak 6-24 bulan. (2) Mengidentifikasi pengaruh antar setiap faktor risiko terhadap keterlambatan motorik kasar.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus-kontrol sebagai desain penelitian. Data yang digunakan berupa data primer yang diperoleh melalui hasil penilaian perkembangan motorik kasar yang divalidasi oleh dokter anak pembimbing serta wawancara orang tua/wali anak. Penelitian dilaksanakan di Poliklinik anak RSUPN Cipto Mangunkusumo Kiara, Jakarta Pusat sebagai rumah sakit rujukan nasional dan di Klinik Anakku, Jakarta Selatan
Hasil Penelitian
Selama kurun waktu penelitian diperoleh subjek sebesar 128 anak, dengan perbandingan kasus-kontrol 1:1 pada kelompok rentang usia yang sesuai. Dari hasil analisis pearson kai-kuardat diperoleh 2 faktor signifikan terhadap keterlambatan motorik kasar, yakni: status gizi kurang/buruk (p<0,001; OR=6,576; IK 95%=2,705-13,986) dan tidak diberikannya ASI eksklusif (p=0,032; OR=2,180; IK 95%=1,065-4,460). Di sisi lain, faktor urutan anak, usia ibu saat kehamilan, dan cara kelahiran menunjukan hasil tidak bermakna terhadap keterlambatan motorik kasar. Kemudian, dari analisis multivariat dengan regresi logistik biner, menunjukan bahwa status gizi kurang/buruk merupakan faktor paling berpengaruh terhadap kejadian keterlambatan motorik kasar pada anak (p<0,001; OR=6,159; IK 95%=2,512-15,099).
Kesimpulan.
Pada Penelitian ini, status gizi kurang/buruk pada anak dan tidak diberikannya ASI eksklusif merupakan faktor risiko signifikan terhadap keterlambatan anak usia 6-24 bulan. Dalam model multivariabel ini, status gizi kurang/buruk merupakan faktor prediktor keterlambatan motorik kasar yang paling berpengaruh.

ABSTRACT
Background
Developmental delay is defined as a condition which a child fails to achieve appropriate developmental milestone according to his age group development. Childhood development is indicated by developmental advancement ini several develompental domain, for instance, gross motor development. Gross motor development could predict certain functional central nervous system maturation, thus delay in this domain might inhibit mastering process of other domains development. In Indonesia according to epidimiological data in 2004, it is estimated thath around 20.01-40.0% children could not fully achieve their developmental potential. Therefore, this study related to risk factor identification was established in order to increase awareness to developmental delay and also as a consideration in diagnosing gross motor delay.
Objectives
(1) To determine significant external risk factor for gross motor delay in children aged 6-24 months.(2) To determine the association between risk factors for gross motor delay.
Method
This research used case-control study approach as its study design. Utilized data was a primary data which were obtained through assessing gross motor development validated by supervisiong pediatrician and through interviewing parent/legal guardian. The interview was held in pediatric polyclinic of RSUPN Cipto Mangunkusumo Kiara, Central Jakarta as a national referral hospital and in Klinik Anakku, South Jakarta.
Result
During the period of the study, 128 pediatric patients were found to be a subject, with case-control ratio 1:1 in corresponding age group range. According to pearson chi-square test, there are two significant factors for gross motor delay, which are wasting/severely wasting (p<0,001; OR=6,576; CI 95%=2,705-13,986) and not exclusive breastfeeding (p=0,032; OR=2,180; CI 95%=1,065-4,460). On the other hand, birth order, maternal age during gestation, and mode of delivery demonstrate insignificant result for gross motor delay. Furthermore, mutlivariate anylisis with binary logistic regression shows wasting/severely wasting to be the most influential external risk factor gross motor delay (p<0,001; OR=6,159; CI 95%=2,512-15,099).
Conclusion
In this study, wasting/severely wasting in children and not exclusive breastfeeding are significant risk factor for gross motor delay in children aged 6-24 months. In this multivariable model, wasting/severely wasting is proven to be the most influential predictior factor for gross motor delay."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Awaliah
"Diare lanjut dapat mengakibatkan dehidrasi pada balita dan saat ini merupakan penyebab kematian urutan kedua pada balita di dunia. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dehidrasi pada balita dengan diare. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional dan melalui tehnik consecutive sampling didapat 110 balita dengan diare yang mengalami dehidrasi ringan/sedang dan berat yang dirawat di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang memiliki hubungan bermakna dengan kejadian dehidrasi pada balita dengan diiare adalah usia balita p=0,023 dan status gizi balita p=0,000 . Hasil analisis berikutnya didapatkan faktor paling dominan yang berhubungan dengan kejadian dehidrasi pada balita dengan diare adalah status gizi balita OR=15,22. Diperlukan perhatian khusus/lebih pada balita dengan diare yang memiliki status gizi kurang terhadap risiko dehidrasi di tatanan pelayanan primer.

Further diarrhea can lead to dehydration and is currently the second leading cause of death in children under five in the world. The aim of research to identify factors associated with the occurrence of dehydration in under five with diarrhea. This research uses cross sectional design and through consecutive sampling technique is obtained 110 children under five with diarhhea who are dehydrated mild moderate and severe, hospitalized in Jakarta Islamic Hospital Cempaka Putih.
The results showed factors that have a significant relationship with the occurrence of dehydration in children under five with diarrhea are the age of children p 0,023 and nutritional status p 0,000. The next analysis results were obtained the most dominant factor related to the occurrence of dehydration in children under five with diarrhea is the nutritional status of children OR 15,22. Special attention is required more in children under five with diarrhea who have the status of malnutrition on the risk of dehydration in the order of prymary care.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T47199
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tika Noor Prastia
"ABSTRAK
Nama : Tika Noor Prastia Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat Judul : Faktor Risiko Kejadian Stunting Anak Usia 6-24 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kras Kecamatan Kras Kabupaten Kediri Tahun 2017 Stunting menjadi masalah kesehatan yang terjadi hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Dampak stunting menyebabkan buruknya kualitas sumber daya manusia dan menurunkan kemampuan produktifitas. Penelitian ini bertujuan menilai faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kras Kecamatan Kras Kabupaten Kediri Tahun 2017. Desain penelitian mengggunakan cross sectional dengan metode proportional random sampling dengan jumlah sampel 187 anak. Data diperoleh dari data primer melalui wawancara kuesioner dan form FFQ semikuantitatif, serta pengukuran antropometri panjang badan anak dan tinggi badan ibu. Analsisis bivariat menggunakan uji chi-square, regresi logistik ganda untuk analisis multivariat. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi stunting sebesar 20,9 . Analisis bivariat menunjukkan faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting yaitu riwayat IMD dan asupan zink p0,05 . Analisis multivariat menunjukkan asupan zink OR= 12,54: 95 CI: 3,68-42,76 merupakan faktor risiko dominan yang menyebabkan kejadian stunting setelah dikontrol dengan berat badan lahir dan pendidikan ibu. Perlu diperhatikan komsumsi makan anak seperti daging, ikan, hati, dan telur yang kaya akan zink sebagai upaya pencegahan terhadap kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan. Kata kunci : Stunting asupan zink, anak usia 6-24 bulan

ABSTRACT
Name Tika Noor PrastiaStudy Program Ilmu Kesehatan MasyarakatJudul Risk Factors of Stunting In 6 24 Months Old Children InWorking Area of Puskesmas Kras, Kras Sub Districts,Kediri District 2017Stunting became a health problem that occurred in almost all regions of Indonesia.The impact of stunting causes poor quality of human resources and decreasesability. This research design used cross sectional with proportional randomsampling method with the number of samples were 187 children. Data from primarydata through questionnaire interview and semiquantitative FFQ form, andanthropometric measurement of body length and height of mother. Bivariateanalyzes used chi square, multiple logistic regression for multivariate analysis. Theresults showed that the prevalence of stunting as much as 20.9 . Bivariate analysisshowed factors related to stunting incidence of history of early breastfeedinginitiation, and zinc intake p 0.05 .Multivariate analysis showed that zinc intake OR 12,54 95 CI 3,68 42,76 wasthe dominant risk factor causing stunting event after controlled by birth weight andmother 39 s education,. Needed the consumption of children such as red meat, fish,liver, and eggs were rich in zinc as an effort to prevent the occurrence of stuntingin children aged 6 24 months.Key words Stunting, zinc intake, children 6 24 months"
2017
T48688
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Hartati
"Pemenuhan kebutuhan cairan pada anak diare dengan dehidrasi sedang-berat sangat dibutuhkan karena penanganan awal dehidrasi sangat menentukan dalam mencegah komplikasi akibat dehidrasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan perawat dalam pemenuhan kebutuhan cairan pada pasien anak dengan dehidrasi sedang-berat. Desain penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan teknik pengambilan quota sampling dengan jumlah responden 66 perawat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 7,6% perawat yang memiliki pengetahuan baik. Penelitian ini merekomendasikan agar perawat lebih meningkatkan pengetahuannya melalui pendidikan dan pelatihan tentang peningkatan pengetahuan perawat sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.

Meeting the needs of liquid in children diarrhea with moderate-severe dehydration is needed because early treatment is crucial in preventing dehydration complications. This study aims to describe the knowledge of nurses in meeting the needs of the fluid in pediatric patients with moderate to severe dehydration. A descriptive method with quota sampling technique was applied to 66 nurses. The results showed that only 7.6% are knowledgeably of dehydration prevention. This study recommends continuing education and training to increase nurses knowledge as efforts to improve the quality of nursing care.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S57605
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fabiola Cathleen
"Stunting merupakan masalah kesehatan global yang dimiliki oleh 150,8 juta anak di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Anak stunting diindikasikan dengan tinggi badan menurut usia di bawah minus dua deviasi standar dari World Health Organization (WHO) Child Growth Standards median. Jika terjadi dalam 1000 hari kehidupan pertama seorang anak, stunting cenderung bersifat irreversible, dan dapat menyebabkan gangguan perkembangan, mulai dari penurunan kemampuan kognitif, peningkatan risiko atas penyakit metabolik, dan penurunan pendapatan dan kesejahteraan hidup di masa depan. Korelasi vitamin D dan kalsium masih terhadap stunting masih kurang dieksplorasi, padahal beberapa studi menunjukkan dampak positif melalui fungsi mineralisasi tulang dan insulin-like growth factor axis. Dengan begitu, penelitian ini dilakukan untuk mencari korelasi antara asupan kalsium dan vitamin D terhadap indikator stunting (HAZ) pada anak usia 6-24 bulan sebagai usia yang telah mendapatkan MPASI, dan di Jakarta Timur sebagai wilayah dengan prevalensi stunting kedua tertinggi di antara wilayah DKI Jakarta lainnya. Metode: Metode yang digunakan adalah metode potong lintang, dengan total 62 sampel, yaitu anak usia 6-24 bulan yang bertempat tinggal di Jakarta Timur dan mengikuti penelitian Departemen Gizi FKUI 2014, sesuai kriteria inklusi tanpa kriteria eksklusi, kemudian terpilih melalui simple random sampling. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan perangkat lunak SPSS 20 for Mac. Hasil: Hasil yang ditemukan adalah anak usia 12-24 bulan berhubungan positif dan signifikan secara statistik terhadap asupan kalsium kurang dari AKG (OR= 16,611; p<0,001). Sebaran asupan vitamin D dan status stunting berdasarkan seluruh karakteristik subjek tidak memiliki hubungan signifikan secara statistik. Sementara itu, asupan kalsium dan HAZ berkorelasi positif dan searah (r=0,324; p=0,005; p<0,01), begitu pula dengan asupan vitamin D dan HAZ berkorelasi positif dan searah (r=0,279; p=0,014, p<0,05). Hubungan status asupan kalsium dan vitamin D terhadap status stunting tidak bersifat signifikan secara statistik, namun penting secara klinis. Pembahasan: Usia 12-24 bulan lebih berisiko untuk memiliki asupan kalsium yang lebih rendah karena frekuensi minum ASI yang semakin berkurang tidak diimbangi dengan asupan gizi MPASI. Korelasi signifikan antara asupan kalsium dan asupan vitamin D terhadap HAZ mendukung studi sebelumnya bahwa kalsium dan vitamin D dapat meningkatkan konsentrasi IGF-1 plasma, dan bahwa kalsium dan vitamin D bekerja berdampingan.

Stunting is a global health issue, with approximately 150.8 million children are affected worldwide, including Indonesia. Children with stunting are indicated with a Height-for-Age Z Score of less than-2 standard deviation based the World Health Organization (WHO) Child Growth Standards median. If it occurs in the first 1000 days of life, stunting tends to be irreversible and cause impaired development, from cognitive impairment and increased risk of metabolic diseases, to lower income and welfare in the future. Correlation between vitamin D and calcium intake towards stunting have yet to be explored thoroughly even though several studies suggest their positive impacts through bone mineralisation and insulin-like growth factor axis. Thus, this research is done in order to discover the correlation between calcium and vitamin D toward stunting indicators (HAZ) on children aged 6-24 months, as they are currently given complementary foods, and located in East Jakarta, which has the second highest stunting prevalence compared to other regions in DKI Jakarta. Method: This study uses a cross-sectional method with a total of 62 samples, which are children aged 6-24 months that live in East Jakarta and took part in FKUI's Nutrition Department's Research in 2014, passing inclusion criterias without exclusion criterias, then selected through simple random sampling. Data processing and analysis are conducted with SPSS 20 for Mac software. Results: Results have found children age 12-24 months significantly and positively correlated with calcium intake less then AKG (OR=16.611; p<0.001). Vitamin D intake and stunting status distribution based on all subject characteristics are statistically insignificant On the other hand, calcium intake and HAZ have a positive and unidirectional correlation of (r=0.324; p=0.005; p<0.01), similar with vitamin D intake and HAZ with a positive and unidirectional correlation (r=0.279; p=0.014, p<0.05). Meanwhile, relationships of calcium and vitamin D intake status towards stunting status are not statistically significant, however clinically important. Discussion: Age group 12-24 months has higher risk to have lower calcium intake because reduced breastfeeding frequency is not balanced with adequate complementary food. Significant correlation between calcium and vitamin D intake towards stunting indicator supports the theory where calcium and vitamin D increases plasma IGF-1 concentration, and that both calcium and vitamin D works side-by-side.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fransiska Kurniati Natul
"Praktik keperawatan residensi yang dilakukan di rumah sakit Persahabatan dengan kekhususan respirasi diharapkan dapat mengatasi masalah pernapasan. Disamping itu juga selama proses residensi residen harus memiliki kemampuan menerapkan intervensi berdasarkan evidence base nursing (EBN), mampu menjadi seorang Clinical Care Manajer (CCM) yang bertugas sebagai konsultan keperawatan bagi staf keperawatan dan pemberi terapi keperawatan kepada pasien dalam rangka pemberi asuhan keperawatan untuk meningkatan mutu pada layanan asuhan keperawatan yang diberikan. Dalam memberikan asuhan kepeawatan pada kasus kelolaan pasien dengan CAP dan 30 kasus resume menggunakan teori Virginia Henderson 14 kebutuhan dasar manusia yang menunjukkan peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dalam membantu individu baik dalam keadaan sehat maupun sakit, melalui usahanya melakukan berbagai aktivitas guna mendukung kesehatan dan penyembuhan individu secara mandiri atau proses meninggal dengan damai. Masalah keperawatan yang banyak muncul yaitu tentang pemenuhan kebutuhan bernapas normal. Penerapan EBN Buteyko Breathing Techinque (BBT) pada pasien asma yang mengalami hiperventilasi. Hasil analisis praktik residensi keperawatan didapatkan bahwa asuhan keperawatan menggunakan pendekatan teori Henderson bertujuan untuk sesegera mungkin membantu kemandirian pasien. Penerapan BBT dapat meningkatkan nilai Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) pada pasien asma. Proyek inovasi Pengembangan self managemen dengan video latihan breathing exercise : ACBT dalam meningkatkan airway clearance pada pasien PPOK.

Residency nursing practice which is carried out at the Persahabatan Hospital with a specialization in respiration is expected to be able to overcome respiratory problems. Besides that, during the residency process, residents must have the ability to apply interventions based on evidence-based nursing (EBN), be able to become a Clinical Care Manager (CCM) who serves as a nursing consultant for nursing staff and provides nursing therapy to patients in order to provide nursing care to improve quality of nursing care services provided. In providing nursing care to cases managed by patients with CAP and 30 resume cases using Virginia Henderson's theory of 14 basic human needs which shows the role of nurses as providers of nursing care in helping individuals both in health and illness, through their efforts to carry out various activities to support health and healing individual independently or the process of dying peacefully. Nursing problems that arise are about meeting the needs of normal breathing. Application of EBN Buteyko Breathing Techinque (BBT) in hyperventilating asthma patients. The results of the analysis of nursing residency practice found that nursing care using the Henderson theory approach aims to help the patient's independence as soon as possible. The application of BBT can increase the Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) value in asthma patients. Innovation project Development of self-management with videos of breathing exercise exercises: ACBT in increasing airway clearance in COPD patients."
2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nida Nur Maulida Salsabila
"Wasting merupakan kondisi malnutrisi akut yang dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada anak. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan karakteristik anak dan keluarga dengan kejadian wasting pada anak usia 6-24 bulan di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok tahun 2020. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan menggunakan desain studi cross-sectional. Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu kejadian wasting. Variabel independen dalam penelitian ini meliputi karakteristik anak, karakteristik keluarga, pola asuh, konsumsi protein, dan riwayat diare. Data kemudian dianalisis secara univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 6,8% anak usia 6-24 bulan mengalami wasting. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi telur dengan kejadian wasting pada anak usia 6-24 bulan [p-value = 0,022; OR = 5,903, 95%CI = (1,315 – 26,490)].

Wasting is an acute malnutrition condition that can lead to morbidity and mortality in children. The aim of this study was to determine the relationship between children and family characteristics with the incidence of wasting in children aged 6-24 months in Pasir Putih Village, Sawangan District, Depok City in 2020. This study used secondary data with a cross-sectional study design. The dependent variable in this study was the incidence of wasting. The independent variables in this study included children characteristics, family characteristics, feeding practices, protein consumption, and history of diarrhea. The data were then analyzed using univariate and bivariate analysis. The results of the study showed that 6,8% of children aged 6-24 months experienced wasting. The bivariate analysis results indicated a significant relationship between egg consumption and the occurrence of wasting in children aged 6-24 months [p-value = 0,022; OR = 5,903, 95%CI = (1,315 – 26,490)]."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>