Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 79535 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Benny Raymond
"ABSTRAK
Latar belakang : Beberapa tahun belakangan, penanganan luka dengan madu
telah banyak diterapkan oleh para praktisi klinis diseluruh dunia. Namun sampai
sekarang, belum ada prosedur standar tentang bagaimana aplikasi madu pada luka.
Di divisi Bedah Plastik RSCM, madu diaplikasikan pada luka dengan frekuensi
satu kali perhari, dan secara observasional hasilnya memuaskan. Namun
bagaimana jika madu diaplikasikan setiap dua hari? Apakah hasilnya akan lebih
memuaskan? Kami ingin mencari metode mana yang akan memberikan hasil yang
paling memuaskan dan nantinya akan dijadikan standar aplikasi madu di divisi
kami.
Metodologi: Penelitian ini bersifat prospektif eksperimental, dilakukan di RSCM
pada bulan Juli – September 2012. Melibatkan 14 pasien dengan luka partial
thickness akut yang akan diwakili oleh luka donor STSG. Jumlah sampel ini
diyakini cukup untuk keakuratan penelitian ini. Pasien dibagi dalam 2 kelompok,
kelompok kontrol akan diberikan aplikasi madu pada luka tiap hari dan kelompok
perlakuan akan diberikan aplikasi madu tiap dua hari. Laju penyembuhan luka
akan dinilai sebagai persentase reduksi area yang belum terjadi epitelialisasi pada
hari ketujuh. Area yang telah epitelialisasi dan yang belum akan ditentukan
menggunakan program AnalyzingDigitalImages®. Data yang didapatkan akan
dianalisa secara statistik menggunakan SPSS versi 17. Data akan dibandingkan
menggunakan Wilcoxon signed rank test dimana p<0,05 secara statistik akan
dianggap terdapat perbedaan yang bermakna.
Hasil : Rerata persentase reduksi area non epitelialisasi pada kelompok perlakuan
adalah 86,76%, sedangkan rerata persentase reduksi area non epitelialisasi pada
kelompok kontrol adalah 97,97%. Dari analisa statistik didapatkan perbedaan
persentase reduksi yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol (p 0,00)
Kesimpulan: Rerata persentase reduksi area non epitelialisasi pada luka dengan
penggantian balutan madu tiap hari dan tiap 2 hari, berdasarkan uji statistik
didapatkan berbeda secara bermakna. Namun dalam 2 hari, meskipun efektifitas
madu sudah berkurang, madu masih dapat memberikan hasil yang baik.
Penemuan ini akan berguna untuk pasien dengan luka partial thickness dimana
penggantian balutan madu tiap hari tidak dapat/sukar dilakukan.

ABSTRACT
Backgrounds: In the past few years, clinicians worldwide have been using honey
for wound treatment. But until now, there was no such standard on method of
honey application on wound. In our center, honey was applied on wound by once
a day application and the result was observationally satisfactory. What if
application of honey were done once every two days? Would the result become
more satisfactory? This study aims to search honey application method, which
gives the best result on wound treatment.
Methods: This is a single-blinded non-randomized clinical trial, which was
conducted in Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta from July until September
2012. 14 patients with acute partial thickness wound resulted from STSG
harvesting were involved in this study. Patients were divided into 2 groups:
control (once a day application of honey) and treatment (once every two days
application of honey) and the rate of wound healing were evaluated. Rate of
wound healing will be assessed as number of percentage of reduced nonepithelialized
areas on the seventh day of application.
Results: The mean percentage of non-epithelialized area reduction on treatment
group was 86.76%, and 97,97% on control group. There was significant
difference on percentage of reduced area between control and treatment group (p<
0,00).
Conclusion: There was statistically significant difference between once a day and
once every two days application of honey. However, changing of honey dressing
once a day is still a preferable method in wound treatment"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New York: McGrawHill education, 2015
617 SCH
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: EGC, 2004
617.423 BUK
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Tri Susilo
"Latar Belakang : Tebal ramus mandibula merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan saat melakukan Bilateral Sagittal Split Osteotomy BSSO . Fraktur unvaforable atau bad split dapat terjadi saat melakukan BSSO apabila ramus mandibula tipis. Data antropometri tentang tebal ramus mandibula masih belum banyak diteliti. Data antropometri tentang tebal ramus mandibula bisa dipakai sebagai acuan jika akan melakukan BSSO.
Tujuan : untuk mengetahui tebal ramus mandibula berdasarkan CBCT Scan sebagai acuan tindakan BSSO.
Metode : Subjek penelitian ini terdiri dari 61 sampel data DICOM CBCT Scan yang kemudian dilakukan reorientasi dalam 3 bidang dan dilakukan pengukuran pada tebal ramus mandibula menggunakan software Osirix LXIV.
Hasil : Didapatkan rata-rata tebal ramus mandibula pada laki-laki 8.049 1.205 mm dan pada perempuan 8.463 1.358 mm. Pada kelompok usia 18-30 tahun didapatkan rata-rata tebal ramus mandibula 8.087 1.29 mm, kelompok usia 31-40 tahun 8.176 1.49 mm, kelompok usia 41-50 tahun 8.742 1.04 mm.
Kesimpulan : Berdasarkan CBCT Scan, secara statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna tebal ramus mandibula pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan maupun pada kelompok usia.

Backgorund: Ramus mandibular thickness is one of the most important factor that has to be concerned when performing Bilateral Sagittal Split Osteotomy BSSO . Unfavorable fracture or bad split could happen when performing BSSO if the ramus mandible thickness is thin. There only a few regarding antropometric data about thickness of mandibular ramus.
Objective: To measure thickness of mandibular ramus based on CBCT Scan as a reference when performing BSSO.
Methods: Subject of this research consist of 61 data sample DICOM CBCT Scan which reoriented in three planes and measuring thickness of the ramus mandible using Osirix LXIV.
Result: Mean thickness of the ramus mandible for male is 8.049 1.205 mm and female 8.463 1.358 mm. In group age of 18 30 mean thickness of the ramus mandible is 8.087 1.29 mm, group age 31 40 is 8.176 1.49 mm, group age 41 50 is 8.742 1.04 mm.
Conclusion: Based on CBCT Scan there are no difference statistically between thickness of ramus mandible in male and female, and group of age.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"This practical reference is a comprehensive guide to the anesthetic and perioperative management of patients before and during all procedures performed by general and subspecialist surgeons requiring anesthetic management. The book explains each procedure from both the surgeon and anesthesiologist perspectives, presents details on anesthetic technique, and guides the anesthesiologist and surgeon through the decisions that must be made before, during, and after surgery. Emphasis is on factors that impact the anesthesiologist, including patient positioning, duration of surgery, and complications."
Philadelphia: Wolters Kluwer, 2015
617.96 ANE
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Chaisari Maria M. Turnip
"Latar belakang: Anomali Ebstein membutuhkan tindakan pembedahan sebagai tata laksana definitif. Pilihan tindakan pembedahan yang dapat dilakukan adalah perbaikan biventrikular dan nonbiventrikular (1 1⁄2 ventrikel dan univentrikular). Saat ini belum didapatkan algoritma dan faktor prediktor pemilihan tindakan pembedahan yang mencakup seluruh usia.
Tujuan: Mengetahui karakteristik pasien yang menjadi faktor prediktor dalam pemilihan tindakan pembedahan pada penderita anomali Ebstein dan keluarannya.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif dengan data yang diambil secara total sampling dari pasien anomali Ebstein yang menjalani operasi di Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita sejak Januari 2010–Desember 2023. Variabel bebas yang diteliti adalah usia, aritmia, fungsi ventrikel kanan, regurgitasi trikuspid, cardiothoracic ratio, jarak pergeseran daun katup septal trikuspid, dan skor GOSE, yang distratifikasi berdasarkan tindakan pembedahan yang dilakukan berupa perbaikan biventrikular dan nonbiventrikular terhadap variabel dependen berupa mortalitas.
Hasil: Sebanyak 83 subjek dalam penelitian ini, 43 (51,8%) subjek menjalani perbaikan biventrikular dan 40 (48,2%) subjek menjalani perbaikan nonbiventrikular. Tidak terdapat perbedaan bermakna dalam kejadian mortalitas di kedua kelompok perbaikan (p = 0,127). Pada kelompok yang menjalani perbaikan biventrikular, terdapat hubungan yang bermakna secara statistik pada subjek yang mengalami disfungsi ventrikel kanan (p = 0,045, RR 5,1, IK 95%: 1,29-20,45), skor GOSE tinggi (p = 0,042, RR 5,17, IK 95%: 1,08-24,61), dan rerata jarak pergeseran daun katup trikuspid lebih tinggi (p = 0,014) dengan kejadian mortalitas. Pada kelompok yang menjalani perbaikan nonbiventrikular, tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik pada seluruh variabel yang diteliti terhadap kejadian mortalitas. Nilai titik potong jarak pergeseran daun katup trikuspid untuk memprediksi kejadian mortalitas pada perbaikan biventrikular adalah 43,5 mm/m2, dengan sensitivitas 83,3% dan spesifisitas 94,6%.
Simpulan: Jarak pergeseran daun katup septal trikuspid berhubungan dengan risiko kejadian mortalitas pada perbaikan biventrikular dan didapatkan nilai titik potong yang baik untuk memprediksi kejadian mortalitas pada perbaikan biventrikular.

Background: Ebstein anomaly require surgical intervention as definitive treatment. The option for surgical intervention are biventricular repair and non-biventricular repair (one and half ventricle and univentricular). Currently, there is no algorithm and predictors in choosing surgical intervention that could be applicable in all range of age.
Purpose: To identify patient characteristics that can be used as predictors in choosing surgical intervention in Ebstein anomaly and its outcome.
Methods: Retrospective cohort study with total sampling of patients with Ebstein anomaly undergoing surgical intervention at National Cardiovascular Center Harapan Kita from January 2010 until Desember 2023. Independent variables studied were age, arrythmia, right ventricle function, tricuspid regurgitation, cardiothoracic ration, tricuspid septal leaflet displacement, and GOSE score, which were stratified based on the surgical intervention of biventricular or non-biventricular repair, and the dependent variable was mortality.
Result: Out of 83 subjects included in this study, 43 (51.8%) subjects underwent biventricular repair and 40 (48.2%) subject underwent non-biventricular repair. No statistically significant difference were found associated with mortality in both surgical repair group (p = 0.127). In biventricular repair group, subjects with right ventricle dysfunction (p = 0.045, RR 5.1, 95% CI: 1,29-20,45), high GOSE score (p = 0.042, RR 5.17, 95% CI: 1,08-24,61), and higher mean of tricuspid septal leaflet displacement (p = 0,014) has statistically significant association with incidence of mortality. In non- biventricular repair group, all variables have no statistically significant association with incidence of mortality. Tricuspid septal leaflet displacement cut-off point value of 43.5 mm/m2 is best to predict the occurrence of mortality in biventricular repair, with 83.3% sensitivity and 94.6% specificity.
Conclusion: Tricuspid septal leaflet displacement was associated with the occurrence of mortality in biventricular repair and good cut-off point value was obtained to predict mortality in biventricular repair.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bahreni Yusuf
"Praktik residensi keperawatan medikal bedah sistem muskuloskeletal merupakan program lanjutan pendidikan magister keperawatan yang berfokus pada konsep dan prinsip dasar medikal bedah dengan menerapkan ilmu dan tehnologi keperawatan untuk memenuhi kebutuhan pasien dewasa yang mengalami perubahan fisik dengan atau tanpa adanya gangguan struktural pada sistem muskuloskeletal. Salah satu model keperawatan yang dapat diterapkan untuk memenuhi kebutuhan pasien gangguan muskuloskeletal adalah pendekatan Teori Keperawatan adaptasi Roy. Pendekatan ini merupakan model asuhan keperawatan yang dapat membantu pasien beradaptasi dengan berbagai permasalahan yang ditimbulkan akibat gangguan sistem muskuloskeletal. Kegiatan lain dari praktik residensi adalah melakukan penerapan evidence based nursing (EBN) melalui intervensi program ambulasi pada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah yang merupakan salah satu kegiatan intervensi untuk membantu pasien meningkatkan kemampuan gerak. Selain itu kegiatan melalui aplikasi peran perawat dalam penerapan program enhanced recovery after surgery (ERAS) pada pasien operasi panggul menjadi proyek inovasi yang dapat dilaksanakan di ruang perawatan untuk mempercepat proses pemulihan, mengurangi lama rawat (LOS), mencegah terjadinya komplikasi serta menekan morbiditas dan mortalitas paska operasi.

The practice of residency in medical surgical nursing of the musculosceletal system is an advanced program of nursing master education that focuses on the concepts and basic principles of medical surgery by applying nursing science and technology to meet the needs of adult patients who experience physical changes with or without structural disorders of the musculosceletal system. One of nursing model that can be applied to meet the need of patients with musculosceletal disorder is Roys Adaptation Theory approach. This approach is a model of nursing care that can help patient to adapt various problems caused by disorder of the musculosceletal system. Another activity of residency practice is implementing evidence based nursing (EBN) through ambulation program intervention in postoperative patients lower limb their mobility. In addition, activities through the application of the role of nurses in implementing of "enhanced recovery after surgery (ERAS)" program in hip surgery patients are innovative projects that can be implemented in the surgical ward to speed up the recovery process, reduce length of stay (LOS), prevent complication, also reduce post morbidity and mortality operation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Purwanto
"Praktik Spesialis Keperawatan Medikal Bedah dengan kekhususan pada sistem muskuloskeletal ini bertujuan untuk mengaplikasikan peran perawat sebagai pemberi asuhan, pengelola, pendidik dan peneliti. Peran sebagai pemberi asuhan dilakukan dengan mengelola satu kasus utama; fraktur tertutup intertrokhanter femur dan 30 pasien yang mengalami masalah pada sistem muskuloskeletal dengan pendekatan teori adaptasi Roy. Peran perawat sebagai peneliti dilakukan dengan penerapan tindakan keperawatan yang berbasis bukti ilmiah (Evidence-Based Nursing Practice) yaitu dengan menerapakan foot massage untuk mengurangi nyeri dan kecemasan pada pasien paska pembedahan fraktur ekstremitas bawah. Sedangkan peran sebagai pengelola dilakukan dengan menyusun protokol pengembangan ERAS untuk pasien yang akan menjalani operasi hip. Seluruh rangkaian kegiatan tersebut bertujuan untuk mewujudkan asuhan keperawatan yang komprehensif dalam rangka meningkatkan kualitas pelayananan keperawatan.
Clinical Practice of Medical-Surgical Nursing Spesialialist in specialty of orthopaedic nursing aims to apply the role of nurse as a direct patient care provider, managers, educators and researchers in the clinical setting. Role as a care provider has done by one patient (major managed cases) with closed fracture intertrochanter femur and 30 patients with musculoskeletal problems using adaptation Roy Nursing theory approach. The role of nurses as a researchers has contructed by applying the nursing action based by evidence is foot massage to reduce pain and anxiety in patients after surgery for lower limb fracture. While the role as a nursing manager is done by comliling the ERAS development protocol for patients who undergo hip surgery. All activities aim to realizing the holistic nursing care in order to improve the quality of nursing services."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Noverita Irmayati
"Keperawatan adalah sebuah seni dan ilmu pengetahuan yang merupakan gabungan dari ilmu fisik, manusia, sosial dengan kompetensi klinis dan kualitas yang berpusat pada pasien. Adanya peningkatan teknologi dan promosi kesehatan, maka perawat diharapkan memberikan pelayanan yang lebih berkualitas. Tujuan dari praktik residensi untuk memperoleh gambaran analisis pelaksanaan dan pengalaman praktik residensi keperawatan medikal bedah peminatan onkologi dalam menjalankan peran professional selama praktik residensi di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo. Residensi dilaksanakan selama 2 semester baik di ruang rawat inap, rawat jalan dan IGD dengan memberikan asuhan keperawatan, penerapan EBN yoga untuk mengurangi fatigue dan Proyek inovasi Edukasi Penanganan Mual Muntah berbasis Video untuk meningkatkan pengetahuan  pada pasien yang menjalani  kemoterapi. Pemberian asuhan keperawatan dilakukan pada pasien 1 kasus kelolaan dengan Adenocarsinoma Recti Sigmoid dan 30 kasus keganasan lainnya dengan menggunakan pendekatan Teori Model Adaptasi Roy, yoga terbukti efektif dalam menurunkan fatigue dan edukasi Penanganan Mual Muntah berbasis Video terbukti dapat meningkatkan pengetahuan pasien. Praktek residen bermanfaat dan dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kompetensi dalam menjalankan peran perawat professional.

Nursing is an art and a science, which combination of knowledge from the physical sciences, humanities, and social sciences along with clinical competencies and quality patient centered care.The improvement of technology and health promotion, nurses are expected to provide better quality services. The aims of the residency practice is to obtain an analysis of the implementation and practical experience of residency oncology specialization medical nursing residency in carrying out professional roles during residency practice at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Residency was held for 2 semesters both in the inpatient, outpatient and emergency room by providing nursing care, implementing EBN yoga to reduce fatigue and the Innovation Project Video-based Vomiting Nausea Education Education to increase knowledge in patients undergoing chemotherapy. The provision of nursing care was carried out on patients with 1 case of management with Adenocarsinoma Recti Sigmoid and 30 other cases of malignancy using Roys Adaptation Model Theory approach, yoga effective in reducing fatigue and Video-based Vomiting Handling education effective to increase patient knowledge. Resident practices are useful and can increase knowledge, skills and competencies in carrying out the role of professional nurses.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Philadelphia : Elsevier Saunder, 2012
617.98 PED
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>