Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131674 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Surya Nelis
"Latar belakang: Thalassemia merupakan kelainan genetik yang paling banyak ditemukan di seluruh dunia. Penyakit ini dapat menimbulkan berbagai masalah dan kelainan berbagai organ tubuh, termasuk pada rongga mulut.
Tujuan: memperoleh gambaran mengenai kelainan yang terjadi pada rongga mulut pasien thalassemia mayor di Pusat Thalassemia RSCM.
Metode: Penelitian cross-sectional terhadap 76 pasien thalassemia mayor yang berusia diatas 12 tahun. Data didapat dengan melakukan pemeriksaan klinis dan wawancara terstruktur menggunakan panduan kuesioner.
Hasil: Keluhan subyektif dalam rongga mulut yang sering dialami adalah: serostomia, diikuti dengan sariawan berulang, bibir mengelupas dan pecah-pecah, serta gusi berdarah. Prevalensi kelainan klinis yang ditemukan meliputi: inkompetensi bibir (25,0%); malokusi: klas I (40,79%), klas II (51,32%) dan klas III (3,95%); higiene oral buruk (67,11%), dan gingivitis (82,89%). Nilai rata-rata DMF-T adalah 4,97. Kondisi dan lesi patologik mukosa mulut yang paling banyak ditemukan adalah pigmentasi mukosa (69,74%), diikuti dengan depapilasi lidah (56,58%), mukosa ikterik (52,63%), cheilosis/cheilitis (50,0%), mukosa pucat (44,74%), erosi/deskuamasi mukosa (44,74%), stomatitis aftosa rekuren (15,79%), glositis defisiensi (14,47%) dan perdarahan gingiva (11,84%).
Kesimpulan: Maloklusi, higiene oral buruk, gingivitis, serostomia, pigmentasi mukosa, depapilasi lidah, mukosa ikterik, dan cheilosis/cheilitis, merupakan masalah yang paling umum ditemukan pada pasien thalassemia mayor dalam penelitian ini, namun indeks karies gigi terlihat rendah.

Background: Thalassemia is the most common genetic disorders worldwide. The disease can cause various problems and disorders of various organs of the body, including in the oral cavity.
Objective: to describe the oral cavity disorders in patients with major thalassemia in Thalassemia Centre at Cipto Mangunkusumo Hospital.
Methods: cross-sectional study involved 76 patients with major thalassemia over 12 years of age. Data obtained by clinical examination and structured interviews using guidance from quistionnare.
Results: Oral subjective symptom which is often experienced is xerostomia, followed by recurrent aphthous stomatitis, cheilosis/cheilitis, and gingival bleeding. Prevalence of clinical findings consist of: incompetence of lips (25%); malocclusion: class I (40,79%), class II (51,32%) and class III (3,94%); poor oral hygiene (67,11), gingivitis (82,89%). DMF-T score was 4,97. Conditions and pathologic lesions more frequently seen are pigmentation of mucosa (69,74%), followed by depapillation of tongue (56,58%), icterus of mucosa (52,63%), cheilosis/cheilitis (50%), pallor of mucosa (44,74%), erosion/desquamation of mucosa (44,74%), recurrent aphthous stomatitis (15,79%), glossitis deficiency (14,47%), and gingival bleeding (11,84%).
Conclusion: Malocclusion, poor oral hygiene, gingivitis, xerostomia, pigmentation of mucosa, depapillation of tongue, icterus of mucosa, and cheilosis/cheilitis, were most prevalent problems in patients with major thalassemia in this study; nevertheless, dental caries show low index.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
T35045
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tika Ayu Pratiwi
"Talasemia merupakan penyakit genetik yang terjadi karena kelainan sintesis hemoglobin dalam tubuh. Penatalaksanaan talasemia salah satunya adalah dengan terapi transfusi darah rutin yang memiliki efek negatif berupa penumpukan zat besi dalam organ tubuh. Untuk mengatasi penumpukan zat besi tersebut, diperlukan terapi kelasi dengan menggunakan Deferoxamine yang harganya relatif mahal dan juga memiliki efek samping. Hal ini membuat biaya pengobatan talasemia semakin mahal, sehingga perlu adanya terapi alternatif untuk kelasi besi seperti konsumsi mangiferin yang merupakan ekstraksi dari batang pohon mangga (Mangifera indica L.) Namun pada studi eksperimental ini, digunakan ekstrak air daun Mangifera foetida L karena kandungan mangiferin di dalamnya terbukti paling tinggi dibandingkan dengan daun mangga lainnya.
Tujuan penelitian ini adalah memanfaatkan bahan alam untuk terapi alternatif kelator besi bagi penderita talasemia. Terdapat tujuh sampel serum penderita talasemia yang diberi empat perlakuan, yaitu (1)serum murni; (2)serum+mangiferin; (3)serum+Deferoxamine; (4)serum+ekstrak 1,125 mg; dan setiap kelompok perlakuan ditambah dengan larutan medium standar dan larutan sitrat. Setelah itu, larutan-larutan tersebut diuji absorbansinya dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 190-400 nm. Nilai absorban pada setiap sampel dianalisis dengan uji One Way Anova karena variabel bebas berskala nominal (agen kelator) dan variabel terikat (nilai absorban) berskala numerik.
Hasil analisis uji One Way Anova menunjukkan ekstrak air daun Mangifera foetida L. dosis 1,125 mg yang diperkirakan memiliki kandungan mangiferin sebesar 28,8 μg, memiliki perbedaan yang bermakna dengan serum (p=0,043). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak air daun Mangifera foetida L. dosis 1,125 mg memiliki efek kelator terhadap feritin serum penderita talasemia. Berdasarkan uji Post-Hoc, ekstrak air daun Mangifera foetida L. 1,125 mg memiliki efek kelator yang hampir sama dengan mangiferin murni 100 μg (p=0,095).

Thalassemia is inherited disorder of hemoglobin synthesis which can not be cured completely. One of the treatment of thalassemia is blood transfusion which has a negative effect such as accumulation of iron in body visceral. For anticipating that accumulation, the patients have to consume chelating agent, Deferoxamine, which is expensive and has side effects. It makes the cost of thalassemia treatment become more expensive, so there should be an alternative therapy for chelating agent, such as consuming mangiferin which has been extracted from mango stem (Mangifera indica L.). But in this experimental study, the researcher used leaf extract of Mangifera foetida L. because its mangiferin is higher than the others.
The purpose of this research is to use natural resource for alternative therapy of iron chelating for thalassemia patients. There were seven samples of thalassemia patient’s serum and for each serum, there were four treatments: (1)pure serum; (2)serum+mangiferin; (3)serum+Deferoxamine; (4)serum+extract 1,125 mg. All of them had been mixed with standard medium and citrate before they were tested by spectrophotometer in 190-400 nm wavelength for determining the absorbance value. The absorbance value of each sample was analysed by One Way Anova test for proving the chelator effect of leaf extract of Mangifera foetida L. 1,125 mg. This test was used because there were nominal free variable (chelating agent) and numerical dependent variable (absorbance value).
The result of One Way Anova test analysis showed that leaf extract of Mangifera foetida L. dose 1,125 mg which contained 28,8 μg mangiferin, has chelator effect (p=0,043). Based on Post-Hoc test, the chelator effect of Mangifera foetida L. dose 1,125 mg is almost the same as pure mangiferin 100 μg (p=0,095).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
King Hans Kurnia
"Latar belakang. Penelitian ini bertujuan menilai gambaran struktur dan fungsi retina serta menilai hubungan antara durasi terapi kelasi besi dan kadar feritin serum dengan abnormalitas struktur retina pada penyandang thalasemia-β mayor yang memperoleh terapi kelasi besi di RSCM. Metode. Penelitian potong lintang ini dilakukan pada penyandang thalasemia-β mayor berusia di atas 10 tahun yang memperoleh terapi kelasi besi dan menjalani kontrol di Pusat Thalasemia RSCM. Subjek dilakukan pemeriksaan oftalmologis, foto fundus, dan fundus autofluorescence. Selanjutnya dilakukan pengambilan subsampel dari subjek awal berdasarkan hasil fundus autofluorescence dan dilakukan pemeriksaan elektroretinografi multifokal dan elektrookulografi. Hasil. Abnormalitas struktur retina didapatkan pada 46,2% subjek sedangkan abnormalitas pemeriksaan fundus autofluorescence didapatkan pada 41,9% subjek. Sebagian besar subjek memiliki tajam penglihatan dan sensitivitas kontras yang normal. Nilai tengah seluruh parameter elektroretinografi multifokal dan rasio amplitudo light peak terhadap dark trough elektrookulografi kedua kelompok subjek berada dalam rentang normal. Didapatkan penurunan sensitivitas kontras yang signifikan pada subjek dengan abnormalitas struktur retina dan makula, namun tidak untuk tajam penglihatan. Kadar feritin serum yang lebih tinggi berhubungan dengan abnormalitas struktur retina. Kesimpulan. Rerata kadar feritin serum dalam periode satu tahun dengan titik potong ≥6.000 ng/ml dapat digunakan sebagai panduan untuk memulai pemeriksaan struktur dan fungsi retina.

Introduction. This study aims to evaluate retinal structure and function and association between iron chelation treatment duration and serum ferritin level with retinal structure abnormality in β-thalassemia major patients treated with iron-chelating agent in Cipto Mangunkusumo Hospital. Methods. This cross-sectional study was performed on β-thalassemia major patients aged more than 10 years old in Thalassemia Center, Cipto Mangunkusumo Hospital, who received iron-chelating agent for at least one year. Patients underwent ophthalmologic examination, fundus photography, and fundus autofluorescence imaging. Afterwards subsample was chosen based on fundus autofluorescence imaging result, and underwent multifocal electroretinography and electrooculography examination. Results. Retinal structure abnormality was found in 46.2% patients and fundus autofluorescence abnormality in 41.9% patients. The majority of patients had normal visual acuity and contrast sensitivity. Each multifocal electroretinography parameters and light peak to dark trough amplitude ratio in electrooculography had normal median values. Significant contrast sensitivity reduction was found on patients with retinal and macular structure abnormality, but not for visual acuity. Significant association between higher ferritin serum level and retinal structure abnormality was found. Conclusion. Mean ferritin serum level within one year with cutoff point of ≥6.000 ng/ml can be used as a guide to start retinal structure and function evaluation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lyana Setiawan
"Di Indonesia, thalassemia mayor merupakan salah satu masalah kesehatan karena morbiditas dan mortalitasnya yang tinggi. Thalassemia mayor ditandai dengan anemia berat sejak usia anak-anak dan memerlukan transfusi teratur untuk mempertahankan kadar hemoglobin. Untuk mengurangi kebutuhan akan transfusi darah, dilakukan splenektomi. Trombosis merupakan salah satu komplikasi thalassemia yang banyak dilaporkan di berbagai negara, tetapi di Indonesia sampai saat ini belum ada laporan. Trombosit dan sistem koagulasi memegang peranan dalam patogenesis trombosis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai kelainan trombosit serta aktivasi koagulasi pada penderita thalassemia mayor yang sudah maupun yang belum di-splenektomi di Indonesia.
Desain penelitian ini potong lintang. Subyek penelitian terdiri dari 31 orang penderita thalassemia mayor yang sudah displenektomi (kelompok splenektomi) dan 35 orang penderita thalassemia mayor yang belum mengalami splenektomi (kelompok nonsplenektomi). Untuk menilai fungsi trombosit, dilakukan pemeriksaan agregasi trombosit terhadap adenosin difosfat (ADP), aktivasi trombosit dinilai dengan mengukur kadar β-tromboglobulin (β-TG), sedangkan aktivasi koagulasi dinilai dengan pemeriksaan D-dimer.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah trombosit pada kelompok splenektomi Iebih tinggi secara bermakna dibandingkan kelompok non-splenektomi (549.260+251.662/μI vs 156.000/μl (kisaran 34.000-046.000/μl); p<0,001). Demikian pula agregasi trombosit terhadap ADP 1 pM maupun 10 pM Iebih tinggi secara bermakna pada kelompok splenektomi dibandingkan dengan kelompok non-splenektomi (1 pM: 17,3% (kisaran 1,9-104,0%) vs 5,2% (kisaran 0,5-18,2%); p <0,001 dan 10 pM: 91,2% (kisaran 27,3-136,8%) vs 55,93 + 17,27%; p<0,001). Kadar β-TG Iebih tinggi secara bermakna pada kelompok splenektomi dibandingkan kelompok non-splenektomi (178,81 + 86,3 IU/ml vs 100,11 + 40,0 IU/ml; p<0,001). Kadar D-dimer juga Iebih tinggi secara bermakna pada kelompok splenektomi dibandingkan non-splenektomi walaupun keduanya masih dalam rentang normal (0,2 μg/ml (kisaran 0,1-0,7 g/ml) vs 0,1 μg/ml (kisaran 0,1-0,8 μg/mI).
Dari hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa pada penderita thalassemia mayor di Indonesia terdapat jumlah trombosit dan fungsi agregasi yang bervariasi, sedangkan aktivasi trombosit meningkat, tetapi belum dapat dibuktikan adanya aktivasi koagulasi. Pada penderita thalassemia mayor yang sudah displenektomi didapatkan trombositosis, serta agregasi trombosit terhadap ADP dan aktivasi trombosit yang Iebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang belum di-splenektomi.

Thalassemia major is one of the health problem in Indonesia due to its high morbidity and mortality. Thalassemia major is characterized by severe anemia presenting in the first years of life and requires regular transfusions to maintain hemoglobin level. Splenectomy is performed to decrease the need for transfusion. Thrombosis is one of the complications widely reported in patients with thalassemia in many parts of the world, but until now, there had been no report on this complication in Indonesia. Platelet and the coagulation system play a role in the pathogenesis of thrombosis. The aim of this study was to obtain the pattern of changes in platelet count, function and activation level, and activation of coagulation in patients with thalassemia major patients in Indonesia.
The design of this study was cross-sectional. The subjects were 31 splenectomized and 35 non-splenectomized patients with thalassemia major. Platelet aggregation to adenosine diphosphate (ADP) was performed to assess platelet function; β-thromboglobulin level was used as marker of platelet activation, and D-dimer for activation of coagulation.
The result of this study revealed a significantly higher platelet count in splenectomized compared to non-splenectomized patients (549.260 + 251.86210 vs-156.000/μl (34.000- 46.000/μl); p<0.001). Platelet aggregation to ADP were significantly higher in splenectomized patients than non-splenectomized group, both to 1 pM (17.3% (range 1.9-104M%) vs 5.2% (range 0.5-118.2%); p<0.001) and 10 μM ADP (91.2% (range 27.3-136.8%) vs 55.93 + 17.27%; p<0.001). β-thromboglobulin level was significantly higher in splenectomized patients compared to non-splenectomized patients (178.81 + 86.3 IU/rnl vs 100.11 + 40.0 IU/ml; p<0.001). D-dimer level was also significantly higher in the splenectomized group compared to non-splenectomized group although both had values within normal range (0.2 pglml (range 0.1-0.7 μg/mI) vs 0.1 pg1ml (range 0.1-0.8 μg/ml).
We concluded that the platelet count and function were varied, while platelet activation level was increased in patients with thalassemia major in Indonesia, but activation of coagulation was not established. We also concluded that in splenectomized patients there were thrombocytosis and increased platelet aggregation to ADP and platelet activation level compared to non-splenectomized patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21434
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pohan, Anggi P.N.
"Prevalensi talasemia di Indonesia cukup tinggi. Pengobatan talasemia berupa transfusi darah menyebabkan penumpukan besi di organ-organ tubuh dan kerusakan sel. Pemberian deferoxamine sebagai kelator besi banyak menimbulkan efek samping dan mahal. Oleh karena itu, diperlukan pengobatan dengan bahan yang lebih aman dan terjangkau dengan memanfaatkan bahan alami yang memiliki efek kelasi besi. Ektrak air daun Mangifera foetida L. terbukti memiliki efek kelasi terhadap feritin serum penderita talasemia, namun belum diteliti apakah ekstrak etanol daun Mangifera foetida L. juga menunjukkan efek kelasi terhadap feritin.
Penelitian ini merupakan studi eksperimental pada tujuh serum pasien talasemia yang dibagi ke dalam tujuh kelompok perlakuan secara ex vivo yaitu: serum, mangiferin, mangiferin ditambah serum, ekstrak etanol 0,5 mg dan 0,75 mg, ekstrak etanol 0,5 mg dan 0,75 mg ditambah serum, namun yang akan dianalisis hanya empat kelompok yaitu: serum, mangiferin ditambah serum, ekstrak etanol 0,5 dan 0,75 mg ditambah serum. Nilai absorbansi setiap kelompok diukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang ()=280 nm.
Hasil uji statistik One Way Anova menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan (p<0,001). Uji Post Hoc didapatkan hasil bahwa ekstrak etanol daun Mangifera foetida L. dosis 0,5 mg memiliki efek kelasi yang sama dengan dosis 0,75 mg (p=0,133). Ekstrak etanol daun Mangifera foetida L. dosis 0,5 mg memiliki efek kelasi yang sama dengan mangiferin murni (p=0,52), sedangkan dosis 0,75 mg memiliki efek kelasi yang berbeda (p=0,001). Perbedaan efek kelasi ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan dosis ekstrak etanol.

Thalassemia has a high prevalence in Indonesia. Treatment of thalassemia with blood transfusion causing iron accumulation in the organs and damaging cells. Chelating agent, deferoxamine causes side effects and expensive. Therefore, it?s needed a safer and cheaper treatment by utilizing natural ingredients which have chelating effect. Water extract of Mangifera foetida L. leaf was proven to have the chelating effect on serum thalassemia patients, but there was no research the effects in the ethanol extract. The purpose of this study was to prove the effects of ethanol extract as a chelating agent.
This study used an experimental study using seven serums of patients with thalassemia by ex vivo and devided into seven treatments: serum, mangiferin, mangiferin plus serum, etanol extract 0,5 mg and 0,75 mg, etanol extract 0,5 mg and 0,75 plus serum, however only four treatments will be analized: serum, mangiferin plus serum, etanol extract 0,5 mg and 0,75 mg plus serum. They were measured in a spectrophotometer with (SOH)=280 nm.
The result by One Way Anova statistical test showed that there was significant difference between groups (p <0.001). Post Hoc test showed that the ethanol extract 0,5 mg has the same chelating effect with ethanol extract 0,75 mg (p = 0,133). Ethanol extract 0,5 mg has the same effect of iron chelation with the mangiferin (p=0,52), while ethanol extract 0,75 mg has different effect (p=0,001). The difference of chelating effect maybe caused by the difference of extract dose.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pohan, Anggi P.N.
"Pengobatan talasemia berupa transfusi darah menyebabkan penumpukan besi di organ dan kerusakan sel. Pemberian deferoksamin sebagai kelator besi banyak menimbulkan efek samping dan mahal. Oleh karena itu, diperlukan pengobatan dengan bahan yang lebih aman dan terjangkau dengan memanfaatkan bahan alami yang memiliki efek kelasi besi. Ekstrak air daun Mangifera foetida memiliki efek kelasi terhadap feritin serum penderita talasemia, namun belum diteliti apakah ekstrak etanol daun M.foetida juga menunjukkan efek kelasi terhadap feritin. Studi eksperimental ini dilakukan pada serum pasien talasemia yang dibagi ke dalam tujuh perlakuan yaitu: serum, mangiferin, mangiferin ditambah serum, ekstrak etanol 0,5 mg dan 0,75 mg, ekstrak etanol 0,5 mg dan 0,75 mg ditambah serum, namun yang akan dianalisis hanya serum, mangiferin ditambah serum, ekstrak etanol 0,5 dan 0,75 mg ditambah serum. Nilai absorbansi diukur menggunakan spektrofotometer, λ = 280 nm. Uji one way anova menunjukkan ekstrak etanol M.foetida dosis 0,5 mg dan 0,75 mg memiliki efek kelasi dibandingkan kontrol negatif (p<0,001). Uji Post hoc menunjukkan ekstrak etanol M.foetida dosis 0,5 mg memiliki efek kelasi yang sama dengan dosis 0,75 mg (p=0,133). Ekstrak etanol daun M.foetida dosis 0,5 mg memiliki efek kelasi yang sama dengan mangiferin murni (p=0,52), sedangkan dosis 0,75 mg memiliki efek kelasi berbeda (p=0,001) yang mungkin disebabkan perbedaan dosis ekstrak etanol.

Treatment of thalassemia with blood transfusion causing iron accumulation in the organs and damaging cells. Chelating agent, deferoxamine causes side effects and expensive. Therefore, it?s needed a safer and cheaper treatment by utilizing natural ingredients which have chelating effect. Water extract of Mangifera foetida leaf has chelating effect on serum thalassemia patients, but there was no research the effects in the ethanol extract. The purpose of this study was to prove the effects of ethanol extract as a chelating agent. This study used an experimental study using seven serums of patients with thalassemia by ex vivo and devided into seven treatments: serum, mangiferin, mangiferin plus serum, etanol extract 0.5 mg and 0.75 mg, etanol extract 0.5 mg and 0.75 plus serum, however only four treatments will be analized: serum, mangiferin plus serum, etanol extract 0.5 mg and 0.75 mg plus serum. They were measured in a spectrophotometer with (λ)=280 nm. The result by One Way Anova statistical test showed that the ethanol extract of M. foetida leaf 0.5 mg and 0.75 mg has the chelating effect when it compared to negative control (p <0.001). Post hoc test showed that the ethanol extract 0.5 mg has the same chelating effect with ethanol extract 0,75 mg (p = 0.133). Ethanol extract 0.5 mg has the same effect of iron chelation with the mangiferin (p=0.52), while ethanol extract 0.75 mg has different effect (p=0.001). The differences of chelating effect maybe caused by the differences of extract dose."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Fitri Swity
"ABSTRAK
Latar belakang. Kelasi besi diduga berperan terhadap penurunan fungsi ginjal pada pasien thalassemia mayor. Data fungsi ginjal pasien thalassemia mayor yang menggunakan kelasi besi oral di Jakarta masih terbatas. Tujuan. Mengetahui penurunan fungsi ginjal pasien thalassemia mayor yang mendapat kelasi besi oral dan faktor yang memengaruhinya. Metode penelitian. Penelitian dilakukan bulan Maret ndash; Juli 2017 pada pasien thalassemia mayor yang mendapat kelasi besi oral tunggal selama minimal 1 tahun. Fungsi ginjal dinilai dengan laju filtrasi glomerulus berdasarkan formula Schwartz revisi Fungsi tubulus ginjal dinilai dengan peningkatan rasio kalsium kreatinin urin hiperkalsiuria . Hasil penelitian. Total subjek sebanyak 54 orang 28 deferipron, 26 deferasiroks . Proporsi LFG menurun pada kelompok deferipron lebih tinggi dibandingkan deferasiroks 53,6 vs 46,2 . Hiperkalsiuria lebih banyak ditemukan pada kelompok deferasiroks dibandingkan deferipron 12,9 vs 3,6 . Penurunan LFG bermakna pada kelompok deferipron tetapi tidak bermakna pada kelompok deferasiroks. Tidak terdapat perbedaan bermakna LFG dan rasio kalsium kreatinin urin antara kelompok deferipron vs deferasiroks p=0,427; p=0,109 . Usia, hemoglobin, rerata hemoglobin, feritin, dosis kelasi besi dan saturasi transferin hanya memengaruhi fungsi tubular ginjal. Simpulan. Terdapat penurunan fungsi ginjal pada pasien thalassemia mayor yang mendapatkan kelasi besi oral. Fungsi ginjal pada thalassemia perlu dinilai berkala meski penurunannya tidak bermakna secara klinis.Kata kunci: Thalassemia, fungsi ginjal, kelasi besi oralABSTRACT
Background. Iron chelator can cause renal dysfunction in thalassemia major patients. Data of renal function in thalassemia major patients who receive oral iron chelator are limited. Objective. To determine kidney dysfunction in thalassemia major patients receiving oral iron chelator and its correlating factors. Methods. The study was conducted in March ndash July 2017 on thalassemia major patients treated with single oral iron chelator for at least 1 year. Renal function determined by glomerular filtration rate measured with revised Schwartz formula. Tubular function determined by increased urine calcium creatinine ratio hypercalciuria . Results. Total subjects were 54 28 deferiprone, 26 deferasirox . Proportion of decreased GFR in deferipron group was higher than deferasirox 53,6 vs 46,2 . Hypercalciuria was higher in deferasirox group than deferiprone 12,9 vs 3.6 . Declining of GFR was significant in deferiprone group but not significant in deferasirox group. There was no significant difference of GFR and urinary creatinine calcium ratio in deferiprone vs deferasirox group p 0.427 p 0.109 . Age, hemoglobin level, mean hemoglobin, ferritin, iron chelator dose and transferrin saturation only affecting kidney tubular function. Conclusions. Renal dysfunction was found in thalassemia major patients receiving oral iron chelator. Kidney function in thalassemia major patients should be monitored periodically eventhough the decline was not significant. Keywords Thalassemia, renal function, oral iron chelator"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Efriyani Djuwita
"Penelitian ini mencoba untuk melihat masalah perilaku dan emosi yang dialami oleh
penderita thalassaemia mayor khususnya anak usia sekolah di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, Jakarta. Latar belakang dari penelitian ini adalah fakta bahwa penderita
penyakit thalassaemia mayor di Indonesia sangat banyak. Menurut data yang diperoleh
dari RSCM setidaknya tercatat 1114 orang penderita thalassaemia mayor pada tahun
2004 sebagai pasien RSCM. Hal ini belum lagi ditambah dengan para penderita yang
masih belum tercatat sebagai pasien RSCM. Penyakit thalassaemia mayor adalah
penyakit kronis yang sifatnya tnrunan atau herediter. Sampai saat ini penyakit ini belum
memiliki obat yang dapat dikonsumsi umum untuk menyembuhkan penderitanya. Para
penderita thalassaemia mayor hanya dapat bertahan hidup dengan melakukan trausfusi
darah dan penggunaan obat desferal. Kondisi yang dialarni oleh penderita penyakit
thaltissaemia mayor ini berpotensi menimbulkan rnasalah perilaku serta masalah emosi.
Hal ini menurut Taylor (1999) dikarenakan penyakit yang sifatnya kronis dan mematikan
mempengaruhi banyak aspek dari kehidupan penderitanya. Pada penderita thalassaemia
mayor adanya perbedaan fisik, terbatasnya aktivitas yang dapat dilakukan sampai proses
pengobatan yang terus menerus diasumsikan dapat rnerupakan hal yang berkaitan dengan
rnunculnya masalah perilaku dan emosi.
Adapun rnetode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian gabungan kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif digunakan dengan cara
melakukan wawancara dengan orangtua penderita dan anak penderita thalassaemia
mayor. Sementara metode kuantitatif digunakan dengan cara rnelakukan skoring hasil
CBCL yang diadmistrasikan pada orangtua penderita thalassaemia mayor.
Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah keempat partisipan memiliki masalah
perilaku dan emosi. Dalam rnenjalin hubungan sosial, partisipan cenderung menarik diri
dari pergaulan ternan sebaya mereka. Hal ini berkaitan dengan perbedaan fisik yang
mereka miliki. Kondisi ini ditambah dengan faktor lingkungan di sekitar mereka yang
cenderung kurang memberikan dukungan. Keempat partisipan juga masih berperilaku
-----~--------~ ------"·-~·· ·--------~--------"·
kekanak-kanakan, tidak mandiri dan bergantung kepada orangtua. Dalam berhubungan
dengan anggota keluarga mereka cenderung tidak mau mengalah, selalu · ingin
didahulukan atau diperhatikan. Hal yang juga menarik didapat dari analisis keempat
partisipan tampak bahwa semua memiliki sifat yang tergolong sangat sensiti[ Mereka
cenderung pemalu terhadap orang lain, peka terhadap penilaian orang lain. Tiga dari
empat partisipanjuga mudah menangis atau mengeluarkan ekspresi marah.
Setelah melihat hasil yang didapat, diperoleh gambaran bahwa munculnya
masalah perilaku dan emosi pada penderita thalassaemia mayor tidak saja dikarenakan
faktor penyakit. Lebih luas lagi faktor lingkungan seperti orangtua, keluarga, guru
(sekolah), rumah sakit dan pemerintah juga turut mengambil peran dalam menimbulkan
masalah pada penderita.
Kesimpulan yang bisa didapat dari penelitian ini adalah bahwa para penderita
thalassaemia mayor usia sekolah di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo memiliki
beberapa masalah perilaku dan emosi. Adapun faktor-faktor yang turut berperan dalarn
menimbulkan masalah tersebut selain penyakit thalassaemia mayor adalah faktor
lingkungan. Melihat kondisi yang dialami oleh para partisipan maka dari penelitian ini
saran praktis yang dapat dianjurkan adalah agar orangtua dan anak melakukan cognitive
behavior therapy. Peneliti juga menganjurkan adanya keijasama antara dokter, psikolog
dan guru agar dapat membantu dan memahami penderita dan membentuk support group
bagi penderita dan orangtuanya. Sedangkan untuk saran metodologis ditujukan untuk
peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian lanjutan. Beberapa hal yang disarankan
adalah penggunaan partisipan dari kelas ekonomi sosial yang lebih beragarn atau
menggunakan partisipan dari kelompok usia yang berbeda. Hal lain yang juga menarik
untuk dijadikan tema penelitian lanjutan adalah membuat dan menjalankan program
untuk para penderita thalassaemia mayor.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T38403
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Centauri
"ABSTRAK
Latar belakang: Thalassemia merupakan kelainan genetik terbanyak di dunia, termasuk Indonesia. Pasien thalassemia mayor berisiko mengalami gangguan fungsi neurokognitif akibat anemia kronik dan penumpukan besi. Tujuan: mengetahui prevalens abnormalitas hasil EEG dan tes IQ, menganalisis faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan gangguan fungsi neurokognitif pada anak dengan thalassemia mayor usia saat diagnosis, lama transfusi, pendidikan pasien, rerata Hb pra-transfusi, kadar feritin serum, saturasi transferin, dan komplians terhadap obat kelasi besi , serta untuk mengetahui apakah gangguan neurokognitif dapat memengaruhi fungsi sekolah. Metode: Penelitian potong lintang deskriptif analitik antara April 2016-April 2017. Pengukuran tes IQ menggunakan WISC-III. Hasil: Total subyek adalah 70 anak thalassemia mayor berusia antara 9 hingga 15,5 tahun. Prevalens hasil EEG abnormal adalah 60 dan prevalens skor IQ abnormal

ABSTRACT
Background Thalassemia is the most common hereditary disorders worldwide, including Indonesia. Chronic anemia and iron overload in thalassemia major lead to several risk factors including neurocognitive problems. Aim To investigate the prevalence of abnormal EEG and IQ test, to identify the factors related to neurocognitive function in children with thalassemia major age at diagnosis, years of transfusion, patients education, pre transfusion haemoglobin level, ferritin, transferrin saturation, and compliance to chelation , and to identify whether neurocognitive dysfunction affects child rsquo s school performance. Methods A cross sectional descriptive analitic study. Subjects were recruited from April 2016 April 2017. Cognitive function assessed by the WISC III. Results A total 70 children aged from 9 to 15.5 years old were recruited. The prevalence of abnormal EEG and abnormal IQ score "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simorangkir, Dewi Sharon
"Latar belakang: Transfusi rutin merupakan terapi utama bagi pasien thalassemia mayor, namun transfusi berulang diikuti masalah baru yaitu beban kelebihan besi yang terakumulasi dalam jaringan. Pemberian terapi kelasi besi adalah satu-satunya cara untuk mempertahankan keseimbangan besi dalam tubuh.
Tujuan: Studi ini bertujuan untuka mengetahui hubungan efektivitas terapi, efek samping obat dan biaya antara kelasi besi regimen kombinasi (DFO+DFP dan DFP+DFX) dengan monoterapi DFP dosis ≥ 90 mg/kgbb/hari. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif observasional dengan desain potong lintang, untuk menganalisis hubungan efektivitas terapi, efek samping obat dan biaya antara kelasi besi regimen kombinasi (DFO+DFP dan DFP+DFX) dengan monoterapi DFP dosis ≥ 90 mg/kgbb/hari. Luaran efektivitas dinilai dengan penurunan serum feritin ≥ 500 ng/mL.
Hasil: Setelah 6 atau 12 bulan terjadi penurunan serum feritin pada 16 (34,7%) subyek kelompok kombinasi, dan 22 (27,5%) subyek kelompok monoterapi (p = 0,391). Sembilan (19,5%) subyek kombinasi mengalami efek samping obat, dan 17 (21,2%) subjek pada kelompok monoterapi (p = 0,822). Analisis minimalisisasi biaya menunjukkan bahwa rerata biaya per pasien thalassemia-β mayor anak yang menggunakan rejimen monoterapi selama 6 dan 12 bulan lebih murah Rp 13.556.592,64 (30,46%) dan Rp 20.162.836,10 (25,56%) dari rejimen kombinasi.
Kesimpulan: Rejimen kombinasi sama efektifnya dengan rejimen monoterapi dalam menurunkan serum feritin. Tidak ada perbedaan efek samping obat yang bermakna diantara keduanya.

Background: Blood transfusion is the main therapy for thalassemia major patients, but repeated transfusions are followed by new problems namely the excess iron load accumulated in the body tissue. Iron chelation therapy is the only way to maintain iron balance in the body.
Aim: This study aimed to determine the efficacy, safety , and cost analysis of of combination iron chelation regimen with mono-therapy.
Method:This study was designed as a retrospective observational study with a cross-sectional design, to analyze the relationship between therapeutic effectiveness, drug side effects and the cost of combination iron chelation regimen (DFO+DFP and DFP+DFX) and DFP mono-therapy dose ≥ 90 mg/kg/day. Outcome effectiveness was assessed by decreasing serum ferritin ≥ 500 ng/mL.
Result: After 6 or 12 months there was serum ferritin decreased in 16 (34,7%) subjects in combination group and 22 (27,5%) subjects in mono-therapy group (p = 0,391). Nine (19,5%) subjects in combination group experienced adverse effect, and 17 (21,2%) subjects in the mono-therapy group (p = 0,822). Analysis cost of minimization shows that the average cost per major thalassemia-β patient for children using a mono-therapy regimen for 6 and 12 months is cheaper Rp 13.556.592,64 (30,46%) and Rp 20.162.836,10 (25,56%) compared to combination regimen.
Conclusion: Combination regimens are as effective as a mono therapy regimens in decreasing serum ferritin. There were no significant differences in adverse effect between the two.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>