Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141655 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Guruh T. Kusumo
"ABSTRAK
Gagasan akan adanya Hakim Komisaris semakin gencar dilakukan setelah diratifikasinya Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik atau International Covenant for Civil and Political Rights (ICCPR) melalui Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 dalam salah satu ketentuan konvensi tersebut, mengisyaratkan bahwa apapun tindakan upaya paksa yang dilakukan aparat penegak hukum harus segera dihadapkan ke depan sidang pengadilan. Hakim Komisaris juga diperlukan untuk mengurangi tindakan sewenang-wenang yang dilakukan aparat penegak hukum dalam melakukan upaya paksa menggantikan lembaga praperadilan yang dinilai kurang bisa mengantisipasi kesewenang-wenangan tersebut. Hal yang menarik dengan dimasukkannya Hakim Komisaris dalam rancangan hukum acara pidana adalah persoalan jaminan perlindungan hak asasi manusia bagi tersangka/terdakwa dalam proses peradilan pidana. Penangkapan dan penahanan yang tidak sah merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi, kemerdekaan dan kebebasan seseorang. Penyitaan yang tidak sah merupakan pelanggaran serius terhadap hak milik orang, dan penggeledahan yang tidak sah merupakan pelanggaran terhadap ketentraman rumah tempat kediaman orang dan bentuk perampasan hak lainnya. Hal ini menjadi perhatian yang serius karena dalam proses pemeriksaan perkara pidana, prosedur pemeriksaan perkara pidana melalui tahapan-tahapan pemeriksaan merupakan instrumen keadilan pada tahap pertama yang dikenal dengan keadilan prosedural. Pada bagian ini dituntut ditegakkannya asas-asas hukum dalam rangka penghormatan terhadap hak-hak tersangka. Oleh sebab itu, proses peradilan yang adil merupakan hak mutlak bagi tersangka/terdakwa yang harus dipenuhi dalam penegakan hukum pidana. Sedangkan bagian kedua adalah keadilan substansial yang bergantung kepada keadilan yang pertama. Artinya jika prosedurnya yang adil yang diatur dalam hukum acara pidana atau hukum pidana formil sudah ditegakkan, merupakan prasyarat terwujudnya keadilan substansial yang diatur dalam hukum pidana materiil, sebaliknya prosedur yang tidak adil tidak dapat melahirkan keadilan substansial. Atas dasar argumen hukum tersebut, persoalan keberadaan hakim komisaris tidak bisa dilepaskan daripada fungsi hukum acara pidana yang bertujuan mencari dan menemukan kebenaran materiil atau kebenaran hakiki dalam menegakkan hukum pidana materiil.

ABSTRACT
More and more idea on Hakim Komisaris is highly conducted upon identification of International Covenant in terms of International Covenant for Civil and Political Rights (ICCPR) by Laws of 2005 No.12 in which had been required that whatever forceful efforts by law enforcer(s) immediately, it should be brought before the court. For reducing arbitrary commitment conducted by law enforcer(s) then, also it is required Hakim Komisaris in order to substitute other institution who may not be able to minimize it. Any interesting case to include Hakim Komisaris into draft of criminal procedural law is insurance of human right protection for theaccused in criminal proceedings. Illegal detention and arrest is serious violation on human rights, independence and individual freedom. Illegal seizure is serious violation against individual property and illegal shakedown is serious violation against individual residential conveniency/privacy and other rights deprivation. It had become serious case because in investigation process of criminal case there are stages, i.e, procedural judicial, in this stage the enforcement of law principles in order to revere the accused rights is very required. However fair/justice judical process is absolute right for the accused to be met for enforcement of criminal law. And subsequently, substancial judicial it is depend on the first one. It means provided that fair/justice procedure as setout in criminal procedural law or formil criminal law had been met, it is prerequisite of substantial judicial manifestation as setout in material criminal law, conversely, untair/unjustice one may not bring about substantial judicial. Based on such law argument, existence problem of Hakim Komisaris may not be released from function of criminal procedural law which of target if finding out or discovering material or real truth in order to enforce material procedural law."
2013
T32709
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ng Toni Mulia
"Tesis ini membahas tanggung jawab Komisaris terhadap Tindak Pidana Korupsi. Komisaris pada umumnya bertugas untuk mengawasi dan memberikan nasihat kepada Direksi dalam pengurus PT. Muncul masalah pada saat Komisaris PT. MMJA yang dipidana sembilan tahun penjara dan denda serta uang pengganti yang jika tidak dibayar digantikan dengan empat tahun penjara karena tindak pidana korupsi. Melihat adanya polemik tersebut, dilakukan penelitian apakah Komisaris tersebut bertanggungjawab atas tindak pidana korupsi atau tidak. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu dengan cara meneliti pustaka atau data sekunder. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Komisaris dapat bertanggungjawab atas tindak pidana korupsi sepanjang Komisaris terbukti bersalah.

This thesis discusses Commissioner?s responsibility in Corruption Crime. In general a Commissioner has a duty of supervising and providing advice to Board of Directors in the management of a limited liability company (PT). There is a problem arising when a Commissioner of PT. MMJA who has been sentenced with nine years imprisonment and fine and also money in lieu of four years imprisonment if not paid, because of corruption crime. Knowing that there is a polemic, it is necessary to do a research to find out whether such Commissioner is responsible for the corruption crime or not. This research uses normative-juridical method namely through library research or secondary data. The result of research arrives at a conclusion that a Commissioner can be held responsible for corruption crime as long as he/she is proven guilty."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T28994
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dzaky Alwan Bisyir
"Asas pacta sunt servanda dan syarat sah perjanjian merupakan aspek yang penting guna menentukan keabsahan suatu perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dalam memutuskan terkait pembatalan perjanjian. Namun kenyataannya, Majelis Hakim dalam membatalkan suatu perjanjian menggunakan asas terang dan tunai serta Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 1816 K/Pdt.G/1989 sebagai dasar hukum. Oleh karena itu, penelitian ini terfokus pada penggunaan asas terang dan tunai oleh Majelis Hakim serta perlindungan hukum bagi para pihak dalam pembatalan perjanjian pengikatan jual beli. Guna menjawab fokus utama permasalahan pada penelitian ini tersusun menjadi 2 (dua) rumusan masalah yaitu perlindungan hukum bagi calon pembeli dalam perjanjian pengikatan jual beli apabila dikaitkan dengan Pasal 1320 KUHPerdata serta pertimbangan hakim mengenai asas terang dan tunai maupun ketidakcermatan pihak dalam perjanjian pengikatan jual beli. Penelitian hukum doktrinal ini digunakan untuk mengumpulkan bahan-bahan hukum dengan studi kepustakaan. Pengumpulan data ini kemudian dilakukan kesesuaian antara satu dengan lainnya agar menghasilkan simpulan yang sistematis, logis, dan efektif guna menjawab permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian perlindungan hukum bagi calon pembeli dalam PPJB 63 Tahun 2011 harus melihat dahulu syarat sah perjanjian serta asas-asas perjanjian. PPJB 11a Tahun 2011 berlakunya asas pacta sunt servanda dimana perjanjian ini menjadi undang-undang bagi para pihak. PPJB 63 Tahun 2011 melanggar syarat sah perjanjian mengenai sebab yang halal. Disamping itu, calon penjual wanprestasi atas kesepakatan yang terjalin dalam PPJB 11a Tahun 2011 karena menjual kembali objek tanahnya kepada pihak lain. Selanjutnya calon pembeli yang mendapatkan perlindungan hukum serta melanjutkan perikatan sampai peralihan hak atas tanah yaitu calon pembeli PPJB 11a Tahun 2011, sedangkan calon pembeli PPJB 63 Tahun 2011 tidak mendapatkan perlindungan hukum. Pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan menggunakan asas terang dan tunai serta yurisprudensi dalam membatalkan PPJB 63 Tahun 2011. Seharusnya Majelis Hakim mengedepankan syarat sah perjanjian serta asas-asas perjanjian.

The principle of pacta sunt servanda and the legal requirements of an agreement are important aspects to determine the validity of a land sale and purchase binding agreement on land in deciding whether to cancel the agreement. However, in practice, the Judges Panel in canceling an agreement uses the principle of real and cash and Supreme Court Jurisprudence Number 1816 K/Pdt.G/1989 as a legal basis. Therefore, this research focuses on the use of the principles of real and cash by the Judges Panel as well as legal protection for the parties in canceling the binding agreement of sale and purchase. In order to answer the main focus of the problem in this research, it is organized into 2 (two) problem formulations, namely legal protection for prospective buyers in a sale and purchase binding agreement if it is related to Article 1320 of the Civil Code and the judge's consideration of the principle of real and cash and the imprudence of the parties in the sale and purchase binding agreement. This doctrinal legal research is used to collect legal materials with literature studies. This data collection is then carried out in accordance with one another in order to produce a systematic, logical, and effective conclusion to answer the problems raised in this study. The results of the analysis show that the provision of legal protection for prospective buyers in PPJB 63 of 2011 must first look at the legal requirements of the agreement and the principles of the agreement. In PPJB 11a of 2011, the principle of pacta sunt servanda service applies, where this agreement applies as law to the parties. PPJB 63 of 2011 violates the legal requirements of the agreement regarding a lawful cause. Besides that, the prospetive seller defaulted on the agreement in PPJB 11a Tahun 2011 because resold that land object to another party. Furthermore, prospective buyers who get legal protection and continue the engagement to the stage of transferring land rights are prospective buyers of PPJB 11a of 2011, while prospective buyers of PPJB 63 of 2011 do not get legal protection. The consideration of the Judges Panel in the decision used the principles of real and cash and jurisprudence in canceling the PPJB 63 of 2011. The Judges Panel should have prioritized the legal requirements of the agreement and the principles of the agreement."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.A. Asriningrum Kusumawardhani
"ABSTRAK
Tesis ini membahas penyalahgunaan keadaan sebagai perbuatan melawan hukum, dalam kasus penandatangan akta perjanjian di rutan oleh penggugat sehingga akta‐akta perjanjian tersebut dinyatakan batal menurut hukum/dinyatakan batal oleh hakim atas gugatan penggugat dan diharuskan memberikan ganti kerugian atas pihak yang menggugat itu. kemudian yang menjadi pokok permasalahan tesis ini adalah Bagaimana penerapan ajaran penyalahgunaan keadaan di dalam putusan pengadilan? Dan Bagaimana pertimbangan hakim dalam menentukan adanya penyalahgunaan keadaan dalam kasus Putusan Mahkamah Agung RI Nomor. 3641 K/PDT/2001 dan pada kasus Putusan Mahkamah Agung RI No. 2356 K/PDT/2008 .
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normative. Sumber data diperoleh dengan mengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melihat putusan-putusan hakim. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Alat pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah studi dokumen, yang selanjutnya data dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh, maka data disimpulkan mengenai kecakapan seorang terdakwa atau tersangka, unsur-unsur suatu tindakan dalam paksaan serta akibat hukum terhadap pembatalan akta-akta perjanjian yang penandatangannya dilakukan di dalam rumah tahanan sehingga tidak ada kebebasan kehendak bagi pihak tersebut dalam menandatangani suatu akta perjanjian dimana salah satu pihak pada saat penandatanganan akta perjnjian dalam keadaan tertekan. Sementara unsur-unsur yang dapat mengakibatkan pembatalan suatu akta dapat terjadi dikarenakan adanya posisi yang tidak seimbang diantara salah satu pihak yakni bisa karena adanya penyalahgunaan keadaan keunggulan ekonomis dan penyalahgunaan keunggulan psikologis,. Sedangkan akibat hukum dari pembatalan suatu akta perjanjian oleh hakim, maka keadaan dikembalikan menjadi seperti semula sebelum terbentuknya perjanjian

ABSTRACT
This thesis discusses the misuse of circumstances as an unlawful act, in the case of certificates signing an agreement in the the detention center by the plaintiff so the certificates of agreement is declared void according to the law or declared void by the judge on the lawsuit and the plaintiff required to give compensation for party who sued it.
The subject matter of this thesis is How can these of the doctrine misuse of in circumstances court decision be plicated? And How judge in specific judgment of misuse circumstances of the Supreme Court of Indonesia Decision in this case of Number: 3641K/PDT/2001 and at the case of the Supreme Court of Indonesia Decision of Number : 2356 K/PDT/2008.
The research is a descriptive analysis which was done by using the method of normative juridical. The data sources are obtained by collecting the primary data and the secondary data. The primary data obtained by scrutinizing at the decisions of judges. Whereas the secondary data acquired through primary legal materials, secondary legal materials and legal materials tertiary. Means of collecting data used in this research are the documents, and the data are analyzed qualitatively.
Based on the research data obtained, the data which are concluded concerning proficiency of a defendant or a suspect, the elements of an action in duress and legal consequences against the annulment of the deed of agreement signatories done in thedetention center so there was no freedom of the will of the party in signing the certificate of an agreement whereby one party at the time of the signing of certificates an agreement in under pressure. While the elements that can be result in the annulment of a certificate an agreement can be occur because there an unbalanced the position of between the parties that due to the misuse of circumstances economic superiorty and misuse of circumstances psychological superiority. Whereas legal consequences of the annulment of a certificate an agreement by the judge, then to as prior annulment circumstances before the establishment an agreement."
2013
T32769
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ester Melisawaty
"Notaris merupakan pejabat umum yang memiliki kewenangan untuk membuat Akta Autentik yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia no. 2 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang no. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Studi kasus dilakukan terhadap putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1860 K/Pid/2010 dalam hal pertimbangan hukum dari Hakim Kasasi dalam memutuskan Notaris Tjondro Santoso, S.H. tidak bersalah serta perbuatan Notaris yang dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Melanggar Hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif.
Simpulan dari penelitian ini adalah perbuatan Notaris yang dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Melanggar Hukum dalam Putusan Mahkamah Agung nomor 1860 K/Pid/2010 telah diatur dalam pasal 17 ayat (1) Undang-Undang no. 2 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang no.30 tahun 2004 tentang Jabatan Dalam hal Majelis Hakim pada pengadilan tingkat Kasasi no.1860 K/Pid/2010 membebaskan Notaris Tjondro Santoso, S.H. dari tuntutan melakukan tindak pidana "turut serta menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam Akta Autentik? karena tidak terbukti memalsukan surat autentik sebagaimana diatur pada pasal 266 ayat (1) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Simpulannya adalah dalam menjalankan profesi sebagai Notaris diharapkan tetap mentaati Undang-Undang no. 2 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang no.30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, khususnya pasal 17 ayat (1) dan kode etik profesi Notaris. Maksudnya untuk menghindari terjadinya perbuatan yang melanggar hukum. Perkumpulan sebaiknya ikut upgrading dan refreshing dari Ikatan Notaris Indonesia. Notaris Tjondro Santoso, S.H. lalai dalam hal mencantumkan kalimat/kata-kata telah mendapat pengesahan dari pihak yang berwajib, padahal akta no.2 dan no.3 tanggal 6 Januari 2006 baru mendapat pengesahan pada tanggal 16 Maret 2006.

Notary is a public official who has the authority to make Authentic Act set out in the Law of the Republic of Indonesia no. 2 of 2014 on the Amendment of the Law no. 30 of 2004 concerning Notary. A case study is conducted on the decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 1860 K / Pid / 2010 in the case of legal reasoning of the Supreme Court Judge in deciding notary Tjondro Santoso, SH innocent and notary acts that can be categorized as Unlawful Acts. The method used is normative.
Conclusions from this research is that notary act can be categorized as Unlawful acts in Supreme Court Decision number 1860 K / Pid / 2010 has been regulated in Article 17 paragraph ( 1 ) of Law no. 2 of 2014 on the Amendment of the Act no.30 of 2004 on the Department of the things the judges at the court of cassation no.1860 K / Pid / 2010 frees notary Tjondro Santoso, SH of claim crime " participated send false information put into Authentic Act " because it was not proven falsifying authentic letters as provided in Article 266, paragraph ( 1 ) of the Criminal Code in conjunction with Article 55 paragraph ( 1 ) of the Criminal Code to - 1.
The conclusion is in their profession as a notary is expected to remain in compliance with Law no. 2 of 2014 on the Amendment of the Act no.30 of 2004 concerning Notary, in particular article 17, paragraph ( 1 ) and the code of professional conduct notary. Which means to avoid acts that violate the law. Society should follow the upgrading and refreshing of Indonesian Notary Association. Notary Tjondro Santoso, SH in the case of default include sentences / words have been approved by the authorities, when the act no.2 and no.3 dated January 6, 2006 just got confirmation on 16 March 2006.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T43187
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Immanuel
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai perlindungan terhadap konsumen jasa penerbangan.
Perlindungan terhadap konsumen jasa penerbangan adalah penting mengingat
semakin meningkatnya kebutuhan dan permintaan masyarakat terhadap jasa
penerbangan. Hal tersebut terlihat juga dari semakin berkembangnya industri
penerbangan di Indonesia, sehingga memberikan suatu kesempatan, tantangan,
dan persaingan yang baru bagi setiap perusahaan penerbangan. Sejumlah
permasalahan terjadi dalam penyelenggaraan jasa penerbangan seperti kecelakaan,
keterlambatan dan pembatalan penerbangan, kehilangan bagasi, hingga pelayanan
yang kurang memuaskan yang tentunya sangat merugikan konsumen. Oleh karena
itu diperlukan perlindungan yang optimal terhadap konsumen jasa penerbangan.
Penelitian ini menggunakan tipe yuridis normatif dengan melakukan kajian
terhadap dokumen-dokumen hukum berupa peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan perlindungan konsumen, baik yang terdapat dalam buku teks dan
jurnal ilmiah, maupun putusan pengadilan yang relevan dengan objek penelitian
ini. Penelitian ini secara khusus membahas mengenai pelaksanaan perlindungan
bagi konsumen sebagai pengguna jasa penerbangan. Tanggung jawab pelaku
usaha penyedia jasa penerbangan dalam terjadi kerugian. Selain itu, disajikan pula
analisis terhadap putusan Mahkamah Agung mengenai pembatalan penerbangan
dalam rangka penegakkan perlindungan bagi konsumen jasa penerbangan.

ABSTRACT
This thesis examines the protection of consumer aviation services. Aviation
services consumer protection is important to remember the increasing needs and
demands of society for aviation services . It is seen also from the increasing
development of the aviation industry in Indonesia , to provide an opportunity , a
challenge , and new competition for each airline . A number of problems occur in
aviation services such as accidents , delays and flight cancellations , lost luggage,
to the service of the poor are of course very detrimental to consumers . Thus it
needs optimal protection against aviation consumer services . This research used
normative juridical type by doing research on legal documents in the form of
legislation related to consumer protection , both of which are found in textbooks
and scientific journals , as well as an injunction that is relevant to the object of this
study . This study specifically addresses the implementation of consumer
protection as consumers of aviation . Actors responsibility aviation service
providers in case of loss. In addition, the analysis also served on the Supreme
Court Verdict on the cancellation of flights in the framework of the rule of
consumer protection for airline services ."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38746
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Islami
"Pelaksanaan lelang mewujudkan harga yang wajar karena menggunakan sistem kompetisi penawaran, dilaksanakan oleh pejabat lelang serta dibuat risalah lelang sebagai akta autentik kepada pemenang lelang. Pelaksanaan lelang eksekusi tidak lepas dari kewajiban debitur yang melakukan perkreditan melalui bank dengan sebuah jaminan tanah dan bangunan yang telah diikat dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan. Apabila debitur wanprestasi maka Bank selaku pemegang hak tanggungan dapat memohon pelaksanaan lelang. Dalam putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 274/Pdt.G/2013/PN.Bdg, nilai limit atas objek lelang ditetapkan berdasarkan sisa hutang debitur kepada bank. Permasalahan penelitian: penentuan nilai limit dalam pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan dan perlindungan debitur terhadap pelaksanaan lelang eksekusi dengan nilai limit yang tidak wajar. Metode penelitian menggunakan yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Simpulan penelitian adalah bahwa penetapan nilai limit yang ditetapkan oleh penilai atau penaksir harus dilakukan dengan memperhatikan metode-metode yang juga menjadi pertimbangan oleh penilai sehingga nilai limit yang ditetapkan oleh penaksir dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan tidak merugikan debitur. Perlindungan hukum debitur dalam pelaksanaan lelang eksekusi yaitu dengan menetapkan nilai limit yang paling tinggi pada lelang pertama untuk mendapatkan harga lelang yang setinggi-tingginya mengingat seluruh kewenangan dalam pelaksanaan lelang eksekusi berada pada kreditur selaku penjual lelang. Selanjutnya, nilai limit dapat diturunkan secara bertahap pada lelang-lelang berikutnya apabila tidak terdapat pembeli lelang, sampai adanya pembeli lelang.

The purpose of an Auction is to make a real price using a system of offering, that is executed by the auction attendant and the treatise of the auction is made into an authentic deed for the auction winner. The execution of an auction is the responsibility of the one that makes the credit agreement via the bank with a collateral of a land and building that has been bind with the mortgage deed. If the Debitor failed in keeping the contents of the mortgage deed then the bank have the rights to start an auction. In a Civil Court Judgement in Bandung Number 274/Pdt.G/2013/PN.Bdg, the limit value of an auction item is based on the rest of the debt that the Debitor have to the bank. The problems in this research: the determination of the limit value in executing an auction and the protection of the Debitor against the over pricing of the limit value. The Research Method used in writing this thesis is Juridical Normative, with Descriptive Analysis, with a qualitative approach. The conclusion of this research is that the confirmation of the limit value that was set by the evaluator or the pricing of the item value has to be determined by using the methode available which becomes a consideration for the appraiser so that the item value that has been set can be held responsible by the appraiser so the execution of an auction does not cost the Debitor anything. The protection of the law for the debitor in executing an auction is to determine the highest limit value on the first auction to acquire the highest price considering all the authority in executing an auction falls on the hands of the creditor as the auction seller. Next the limit value can be dropped step by step on the next auction if there is no auction buyer, until there is an auction buyer.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T51252
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tursucianto Elkian Setiadi
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan, mekanisme, dan pelaksanaan pengangkatan Jabatan Hakim Agung setelah berlakunya UU Nomor 3 Tahun 2009 Juncto UU Nomor 5 Tahun 2004 Juncto UU Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung dan Implikasi mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-XI/2013 tentang perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial terhadap UUD NRI T 1945. Pengangkatan Jabatan Hakim Agung merupakan unsur penting dalam Hukum Tata Negara, diperlukan pengaturan, mekanisme yang jelas, dan harus terus menerus terjamin pelaksanaannya. Pada Tahun 2013, tiga orang calon hakim agung memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan Pasal 8 ayat (2), (3), dan (4) UU Mahkamah Agung dan Pasal 18 ayat (4) UU Komisi Yudisial bertentangan dengan Pasal 24A ayat (3) UUD NRI T 1945, karena kewenangan DPR seharusnya tidak "memilih" akan tetapi "menyetujui" calon hakim agung. Tahun 2014, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya. Penelitian ini dikaji dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif. Bahan hukum primer yang berupa Putusan Mahkamah Konstitusi dianalisis dengan menggunakan penafsiran. Hasil penelitian menunjukan dalam pengangkatan Jabatan Hakim Agung setelah berlakunya UU Nomor 3 Tahun 2009 Juncto UU Nomor 5 Tahun 2004 Juncto UU Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, dalam Pengaturan dan Mekanisme terdapat kekurangan yaitu terjadinya ketidak konsistenan antara Konstitusi dengan Peraturan Perundang-Undangan, serta dalam pelaksanaan pengangkatan sering terjadi permasalahan yaitu tidak terpenuhinya pengusulan calon hakim agung oleh Komisi Yudisial ke DPR. Implikasi Putusan Mahkamah Konsitusi tersebut terhadap pengangkatan Jabatan Hakim Agung adalah adanya perubahan mekanisme pengangkatan hakim agung, yaitu dilakukan pembatasan kewenangan DPR yaitu hanya berhak "menyetujui" calon hakim agung yang diusulkan oleh Komisi Yudisial.

This thesis discusses the regulation, mechanism, and implementation the appointment of Supreme Court Judge Position after Law No. 3 of 2009 Juncto Law No. 5 of 2004 Juncto Law No.14 of 1985 concerning The Supreme Court and the Implication of the Constitutional Court Decision No. 27/PUU-XI/2013 about case Consitutional Review of Law No. 3 of 2009 about on the Second Amendment Law No. 14 of 1985 concerning The Supreme Court and the Law No. 18 of 2011 concerning Amendment to Law No. 22 of 2004 concerning The Judicial Commission to UUD NRI T 1945. The Appointment Supreme Court Judge Position is an important element in Constitutional Law, is needed regulation, clear mechanism, and should be guaranteed continuous in implementation. In The Year 2013, the three Candidates for Supreme Court Judge appealed to the Constitutional Court to declare Article 8 paragraph (2), (3), and (4) the Supreme Court Act and Article 18 paragraph (4) of the Judicial Commission contrary to Article 24A paragraph (3) UUD NRI T 1945, because of the authority of the Parliament should not "choose" but "approve" Candidates for Supreme Court Judge. In 2014, the Constitutional Court granted the petition of the applicant in its entirety. This study examines the use of normative legal research methods. Primary legals materials that Constitutional Court Decision are analyzed by using interpretation. The results showed in the appointment of Supreme Court Judge Position after Law No. 3 of 2009 Juncto Law No. 5 of 2004 Juncto Law No.14 of 1985 concerning The Supreme Court, in the regulation and the mechanism there is the deficiency that happened inconsistency between the Constitution with Regulations State Institusions, and the implementation of appoinment there are problems of the non-fulfillment of the nomination of Supreme Court Judge by the Judicial Commission to the Parliament. Implications of the Decision of the Constitutional Court against the appointment of Supreme Court Judge Position is a change in the mechanism of appointment of Supreme Court Judge, limiting the authority of Parliament is only entitled "approve" candidate for Supreme Court Judge proposed by the Judicial Commission.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54997
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisda Feby Susanto
"Perkembangan ekonomi yang sangat pesat membuat kepastian hukum untuk lembaga-lembaga keuangan sangatlah diperlukan untuk menjamin kembalinya hak yang dimilikinya. Hal tersebut mengaikbatkan diperlukannya jaminan untuk memperkuat kepastian hukum yang dimiliki oleh pemegang jaminan untuk didahulukan apabila si pemberi jaminan cidera janji atau wanprestsasi. Namun pada kenyataannya banyak sekali pelanggaran-pelanggaran yang mengakibatkan pemegang jaminan tersebut kehilangan jaminannya tersebut. Salah satu diantaranya hapusnya Hak Tanggungan yang dimiliki oleh pemegang hak tanggungan diakibatkan itikad buruk dari pemberi hak tanggungan. Oleh karena itu diperlukan kepastian hukum lebih lanjut agar terjaminnya perlindungan dan kedudukan kreditur dalam pemberian jaminan.
Dalam Tesis ini mengangkat mengenai putusan Makhamah agung Republik Indonesia Nomor 396/K/Pdt/2009 mengenai pembebasan Tanah yang dijadikan jaminan utang dari pembebanan hak tanggungan yang membuat kerugian bagi pihak pemegang hak tanggungan. Penulisan tesis ini menggunakan metode penelittian kepustakaan, data yang diperlukan adalah data sekunder. Penulisan tesis ini membahas mengenai perlindungan kreditur sebagai pemegang hak tanggungan atas pembebasan tanah yang dijadikan jaminan utang dari pembebanan hak tanggungan dalam perjanjian kredit dan upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pemegang hak tanggungan untuk bisa mendapatkan haknya sebagai pemegang hak tanggungan.

The rapid economic growth requires the legal certainty for financial institutions to guarantee the return of the owned rights. Therefore, warranty is necessary to strengthen the legal certainty of the guarantee holder if the guarantor violates the contract. However, in the reality, many holders lose their guarantee due to the breaches. One of them is the voidance of Mortgage Right of its holder by reason of the ill will of the mortgage giver. Thus, further legal certainty is requisite to guarantee the creditor protection and position in the guarantor.
This thesis discusses the verdict of Indonesian Supreme Court No. 396/K/Pdt/2009 on land acquisition as loan guarantee which causes loss for the mortgage right holder party. This thesis uses library research, for the data to be used is secondary data. This thesis discusses creditor protection as mortgage right holder of land acquisition as loan guarantee from mortgage burden in the credit agreement and legal actions of the mortgage right holder to obtain the right as the mortgage right holder.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43088
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Godvin Triastama
"Pengalihan benda yang menjadi objek jaminan fidusia terjadi tanpa persetujuan terlebih dahulu dari kreditor yang mana dalam hal ini adalah penerima fidusia. Pengalihan yang terjadi mengharuskan hakim menciptakan pertimbangan dan memberikan putusan yang terbaik yang dapat memberikan efek jera dan juga agar dapat sesuai dengan tiga prinsip dasar hukum pertama keadilan, kedua kepastian, dan ketiga kemanfaatan. Mengenai putusan Mahkamah Agung Nomor 303 K/Pid.Sus/2022 dalam putusannya menyatakan bahwa terdakwa Tata Sasmita terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah dalam melakukan tindakan pengalihan benda yang menjadi objek fidusia, namun dalam poin selanjutnya penjatuhan pidana penjara selama enam bulan dan pidana denda sebesar lima juta rupiah tidak usah dijalani dikarenakan hakim menjatuhkan hukuman percobaan selama satu tahun kepada terdakwa. Maka dari itu, penelitian ini dilakukan dengan mengangkat tentang analisis terhadap putusan hakim mengenai hukuman percobaan tersebut apakah akan memberikan solusi efektif untuk hakim dalam memutuskan hukuman, khususnya terhadap pengalihan objek jaminan fidusia yang menjadi inti penelitian ini. Penelitian hukum doktrinal ini dilakukan dengan melakukan pengumpulan bahan hukum primer dan sekunder melalui studi dokumen yang selanjutnya dianalisis. Selanjutnya dapat dikemukakan 3 (tiga) hasil analisis dari penelitian, yaitu: Pertama, untuk memudahkan hakim dalam memutus terkait UU Jaminan Fidusia, maka pemerintah dan Mahkamah Agung harus menetapkan pedoman pemidanaan. Kedua, hakim harus menjadikan asas efisiensi sebagai landasan pengambilan keputusan mengenai tuntutan pidana setelah menilai dampak tindak pidana terhadap pemerintah, masyarakat, korban, dan pelaku. Ketiga, penjatuhan pidana oleh hakim harus dilakukan berdasarkan nilai perbuatan pelakunya, tidak hanya pada saat kejahatan itu dilakukan, tetapi juga ketika banyak kerugian dan keuntungan yang timbul setelah putusan itu diambil.

Without the creditor's beforehand consent, which in this instance is the fiduciary recipient, objects designated as fiduciary collateral are transferred. The judge is obligated to formulate deliberations and render an optimal decision that not only serves as a deterrent but also adheres to the three fundamental legal principles—first justice, second certainty, and third benefit—in light of the transfer that takes place. In its decision number 303 K/Pid.Sus/2022, the Supreme Court recognised that Tata Sasmita, a criminal who committed acts of interference with fiduciary objects, had been legally and convincingly proven guilty. However, Sasmita was sentenced to six months in prison and a fine of five million rupiah; service of the fine was not mandatory because the judge imposed probation for one year. Hence, this study was conducted by examining the judge's ruling on the trial and its potential efficacy in aiding the judge in sentencing, with a particular focus on the subject of fiduciary guarantees, which forms the fundamental basis of this research. The collection and analysis of primary and secondary legal materials via document studies constitutes this doctrinal legal research. Furthermore, three (three) analysis results from the research can be stated: First, the government and the Supreme Court must establish sentencing guidelines to facilitate judges' decision-making regarding the Fiduciary Guarantee Law. Furthermore, in determining criminal charges, justices ought to be guided by the principle of efficiency subsequent to evaluating the repercussions of criminal activities on the government, society, victims, and offenders. Furthermore, in addition to the monetary worth of the perpetrator's actions at the time the crime was conducted, the judge must also consider the financial repercussions and advantages that accrue subsequent to the verdict."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>