Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 98363 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agam Agus Priatama
"Perumahan susun sederhana sebagai salah satu cara dalam pemenuhan kebutuhan tempat tinggal di daerah perkotaan, perlu untuk diperhatikan permasalahan keamanan bagi para penghuninya. Salah satunya adalah keamanan kendaraan bermotor milik para penghuni yang lebih rentan karena area parkir berada di luar rumah atau hunian. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan upaya pencegahan yang dilakukan oleh para penghuni rumah susun sederhana blok A Tanah Abang dalam melakukan pencegahan pencurian kendaraan bermotor. Selain itu dilakukan untuk mendeskripsikan kekurangan dari pencegahan yang telah dilakukan oleh para penghuni.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pencegahan kejahatan sebagian besar dilakukan secara bersama oleh para penghuni di bawah naungan Pengurus Rukun Warga dengan berbagai kelebihan yang mampu menutupi kekurangan satu dengan yang lainnya. Upaya pencegahan yang telah dilakukan berdasarkan teknik pencegahan situational crime prevention antara lain, target hardening, access control, deflecting offender, formal surveillance, normal surveillance dan stimulating conscience. Akhir kata, peneliti memberi saran kepada Pengurus Rukun Warga untuk dapat meningkatkan upaya pengamanan yang telah ada.

Simple flat housing as one way to fulfill the residence demand in urban areas is necessary to consider the security problems for the occupants. One of the problems is the safety of vehicles owned by the residents, who are more vulnerable because the parking areas are outside the building. This research aims to describe vehicle theft prevention efforts by flat residents of blok A Tanah Abang Jakarta Pusat. Besides, this research also describes the disadvantages of the prevention effort that has been done.
The research concludes that the majority of crime preventions are done simultaneously by the residents under the auspices of the Board Pillars of Citizens with many advantages that can cover the lack of one another. Prevention efforts that have been done based on situational crime prevention techniques such as, target hardening, access control, deflecting Offender, formal surveillance, surveillance and stimulating normal conscience. Finally, researcher gave suggestions to the Board Pillars of Citizens to increase security measures already in place.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S45077
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Zico Gabriel
"Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan pengamatan secara tidak terlibat. Temuan penelitian mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan dalam cara kedua tipe penghuni yang ada di RSTA dalam memaknai RSTA. Penghuni pemilik di satu sisi memaknai rumah susun yang mereka tempati di RSTA sebagai tempat bermukim (dwelling) mereka. Dwelling memiliki makna secara sosiologis, yakni tempat dimana individu tinggal, bermukim, berinteraksi dengan sesama penghuni dan membentuk komunitas warga RSTA. Di sisi lain, penghuni pengontrak memaknai RSTA hanya sebatas sebagai shelter mereka. Shelter sendiri bermakna naungan secara fisik semata atau sebatas tempat berteduh dan beristirahat, bukan tempat untuk menyatu dan menjadi bagian dari komunitas warga RSTA. Temuan selanjutnya menunjukkan bahwa para penghuni pemilik dikarenakan memaknai RSTA sebagai dwelling, yakni tempat bermukim mereka, mengembangkan keterlekatan komunitas yang cenderung kuat dengan permukiman RSTA, terlihat sebagian besar dari mereka memiliki sense of belonging yang kuat sebagai "warga RSTA" dan juga bersifat mengakar dalam kelompok arisan atau kelompok pengajian di permukiman RSTA. Sedangkan, para penghuni pengontrak dikarenakan hanya memaknai RSTA sebatas sebagai shelter, yakni tempat berteduh semata, keterlekatan komunitasnya cenderung lemah. Kondisi ini dapat dilihat dari kehidupan sosial para penghuni pengontrak yang jarang mengenal tetangga di sebelah rumahnya dan sebagian besar dari mereka juga tidak memiliki sense of belonging yang kuat sebagai "warga RSTA" karena sebagian besar dari mereka hanya "numpang tidur" di RSTA.

This research uses a qualitative method in collecting the data using in-depth interview and observations made in the Tanah Abang Flat. The findings of this research suggest that there is a differnce in the way the two types of residents that live in Tanah Abang flat. The residents which are flat owners on one hand, are those that perceive the meaning of Tanah Abang flat as their dwelling place. Dwelling has a sociological meaning, as in a place where people live, dwell, interact with the other residents and become part of the Tanah Abang flat community. On the other, the flat renter only give meaning to Tanah Abang flat as their shelter. Shelter in itself has a shallow meaning, only a psychological structure in where people rest and find shelter. The next finding of this research suggest that because the flat owners give meaning to Tanah Abang flat as their dwelling, they form a rather strong community attachment with the Tanah Abang flat, both physically and socially. This strong community attachment can be seen as most of the flat owners have a strong sense of belonging as the "Tanah Abang Flat Residents" and also by their rootednes in social and religious groups that are formed in the Tanah Abang flat community. On the other hand, the flat renters, as a result of giving meaning to Tanah Abang flat as only their shelter, form a rather weak community attachment, especially to the social environment of Tanah Abang flat. This condition can be seen as most of the flat renters have a very shallow social life in the Tanah Abang flat community, most of them have no knowing of who their next door neighbors are and they also dont have a strong sense of belonging as the "Tanah Abang Flat Residents". Most of the flat renters only perceive Tanah Abang flat as a house where they can "rest at night".
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S54133
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Frendy Pradana
"Semenjak tahun 2010, DJP menggiatkan ekstensifikasi pajak dengan UMKM sebagai salah satu sasarannya. Kepatuhan UMKM dalam memenuhi kewajiban perpajakan masih sangat rendah, sehingga pada pertengahan tahun 2013, KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Dua menggagas gerai layanan yang ditujukan untuk menghadirkan layanan kepada Wajib Pajak dan juga sebagai media jemput bola. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengumpulan data survey. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis evaluasi gerai layanan pajak di pusat perbelanjaan tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa evaluasi gerai telah menunjukkan hasil yang positif namun gerai layanan pajak tidak dapat dijadikan solusi satu-satunya dan masih membutuhkan alternatif kebijakan lain, misalnya Surat Himbauan Pajak

Directorate General of Taxation (DGT) has invigorated tax extensification program since 2010. SMEs became one of the program target due to the low level of their tax compliance. Thus, in 2013 Jakarta Tanah Abang Dua Tax Office initiated Tax Service Outlet Program at shopping centre to present services to tax payers closer. The research was conducted by using quantitative approach with survei as data collection technique. This research is aimed to evaluate the Tax Service Outlet program. As the result, this program was measured as positive. However, the program may not be the sole solution. Appeal Letter can be the other alternative to increase tax payer's compliance."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S65779
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1985
S6581
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uguy, Mediana Johanna Hendriette
"ABSTRAK
Pada akhir milenium ke dua ini, dengan laju pertumbuhan penduduk perkotaan empat sampai lima persen per tahun, diperkirakan empat puluh persen penduduk Indonesia atau sekitar tujuh puluh delapan juta jiwa akan tinggal di wilayah perkotaan. Untuk DKI Jakarta, jumlah penduduknya diduga akan menjadi tujuh belas setengah juta jiwa. Sedangkan kawasan Jabotabek yang perkembangannya tidak bisa dipisahkan dari DKI Jakarta, jumlah penduduknya akan mencapai tiga puluh satu setengah juta jiwa.
Jumlah penduduk yang tinggi dan langkanya lahan perkotaan mengharuskan dilakukannya berbagai upaya untuk meningkatkan daya dukung lahan tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan membangun secara vertikal. Untuk bangunan hunian, pembangunan rumah massal seperti rumah susun bagi kota-kota besar seperti Jakarta merupakan hal yang tidak bisa dihindarkan lagi.
Dalam proses desain rumah susun kendala utama yang dihadapi adalah biaya yang harus ditekan serendah mungkin namun tetap memberikan akomodasi yang memadai. Dengan kata lain, bagaimana menciptakan ukuran-ukuran ruang yang minimum, bagaimana mengoptimalkan penggunaan ruang, dan bagaimana membuat denah-denah perencanaan yang sederhana dan mudah dibangun.
Pendekatan ini menghasilkan lingkungan hunian yang mempunyai karakteristik khas yaitu kepadatan tinggi, ruangan-ruangan terbatas, dan kedekatan fisik antar rumah yang sangat ketat secara horisontal maupun vertikal.
Rumah bagi suatu keluarga, dalam berbagai bentuknya termasuk unit hunian atau satuan rumah susun, pada hakekatnya mempunyai tiga makna yaitu: menyediakan perlindungan fisik bagi keluarga, wadah bagi kegiatan-kegiatan keluarga, dan perlindungan psikologis terhadap tekanan-tekanan dari dunia luar.
Dengan kondisi lingkungan fisik demikian dan perhatian khusus pada aspek psikologis tersebut, studi ini menelaah secara khusus tentang perilaku spasial penghuni di lingkungan rumah susun.
Perilaku spasial merupakan kegiatan penggunaan ruang di sekitar individu untuk mengatur interaksi social. Perilaku spasial yang penting bagi desain perumahan adalah privasi, ruang pribadi (personal space), teritorialitas, dan kesesakan.
Penelitian yang dilakukan diarahkan untuk menjawab pertanyaan -pertanyaan sebagai berikut:
1. Faktor-faktor perbedaan individu dan desain fisik apa saja yang berpengaruh pada privasi?
2. Bagaimana pengaruh privasi terhadap kesesakan?
3. Bagaimana perilaku ruang pribadi, teritorialitas, dan perilaku lainnya dari penghuni rumah susun untuk mencapai privasi harapan?
4. Alternatif desain apa saja yang dapat diusulkan untuk pengembangan rumah susun?
Penelitian dilakukan di Rumah Susun Tanah Abang dan Kebon Kacang, Jakarta Pusat. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara acak distratifikasi (stratified random sampling) dan ditetapkan 100 responden terpilih yang selanjutnya dianalisis secara statistik dengan bantuan program Microstat. Pengujian hipotesis dilakukan melalui uji chi-square.
Rangkuman hasil Penelitian adalah sebagai berikut:
1. Tuntutan privasi penghuni rumah susun dipengaruhi oleh faktor individu dan faktor lingkungan fisik. Terbukti adanya hubungan yang signifikan antara privasi dengan penghasilan, jenis pekerjaan, dan lama huni. Faktor lingkungan fisik yang terbukti ada hubungannya secara signifikan adalah luas unit hunian, kepadatan unit hunian, dan tipe rencana lantai.
2. Tipe rencana lantai berpengaruh pada jenis privasi berupa keinginan untuk menjauh dari gangguan kebisingan dan keinginan untuk membatasi keakraban dengan orang tertentu saja. Pada tipe cluster tingkat keinginan untuk menjauh dari gangguan kebisingan adalah tinggi, sedangkan pada tipe linier rendah. Pada aspek keinginan untuk membatasi keakraban dengan orang tertentu, kedua tipe menunjukkan tingkat yang sama-sama tinggi.
3. Ada hubungan yang sangat signifikan antara privasi dan kesesakan; makin tinggi tuntutan privasi, makin tinggi persepsi kesesakannya.
4. Untuk mencapai tingkat privasi yang diharapkan, penghuni rumah susun melakukan mekanisme kontrol berupa perilaku ruang pribadi, teritorialitas, dan perilaku lainnya. Beberapa indikasi dari adanya mekanisme kontrol tersebut adalah: tidak terpenuhinya ruang yang cukup untuk menjaga jarak dengan orang lain pada koridor dan tangga, pemberian identitas tertentu pada unit hunian atau blok bangunan, danadanya peraturan-peraturan tertentu yang dibuat oleh penghuni.
Dari segi desain arsitektur, diperoleh beberapa temuan sebagai berikut:
1. Di samping ukuran ruangan-ruangan yang dirasakan sempit oleh penghuni, denah-denah yang ada kurang memberikan fleksibilitas penggunaan ruang pada penghuninya. Dimensi ruangan yang kecil pada rumah susun merupakan konsekuensi logis dari biaya yang harus ditekan serendah mungkin sesuai kemampuan kelompok sasaran yang dituju, namun demikian harus tetap disediakan wadah yang memadai bagi keluarga yang menghuninya. Untuk itu rancangan ruang dan furniturnya harus mempunyai fleksibilitas tinggi dan berfungsi ganda. Fleksibilitas penggunaan ruang dan penggunaan furnitur memungkinkan penghuni menata ruang tinggalnya menjadi bermacam-macam pola, misalnya pola slang dan pola malam.Dalam menyediakan ruangan berfungsi ganda, ruang makan seharusnya digabung dengan ruang dapur, tidak dengan ruang tamu seperti diterapkan di rumah susun yang ada. Untuk tipe sangat kecil yang dihuni keluarga (T-21 ternyata dihuni oleh rata-rata 5 orang), harus disediakan ruang tinggal berfungsi ganda yang dapat dibagi menjadi minimal dua ruang untuk orang tua dan anak-anak. Ruang tinggal tidak dibagi menjadi ruang tidur dan ruang duduk, tetapi ruang I dan ruang II yang masing-masing berfungsi ganda.
2. Dalam desain unit hunian di RSKK maupun RSTA, tidak ada ruang peralihan antara selasar dan ruang tinggal. Untuk menyediakan privasi yang cukup, harus dibuat ruang peralihan dari yang bersifat publik (selasar) ke yang privat (ruang tinggal). Diusulkan untuk menempatkan ruang kerja yang berfungsi ganda: mempersiapkan bahan masakan, setrika, "ngobrol" dengan tetangga, dan lain-lain sebagai ruang peralihan tersebut, yang menjadi bantalan penyangga (buffer) antara selasar dengan ruang tinggal tempat berbagai aktivitas keluarga.
3. Ukuran lebar selasar dan tangga dirasakan tidak memadai oleh penghuni RSTA, sedangkan bagi penghuni RSKK hanya selasar yang dirasakan sempit. Ukuran lebar selasar dan tangga harus mempertimbangkan jarak sosial atau jarak untuk hubungan yang bersifat formal dan tidak akrab yaitu 1,3 m sampai 4 m. Namun dengan ukuran 1,5 m seperti lebar tangga di RSKK sudah dirasakan memadai oleh penghuni.
4. Diusulkan tipe rencana lantai linier ganda dengan rumah-rumah yang berhadapan untuk memperkembangkan rangsangan sosial atau interaksi ketetanggaan yang menyenangkan, di samping menyediakan ruang bersama pada tiap lantai bangunan. Namun agar memberikan privasi bagi tiap keluarga atau unit hunian, harus disediakan bantalan penyangga antara selasar dan ruang tinggal, dan letak pintu harus diatur berselang-seling sehingga tidak berhadapan langsung.
5. Konsep teritorialitas yang berfungsi personalisasi dan pertahanan dapat digunakan untuk mempermudah pengelolaan kenyamanan, keamanan dan keasrian lingkungan rumah susun. Sedapat mungkin semua ruang yang terbentuk di lingkungan rumah susun 'dimiliki" oleh individu atau kelompok. Namun juga harus diberikan batas yang jelas antara kepemilikan perorangan dan kolektif.
6. Guna minimasi biaya dan menyediakan fleksibilitas yang tinggi pada penghuni untuk menata huniannya, konstruksi bangunan rumah susun dapat dibatasi pada bagian-bagian yang kepemilikan dan kontrolnya kolektif, sedangkan bagian yang dimiliki dan penataannya diputuskan oleh individu, dibiarkan dibangun sendiri oleh penghuni sesuai potensinya.
Penelitian lebih jauh perlu dilakukan untuk mengungkap efek lanjutan dari penanggulangan (coping) akan tegangan-tegangan yang mungkin ada pada penghuni rumah susun; misalnya kemungkinan timbulnya sindrom 'ketidakberdayaan yang dipelajari? (learned helplessness) pada hunian sempit dan padat atau gejala-gejala fisiologis dan psikologis lainnya.
Juga perlu digali lebih jauh berbagai dampak positif jangka panjang berupa perubahan perilaku yang disebabkan oleh lingkungan fisik berupa desain yang spesifik.
Kesalahan atau kekurangan yang bersifat teknis bangunan pada desain rumah dalam perumahan massal akan dikalikan berlipatganda sehingga mengakibatkan kerugian atau pemborosan besar.
Tetapi kegagalan memahami interaksi perilaku dan lingkungan fisik tersebut dapat mendatangkan kerugian yang jauh lebih besar bahkan malapetaka berupa hancurnya lingkungan rumah susun secara keseluruhan, lingkungan fisik maupun sosialnya.

ABSTRACT
At the end of this second millennium, it is estimated that forty percents of Indonesian citizen, or about seventy eight million people, will live in urban area. In Jakarta, the number will reach seventeen and a half million.
The fact that the high density people is faced to the scarcity of land in urban area needs many efforts to improve the carrying capacity of the land. One of the efforts is to build the city vertically. For residential buildings, the choice of mass housing such as flats or 'rumah susun' is a necessity.
Extra attention must be paid to give the best acommodations within limited funds: how to set minimum room sizes and dimensions, how to optimize the use of space, and how to make simple plans which are easy to construct. The meaning of a house for a family in general is also valid for a dwelling unit in a flat_ At least there are three meanings of a house: providing physical shelter for the family, places for family activities, and psychological shelter from pressures of the outside world.
Giving special focus on the psychological aspect, this thesis studies especially the spatial behavior. Spatial behavior is to activities of using the space surrounding an individu to organize the social interaction. In housing design, the most important kinds of spatial behavior are privacy, personal space, territoriality, and crowding; which are the scope of this study.
The research itself is directed to answer these questions:
1. What factors of individual differences and physical design which relate to the privacy of the residents?
2. How does privacy relate to crowding?
3. How do the residents behave in personal space, territoriality, and other behavior to get the expected privacy?
4. What design alternatives can be proposed for better flat development?
The field research was taken place at the flats of Tanah Abang and Kebon Kacang, Central Jakarta. Stratified random sampling was applied and a hundred selected respondents were fixed. Then the data was analyzed statistically with the aid of microstate program. Testing of hypothesis was done by using chi-square test.
The findings of this research are:
1. The privacy of flat residents is related to individual and physical environment factors. There are significant relations between privacy and the salary, the type of the earn of living, and how much time the residents have been living in the flats. The physical environment factors which relate significantly to privacy are the area of the dwelling unit, the inner density, and the type of floor plan.
2. The floor plan type is related to the need of avoiding noise and the need of limiting the intimacy to certain people. The need of avoiding noise on the cluster type is high but on the linear type is low. For the need of limiting the intimacy, both type are high.
3. There is a very significant relation between privacy and crowding; the higher the privacy the higher the crowding.
4. In order to get the expected privacy, the residents do control mechanisms such as personal space, territoriality, and other behaviors
From the architectural design aspect, it can be pointed out several findings and alternatives:
1. For the very small dwelling unit (T-21 or smaller) the need of flexibility is a necessity. The flexibility of using rooms and furniture gives the residents the availabilities to create various room patterns, such as day pattern or night pattern. In a small unit for a family, it should be provided a multifunction room that can be separated into two rooms; room I for the children and room II for the parents.
2. There should be a transitional space between public and private zone in a house. The alternative design is to place multifunctional worked room between the corridor and the living room.
3. The width dimensions of corridors and stairs in flat building should fit the social distance or the distance to keep formal and not intimate communication between two people or more.
4. In order to propose social interaction among the residents and also provide privacy, the floor plan type should be the twin corridor and the doors face each other are arranged alternately.
5. The concept of territoriality which has the functions of personalization and defense can be used to make the environmental management of the flat more easier. But there should be a straight boundary that differs the individual and collective property.
6. For minimizing cost and providing high flexibility, the design and construction of a flat should allow the residents to build the individual parts, which are notcollective properties, of the building by themselves.
More researches need to be done to find probable aftereffects of coping with the stresses which probably exist in the environment. Besides that, the positive impacts that may become of, should also be learned.
Technical mistakes made in mass housing design could result in multiple loss or wastefulness, but the failure of understanding the interaction between behavior and certain physical environment we built, may plunge the environment in disaster.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pontjorini Juswardani
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1988
S2040
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Sukmara Christian Permadi
"Pengelolaan Pasar Tanah Abang selalu menjadi permasalahan krusial sejak masa kepemimpinan Gubernur Sutiyoso (1997) hingga Gubernur Anies (2018), yaitu mengenai kehadiran pedagang kaki lima (PKL) dan kemacetan. Dalam 100 hari kepemimpinannya Gubernur Anies mengeluarkan kebijakan penutupan salah satu ruas jalan untuk area berjualan PKL sehingga menimbulkan pro dan kontra. Permasalahan tersebut dalam penelitian ini dikaji menggunakan model inkremental dari teori kebijakan publik dan model eksternalitas dari teori ekonomi neo-klasik.
Model inkremental merupakan suatu model yang memandang kebijakan publik sebagai kelanjutan dari kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan pemerintah sebelumnya, dengan hanya melakukan perubahan-perubahan seharusnya. Sedangkan, model eksternalitas adalah model yang memandang dampak (dari transaksi) terhadap pihak ketiga (yang tidak ikut transaksi) dalam suatu kesepakatan yang dibuat antara pihak pertama dan pihak kedua.
Penelitian ini hendak menjawab mengenai alasan mengapa Gubernur Anies mengeluarkan kebijakan pengelolaan Blok G Pasar Tanah Abang dengan menutup salah satu ruas Jalan Jatibaru Raya serta siapa yang menerima manfaat dari kebijakan pengelolaan Blok G Pasar Tanah Abang dan pihak-pihak mana saja yang dirugikan atas diterapkannya kebijakan tersebut. Dalam menetapkan kebijakan tersebut Gubernur Anies beralasan untuk mengakomodasi para PKL.
Penelitian ini menemukan dugaan bahwa kebijakan penutupan jalan tersebut dilakukan untuk mengakomodasi janji politik Gubernur Anies saat Pilkada DKI 2017 terhadap masyarakat Tanah Abang, sehingga sangat diduga beberapa pihak yang menerima manfaat dari diberlakukannya kebijakan tersebut adalah para PKL, Haji Lulung, dan Anak Wilayah (Komunitas Pemuda Tanah Abang di bawah binaan Haji Lulung). Selain itu, pihak-pihak yang dirugikan dari kebijakan tersebut adalah Pedagang Blok G, pejalan kaki, dan supir Angkot.
Penerapan kebijakan tersebut pada akhirnya membuat Gubernur Anies dinilai melakukan maladministrasi oleh Ombudsman, salah satunya dengan melanggar Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sehingga Ombudsman memunculkan rekomendasi penon-aktifan jabatan Anies sebagai gubernur kepada Kementerian Dalam Negeri.

The management of the Tanah Abang Market has always been a crucial problem since the leadership of Governor Sutiyoso (1997) to Governor Anies (2018), namely regarding the presence of street vendors (PKL) and congestion. In his 100 days of leadership, Governor Anies issued a policy of closing one of the road segments for selling street vendors, which gave rise to pros and cons. These problems in this study were examined using incremental models of public policy theory and externality models of neo-classical economic theory.
The incremental model is a model that views public policy as a continuation of activities that have been carried out by the previous government, only by making changes it should. Whereas, the externality model is a model that views the impact (of transactions) on a third party (who does not participate in a transaction) in an agreement made between the first party and the second party.
This research is about to answer the reasons why Governor Anies issued a policy on managing the Blok G Tanah Abang Market by closing one of the Jatibaru Raya Road segments and who benefited from the management policy of the Blok G Tanah Abang Market and which parties were disadvantaged for the implementation of the policy. In establishing the policy, Governor Anies reasoned to accommodate the street vendors.
This study found the allegation that the road closure policy was carried out to accommodate Governor Anies political promises during the 2017 DKI Pilkada to the people of Tanah Abang, so it was highly suspected that some parties who benefited from the enactment of these policies were street vendors, Haji Lulung and Regional Children (Youth Community Tanah Abang under the guidance of Haji Lulung). In addition, the aggrieved parties of the policy are Block G Traders, pedestrians, and public transportation drivers.
The implementation of this policy ultimately made Governor Anies considered maladministration by the Ombudsman, one of which was by violating Law No. 22 of 2009 concerning Road Traffic and Transportation so that the Ombudsman raises recommendations for the deactivation of Anies position as governor to the Ministry of Home Affairs.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T52521
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rakhmat
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S48084
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1977
S5975
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nursanti
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1990
S41887
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>