Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150180 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wahyu Taufik Sukma Wijaya
"Kabupaten Solok Selatan mempunyai luas 357.533 Ha. Yang sebagian besar merupakan kawasan hutan seluas 235.734 ha (65,9 %), selain berfungsi sebagai kawasan lindung juga diperuntukan bagi hutan nagari dan atau hutan masyarakat. Aspek-aspek yang menjadi sorotan adalah telah terjadi kehilangan hutan di Kabupaten Solok Selatan sebanyak 6,37 persen atau setara dengan 21 ribu hektar. Pada tahun 1994 luas hutan di Solok Selatan tercatat 146 ribu hektar atau sekitar 43 persen, pada tahun 2002 terjadi penurunan menjadi 125 ribu hektar atau tinggal 36 persen dari total wilayah Solok Selatan. Penurunan tutupan hutan di Kabupaten Solok Selatan ini disebabkan karena perubahan fungsi kawasan menjadi perkebunan sawit. Tutupan hutan di Solok Selatan diperkirakan akan terus berkurang disebabkan karena di wilayah ini juga terdapat perusahaan yang memegang izin HPH.
Dari data yang dikumpulkan melalui wawancara mendalam, serta observasi ditemukan bahwa benar adanya masyarakat tidak mengetahui batas kawasan hutan sehingga menyebabkan masyarakat menyerobot hutan lindung. Penyebab masyarakat merambah hutan dikarenakan kurangnya lahan budidaya. Di Kabupaten Solok Selatan jumlah lahan yang dapat dibudidayakan oleh masyarakat hanya sebesar 30 % sisanya 70 % merupakan kawasan hutan lindung.
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa Penulis mengapresiasi upaya Pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Kehutanan dan Perkebunan dalam upaya melestarikan hutan melalui program-program nya. Diharapkan program-program pembinaan, pendampingan dan pengawasan sebagaimana yang telah disusun oleh Dinas Kehutanan dapat menyentuh langsung masyarakat yang tinggal di kawasan hutan lindung.

Southern Solok district extends 357.533 Ha. Most of that region is 235.734 Ha forest area (65,9%), as a protected area is also designed for nagari forest or community forest village.The main aspects of forest loss has occuned 6,37% or 21 Ha. In 1994 Southern Solok forest are was 146.000 Ha or 43% and in the year of 2002 has been a declined to 125.000 Ha or about 36 % from the total range of Southern Solok. The reduction of the forest in Southern Solok is the changes of function from forest in to oil palm forest cover in southern solok is continue to decrease because in this region there is a company that holds the concession license.
The data collected through interview and observations,discovered that people do not know the forest boundaries that causing people grab the protected forest.In southern solok amount of land cultivated by the people only by 30 % and 70 % remaining is a protected forest area.
The results of the study concluded that the outher appreciate the efforts of a local government or Dinas Kehutanan dan Perkebunan to preserve the forest through the programs.the programs are expected to coaching,mentoring and supervision as it has been drafted by Dinas Kehutanan dan Perkebunan may directly touch the people that living close in protected forest"
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yun Fitra Ayu
"Perpustakaan umum berkewajiban memberikan pelayanan informasi yang tepat dan merata kepada seluruh masyarakat melalui kegiatan perpustakaan keliling. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan strategi pengembangan layanan perpustakaan keliling di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Data diambil melalui observasi, wawancara dan dokumen kegiatan perpustakaan keliling. Hasil dari penelitian sebagai berikut: (1) perpustakaan keliling di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Solok Propinsi Sumatera Barat perlu menambah titik layanan dan menambah jumlah kunjungan setiap tahunnya; (2) Dinas Perpustakaan dan Kearsipan perlu meningkatkan kepedulian terhadap aktivitas perpustakaan keliling dengan kebijakan yang mendukung pengembangan perpustakaan keliling. Bentuk kebijakan yang dilaksanakan selama ini adalah memberikan anggaran tiap tahun untuk penyelenggaraan perpustakaan keliling, kebijakan dalam sarana dan prasarana perpustakaan keliling, fasilitas perpustakaan keliling, dan koleksi yang dilayankan"
Yogyakarta: Institut Seni Indonesia Yogyakarta, 2023
020 JPK 3:2 (2023)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aslim Djohar
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini (1) mendiskripsikan saluran pernapasan kentang mulai dari petani produsen ke konsumen. (2) mendiskripsikan fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran. (3) menganalisis efisiensi pemasaran.
Penelitian ini merupakan studi kasus di Kecamatan Lembah Gunaand Kabupaten Solok Sumatera Barat. Metode penentuan sampel yang digunakan adalah Multistage Sampling dan Snow Ball Sampling. Sampel keseluruhan berjumlah 53 orang petani kentang 3 orang pedagang pengumpul, 10 orang tengkulak dan 30 orang pedagang pengecer. Data-data yang dapat dianalisis dengan regresi linier berganda dan dibantu dengan analisis diskriptif yang disajikan dalam bentuk tabulasi, analisis integrasi pasar dan elastisitas transmisi harga.
Hasil penelitian menunjukkan ada 3 saluran pemasaran yang dominan (I) saluran pendek dari produsen -4 pengecer -4konsumen (21%) saluran menengah dari produsen --4 tengkulak --4 pedagang pengumpul --4 pengecer konsumen (19%) (2) Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan pedagang adalah: Pembelian, penjualan, pengangkutan, permodalan. Standarisasi hanya dilakukan oleh tengkulak dan pedagang pengumpul, penyampaian informasi pasar hanya dilakukan oleh pedagang pengumpul.. Ternyata pemasaran belum efisien, sesuai dengan hasil analisis bahwa :
a. Distribusi margin belum merata antar lembaga pemasaran
b. Koefisien kerelasi integrasi pasar adalah 0,62 yang berarti bahwa keadaan pasar bukan dalam persaingan sempurna, koefisien korelasi < 1 berarti pasar pada persaingan sempurna (Zulkifli.A, 1982 h.169)
c. Koefisien elastisitas transmisi harga sebesar 0,672 ( 1) yang berarti bahwa bentuk pasar tidak bersaing sempurna. Koefisien elastisitas transmisi harga > 1 pasar tidak dalam persaingan sempurna (Zulkiffi A., 1982 h.169)
Berdasarkan hasil analisis perlu adanya penyampaian informasi. pasar yang cepat dan tepat kepada produsen dan konsumen. Perlu juga dipikirkan untuk membangun tempat penyimpanan yang memenuhi standar serta industri pengolahan untuk dapat menampung kelebihan produksi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Weno Mariona
"Berdasarkan informasi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Rencana Umum Energi Nasional (REUN), Indonesia memiliki tujuan untuk melibatkan EBT dalam bauran energi publik sebesar 23% pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050. Salah satu EBT yang menjanjikan kemungkinan di Indonesia adalah energi air dan minihidro yang merupakan pilihan yang memungkinkan untuk dibuat untuk pembangkit listrik dengan cakupan terbatas dan skala besar. Sesuai Profil Energi Indonesia (2003), potensi pembangkit listrik tenaga mini hidro yang tercatat di seluruh Indonesia mencapai 712 MW dan baru sekitar 28% yang dimanfaatkan untuk pembangkitan energi listrik. Untuk mencapai tujuan tersebut, Dinas ESDM Sumatera Barat mengatakan bahwa potensi PLTA di Sumatera Barat mencapai 1.100 MW diperoleh dari 4 danau dan 32 sungai besar. Untuk memaksimalkan potensi energi hidro ini, maka adanya pembangunan dan peningkatan PLTM di Kabupaten Solok Selatan. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan kinerja generator yang optimal dalam menghasilkan energi listrik. Pada analisis efisiensi generator didapatkan efisiensi generator terendah pada beban 2600 kW sebesar 98,68 % sedangkan efisiensi generator tertinggi pada beban 4500 kW sebesar 99,15 %. Dari analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja generator paling optimal ketika generator dibebani 90% sekitar 4500 kW dan efisiensi akan berkurang seiring dengan penurunan beban generator.

Based on information from the Ministry of Energy and Mineral Resources, National Energy General Plan (REUN), Indonesia has a goal to involve EBT in the public energy mix by 23% by 2025 and 31% by 2050. One of the promising EBT possibilities in Indonesia is hydro and mini-hydro energy which are possible options to be made for power generation with limited coverage and on a large scale. According to the Indonesian Energy Profile (2003), the potential for mini-hydro power plants recorded throughout Indonesia reaches 712 MW and only about 28% is used for electricity generation. To achieve this goal, the ESDM Office of West Sumatra said that the potential for hydropower in West Sumatra reached 1,100 MW obtained from 4 lakes and 32 large rivers. To maximize the potential of this hydro energy, there is the development and improvement of PLTM in South Solok Regency. This research was conducted to obtain optimal generator performance in generating electrical energy. In the analysis of generator efficiency, the lowest generator efficiency at a load of 2600 kW is 98.68% while the highest generator efficiency at a load of 4500 kW is 99.15%. From the data analysis, it can be concluded that the generator performance is most optimal when the generator is loaded with 90% around 4500 kW and the efficiency will decrease as the generator load decreases."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azwir Anhar
"ABSTRAK
Meskipun Indonesia telah berhasil menekan laju pertumbuhan penduduknya dalam beberapa dekade terakhir, namun secara mutlak penduduk Indonesia akan terus bertambah. Pertambahan penduduk akan diikuti oleh peningkatan permintaan berbagai kebutuhan dasar termasuk di antaranya beras.
Untuk mengimbangi permintaan kebutuhan beras yang terus meningkat dari tahun ke tahun sesuai dengan pertambahan penduduk, maka Pemerintah terus berusaha meningkatkan produksi berasnya melalui program ekstensifikasi maupun intensifikasi. Program intensifikasi melalui pencetakan sawah baru tidak dapat dipertahankan dalam jangka lama, karena suatu waktu lahan yang akan dikonversi menjadi terbatas. Oleh sebab itu, sampai saat ini program intensifikasi melalui penerapan paket teknologi pertanian maju masih tetap merupakan program utama dalam meningkatkan produksi pangan di Indonesia khususnya beras. Keberhasilan intensifikasi memang tidak dilakukan lagi dalam meningkatkan produksi beras di tanah air, karena sejak tahun 1984 Indonesia telah dinyatakan sebagai negara yang berswasembada pangan.
Salah satu unsur teknologi yang diterapkan dalam intensifikasi adalah introduksi varietas unggul baru. Penemuan dan introduksi varietas unggul baru tersebut ternyata memberikan dampak yang tidak menguntungkan bagi kelestarian varietas padi lokal. Areal penanaman varietas lokal makin lama makin berkurang dan makin terdesak oleh varietas unggul baru. Padahal diketahui bahwa varietas lokal sebagai sumber plasma nutfah, mengandung berbagai sifat unggul yang tidak dimiliki oleh varietas unggul, yang jika terjadi kepunahan tidak dapat digantikan oleh teknologi.
Meskipun varietas unggul baru yang dicirikan mempunyai daya produksi tinggi, umur genjah, tanggap pemupukan, dan tahan berbagai jenis hama dan penyakit, namun pada kenyataannya masih ada petani yang tidak menanam varietas tersebut di areal pertanaman padi mereka. Berdasarkan alasan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui:
1. Varietas padi lokal yang pernah dibudidayakan oleh masyarakat setempat sebelum pelaksanaan intensifikasi.
2. Varietas padi lokal yang masih dipergunakan sampai sekarang.
3. Faktor-faktor yang menyebabkan bertahannya varietas padi lokal
Penelitian dilakukan dengan metode survai. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan daerah. Semua kecamatan yang masih ditemukan tanaman padi lokal ditetapkan sebagai sampel. Pada setiap kecamatan dipilih 3 desa yang mempunyai keanekaragaman varietas lokal tertinggi. Di samping dilakukan observasi langsung, pada setiap desa diwawancarai 5 orang petani sebagai responden yang pemilihannya dilakukan secara "purposive".
Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis dengan distribusi frekwensi. Khusus untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kelestarian beberapa plasma nutfah padi lokal, maka petani diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan yang jawabannya terlebih dahulu telah diberi angka.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekurang-kurangnya di lokasi penelitian pernah ditemukan plasma nutfah padi lokal sebanyak 95 varietas. Dari jumlah tersebut, 41 varietas ditemukan hanya pada dataran rendah, 39 di dataran tinggi, dan 15 varietas dijumpai di dataran rendah dan dataran tinggi.
Meskipun jumlah varietas lokal yang ada di daerah penelitian tersebut cukup banyak, namun jumlah varietas lokal yang masih digunakan sampai saat ini hanya tercatat sebanyak 24 varietas. Dari jumlah tersebut, yang benar-benar dapat ditemukan langsung di lapangan hanya 12 varietas. Sisanya sebanyak 12 varietas hanya diketahui berdasarkan informasi. Jika ditinjau dari ketinggian, maka dari 24 varietas yang diperkirakan masih digunakan tersebut, 10 varietas ditemukan di dataran rendah dan 14 di dataran tinggi.
Faktor-faktor yang menyebabkan petani menanam varietas lokal adalah rasa nasi, harga jual, penggunaan pupuk, biaya pembelian benih, kerontokan dan rendemen, pemanfaatan sisa panen, kesesuaian iklim, dan risiko kegagalan. Petani di dataran tinggi relatif memberikan penilaian yang lebih tinggi terhadap varietas lokal dibandingkan dengan petani di dataran rendah.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa beberapa varietas lokal tidak dapat ditemukan lagi di daerah penelitian. Jika keadaan tersebut tidak segera ditanggulangi dengan usaha pelestarian, maka pada suatu saat varietas lokal yang masih digunakan sekarang ini juga akan mengalami hal yang serupa. Mengingat varietas lokal merupakan bahan mentah yang digunakan untuk merakit berbagai jenis bibit unggul, maka perlu dilakukan usaha-usaha yang dapat menjamin kelestariannya.
Usaha yang mungkin dapat dilakukan untuk maksud pelestarian tersebut yaitu dengan cara melakukan pembinaan kepada petani yang menanam varietas lokal saat ini khususnya dalam teknik pergiliran tanaman dengan cara menanam varietas lokal tertentu pada waktu petani di daerah tersebut mendapat giliran mananam varietas yang berumur lebih dari 130 hari. Di samping itu juga perlu dilakukan usaha pelestarian dengan cara menyimpan sebagian benih varietas lokal tersebut dalam ruang pendingin yang ada pada instansi pemerintah khsusnya yang terkait langsung dengan pelestarian plasma nutfah tanaman pangan.

ABSTRACT
Although Indonesia succeeded in controlling the rapid growth of its population in the last few decades, the Indonesia population will definitely remain increasing. The increasing population will be followed by increasing demand of various basic needs including, among others, rice.
To meet the ever increasing demand for rice from year to year in accordance with the population increase, therefore, the government keep on trying to raise its rice production by way of programmed extentsification as well as intensification. Programmed extensification by way of creating new wet rice-fields cannot be maintained in the long run, because the time will come when the land to be converted became limited. Therefore, up to now, programmed intensification by way of progressive agricultural technology package application is still the main programmed in promoting food production in Indonesian, particularly rice. Intensification success is, of course, not argued anymore in raising rice production in the country, because since 1984, Indonesia was proclaimed as a food self-sufficient country.
One of the technology element applied in intensification is the introduction of new superior variety. The invention and introduction of new superior variety turned out to produce impact that is not beneficial to 'local paddy variety conservation. The local variety is the source of germ plasma which contains various superior properties that is absent in the superior variety. And should extinction occur, it cannot be replaced by technology.
Although the new superior variety with characteristics of high productivity, rapid growth, instant reaction towards fertilizers, and resistant towards various pests and diseases, but in point of fact, there are still farmers who do not plant that variety in their paddy fields. Base on those reasons, therefore, a study need to be undertaken to know :
1. The local paddy variety that has ever been cultivated by the local community prior to the intensification implementation.
2. The local paddy variety that is still being used up to the present time.
3. The factors that caused the local paddy variety prevailing.
The study was carried out survey method. The sample was taken based on area. All sub-district where local paddy plants are found was determinate as sample. In each sub-district, three villages having the highest local variety bio-diversity were chosen. Beside direct observation, in each village 5 farmer were interviewed as respondents, the selection of which were by purposive.
The collected data were analyzed by frequency distribution. Specifically, to know the factors that caused the local paddy germ plasma to prevail, the farmer were requested to answer several question, the answers of which were given numbers beforehand.
The results of study showed that at least in the study location there were ever found 95 varieties of local paddy germ plasma. Out of that total number, 41 varieties were found only in the low lands, 39 varieties in the high lands, and 15 varieties were found both in the low and high lands.
Although the total number of local variety found in study area was sufficiently many, however, the total number of local variety which is still being used up to the present were recorded only as many as 24 varieties. Out that total, the ones that were really found directly in the field were only 12 varieties. The remainder 12 varieties were base only on information. If viewed from the altitude, thence, out of 24 varieties which were estimated as still being used, 10 varieties were found in the low land and 14 in the high land.
The factors that caused the farmers plant the local variety include its taste, selling price, fertilizer usage, the price of seedlings, shedding nature/ characteristic and rendemen, post harvest utilization, climate suitability and failure risk. Farmers in the high land gave relatively higher value towards the local variety compared to farmers in the low land.
Base on the results of study, it was known that several local varieties cannot be found anymore in the study.
Should such a condition be unsolved by conservation endeavors, thence one day the local variety that is still being used today will also experience the same fate.
Considering that the local variety constitutes the raw material which is used to obtain the various superior seedling types, therefore, efforts that guarantee its conservation need be undertaken.
Endeavors that might be undertaken for conservation purposes, namely by way of guiding the farmers who plant local varieties at present, especially in the technique of alternate plants by way of planting certain local varieties at the time the farmers in the area get their turn to plant varieties that have more than 130 days life-time. In addition, there is also the need to carry out conservation efforts by way of keeping a portion of the local variety in a refrigerated room available at the government institution, specifically directly related with the conservation of food plants germ-plasma.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Fadhillah
"ABSTRAK
Penelitian dilakukan untuk mengetahui keragaman jenis mamalia di areal bernilai konservasi tinggi (NKT) di perkebunan sawit Sumatra.  Penelitian juga dilakukan untuk mengetahui menajemen areal NKT dalam menunjang keberadaan mamalia di dalamnya.  Penelitian variasi mamalia di area NKT dilakukan melalui analisis data sekunder dari hasil pemasangan kamera perangkap yang telah dipasang selama kurun waktu 2016-2018.  Hasil yang diperoleh selanjutnya dianalisis untuk mengetahui nilai keragaman dan kerapatannya.  Sementara itu, penelitian manajemen areal NKT dilakukan dengan metode wawancara.  Data yang diperoleh selanjutnya dijabarkan secara deskriptif.  Diketahui, manajemen areal NKT meliputi proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya.  Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 26 spesies mamalia dari 6 ordo yaitu Artiodactyla (6 spesies), Carnivora (11 spesies), Perissodactyla (1 spesies), Primata (5 spesies), Rodentia (7 spesies), dan Scandentia (1 spesies).  Secara umum, tingkat keanekaragaman jenis mamalia di kawasan konservasi tersebut berada dalam kategori sedang.  Terdapat beberapa mamalia yang mendominasi antara lain Macaca nemestrina, Sus scrofa, Sus barbatus, dan Muntiacus muntjak

ABSTRACT
The aim of this study is to know the diversity of mammals in the area of High Conservation Value (HCV) and to know the manajement of HCV area in oil palm of Sumatra.  The study of variety of mammalian species carried out through the analysis of secondary data from the results of the installation of camera traps that has a fitted over a period of 2016-2018. Of the results obtained next analyzed in order to its diversity and density.  Meanwhile, the study of HCV area management carried out through the interview. The data obtained next elaborated to a sort of descriptive set. It is known that the HCV management covering the planning, organizing, coordinating, and controlling process. Based on this study results, there are 26 species of mammals of the order of Artiodactyla (6), Carnivora (11), Perissodactyl (1), Primate (5), Rodentia (7), and Scandentia (1). The level of species diversity in HCV area is in medium category.  Based on index value evenness, there are several dominated mammalian species such as Macaca nemestrina, Sus scrofa, Sus barbatus, and Muntiacus muntjak."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neffy Indra Y
"Transportasi merupakan sarana dan prasarana yang penting dalam aktivitas manusia, digunakan oleh penduduk untuk berpindah dari suatu tempat ke tempat lain atau dani tempat asal ke tempat tujuan, dalam usahanya untuk memperkecil kendala jarak, biaya dan waktu tempuh peranan Transportasi bagi suatu kota sangat penting., kelancaran lalulintasnya merupakan faktor pendorong terjadinya arus pergerakan penduduk , sekaligus juga memperluas jarak jangkau suatu kota terhadap wilayah pengaruhnya terutama dalam proses produksi, konsümsi dan distribusi barang dan jasa. Demikian juga halnya dengan Kotamadya Solok, walaupun Kotamadya Solok baru terbentuk pada tahun 1971, tetapi sebelumnya telah menjadi pusat pelayanan bagi Daerah Kabupaten Solok, terutama dalam pelayanan transportasi. Dilihat dari letaknya yang strategis di persimpangan jaringan transportasi baik regional, maupun lokal, sehingga peranan transportasi sangat penting bagi kota ini, karena faktor transportasi dapat mempengaruhi intensitas interaksi manusia antar ruang, antara pusat kota dengan wilayah pengaruhnya.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, permasalahan yang saya kedepankan adalah
1. Bagaimana Pola Jaringan Transportasi di Kotamadya
2. Bagaimana Tingkat Pengaruh Pelayanan Transportasi Kota Solok terhadap Kabupaten Solok sebagai wilayah pengaruh."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1991
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardinal
"Dalam Peraturan Presiden nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004?2009 yang memuat 10 program, yang diamanatkan kepada Departemen Kesehatan salah satunya adalah program lingkungan sehat yang dalam pelaksanaannya telah disusun Rencana strategis Departemen Kesehatan tahun 2005?2009 termasuk indikatornya (Depkes RI, 2007). Salah satu kegiatan Program lingkungan sehat adalah penyediaan air bersih dan sanitasi dasar. Program penyehatan air bersih dilaksanakan untuk pemenuhan akses masyarakat terhadap air bersih, tidak hanya untuk pemenuhan segi jumlah/debit, namun kualitas/mutu air bersih yang dikonsumsi oleh masyarakat juga harus menjadi prioritas. Untuk itu diperlukan kerja keras dari pemegang program penyehatan air, khususnya sanitarian puskesmas sebagai ujung tombak pelaksanaan progran tersebut di tingkat puskesmas.
Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Mei 2007 di Kabupaten Solok. Tujuan dari penelitian ini adalah didapatkannya gambaran kinerja petugas Sanitasi Puskesmas dan faktor-faktor yang berperan pada kinerja petugas sanitasi puskesmas dalam pelaksanaan program penyehatan air di Kabupaten Solok Tahun 2007. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam, Diskusi Kelompok Terarah dan observasi, dengan informan Sanitarian puskesmas dilanjutkan triangulasi sumber dengan Kepala Puskesmas dan Kepala Bidang PL & PKM Dinas Kesehatan Kabupaten Solok.
Rendahnya kinerja sanitarian puskesmas dalam pelaksanaan program penyehatan air bersih dilihat dari Cakupan IS rendah, Penyuluhan Kurang, Pembinaan Pokmair Kurang, Pengawasan air Kurang , Sistem informasi program tidak jalan. Faktor yang berperan dalam kinerja sanitarian tersebut adalah; kemampuan dan keterampilan sanitarian yang kurang terasah, supervisi baik dari Kabupaten maupun Kapala Puskesmas kurang; pelatihan sanitarian frekwensi yang kurang serta tidak sesuai kebutuhan, motivasi sanitarian yang rendah, imbalan dan dana operasional kurang, adanya beban kerja tambahan, sarana dan prasarana tidak memadai, kurang prioritas program oleh Kepala Puskesmas, akses sebagian wilayah kerja yang tidak lancar terutama untuk kecamatan terisolir, serta kebijakan Dinas Kesehatan terutama kebijakan anggaran yang belum memprioritaskan anggaran program kesehatan lingkungan atau program air bersih.
Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah agar kebijakan Dinas Kesehatan Kabupaten Solok pada program penyehatan air pelaksanaanya diintegrasikan dengan kegiatan puskesmas luar gedung dengan didukung tersedianya sarana dan prasarana, alokasi dana opersional sesuai dengan kebutuhan; Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan; Pelaksanaan supervisi yang berkesinambungan, Pelatihan sanitarian sesuai dengan kebutuhan kerja di lapangan, pembuatan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis program sesuai kebutuhan sanitarian, pelatihan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan, pengadaan sarana dan prasaran sanitarian, merancang program pemberian reward bagi sanitarian teladan.

President Regulation No 7 in 2005 concerning National Development Planning at Middle Period (RPJMN) of 2004-2009 which conclude 10 programs that are instructed to Health Department. One of them is health environment program which its accomplishment arranged a strategic planning of Health Department at period of 2005- 2009 including its indicator (Health Department of Indonesian Republic, 2007). One of health environment program activity is preparing hygienic water and basic sanitation. Healthy program of hygienic water is accomplished to fulfill public access to hygienic water, not only a quantity supplied, but quality of hygienic water which is consumed by public must become a priority. Therefore, it needs a hard work from water healthy program holder, especially for sanitation officer at primary health care as leader of this program accomplishment at primary health care level.
This study was conducted from March until May 2007 at district of Solok. This study aim is to get describing of sanitation officer performance at primary health care and the factors which related to sanitation officer performance at primary health care on accomplishment of water healthy program at district of Solok in 2007. This study used a qualitative method by in depth interview, directed group discussion and observation, informant is sanitation officer at primary health care, and then source triangulation with a leader of primary health care and leader of PL and PKM of Health Service Department at district of Solok.
Low performance of sanitation officer at primary health care on accomplishment healthy program of hygienic water if it was seen from low IS coverage, less counseling, less training of Pokmair, less monitoring of water, information system program is not functioned. The factors which are important on sanitation officer performance such as : less ability and skill of sanitation officer, less supervision of district and primary health care leader, less training frequency of sanitation officer and the need is not available, low motivation of sanitation officer, less reward and operational fund, many extra jobs, facility and basic facility are not adequate, less program priority by leader of primary health care, work area access is not good especially for isolated district, and Health Service Department policy especially for budget policy which does not prioritized budget of development health program or hygienic water program.
It was suggested to Health Service Department policy at district of Solok on water healthy program in order its accomplishment is integrated with primary health care activity out of building by supporting of available facility and basic facility, operational fund allocation is available with the need, health information system development, accomplishment of continuity supervision, sanitation officer training is available with job need at work area, making of accomplishment guide and program technique guide are available with sanitation officer need, training to improve ability and skill, levying facility and basic facility of sanitation officer, arranging reward program for expert sanitation officer.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T41301
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Madya Rizkiano
"Penelitian ini membahas bagaimana penerapan nilai-nilai budaya Minangkabau terhadap kebudayaan material berupa masjid dan surau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan budaya Minangkabau terhadap masjid dan surau yang diteliti, yaitu pada Surau Atok Ijuak, Surau Syekh Burhanuddin, Masjid Tuo Kayu Jao dan Masjid Asasi. Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian arkeologi dari Sharer dan Ashmore yaitu formulasi, implementasi, pengumpulan data, pengolahan data, analisis, interpretasi dan publikasi. Penerapan nilai-nilai budaya Minangkabau dapat terlihat dari bangunannya mulai dari bagian kaki, badan, hingga atap serta pada ragam hiasnya. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa pembangunan masjid dan surau yang ada di wilayah Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Solok dan Kota Padang Panjang, Sumatera Barat, mempunyai nilai-nilai budaya Minangkabau yang diterapkan sesuai dengan kata-kata adatnya.

This study discusses how the application of Minangkabau cultural values to material culture in the form of mosque and surau. This study aims to determine the linkage of Minangkabau culture to the mosques and suraus studied, namely Surau Atok Ijuak, Surau Syekh Burhanuddin, Tuo Kayu Jao Mosque and Asasi Mosque. The method used in this study are from Sharer and Ashmore, formulation, implementation, data gathering, data processing, analysis, interpretation and publication. Implementation of Minangkabau cultural values can be seen from the building starting from the lower, body, to the roof and on the variety of ornaments. Based on the results of the analysis can be seen that the construction of mosques and suraus that exist in the region of Padang Pariaman, Solok and Padang Panjang, West Sumatra, has Minangkabau cultural values that are applied in accordance with the tradition words.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>