Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123420 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Putrya Hawa
"ABSTRAK
Pada penelitian ini dilakukan preparasi dan karakterisasi nanopartikel primakuin berbasis kitosan. Preparasi nanopartikel primakuin dilakukan dengan menggunakan metode gelasi ionik. Karakterisasi nanopartikel primakuin dilakukan untuk mengetahui distribusi ukuran partikel, zeta potensial da morfologi partikel. Selanjutnya nanopartikel primakuin dan primakuin konvensional diujikan ke tikus secara oral untuk membandingkan profil farmakokinetik keduanya. Hasil menunjukkan distribusi ukuran partikel pada 248,8 nm, dengan lebar puncak 29,61 nm, efisiensi penjerapan54,7% dan zeta potensial. Pada uji in vivo di tikus, konsentrasi primakuin dalam plasma 2-2,5 kali lebih rendah dibandingkan primakuin konvensional, tetapi 3 kali lebih tinggi di hati. Penghitungan parameter farmakokinetik menunjukkan AUC nanopartikel primakuin 3,3 kali lebih rendah dan Cmax nanopartikel primakuin 2,3 kali lebih rendah dibandingkan primakuin konvensional. Namun tidak ada perbedaan pada Tmax. Nilai ke nanopartikel primakuin lebih rendah dan t1/2 eliminasi memanjang 3 kali lipat dibandingkan primakuin konvensional. Vd nanopartikel primakuin 6,5 kali lebih besar dibandingkan primakuin konvensional. Penelitian ini menunjukkan nanopartikel primakuin terbukti berhasil meningkatkan penghantaran obat ke hati.

ABSTRACT
The aim of this study was to prepare primaquine- loaded chitosan nanoparticles to enhance drug transport to the liver. Primaquine nanoparticles were prepared by using ionic gelation. Nanoparticles were characterized by particle size distribution, entrapment efficiency, zeta potential and morphology. Conventional primaquine and primaquine nanoparticles were administered orally to rats in order to compare the pharmacokinetic profiles. The characterization of nanoparticles exhibited a peak of particle size distribution at 248.8 nm, peak width of 29.61 nm, entrapment efficiency of 54.7%, and zeta potential of +1.4 mV. In rats, we observed 2-2.5 times smaller plasma concentrations of primaquine nanoparticles than conventional primaquine, but 3 times higher concentration in the liver. The calculation of pharmacokinetic parameters of primaquine revealed that nanoparticles have 3.3 times smaller AUC and 2.3 times smaller Cmax than conventional administration, but no different Tmax. Absorption rate constant and absorption phase half life of nanoparticles were statistically not different from conventional primaquine. Elimination rate constant and elimination phase half life of nanoparticles exceeded 3 times the values of conventional primaquine. The pharmacokinetic distribution of primaquine nanoparticles showed a 6.5 times greater volume than that of primaquine. This study exhibited that primaquine nanoparticles successfully enhanced drug transport to the liver."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Gayatri
"Relaps masih menjadi masalah dalam eradikasi malaria vivaks. Primakuin adalah satu-satunya antihipnozoit yang saat ini tersedia di pasaran. Efikasi primakuin diperoleh oleh farmakokinetik dan farmakodinamik obat. Kemampuan CYP2D6 memetabolisme primakuin menjadi bentuk aktif akan memengaruhi kadar primakuin dan efikasi klinisnya. Pada penelitian ini dilakukan analisis farmakokinetik dan farmakodinamik primakuin dengan pendekatan populasi pada subjek dengan malaria vivaks; serta menganalisis hubungan variasi jumlah salinan gen CYP2D6 dengan kejadian relaps.
Subjek studi adalah 174 orang Tentara Nasional Indonesia yang terinfeksi malaria vivaks dan diterapi dengan kombinasi skizontisida dan primakuin selama 14 hari. Kejadian relaps diamati selama satu tahun. Model farmakokinetik-farmakodinamik primakuin yang dikembangkan dengan metode mixed effect non linier menggunakan piranti lunak NONMEM versi 7.4.1. Kuantifikasi jumlah salinan gen CYP2D6 dilakukan pada 49 subjek. Jumlah salinan ditentukan berdasarkan nilai Cq hasil amplifikasi intron 6 dengan qPCR real-time. Jumlah salinan dihitung sesuai dengan rumus 2-ΔΔCq x jumlah salinan DNA Kalibrator, ΔΔCq = ΔCq (kalibrator)  ΔCq (sampel) dan ΔCq = Cq (CYP2D6) - Cq (RNAse P). Hubungan jumlah salinan gen CYP2D6 dan kejadian relaps malaria vivaks dianalisis dengan uji Chi-square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar primakuin plasma paling baik dideskripsikan oleh model satu kompartemen dengan penyerapan orde pertama. Berat badan diimplementasikan sebagai fungsi alometrik pada clearance (CL) dan distribusi volume (Vd). Piperakuin maupun pironaridin menurunkan CL dan Vd primakuin sebesar 3354%. Faktor genetik CYPD6 tidak memengaruhi CL primakuin. Risiko kejadian relaps malaria vivaks dideskripsikan dengan model constant hazard pada model time-to-event. Peningkatan satu poin skor aktivitas gen CYP2D6 menurunkan risiko relaps sebesar 88,3%, sehingga dapat disangkal bahwa faktor genetik CYP2D6 menjadi salah satu faktor yang dapat memengaruhi risiko kambuh vivaks malaria. Tidak didapatkan hubungan antara AUC primakuin dan kejadian relaps, sehingga hasil ini tidak dapat digunakan untuk menghitung dosis primakuin yang optimal. Kuantifikasi jumlah salinan gen CYPD6 dilakukan pada 21 subjek relaps dan 28 subjek kontrol. Mayoritas subjek memiliki jumlah salinan ≥ 2 (39 dari 49 orang). Tidak ditemukan hubungan antara jumlah salinan gen CYP2D6 dan kejadian relaps (p = 0,155).
Relapse is still a problem in vivax malaria eradication. Primakuine is the only antihipnozoite currently available on the market. The efficacy of primaquine is obtained by the pharmacokinetics and pharmacodynamics of the drug. The ability of CYP2D6 to metabolize primaquine to its active form will affect primakuine levels and clinical efficacy. In this study, a pharmacokinetic and pharmacodynamic analysis of primaquine was carried out with a population approach in subjects with vivax malaria; and to analyze the relationship between variations in the number of copies of the CYP2D6 gene with the incidence of relapse.
Study subjects were 174 Indonesian National Armed Forces infected with vivax malaria and treated with a combination of schizonticides and primaquine for 14 days. Relapse incidence was observed for one year. The primakuine pharmacokinetic-pharmacodynamic model was developed using a non-linear mixed effect method using NONMEM software version 7.4.1. Quantification of the number of copies of the CYP2D6 gene was performed in 49 subjects. The number of copies is determined based on the Cq value of the intron 6 amplification with real-time qPCR. The number of copies is calculated according to the formula 2-ΔΔCq x number of copies of the DNA Calibrator, ΔΔCq = ΔCq (calibrator)  ΔCq (sample) and ΔCq = Cq (CYP2D6) - Cq (RNAse P). The association between copy number of CYP2D6 gene and the incidence of vivax malaria relapse was analyzed using Chi-square test.
The results showed that plasma primquine levels were best described by a one-compartment model with first-order absorption. Body weight is implemented as an allometric function on clearance (CL) and volume distribution (Vd). Piperakuine and pyronaridin reduce CL and Vd primakuin by 3354%. CYPD6 genetic factor does not affect CL primaquine. The risk of vivax malaria relapse was described using the constant hazard model in the time-to-event model. One point increase in the CYP2D6 gene activity score reduced the risk of relapse by 88.3%, so it can be denied that CYP2D6 genetic factor is one of the factors that can affect the risk of malaria vivax relapse. There was no relationship between AUC of primaquine and the incidence of relapse, so these results cannot be used to calculate the optimal primquine dose. CYPD6 gene copy count quantification was performed in 21 relapsed subjects and 28 control subjects. The majority of subjects had a number of copies ≥ 2 (39 of 49 people). No association was found between the number of copies of the CYP2D6 gene and the incidence of relapse (p = 0.155)."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jason Sriwijaya
"Dihidroartemisinin-piperakuin (DHA-PPQ) telah digunakan secara global sebagai terapi kombinasi standar pada pengobatan malaria vivaks di Indonesia. Efikasi dan keamanan obat ini banyak dilaporkan, namun data efek samping obat terhadap jantung masih sangat terbatas. Salah satu efek samping yang patut diwaspadai adalah pemanjangan repolarisasi ventrikel yang dapat menyebabkan berkembangnya aritmia ventrikuler yang dikenal sebagai Torsade de Pointes (TdP).
Pengukuran interval QT telah dijadikan standar untuk mengukur waktu repolarisasi ventrikel. Interval QT juga mewakili waktu yang dibutuhkan untuk depolarisasi dan repolarisasi ventrikel sehingga tidak selalu bisa dijadikan indikator akurat pada kelainan repolarisasi. Saat ini pengukuran interval QT digunakan sebagai standar utama penilaian efek samping obat terhadap jantung, namun menurut pemikiran sebagian ahli, pengukuran interval JT lebih akurat untuk mengukur waktu repolarisasi ventrikel, karena tidak terpengaruh oleh variabilitas durasi kompleks QRS. Interval QT dan JT dipengaruhi oleh frekuensi denyut jantung, maka dalam penelitian ini digunakan dua formula yang sudah dikoreksi terhadap frekuensi denyut jantung, yaitu formula Bazett (QTcB, JTcB) dan Fridericia (QTcF, JTcF).
Penelitian before-after ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan nilai rerata interval QTc dan JTc penderita malaria vivaks sebelum dan sesudah pemberian DHA-PPQ. Penelitian ini dilakukan pada penderita malaria vivaks yang juga diberikan primakuin (PQ) untuk mencegah kekambuhan, sehingga juga dilakukan pengukuran interval QTc dan JTc sebelum dan sesudah pemberian PQ.
Subyek yang masuk dalam kriteria seleksi pada pemberian DHA-PPQ berjumlah 24 subyek, sedangkan pada pemberian PQ sebanyak 14 subyek. Pengukuran interval QT dan JT dilakukan pada data rekaman EKG penelitian utama ?Safety, tolerability, and efficacy of artesunat-pyonaridine or dihydroartemisinin-piperaquine in combination with primaquine as radical cure for P. Vivax in Indonesian Soldiers? tahun 2010.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat pemanjangan rerata interval QTcF dibandingkan baseline yang bermakna secara statistik di D3 setelah pemberian DHA-PPQ. Pemanjangan sebesar 14,42 milidetik terjadi di D3 predose dan 20,53 milidetik di D3 postdose, sedangkan rerata pemanjangan interval JTcF yang bermakna setelah pemberian DHA-PPQ, didapatkan sebesar 13,43 milidetik di D3 postdose.
Hasil penelitian pada pemberian PQ terdapat perbedaan nilai rerata interval QTcB dibandingkan baseline sebesar 19,42 milidetik. Nilai median interval QTcB di D42 predose dan D42 postdose, masing-masing sebesar 402,69 milidetik dan 399,73 milidetik, sedangkan nilai median QTcB D29 predose sebagai baseline 380,31 milidetik, dan perbedaan tersebut bermakna secara statistik. Untuk rerata pemanjangan interval JTcF dibandingkan baseline diperoleh sebesar 16,50 milidetik di D42 postdose dan secara statistik bermakna.

Dihydroartemisinin-piperaquin (DHA-PPQ) has been used globally as standard combination therapies for vivax malaria treatment in Indonesia. There are accumulating reports of efficacy and safety for these drugs. However, data on cardiotoxicity are limited. One of the side effects that must be put into caution is the prolongation of ventricular repolarization which can lead to the development of ventricular arrhythmia known as Torsade de Pointes (TdP).
QT interval has been the standard measurement of ventricular repolarization. However, it includes both depolarization and repolarization time, and may not always be an accurate indicator for repolarization abnormalities. Recently, many experts suggest that JT interval could be a more accurate measurement of ventricular repolarization since the variability of QRS complex duration does not affect it. QT and JT intervals are affected by heart rate, so both of them have to be corrected for the heart rate using two formulas, i.e.: Bazett (QTcB, JTcB) and Fridericia (QTcF, JTcF) formulas.
This study used ?before and after? design and was aimed to find out whether there was a significant difference of QTc and JTc interval of vivax malaria patients pre and post DHA-PPQ dose. Since our patients were also given primaquine (PQ) the differences of QTc and JTc interval of vivax malaria patients pre and post PQ were also explored.
The ECG record of 24 DHA-PPQ and 14 PQ treated subjects taken from ?Safety, tolerability, and efficacy of artesunat-pyonaridine or dihydroartemisinin-piperaquine in combination with Primaquine as radical cure for P. Vivax in Indonesian Soldiers? study in the 2010 year, were analyzed.
The results showed significant QTcF prolongations of 14.42 ms predose and 20.53 ms postdose on D3 DHA-PPQ treatment compared to the baseline value, D1, whereas prolongations of JT interval were 13.43 ms found on D3 postdose.
The results after given PQ showed mean difference of QTcB compared to the baseline value was 19.42 ms and the values of QTcB interval median were 402.69 ms and 399.73 ms for D42 predose and D42 postdose, respectively, compared to the baseline value 380.31 ms for D29 predose, and which was statistically significant. The result for JTcF interval after given PQ, showed mean difference of prolongations compared to the baseline value was 16.50 ms, statistically significant."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Yosmarina
"Nanopartikel kitosan dipreparasi menggunakan potassium persulfate (KPS) dengan variasi asam (asam asetat, asam laktat, asam format). Reaksi yang terjadi adalah depolimerisasi dilanjutkan ionik cross-linking dengan anion sulfate. Karakterisasi FE SEM menghasilkan nanopartikel berukuran 150-500 nm pada asam asetat, 94-140 nm pada asam laktat dan 50-110 nm pada asam format pada pengeringan oven. Pada spray drying dihasilkan nanopartikel berukuran 230-870 nm pada asam asetat, 150-300 nm pada asam laktat dan 130-250 nm pada asam format. Preparasi dengan asam format menghasilkan ukuran lebih baik dan distribusi partikel lebih sempit dibandingkan asam laktat dan asam asetat.

Chitosan nanoparticles were prepared with potassium persulfate (KPS) and variety of acids (acetic acid, lactic acid, formic acid). The reactions that occurred were depolymerization followed by ionic cross-linking with sulfate anion. From FE SEM characterization showed chitosan particles size between 150-500 nm, 94-140 nm and 50-110 nm in acetic acid, lactic acid and formic acid respectively. By spray drying was obtained chitosan particles size between 230-870 nm, 150-300 nm and 130-250 nm in acetic acid, lactic acid and formic acid respectively. Preparation of chitosan nanoparticles using formic acid produced smaller particles size and narrower particles size distribution compared to lactic acid and acetic acid."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43797
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Maulina
"ABSTRAK
Mangiferin merupakan salah satu senyawa derivat xanton yaitu C-glikosilxanton yang berpotensi dikembangkan menjadi agen pengkelat besi namun bioavailabilitas pada pemberian secara oral sangat rendah dan kelarutannya kurang baik. Preparasi mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat diharapkan dapat meningkatkan bioavailabilitas mangiferin karena dengan memperkecil ukuran mangiferin akan memperbesar luas permukaan dan meningkatkan interaksi dengan pelarut sehingga kelarutan akan meningkat. Nanopartikel juga dapat menghantarkan senyawa obat dengan baik sampai ke unit-unit kecil dalam tubuh, meningkatkan distribusi, serta obat tepat target, sehingga meningkatkan efek terapetik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berbagai parameter farmakokinetik nanopartikel kitosan-alginat mangiferin yang diberikan secara oral pada tikus. Penelitian dilakukan pada tikus jantan Sprague-Dawley yang diberi nanopartikel kitosan-alginat mangiferin sebesar 50 mg/kgBB secara oral. Darah diambil dari vena ekor pada 0; ½; 1; 2; 3; 4; 4½; 5; 5½ dan 6 jam setelah pemberian oral. Hati dan jantung diambil pada jam ke 4 dan 6 setelah pemberian oral. Analisis kadar mangiferin pada plasma, hati dan jantung menggunakan HPLC. Parameter farmakokinetik telah dihitung. Konsentrasi maksimum nanopartikel kitosan-alginat mangiferin dalam plasma mencapai 634,65 ± 10,37 ng/mL dengan Tmax 4 jam setelah pemberian oral dan waktu paruh eliminasi (t1/2) adalah 6,45 ± 0,15 jam. Konsentrasi nanopartikel kitosan-alginat mangiferin di jantung dan di hati pada jam keempat dan keenam setelah pemberian oral berturut-turut adalah 753,16 ± 93,48 ng/mL, 1976,55 ± 40,06 ng/mL, 1998,81 ± 72,25 ng/mL, dan 3562,81 ± 189,28 ng/mL. Peningkatan kadar mangiferin pada kelompok nanopartikel kitosan-alginat mangiferin di plasma, jantung dan hati menunjukkan bentuk nanopartikel kitosan-alginat mangiferin memiliki absopsi yang lebih baik dibanding kelompok mangiferin. Preparasi nanopartikel kitosan-alginat mangiferin dapat mempengaruhi profil farmakokinetik mangiferin pada plasma dan distribusinya pada hati dan jantung tikus.

ABSTRACT
Mangiferin is one of the xanthone derivative compounds, namely C-glicosylxanthones which has the potential to be developed into an iron chelating agent but the bioavailability of oral administration is very low, and its have poor solubility. The preparation of mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles are expected to increase the bioavailability of mangiferin because by reducing particle size it will increase the surface area and increase interaction with the solvent so that solubility will increase. Nanoparticles can also deliver medicinal compounds well to small units in the body, increase distribution, and target drugs, thereby increasing therapeutic effects. The purpose of this study was to determine the various pharmacokinetic parameters of chitosan-alginate mangiferin nanoparticles given orally in rats. The study was conducted on Sprague-Dawley male rats were given 50 mg/ kgBW of chitosan-alginate mangiferin orally. Blood samples were taken from the tail vein at 0; ½; 1; 2; 3; 4; 4½; 5; 5½ and 6 hours after oral administration. Heart and liver organs are taken at the fourth and sixth hour after oral administration. Analysis of mangiferin levels in plasma, liver, and heart using HPLC. The pharmacokinetics parameters were calculated. The maximum concentration of chitosan-alginate mangiferin nanoparticles in plasma reached 634.65 ± 10.37 ng/mL with Tmax 4 hours after oral administration, and the apparent elimination half-life (t1/2) was 6,45 ± 0,15 hours. Concentrations in the heart and liver in the fourth and sixth hours after oral administration were 753,16 ± 93,48 ng/mL, 1976,55 ± 40,06 ng/mL, 1998,81 ± 72,25 ng/mL, and 3562,81 ± 189,28 ng/mL. Increased concentrations of chitosan-alginate mangiferin nanoparticles in plasma, heart, and liver showed that chitosan-alginate mangiferin nanoparticles had good absorption. Preparation of chitosan-alginate mangiferin nanoparticles can affect the pharmacokinetic profile of mangiferin in plasma and its distribution to the liver and heart of rats."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58591
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas
"Kitosan merupakan polimer alam yang bersifat kationik. Sifat kationik tersebut membuat kitosan dapat berinteraksi dengan senyawa anionik melalui ikatan taut silang dan membentuk partikel dalam ukuran nano. Dalam penelitian ini, natrium tripolifosfat digunakan sebagai agen penaut silang. Tujuan penelitian ini adalah membuat dan mengkarakterisasi nanopartikel kitosan-tripolifosfat dalam sediaan film yang mengandung verapamil HCl. Nanopartikel dibuat dengan menggunakan metode gelasi ionik. Untuk mendapatkan metode preparasi nanopartikel yang optimal maka penambahan larutan tripolifosfat dilakukan dengan 3 metode. Dari ketiga metode tersebut, metode ketiga dipilih dan memberikan hasil ukuran partikel sebesar 62,2 nm, indeks polidispersitas sebesar 0,293, potensial zeta sebesar +26,05 mV, efisiensi penjerapan sebesar 16,42 % dan berbentuk sferis. Nanopartikel yang dihasilkan kemudian dibuat dalam bentuk sediaan film dengan menggunakan eksipien kitosan-tripolifosfat kemudian dibandingkan dengan film yang mengandung verapamil HCl standar dan dilihat profil pelepasannya. Film yang mengandung nanopartikel verapamil HCl memiliki pelepasan yang lebih cepat dibandingkan film standar. Selain itu, film yang mengandung nanopartikel memiliki sifat mekanis yang lebih baik dibandingkan film standar.

Chitosan is a cationic natural polymers. Cationic properties make chitosan can interact with anionic compounds via cross-linked bond and form particles in nano size. In this research, sodium tripolyphosphate is used as a crosslinked agent. The purpose of this research is to create and characterize chitosan-tripolyphosphate nanoparticles in the preparation of buccal films containing verapamil hydrochloride. Nanoparticles prepared by using ionic gelation method. To obtain the optimal preparation method of nanoparticles, the addition of tripolyphosphate solution made by 3 methods. The third method chosen and nanoparticles obtained has a particle size of 62,2 nm, polydispersity index of 0,293, zeta potensial of +25,27 mV, entrapment efficiency of 16,42 % and spherical. The resulting nanoparticles are then made in the dosage form film using excipient chitosantripolyphosphate then compared with film containing verapamil HCl standard and view the profile of released. Film containing nanoparticles verapamil HCl has a faster release than the standard film. In addition, the film containing nanoparticle has better mechanical properties than standard film"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2012
S43835
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Irsan Saleh
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian:
Mekanisme kerja primakuin, sampai saat ini masih belum sepenuhnya diketahui. Dugaan bahwa primakuin bekerja pada parasit malaria melalui penghambatan sistem rantai . pernafasan parasit, didasarkan pada bukti bahwa obat ini dimetabolisme menjadi bentuk intermediat, 5,6-quinolin diquinone yang mempunyai struktur yang mirip dengan ubikuinon (koenzim Q), salah satu komponen penting sistem respirasi mitokondria. Diperkirakan bahwa efek antimalaria obat ini dimediasi oleh kompetisi perikatannya dengan koenzim Q pada apositokrom b. Beberapa inhibitor kompleks III rantai pernafasan di mitokondria mempunyai struktur kimiawi yang mirip dengan koenzim Q dan resistensi terhadap inhibitor-inhibitor tersebut didasari oleh adanya mutasi pada gen sitokrom b.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme kerja obat antimalaria primakuin pada parasit malaria melalui pendekatan biomolekuler dengan hipotesis bahwa resistensi parasit malaria terhadap primakuin didasari oleh adanya mutasi pada gen sitokrom b. Untuk itu dilakukan upaya untuk mendapatkan galur P. berghei yang resisten terhadap primakuin dengan cara memberikan primakuin dengan dosis subletal secara bertahap pada P berghei yang sensitif terhadap primakuin. Terjadinya resistensi terhadap primakuin dideteksi dengan tes sensitivitas in vivo dan dilanjutkan dengan kloning untuk mendapatkan galur murni. Dari galur tersebut dilakukan isolasi DNA, amplifikasi gen sitokrom b dengan metode PCR dan sekuensing DNA untuk mengetahui adanya mutasi pada situs perikatan kuinon (Qo dan Qi).
Hasil dan Pembahasan:
Dari penelitian ini telah berhasil diperoleh dua galur P. berghei yang resisten terhadap primakuin dengan derajat resistensi sekitar 20 kali dibandingkan dengan galur parental. Analisis gen sitokrom b menunjukkan tidak ditemukannya mutasi baik pada tempat perikatan kuinon (Qi dan Qo) maupun pada bagian lainnya. Diperkirakan, dengan derajat resistensi yang diperoleh mungkin belum mampu menyeleksi alel resisten pada gen target. Kemungkinan yang lain adalah resistensi terhadap primakuin tidak didasari adanya mutasi pada gen sitokrom b, tetapi lebih pada struktur kimianya sebagai aminokuinolin, sehingga analisis terhadap gen yang berkaitan dengan resistensi terhadap golongan obat tersebut, misalnya pbmdr I dan pbcrl mungkin diperlukan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11292
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Amalia
"Solid lipid nanoparticle (SLN) merupakan suatu sistem pembawa koloid yang menggunakan lipid padat sebagai bahan pembentuk matriks. Penelitian ini dilakukan untuk preparasi sediaan SLN gliklazid menggunakan metode high shear homogenization dan pengeringan beku. Formula SLN gliklazid terdiri atas: asam stearat sebagai bahan pembentuk matriks, Tween 80 dan PEG 400 sebagai surfaktan, etanol sebagai ko-solvent dan laktosa sebagai cryoprotectant. Karakterisasi sediaan SLN dilakukan sebelum dan setelah pengeringan beku yang meliputi: analisis ukuran partikel dan potensial zeta, analisis morfologi, efisiensi penjerapan, dan dilanjutkan dengan evaluasi pelepasan dan permeabilitas gliklazid secara in-vitro.
Hasil menunjukkan gliklazid dapat diformulasikan kedalam bentuk sediaan SLN dengan bentuk partikel yang tidak sferis dan rata-rata ukuran partikel SLN sebesar 878,0 ± 246,3 nm dan 745,8 ± 204,0 nm. Nilai potensial zeta dari SLN adalah –3,96 ± 0,45 mV dan –5,32 ± 2,13 mV dengan efisiensi penjerapan 84,055 ± 3,876% dan 75,29 ± 0,79%. Evaluasi pelepasan obat pada sediaan secara in-vitro menunjukkan pada menit ke-25 gliklazid telah terdisolusi sebanyak 99,739 ± 0,310% dan menunjukkan perbedaan yang bermakna (p < 0,05) dengan gliklazid murni. Evaluasi permeabilitas sediaan secara in-vitro menunjukkan laju permeasi SLN gliklazid lebih tinggi dibandingkan gliklazid murni dan menunjukkan perbedaan yang signifikan (p < 0,05).

Solid lipid nanoparticle (SLN) have been proposed as colloidal carriers which used solid lipid as matrix material. In this study, gliclazide-loaded solid lipid nanoparticle has prepared with high shear homogenization and freeze drying method using stearic acid as lipid material, tween 80 and PEG 400 as surfactant, ethanol as'co-solvent and lactose as cryoprotectant. Characterization performed on SLN dosage from before and after freeze drying, which includes the analysis of particle size and zeta potential, morphology analysis, entrapment efficiency, followed by evaluate in vitro release study and in vitro permeation study of gliclazide.
Results indicate gliclazide can be formulated in SLN dosage form using high shear homogenization and freeze dry method. The morphology studies revealed that the prepared SLN were irregular in shape with mean particle size of 878.0 ± 246.3 and 745.8 ± 204.0. Zeta potensial value of gliclazide-loaded SLN were found – 3.96 ± 0.45 mV and – 5.32 ± 2.13 mV with entrapment efficiency 84.055 % ± 3.876 and 75.29 ± 0.79%. The evaluation of the in vitro of Gliclazideloaded SLN release study showed after 25 minutes of study, 99.739 ± 0.310% gliclaizde was dissolved and showed a significant difference (p < 0.05) with pure gliclazide. The in vitro permeation of gliclazide was improved when formulated as SLN and showed a significant difference (p < 0.05) with pure gliclazide.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T34612
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Latar belakang: Penelitian ini dilakukan untuk meneliti pengaruh pemberian ritonavir dan primakuin bersamaan, yang diberikan dalam dosis tunggal atau dosis berulang pada konsentrasi plasma ritonavir pada tikus. Metode: Pada studi dengan pemberian dosis tunggal, 30 tikus Sprague Dawley jantan secara acak diberikan ritonavir 20 mg/kgBB atau ritonavir 20 mg/kgBB + primakuin 1,2 mg/kgBB atau ritonavir 20 mg/kgBB + ketokonazol 10 mg/kgBB. Ketokonazol digunakan sebagai kontrol positif penghambat metabolisme ritonavir. Pada studi dengan pemberian dosis berulang, 30 tikus Spraque Dawley secara acak diberikan ritonavir 20 mg/kgBB/hari atau ritonavir 20 mg/kgBB/hari + primaquine 1,2 mg/kgBB/hari atau ritonavir 20 mg/kgBB/hari + rifampisin 100 mg/kgBB/day. Rifampisin digunakan sebagai kontrol positif penginduksi metabolisme ritonavir. Hasil: Pada pemberian dosis tunggal, ketokonazol meningkatkan area dibawah kurva kadar plasma (AUC) ritonavir (↑114,8%, p< 0.05), sedangkan primakuin cenderung menurunkan AUC ritonavir (↓32,6%, p> 0.05). Pemberian dosis berulang menunjukkan bahwa rifampisin menurunkan AUC ritonavir (↓42,8%, p< 0.001), dan primakuin menurunkan AUC ritonavir (↓ 46,6%, p< 0.001). Kesimpulan: Pemberian primakuin dan ritonavir bersamaan dapat menurunkan AUC ritonavir. Hal ini dapat menyebabkan konsentrasi ritonavir sebagai anti-HIV tidak mencukupi, sehingga dapat menyebabkan kegagalan terapi dengan ritonavir.

Abstract
Background: The present study was aimed to explore the effects of ritonavir and primaquine combination given as a singledose or repeated-dose compared to ritonavir alone on ritonavir plasma concentration in the rats. Methods: In single-dose study, 30 male Spraque Dawley rats were randomly allocated to receive ritonavir 20 mg/kg BW or ritonavir 20 mg/kg BW + primaquine 1.2 mg/kg BW or ritonavir 20 mg/kg BW + ketokonazole 10 mg/kg BW. Ketokonazole was used as positive control of ritonavir metabolism inhibitor. In the repeated-dose study, thirty Spraque Dawley male rats were randomly allocated to receive ritonavir 20 mg/kg BW/day or ritonavir 20 mg/kg BW/day + primaquine 1.2 mg/kg BW/day or ritonavir 20 mg/kg BW/day + rifampicin 100 mg/kg BW/day. Rifampicin was used as a positive control of ritonavir metabolism inducer. Results: In the single-dose study, ketokonazole increased the area under the plasma concentration (AUC) of ritonavir (↑114.8%, p< 0.05), while primaquine tended to decrease the AUC of ritonavir (↓ 32.6%, p> 0.05). Repeated-dose study showed that rifampicin decreases the AUC of ritonavir (↓ 42.8%, p< 0.001), and primaquine decreased the AUC of ritonavir plasma concentration (↓ 46.6%, p< 0.001). Conclusion: Concomitant administration of primaquine and ritonavir decreases the AUC of ritonavir. This effect may result in the insuffi cient concentration of ritonavir as anti-HIV, which may lead to treatment failure with ritonavir. "
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2011
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andriana Fedreka Pujiastuti
2007
T39849
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>