Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77493 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sinuhaji, Immanuel
"ABSTRAK
Latar belakang. Karsinoma serviks merupakan tumor ganas tersering di Indonesia dan kedua di dunia. Human papilloma virus (HPV) dianggap sebagai faktor etiologik. Diperlukan waktu lama dari mulai terinfeksi menjadi karsinoma serviks sekitar 10-20 tahun. Insiden karsinoma serviks usia muda meningkat diduga karena perubahan perilaku seksual. Proses integrasi virus dirangsang oleh terbukanya genom virus pada regio open reading frame E1/E2 sehingga terjadi gangguan fungsi E2 menyebabkan ekspresi onkoprotein E6 dan E7 berlebih sehingga terjadi inaktifasi p53 dan pRb menyebabkan faktor transkripsi E2F terlepas, dan sel masuk ke fase S. Inaktifasi pRb atau aktifasi E2F menyebabkan ekspresi p16INK4A berlebih. Deteksi antibodi p16INK4A menunjukkan positifitas yang selektif pada sel yang terinfeksi HPV risiko tinggi.
Tujuan: Untuk mengetahui apakah karsinoma serviks pada usia muda berhubungan dengan infeksi HPV yang dapat dilihat dengan peningkatan ekspresi p16INK4A.
Bahan dan cara. Penelitian ini dilakukan secara retrospektif, menggunakan studi analitik deskriptif potong lintang, dengan mengumpulkan kasus-kasus Karsinoma sel skuamosa berusia muda (≤ 30 tahun), dan pembanding usia tua (45-55 tahun) masing-masing 30 kasus. Dilakukan pulasan imunohistokimia p16INK4A terhadap semua kasus.
Hasil. Indeks ekspresi p16INK4A pada kedua kelompok menunjukkan hasil sedang-kuat pada sebagian besar kasus. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara ekspresi p16INK4A kelompok usia muda dan ekspresi p16INK4A usia tua (uji Mann-Whitney p=0,591).
Kesimpulan.Tidak terdapat perbedaan bermakna antara ekspresi p16INK4A pada usia tua dan muda.

ABSTRACT
Background. Cervical carcinoma is the most common malignant tumor in Indonesia and the second in the world. Human papilloma virus is considered as etiologic factor. It takes a long time from HPV exposure to cervical carcinoma about 10-15 years. The incidence of cervical carcinoma in young age increases due to changes in sexual behavior. The integration process is stimulated by the opening of the virus genome in the region of the viral E1/E2 open reading frame resulting impaired function of E2 led to E6 and E7 oncoprotein overexpression, inactivation of p53 and pRb, detachement transcription factor E2F, and cell entry into S-phase. pRb inactivation or E2F activation cause p16INK4A overexpression. The detection of p16INK4A showed selective positifitas in cells infected with high-risk HPV.
Objective: To determine whether the carcinoma of the cervix at a young age associated with HPV infection that can be seen by the increased expression of p16INK4A.
Materials and method. This is cross-sectional descriptive analytic study, with the collected cases of squamous cell carcinoma young age (≤ 30 years), compare with old age (45-55 years) 30 cases respectively. The immunohistochemical staining was conducted againts p16INK4A protein.
Results. There were no statistical significant between the expression of p16INK4A in young age groups and old age (Mann-Whitney test p=0.591).
Conclusion. Expression p16INK4A in young and old age there was no statistical significant difference."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T33122
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salinah
"Pengembangan model karsinogenesis kanker endometrioid diperlukan dalam penelitian dasar dan uji klinis untuk menggantikan jaringan manusia. Kanker endometrioid yang terbentuk pada hewan coba diharapkan memiliki karakteristik histopatologi dan pola ekspresi protein seperti pada manusia. Penelitian eksperimental ini menggunakan 18 ekor tikus Wistar yang dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok sham, kelompok autoimplantasi endometriwn dan induksi DMBA selama 10 minggu dan 20 minggu. Metode ini menggunakan benang silk mengandung 1 mg DMBA yang ditempelkan pada bagian endometrium lalu diimplantasikan pada ovariwn dan diamati selama 10 dan 20 minggu. Histopatologi dengan pewarnaan HE menunjukkan pembentukan kanker endometrioid pada semua tikus wistar (100%) dengan autoimplantasi dan induksi DMBA selama 20 minggu dan hiperplasia endometriwn terbentuk pada semua tikus induksi 10 minggu. Pada pulasan IHK terdapat penurunan ekspresi protein MLH1, p16INK4a dan ER-alfa pada tikus dengan kanker endometrioid dan hasilnya berbeda bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan tikus sham dan hiperplasia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa teknik autoimplantasi endometriwn dan induksi DMBA pada tikus dapat menginduksi kanker endometrioid serta ekspresi protein MLH1, p16INK4a, dan ER-alfa menurun pada tikus dengan kanker endometrioid yang sesuai dengan pola ekspresi pada kanker endometrioid manusia.

Development of endometrioid cancer in rat is needed to replace human tissue for basic medical research and clinical trial. Endometrioid cancer that developed in animal model should have similar histopathology and biomarker pattern compare to human endometrioid cancer. In this experimental study, 18 Wistar rats were divided into 3 groups; sham group as control, autoimplantation and DMBA induction technique for 10 weeks and 20 weeks evaluation groups. This method using autoimplantation technique of endometrial tissue that had been attached with silk yam that contain I mg of DMBA and then inserted to the ovary. The results showed that endometrioid cancer was developed in all (100%) 20 weeks autoimplantation and DMBA induction rats, and endometrial hyperplasia was developed in all (100%) 10 weeks autoimplantation and DMBA induction rats. Expression ofMLHI, pl6INK4a and ER-alpha in endometrioid cancer rats were significantly lower (p<0,05) compared to control rats and endometrial hyperplasia rats. This research has developed endometrioid cancer using endometrial auto implantation and DMBA induction technique. Expressions of MLH 1, pl6INK4a and ERa were decline in endometrioid cancer rats that sirniliar with the expressions in human endometrioid cancers.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2017
T58358
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salinah
"ABSTRAK
Latar Belakang: Kanker endometrioid merupakan keganasan ginekologi yang sering terjadi pada wanita. Hewan coba kanker endometrioid dengan karakteristik yang sesuai manusia diperlukan untuk memahami karsinogenesis secara molekular dan pengembangan terapi baru. p16INK4amerupakan gen supresor tumor yang ekspresinya menurun pada kanker endometrioid dan memiliki nilai prognostik. Ekspresi protein ini pada hewan coba diteliti untuk menilai kesesuaian dengan kanker endometrioid pada manusiaMetode: 15 blok parafin yang terdiri dari 5 jaringan uterus tikus normal, 5 jaringan uterus hiperlasia atipia dan 5 jaringan kanker endometrioid dilakukan pulasan imunohistokimia dan dinilai intesitas ekspresi p16INK4a dengan IHC profiler Image-J.Hasil dan Diskusi:Skor ekspresi p16INK4a meningkat bermakna pada kelompok hiperplasia dibandingkan dengan ekspresi pada kelompok normal p = 0,003 dan menurun bermakna pada kelompok kanker endometrioid dibandingkan kelompok normal p = 0,01 . Ekspresi berlebihan dari gen supresor tumor pada kelompok hiperplasia dapat merupakan salah satu mekanisme sel untuk mengurangi peningkatan proliferasi.Kesimpulan: Ekspresi tertinggi p16INK4a ditemukan pada hiperplasia endometrium dan menunjukkan ekspresi menurun hingga negatif pada kanker endometrioid yang sesuai dengan gambaran ekspresi pada manusia.

ABSTRACT
BackgroundEndometrioid cancer is one of the most common cancer in female. Animal model that representative to human endometrioid cancer is needed to develop new therapy and understanding molecular carcinogenesis. Decrease expression of p16INK4a, a tumor suppressor gene, is found in endometrioid cancer and has prognostic value. Expression of this protein in animal model was studied to evaluate its similarity with human endometrioid cancer.Method15 paraffin blocks of rat consist of 5 normal uterine tissues, 5 atypical hyperplasia of uterine tissues, and 5 endometrioid cancer tissues were stained for immunohistochemistry analysis of p16INK4a expression by using IHC profiler Image J software.Result and DiscussionExpression score of p16INK4a was significantly increase in hyperplasia group compared to normal group p 0,003 and decrease significantly in endometrioid cancer group compared to normal group p 0,01 . Excessive expression of p16INK4a in hyperplasia group is one of cells mechanism to reduce proliferation activity.ConclusionHighest expression of p16INK4a was found in hyperplasia group and decrease to negative expression in endometrioid cancer group. These patterns was similar to human endometrioid cancer."
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Torana Kurniawan
"ABSTRAK
Latar Belakang: Kanker serviks stadium lanjut lokal (IIB-IIIB) masih menjadi beban kesehatan di Indonesia saat ini. Radiasi menjadi modalitas utama terapi pada stadium ini. Programmed Death-Ligand 1 (PD-L1) merupakan sebuah ligand yang diekspresikan pada sel tumor yang terkait dengan proses immune escape. Sampai saat ini belum diketahui karakteristik kadar PD-L1 pada karsinoma sel skuamosa (KSS) serviks stadium lanjut lokal serta pengaruh radiasi terhadap ekspresinya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat karakteristik PD-L1 intratumoral pada kanker serviks stadium lanjut lokal serta pengaruh radiasi eksterna terhadap ekspresinya. Metode: Dilakukan pemeriksaan kadar PD-L1 pada sampel biopsi serviks dengan 2 metode, yaitu Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA) dan immunohistokimia (IHK). Pengambilan sampel dilakukan dua kali, yaitu preradiasi dan pascaradiasi eksterna. Dilakukan analisis statistik untuk mengetahui perbedaan kadar antara sebelum dan sesudah radiasi. Selain itu dilakukan analisis untuk melihat kesesuaian antara kadar yang ditunjukkan pada metode ELISA dengan metode IHK. Hasil: Didapatkan 29 sampel KSS serviks stadium lanjut lokal yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dari pemeriksaan IHK, didapatkan bahwa PD-L1 diekspresikan hampir pada seluruh subjek (96,5%). Didapatkan nilai median PD-L1 ELISA preradiasi 409,19 pg/mg protein (59,80-3011,30), pascaradiasi 444,40 pg/mg protein (27,24-3217,85). Tidak didapatkan perbedaan bermakna antara kedua kelompok tersebut (p = 0,804). Pada analisis receiver operating characteristics (ROC) didapatkan nilai ELISA >400 pg/mg protein bersifat prediktif menyebabkan terjadinya penurunan kadar ELISA pascaradiasi. Terdapat kesesuaian antara kadar PD-L1 metode ELISA dengan metode IHK, dimana nilai ELISA > 499 pg/mg protein cenderung menunjukkan nilai grade 3 pada pemeriksaan IHK. Kesimpulan: PD-L1 diekspresikan positif pada KSS serviks uteri stadium lanjut lokal. Tidak terlalu jelas efek radiasi dalam menyebabkan naik-turunnya ekspresi PD-L1. Pemeriksaan ELISA mempunyai potensi untuk dipertimbangkan mewakili hasil pemeriksaan IHK, namun perlu bukti yang lebih kuat berupa penelitian dengan jumlah sampel yang lebih banyak.

ABSTRACT
Background: Locally advanced cervical cancer (IIB-IIIB) remains a health burden in Indonesia. Radiation is the main modality of therapy at this stage. PD-L1 is a ligand that is expressed in tumor cells associated with the immune escape process. Until now there is no clear characteristics of PD-L1 levels in locally advanced-stage cervical SCC and the effect of radiation on its expression. This study is aimed to look for the intratumoral PD-L1 characteristics in locally advanced cervical cancer and the effect of external radiation on its expression. Method: PD-L1 levels were examined on cervical biopsy samples using two methods, i.e. ELISA and IHC. Biopsy was carried out twice, preradiation and post-external radiation. Statistical analysis was performed to determine differences in levels between before and after radiation. In addition, an analysis was conducted to see the conformity between the levels indicated in the ELISA method and the IHC method. Results: Twenty nine samples of local advanced cervical SCC were obtained that met the inclusion and exclusion criteria. From the IHC examination, it was found that PD-L1 was expressed in almost all subjects (96.5%). The median PD-L1 concentration of ELISA PD-L1 preradiation was 409.19 pg / mg protein (59.80-3011.30), post-radiation 444.40 pg / mg protein (27.24-3217.85). No significant difference was found between the two groups (p = 0.804). In the ROC analysis it was found that ELISA values > 400 pg / mg protein were predictive to cause a decrease in postradiation ELISA levels. There is a conformality between the levels of PD-L1 ELISA method with the IHC method, where the ELISA value > 499 pg/mg of protein tends to show grade 3 values ​​on the IHC examination. Conclusion: PD-L1 was expressed positively in locally advanced cervical SCC. The effects of radiation in causing the ups and downs of the expression of PD-L1 is not very clear. ELISA examination has the potential to be considered as a representative to the results of the IHC examination, but stronger evidence is needed in the form of study with a larger number of samples."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eduardus Gilang Putra
"ABSTRAK
Karsinoma serviks menduduki tempat pertama keganasan di Indonesia lebih dari separuh penderita karsinoma serviks datang berobat dalam stadium lanjut sehingga hasil pengobatan tidak seperti yang diharapkan. Penentuan stadium karsinoma serviks didasarkan pada keadaan klinis dan hasil histopatologi meskipun begitu penentuan prognosis masih memperlihatkan kekurangan dan ketidaksesuain dengan keadaan pasien. Oleh karena itu sangat penting untuk mempertimbangkan pencarian pendekatan prognosis baru. MicroRNAs miRNAS adalah regulator yang penting pada ekspresi gen yang terlibat dalam banyak jalur intraselular yang penting sebagai gen supresor tumor atau onkogen. Disregulasi ekspresi miRNA telah ditemukan pada banyak keganasan manusia. Beberapa studi fokus pada miRNA sebagai biomarker untuk diagnosis kanker dan berhasil mendapatkan hasil yang menjanjikan. Tujuan memberikan gambaran ekspresi miRNA-21 pada sel dan serum sebagai marker prognosis. Metode penelitian dilakukan dengan mengisolasi miRNA-21 dari sampel serum dan sel serviks pasien KSS dan menggunakan RT-PCR untuk menilai ekspresi miRNA-21. Hasil RT-PCR 15 sampel Stadium awal dan lanjut didapatkan ekspresi miRNA-21 pada serum pasien karsinoma serviks stadium awal dan lanjut lebih tinggi dari sampel normal. Stadium awal didapatkan nilai RQ lebih tinggi 3.84 1.02 10.40 kali dari serum normal dan stadium lanjut lebih tinggi 3.94 1.81 6.55 kali dari serum normal sedangkan pada sel didapatkan hasil pada stadium awal didapatkan nilai RQ 2.1 1.06 30.55 lebih tinggi dari sel normal. Pada stadium lanjut didapatkan nilai RQ 0.7 0.12 4.28 yang artinya nilai ekspresi miRNA-21 pada sel lebih rendah 1.42 kali dibanding dari sel normal. Pada penelitian ini miRNA-21 jaringan dengan miRNA serum tidak ada perbedaan bermakna untuk menentukan kanker serviks dengan p>0.05 dengan t-test 0.594 serta ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara miRNA 21 dengan PDCD4 dengan korelasi kuat p

ABSTRACT
Cervical carcinoma was first place in malignancy in Indonesia for more than half of cervical carcinoma patients visit for treatment in advanced stages those medical can rsquo t be expected. Staging of cervical carcinoma based on clinical features and histopathological results despite that prognosis was still showing deficiencies and non conformance with the patient 39 s condition. Therefore it was very important to consider finding a new approach to prognosis. MicroRNAs miRNAs were important regulators in the expression of genes involved in many intracellular pathways that were important as tumor suppressor genes or oncogenes. Dysregulation of miRNA expression has been found in many human malignancies. Some studies focus on miRNA as a biomarker for the diagnosis of cancer and managed to get promising results. This study aims to provide an overview miRNA 21 expression in the cell and serum as a prognostic marker. This research method was done by isolating miRNA 21 serum samples from patients with SCC and cervical cells and using RT PCR to assess the expression of miRNA 21. Results for 15 samples Stadium early and late obtained miRNA 21 expression in the serum of patients with early stage cervical carcinoma and advanced higher than the normal sample. Early stage values obtained RQ higher 3.84 1 02 10 40 times the normal serum and advanced higher 3.94 1.81 6 55 times the normal serum while the cell was obtained at an early stage values obtained RQ 2.1 1 06 30.55 more higher than normal cells. At an advanced stage RQ values obtained 0.7 0 12 4 28 which means that the value of the expression of miRNA 21 in cells was lower than the 1 42 time of normal cells. In this study, miRNA 21 network with miRNA serum no significant difference to determine cervical cancer p 0.05 with t test 0.594 , and found a significant correlation between miRNA 21 with PDCD4 p"
2017
T55650
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kemas Irsan Sa`bani
"Gen P16INK4A merupakan gen yang berfungsi menghentikan siklus sel dan mengakibatkan cellular senescence yang berperan pada proses penuaan dan munculnya age-related disease salah satunya pada jaringan muskuloskeletal.
Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara status metilasi gen P16INK4A dengan osteoporosis sebagai salah satu age-related disease. 181 sampel DNA wanita pasca menopause (68 sampel osteoporosis dan 113 sampel non-osteoporosis) dianalisis dengan teknik MS-PCR. 12 sampel (6,6%) fully methylated, 164 sampel (90,6%) partially methylated, dan 5 sampel (2,8%) fully unmethylated. Terjadi metilasi gen P16INK4A pada wanita pascamenopause, namun tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status metilasi gen P16INK4A dengan osteoporosis pada wanita pasca menopause (p=0.652).

P16INK4A is a tumor suppressor gene which function is stopping the cell cycle that cause on cellular senescence which plays role on aging process and agerelated disease in musculoskeletal organs.
This research has purpose to analyze the relationship between methylation status of P16INK4A gene with osteoporosis as one of the age-related disease. 181 DNA sample (68 osteoporosis and 113 nonosteoporosis) from postmenopausal women has been analyzed using MS-PCR technique. 12 (6,6%) carried fully methylated, 164 (90,6%) carried partially methylated, and 5 (2,8%) carried fully unmethylated. There is no significant association between methylation status of P16INK4A gene and osteoporosis in postmenopausal women (p=0,652).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moh Nailul Fahmi
"Latar belakang: Aldehyde dehydrogenase 1 (ALDH1) merupakan marker sel punca kanker serviks yang menunjukkan karakteristik radioresisten. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan ALDH1 terhadap respon radiasi karsinoma sel skuamosa serviks stadium IIIB.
Metode: Sebanyak 58 sampel dari 360 pasien yang didiagnosis karsinoma sel skuamosa serviks stadium IIIB yang mendapat radiasi lengkap periode 2016 – 2021 di RSCM memenuhi kriteria eligibilitas subjek penelitian ini. Pemeriksaan MRI pra-radiasi dan pasca radiasi serta ekspresi ALDH dengan imunohistokimiawi (Santa Cruz®) dilakukan pada 58 sampel blok paraffin. Respon terapi dinilai pada 3 bulan setelah radiasi. Kami membandingkan respon terapi komplet yang dihasilkan pada ekspresi ALDH rendah dan ekspresi ALDH tinggi. Analisis dilakukan dengan software SPSS.
Hasil: Nilai titik potong optimal skor ALDH terhadap respon radiasi adalah 166,05 pg/mL yang diperoleh dari analisis kurva ROC. Nilai AUC menunjukkan hasil 0.682 dengan sensitivitas 63,6% dan spesifisitas 64,0%. Skor ALDH ≥166,05 meningkatkan risiko hingga 3,1 kali untuk tidak tercapainya respon komplet (adj OR 3,127, IK 95% 1,034 – 9,456, p = 0,043). Ukuran tumor pre-radiasi (p = 0,593), derajat diferensiasi (p = 0,161), kelainan ginjal pre-radiasi (0,114), dan keratinisasi (p = 0,477) tidak berhubungan dengan respon radiasi.
Kesimpulan: Ekspresi ALDH yang tinggi berhubungan dengan respon radiasi tidak komplet pada karsinoma sel skuamosa serviks stadium IIIB. Pasien dengan skor ALDH ≥ 166,05 meningkatkan risiko tidak tercapainya respon komplet hingga 3,1 kali lebih tinggi dibandingkan dengan subjek dengan skor ALDH < 166,05.

Background: ALDH is cancer stem cell marker that has radioresistance characteristic. This study aims to determine the association between ALDH1 and the radiation response of stage IIIB cervical squamous cell carcinoma.
Methods: A total 58 of 360 patients diagnosed with stage IIIB cervical squamous cell carcinoma who received complete radiation during 2016-2021 at the RSCM met the eligibility criteria for this study. Pre- and post-irradiation MRI examinations and ALDH expression with immunohistochemistry (Santa Cruz®) were performed on 58 paraffin block samples. Therapy response was assessed at 3 months after radiation. We compared the complete response resulting in low and high ALDH expression. The analysis was carried out with SPSS software.
Results: The optimal ALDH score cut-off point on the radiation response was 166.05 pg/mL which was obtained from the analysis of the ROC curve. The AUC value was 0.682 with sensitivity and specificity, 63,6% and 64%, respectively. ALDH score ≥166.05 increased the risk by 2.7 times for not achieving the complete response (OR = 2,656, IK 95% 0,844 – 8,356, p = 0,095). Pre-radiation tumor size (p = 0.593), degree of differentiation (p = 0.161), renal abnormalities (p = 0.114), and keratinization (p = 0.477) were not associated with radiation response.
Conclusions: High ALDH expression was associated with incomplete radiation response in squamous cell carcinoma of cervix stage IIIB
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ela Laelasari
"Latar Belakang: Karsinoma sel skuamosa laring (KSSL) dengan metastasis ke kelenjar getah bening (KGB) leher memiliki angka kelangsungan hidup 5 tahun kurang dari 50%. Banyak penelitian menunjukkan bahwa MMP-9 dan CCR7 berhubungan dengan metastasis ke KGB leher. Overekspresi MMP-9 dan CCR7 berhubungan dengan sifat sel tumor yang lebih agresif dan prognosis yang lebih buruk dikarenakan cenderung bermetastasis ke KGB leher.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan ekspresi MMP-9 dan CCR7 pada KSSL yang bermetastasis dan tidak metastasis ke KGB leher.
Metode: Penelitian analitik observasional dengan desain potong lintang pada sediaan operasi laringektomi parsial maupun total dengan diseksi leher di RSCM periode Desember 2017 sampai Desember 2019. Sampel penelitian dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu KSSL dengan metastasis KGB leher dan tanpa metastasis. Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara konsekutif dari kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sesuai perhitungan besar sampel untuk masing-masing kelompok. Pemeriksaan imunohistokimia menggunakan antibodi primer MMP-9 dan CCR7. Data imunoekspresi dianalisis untuk mengetahui hubungannya dengan terjadinya metastasis ke KGB leher.
Hasil: Kejadian metastasis KSSL ke KGB leher berhubungan dengan ekspresi MMP-9 (P<0,05). Ditemukan ekspresi MMP-9 yang tinggi pada KSSL-M sebesar 41,7% sedangkan KSSL-NM 8,3%. Ekspresi CCR7 juga berkorelasi dengan metastasis KSSL ke KGB leher (P<0,05), ekspresi CCR7 yang tinggi pada KSSL-M sebanyak 48,3% sedangkan KSSL-NM hanya 10%. Ditemukan pula hubungan antara ekspresi MMP-9 dan CCR7 dengan terjadinya metastasis KSSL ke KGB (p=0,001).
Kesimpulan: Metastasis KSSL ke KGB berhubungan dengan ekspresi MMP-9 dan CCR7. Terdapat adanya hubungan antara ekspresi MMP-9 dan CCR7 pada kejadian metastasis KSSL ke KGB leher.

Background: Laryngeal squamous cell carcinoma (LSCC) with metastasis to the lymph nodes of the neck has a 5-year survival rate of less than 50%. Many studies have shown that MMP-9 and CCR7 are associated with metastasis to cervical lymph nodes. Overexpression of MMP-9 and CCR7 are associated with a more aggressive cell tumour and poor prognosis because they are more likely to metastasis to cervical lymph nodes.
Purpose: This study aims to determine the expression of MMP-9 and CCR7 in metastasis and non-metastatis KSSL to cervical lymph nodes.
Methodology: An observational analytic study with a cross-sectional design on partial and total laryngectomy surgery preparations with neck dissection at RSCM for the period December 2017 to December 2019. The study sample was divided into 2 groups, namely KSSL with cervical lymph nodes metastasis and without metastasis. The research sample was taken by consecutive sampling from cases that met the inclusion and exclusion criteria according to the calculation of the sample for each group. Immunohistochemical examination using primary antibodies MMP-9 and CCR7. Immunoexpression data were analyzed to determine their relationship with metastasis to cervical lymph nodes.
Results: The incidence of SCC metastases to cervical lymph nodes was associated with MMP-9 expression (P<0.05). High MMP-9 expression was found in KSSL-M by 41.7% while in KSSL-NM 8.3%. CCR7 expression also correlated with KSSL metastases to cervical lymph nodes (P<0.05), high CCR7 expression in KSSL-M was 48.3% while KSSL-NM was only 10%. It was also found that there was a relationship between the expression of MMP-9 and CCR7 with the occurrence of SLCC to lymph node metastasis (p=0.001).
Conclusion: Metastasis SLCC to lymph node was associated with MMP-9 and CCR7 expression. There is a relationship between the expression of MMP-9 and CCR7 in the incidence of SCC metastases to cervical lymph nodes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Defi Nurlia Erdian
"Karsinoma tiroid papiler (KTP) merupakan tipe histologik palimg sering mencakup 80-85% dari keganasan tiroid. Pada KTP, mutasi BRAFV600E merupakan mutasi paling sering yang memiliki karakteristik biologik yang agresif seperti rekurensi, metastasis kelenjar getah bening (KGB), stadium tumor, dan prognosis yang buruk. Insidensi mutasi BRAFV600E di dunia bervariasi mulai dari 29% sampai 83%. Di Indonesia penelitian mengenai mutasi BRAFV600E ditemukan insidensi mulai dari 37,8% sampai 40,3%. Ki-67 merupakan penanda yang umum digunakan dalam menilai proliferasi sel dan merupakan indikator prognostik pada tumor. Peranan Ki-67 pada neoplasma tiroid berdiferensiasi baik masih bersifat polemik, belum terdapat indeks yang dapat digunakan untuk menentukan agresivitas tumor yang bermanfaat untuk prognosis pasien. Berbeda dengan pada karsinoma medular yang telah terdapat indeks untuk menentukan agresivitasnya. Penelitian ini diharapkan menjadi gambaran awal penilaian imunoekspresi Ki-67 pada KTP dengan mutasi BRAFV600E dan menjadi landasan untuk penelitian selanjutnya. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain studi potong lintang, populasi penelitian merupakan pasien KTP berdasarkan pemeriksaan histopatologi dengan data sekunder mengalami mutasi dan tanpa mutasi BRAFV600E pada penelitian sebelumnya, di Departemen Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo periode Januari 2019 hingga Desember 2022. Pengambilan sampel dilakukan secara acak pada kelompok KTP dengan dan tanpa mutasi BRAFV600E. Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan menggunakan antibodi primer anti-Ki-67. Hasil pemeriksaan imunohistokimia kemudian dievaluasi untuk menentukan ekspresi Ki-67. Didapatkan total 92 kasus KTP, 46 dengan mutasi BRAFV600E dan 46 tanpa mutasi BRAFV600E. Ekspresi Ki-67 dihitung dalam satuan presentase. Sebaran data penelitian menunjukkan penyandang KTP paling banyak memiliki usia <55 tahun (73,9%) dengan dominasi berjenis kelamin perempuan (75%). Ukuran tumor paling banyak ditemukan pada <4 cm (62%). Metastasis KGB ditemukan sebanyak 40,2% dan metastasis organ 16,3% dari total sampel penelitian. Subtipe histologik paling banyak dijumpai subtipe tall cell (38%), kemudian folikular (31,5%), klasik (20,7%), solid (5,4%), dan onkositik (4,3%). Invasi limfovaskular ditemukan sekitar 45,7%. Median ekspresi Ki-67 pada kelompok mutasi BRAFV600E lebih tinggi (2,9%) dari kelompok tanpa mutasi BRAFV600E (2,1%). Nilai titik potong untuk ekspresi Ki-67 yang direkomendasikan adalah 2,63%, kemudian untuk memudahkan penerapan praktek klinis dikategorikan dengan titik potong 3%. Hasil analisis ekspresi Ki-67 berhubungan dengan mutasi BRAFV600E (p=0,031) dengan nilai odds ratio 2,597. Oleh karena itu, melalui penelitian ini dapat diketahui perbedaan bermakna ekspresi Ki-67 pada KTP dengan mutasi BRAFV600E dan KTP tanpa mutasi BRAFV600E sehingga dapat menjadi salah satu dasar patogenesis sifat agresivitas tumor.

Papillary thyroid carcinoma (PTC) is the most common histologic type with about 80-85% of thyroid malignancies. In PTC, the BRAFV600E mutation is the most frequent mutation which has aggressive biological characteristics such as recurrence, lymph node metastasis, higher tumor stage, and poor prognosis. The incidence of the BRAFV600E mutation in the world varies from 29% to 83%. In Indonesia, BRAFV600E was found from 37.8% to 40.3%. Ki-67 is a common marker for assessing cell proliferation and a tumor prognostic indicator. The role of Ki-67 in well-differentiated thyroid neoplasms is still controversial, no index can be used to determine tumor aggressiveness that will be useful for patient prognosis. This is different from medullary carcinoma, which has an index to determine its aggressiveness. This research is expected to provide an initial description of the role of Ki-67 immuno-expression in PTC with the BRAFV600E mutation and become a basis for further research. This research is an analytical study with a cross-sectional study design, the study population is PTC patients based on histopathological examination with secondary data of BRAFV600E mutations in previous studies, in the Department of Anatomic Pathology, Faculty of Medicine, University of Indonesia/Cipto Mangunkusumo Hospital from January 2019 to December 2022. Sampling was conducted randomly in the PTC group with and without the BRAFV600E mutation. Immunohistochemical examination was carried out using the primary antibody anti-Ki-67. The results of the immunohistochemical examination were then evaluated to determine Ki-67 expression. There was a total of 92 cases of PTC, 46 with the BRAFV600E mutation and 46 without the BRAFV600E mutation. Ki-67 expression was calculated in percentage units. The distribution of research data shows that most people are aged <55 years (73.9%) with a predominance of female gender (75%). Tumor size was most commonly found at <4 cm (62%). Lymph node metastases were found in 40.2% and distant organ metastases in 16.3% of the total study sample. The most common histologic subtypes were tall cells (38%), followed by follicular (31.5%), classic (20.7%), solid (5.4%), and oncocytic (4.3%). Lymphovascular invasion was found in around 45.7%. The median Ki-67 expression in the BRAFV600E mutation group was higher (2.9%) than the group without BRAFV600E mutation (2.1%). The recommended cut-off value for Ki-67 expression is 2.63%, then categorized with a cut-off of 3%. The results of the Ki-67 expression analysis were associated with the BRAFV600E mutation (p=0.031) with an odds ratio of 2.597. Therefore, through this research, we can determine the differences in the expression Ki-67 in PTC with BRAFV600E mutation and PTC without BRAFV600E mutation so that it can be one of the basic pathogenesis of tumor aggressiveness."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Birril Qudsi
"belakang: Karsinoma sel skuamosa rongga mulut (KSSRM) adalah salah satu kanker yang paling umum dijumpai dengan angka survival 52.0% yang tidak meningkat secara bermakna walaupun tatalaksana kanker ini terus berkembang. Cornulin merupakan protein spesifik untuk sel skuamosa yang penting dalam diferensiasi epitel. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa rendahnya ekspresi cornulin berhubungan dengan gambaran klinikopatologi dan survival yang lebih buruk dibandingkan dengan ekspresi tinggi. Oleh karena sifatnya yang spesifik dan belum ada penelitian mengenai ekspresi cornulin sebagai faktor prognosis di Indonesia, maka penulis tertarik untuk mengetahui hubungan antara ekspresi cornulin dan survival pada pasien dengan KSSRM.
Tujuan: Mengetahui potensi cornulin sebagai penanda biologis survival pada pasien dengan KSSRM.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi kohort retrospektif yang dilakukan dari periode Juni 2021 sampai dengan Mei 2022. Populasi penelitian ini merupakan pasien dengan diagnosis KSSRM yang ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologis dan menjalani terapi di Divisi Bedah Onkologi Departemen Ilmu Bedah RSCM periode Januari 2015 – Mei 2020. Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan untuk mengetahui ekspresi cornulin dan skor imunihistokimia ditentukan menggunakan immunoreactive score (IRS). Skor IRS < 6 berarti ekspresi rendah dan ≥ 6 berarti ekspresi tinggi. Analisis statistik univariat, bivariat, dan survival dilakukan menggunakan perangkat lunak SPSS.
Hasil: Cornulin tidak memiliki hubungan yang signifikan secara statistik dengan survival pada pasien dengan KSSRM. T, N, dan stadium memiliki hubungan yang signifikan secara statistik dengan survival pada pasien dengan KSSRM dengan nilai p masing-masing adalah 0.001, 0.040, dan 0.001. T dan N memiliki hubungan yang bermakna secara statistik dengan ekspresi cornulin pada pasien dengan KSSRM, dengan nilai p masing-masing adalah 0.034 dan 0.030.
Kesimpulan:Cornulin sebagai protein penanda biologis KSSM tidak dapat menjadi prediktor dari survival pasien dengan KSSM.

Background: Oral squamous cell carcinoma (OSCC) is one of the most common cancers with a 52.0% survival rate which does not increase significantly even though the management of this cancer continues to develop. Cornulin is a specific protein for squamous cells that is important in epithelial differentiation. Previous studies have shown that low cornulin expression is associated with worse clinicopathological features and survival compared to high cornulin expression. Due to its specific nature and no research on cornulin expression as a prognostic factor has been done in Indonesia, the author is interested in knowing the relationship between cornulin expression and survival in patients with OSCC.
Objective: To determine the potential of cornulin as a biological marker for survival in patients with OSCC.
Methods: This study used a retrospective cohort study design that was conducted from June 2021 to May 2022. The population of this study were patients with OSCC diagnosis confirmed by histopathological examination and undergoing therapy at the Division of Surgical Oncology, Department of Surgery, RSCM for the period January 2015-May 2020. Immunohistochemical examination was performed to determine the expression of cornulin and the immunohistochemical score was calculated using the immunoreactive score (IRS). IRS score < 6 means low cornulin expression and ≥ 6 means high cornulin expression. Univariate, bivariate, and survival statistical analyses were performed using SPSS software.
Results: Cornulin did not have a statistically significant relationship with survival in patients with OSCC. T, N, and stage had a statistically significant relationship with survival in patients with SCC with p values ​​of 0.001, 0.040, and 0.001, respectively. T and N had a statistically significant relationship with cornulin expression in patients with OSCC, with p-values ​​of 0.034 and 0.030, respectively.
Conclusion: Cornulin as a biological marker protein of OSCC cannot be a predictor of the survival of patients with OSCC.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>