Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120756 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sienni Sanchia Santoso
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara keterlibatan orang tua dan kompetensi sosial remaja down syndrome. Kompetensi sosial diukur berdasarkan keterampilan sosial dan perilaku adaptif, yang tergambarkan dari ada tidaknya perilaku maladaptif. Pengukuran keterlibatan orang tua menggunakan alat ukur Alabama Parenting Questionnaire (APQ) (Frick, 1990) dan pengukuran kompetensi sosial menggunakan alat ukur Social Skills Rating System (SSRS) (Gresham & Elliott, 1990). Partisipan berjumlah 31 orang tua dan pengasuh utama dari remaja down syndrome berusia antara 11 hingga 24 tahun. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara keterlibatan orang tua dan keterampilan sosial remaja down syndrome (r = 0.422; p = 0.018, signifikan pada L.o.S 0.05). Artinya semakin tinggi keterlibatan orang tua, semakin tinggi keterampilan sosial remaja down syndrome. Akan tetapi, terdapat hubungan yang tidak signifikan antara keterlibatan orang tua dan perilaku maladaptif (r = 0.063; p = 0.737, tidak signifikan pada L.o.S 0.05). Berdasarkan hasil tersebut, orang tua disarankan untuk terlibat dalam kehidupan anaknya yang menyandang down syndrome dengan mengajarkan keterampilan sosial dan perilaku adaptif sesuai norma sosial.

This research was conducted to find the correlation between parental involvement and social competence behavior in adolescent with down syndrome. Social competence is measured based on social skills and adaptive behavior, which is illustrated from the absence of maladaptive behaviors. Parental involvement was measured using an instrument called Alabama Parenting Questionnaire (APQ) (Frick, 1990), and social competence was measured using Social Skills Rating System (SSRS) (Gresham & Elliott, 1990). The participants of this research are 31 parents and primary caregiver of adolescent with down syndrome at the age of 11 to 24 years old. The result of this research show that parental involvement positively correlated significantly with social skills (r = 0.422; p = 0.018, significant at L.o.S 0.05). This means that the higher the parental involvement, the higher the social skills of adolescent with down syndrome. However, there is no significant correlation between parental involvement and maladaptive behavior (r = 0.062; p = 0.737, not significant at L.o.S 0.05). Based on these results, it is advisable for parents to become involved in their child?s life to teach appropriate social skills and adaptive behavior according to social norms."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S45232
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iletta Nathania Tjioe
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai pengaruh parental autonomy support, parental involvement, dan parental structure terhadap domain kemandirian pada remaja penyandang sindroma down. Penelitian ini juga melihat variabel yang memiliki pengaruh paling signifikan terhadap domain remaja penyandang sindroma down. Pengukuran parental autonomy support, parental involvement, dan parental structure menggunakan alat ukur Parents as Social Context Questionnaire (PSCQ) (Skinner, dkk., 2005) dan pengukuran kemandirian remaja penyandang Sindroma Down menggunakan alat ukur AAMD Adaptive Behavior Scale (Bagian Psikologi Anak dan Perkembangan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1983). Partisipan berjumlah 32 orang dengan karakteristik sebagai orang tua dari remaja penyandang sindroma down. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh parental autonomy support, parental involvement, dan parental structure terhadap kemandirian pada fungsi berdikari, aktivitas ekonomi, perkembangan bahasa, perkembangan angka dan waktu, kegiatan rumah tangga, dan sosialisasi remaja penyandang sindroma down. Parental structure secara signifikan mempengaruhi domain perkembangan bahasa (Beta = 0.517; p = 0.014; signifikan pada L.o.S 0.05) dan perkembangan angka dan waktu (Beta = 0.560; p = 0.011; signifikan pada L.o.S 0.05), sedangkan parental involvement secara signifikan mempengaruhi sosialisasi (Beta = 0.482; p = 0.013; signifikan pada L.o.S 0.05) pada remaja penyandang Sindroma Down. Berdasarkan hasil tersebut, orang tua perlu meningkatkan parental autonomy support, parental involvement, dan terutama parental structure untuk membantu meningkatkan kemandirian anak.

This research was conducted to find the effects of parental autonomy support, parental involvement, and parental structure on domains of independence on adolescents with Down Syndrome and to find out which variable contributes significantly. Parental autonomy support, parental involvement, and parental structure was measured using an adapted instrument called Parents as Social Context Questionnaire (PSCQ) (Skinner, et al., 2005) and independence of of adolescents with Down Syndrome was measured using an adapted instrument called AAMD Adaptive Behavior Scale (Bagian Psikologi Anak dan Perkembangan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1983). The participants of this study are 32 parents of adolescents with Down Syndrome. The main results of this study show that parental autonomy support, parental involvement, and parental structure significantly affect domains of independence namely independent functioning, economic activity, language development, numbers and time, domestic activity, and socialization of adolescents with Down Syndrome. Parental structure significantly affects two domains which are language development (Beta = 0.517; p = 0.014; significant on L.o.S 0.05) and numbers and time (Beta = 0.560; p = 0.011; significant on L.o.S 0.05), while parental involvement significantly affects socialization domain (Beta = 0.482; p = 0.013; significant on L.o.S 0.05). Based on those results, it is necessary for parents to increase their parental autonomy support, parental involvement, and especially parental structure to help increase their children’s independence."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45185
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurwidyawati Purnaningrum
"ABSTRAK
Anak dengan sindrom Down merupakan anak yang mengalami beberapa keterbatasan yang berdampak terhadap kemandirian. Anak dengan sindrom Down memiliki ketergantungan pada ibunya, sehingga seorang ibu memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan pola asuh yang tepat. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan pola asuh ibu terhadap kemandirian perawatan diri pada anak sindrom Down. Penelitian ini menggunakana metode kuantitatif cross sectional. Responden yang didapat dalam penelitian ini sebanyak 38 orang. instrumen yang digunakan adalah kuesioner The Pediatric Evaluation of Disability Inventory PEDI dan kuesioner pola asuh. Hasil pengolahan data dengan menggunakan uji Fisher rsquo;s Exact didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan pola asuh ibu dengan kemandirian perawatan diri anak dengan sindrom Down di Kabupaten Bekasi p= 0,364 >? 0,05 . Tidak ada hubungan kemandirian perawatan diri dengan karakteristik anak usia, jenis kelamin dan kognitif anak >? 0,05 . Selain itu juga tidak didapatkan hubungan antara pola asuh ibu dengan karakteristik ibu usia, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan . Dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor internal dalam anak dan ibu tidak mempengaruhi pemberian pola asuh dan kemandirian perawatan diri anak. Studi ini memberikan gambaran baru tentang kemandirian anak dengan sindrom Down dan pola asuh ibu. Diharapkan kedepannya ibu melatih kemampuan lain yang sesuai dengan potensi anak seperti dalam komunikasi atau kehidupan sosial.

ABSTRACT<>br>
Children with Down syndrome are children who experience some limitations that affect the independence. Children with Down syndrome have a dependence on their mother, so a mother has a very important role in providing proper parenting. This study was conducted to see the relationship of mother 39 s parenting to self reliance self care in children with Down syndrome. This research used quantitative cross sectional method. Respondents obtained in this research were 38 samples. The tools used to obtain the data are The Pediatric Evaluation of Disability Inventory PEDI questionnaires and parenting style questionnaires. Results of data processing using Fisher 39 s Exact Test is p 0.364 0.05. There is no relationship between mother 39 s parenting style and children self care with Down syndrome in Bekasi District. There is no relationship between self chldren with children characteristic age, gender and cognitive p 0,05 . However there is no relationship between mother parenting style with mother characteristic age, education, job, and family income p 0,05 .It can be concluded that internal factors in children and mothers do not affect the provision of parenting and children. This study provides a new picture of self care on children with Down syndrome and mother 39 s parenting style. It is expected that in the future Family train another activities that suitable with potention of the children like in comunincation and social life. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frascilly Grasia
"Down syndrome merupakan suatu kondisi yang berkaitan dengan keterbatasan perkembangan. Adanya keterbatasan ini membuat anak down syndrome membutuhkan caregiver untuk membantu mereka melaksanakan aktivitas seharihari. Caregiver dapat mengalami dampak negatif akibat merawat anggota keluarga yang memiliki kebutuhan khusus. Salah satu dampak negatifnya adalah caregiver strain. Caregiver strain dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah dukungan sosial. Caregiver strain dapat berkurang jika caregiver mendapatkan dukungan sosial, khususnya perceived social support.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara caregiver strain dan perceived social support. Metode pengambilan data yang dilakukan adalah pengisian kuesioner dan melakukan probing terhadap item dalam kuesioner caregiver strain (Modification of Caregiver Strain Index). Kemudian partisipan diminta untuk mengisi kuesioner perceived social support (Multidimensional Scale of Perceived Social Support).
Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang negatif antara caregiver strain dan perceived social support dengan r=-.174, namun tidak signifikan dengan p>0,05. Pada penelitian ini, partisipan ditemukan memiliki caregiver strain yang relatif rendah dan perceived social support yang relatif tinggi.

Down syndrome is condition related with developmental impairment. These impairments make the child with Down syndrome needs caregiver to help them carry out their daily activities. Caregiver may be negatively impacted due to caring for family members with special needs. One of the negative impacts is caregiver strain. Caregiver strain is influenced by several factors. One factor that influence caregiver strain is social support. Caregiver strain can be reduced if the caregiver get social support, especially perceived social support.
This study aimed to examine the correlation between caregiver strain and perceived social support. Method of data collection was questionnaires and do some probing to the items in the questionnaire caregiver strain (Modification of Caregiver Strain Index). Then participants were asked to complete a questionnaire perceived social support (Multidimensional Scale of Perceived Social Support).
The results showed a negative relationship between caregiver strain and perceived social support with r = - .174, but not significant with p> 0.05. In this study, participants were found to have relatively low caregiver strain and perceived social support were relatively high.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45758
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maisya Putri Nibenia
"Anak down syndrome dengan keterbatasanya mendapatkan perhatian yang lebih banyak dari orang tua dibandingkan sibling. Perbedaan perlakuan antar anak oleh orang tua dapat mempengaruhi hubungan antar saudara dan pola asuh yang dilakukan orang tua juga dapat mempengaruhi dimensi hubungan yang berkaitan dengan kualitas sibling relationships. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara pola asuh orang tua dengan sibling relationship pada anak down syndrome. Penelitian menggunakan pendekatan cross-sectional pada 60 responden orang tua yang dipilih melalui teknik cluster sampling menggunakan instrumen Parenting Style and Dimensions Questionnaire (PSDQ) dan Sibling Relationship Questionnaire (SRQ). Hasil penelitian menunjukan 73.9% responden menerapkan pola asuh autoritatif dan 61.67% terbentuk sibling relationship positif antara anak down syndrome dan sibling. Hasil analisis bivariat uji fisher exact memperoleh hasil p value <0.001 (<0.05). Hasil ini menunjukan adanya hubungan pola asuh orang tua dengan sibling relationship pada anak down syndrome. Peneliti merekomendasikan mengikutsertakan sibling dalam penelitian selanjutnya untuk melengkapi data dari sisi sibling.

Children with Down syndrome with their limitations get more attention from their parents than their siblings. Differences in treatment between children by parents can affect the relationship between siblings and parenting style by parents can also affect the dimensions of the relationship related to the quality of sibling relationships. This study aims to identify the relationship between parenting style and sibling relationship in children with Down syndrome. The study used a cross-sectional approach to 60 parent respondents who were selected through a cluster sampling technique using the Parenting Style and Dimensions Questionnaire (PSDQ) and Sibling Relationship Questionnaire (SRQ) instruments. The results showed that 73.9% of respondents adopted authoritative parenting and 61.67% formed a positive sibling relationship between children with Down syndrome and siblings. The results of the bivariate analysis of the Fisher's exact test obtained a p value <0.001 (<0.05). These results indicate that there is a relationship between parenting style and sibling relationship in children with Down syndrome. Researchers recommend including sibling in future research to complete data from sibling side."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmi Sesaria
"Latar Belakang: Keterlambatan perkembangan motorik dan keseimbangan menjadi masalah dalam kemandirian sehari-hari anak sindrom Down. Aktivitas fisik merupakan rekomendasi yang dapat meningkatkan keseimbangan, namun terdapat faktor – faktor yang mempengaruhi kondisi ini. Belum ada penelitian mengenai korelasi aktivitas fisik dengan keseimbangan dan kemandirian anak sindrom Down. Hal ini akan memberikan manfaat kedepannya dalam upaya pencegahan risiko jatuh dan kualitas hidup anak dindrom Down.
Objektif: Penelitian ini betujuan untuk mengetahui korelasi antara aktifitas fisik terhadap keseimbangan dan kemandirian anak sindrom Down serta faktor-faktor yang berhubungan.
Metode: Studi potong lintang pada 31 orang anak sindrom Down usia 5 – 12 tahun. Subjek yang telah memenuhi kriteria penerimaan kemudian dilakukan pemeriksaan keseimbangan dengan Pediatric Balance Scale (PBS). Dilakukan pengambilan data aktivitas fisik anak dengan Physical Activity Questionnaire for (PAQ-C) dan kemandirian dengan Modified WeeFIM. Uji korelasi dilakukan untuk melihat hubungan antara aktifitas fisik terhadap keseimbangan dan kemandirian.
Hasil: Hasil penelitian didapatkan adanya korelasi lemah (r=0.368) antara aktivitas fisik dan keseimbangan anak sindrom Down (p<0.05). Faktor usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, tes IQ, penyakit jantung bawaan tidak menunjukkan hubungan signifikan dengan keseimbangan. Anak dengan riwayat hipotiroid yang telah ditatalaksana memiliki korelasi sedang (r=0.575) terhadap keseimbangan (p<0.05). Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara keseimbangan dan kemandirian anak. Terdapat korelasi sangat kuat (r=0.906) antara perawatan diri dan mobilisasi (r=0.922) dengan usia anak sindrom Down (p<0.001).
Kesimpulan: Terdapat korelasi antara aktivitas fisik dan keseimbangan anak sindrom Down. Faktor lainnya yang berpengaruh pada hal ini adalah riwayat hipotiroid yang telah diobati. Kemandirian anak sindrom Down lebih karena hubungannya dengan kematangan usia mereka.

Background: Delays in motor development and balance are a problem in the daily independence of children with Down syndrome. Physical activity is a recommendation that can improve balance, but there are factors that influence this condition. There has been no research regarding the correlation between physical activity and balance and independence in children with Down syndrome. This will provide future benefits in efforts to prevent the risk of falls and the quality of life of children with Down's syndrome.
Objective: This research aims to determine the correlation between physical activity with balance in Down syndrome’s children and related factors in order to determine their functional independence.
Methods: Cross-sectional study of 31 Down syndrome children aged 5 – 12 years. Subjects who met the acceptance criteria were then checked for balance using the Pediatric Balance Scale (PBS). Data on children's physical activity was collected using the Physical Activity Questionnaire for (PAQ-C) and functional independence using Modified Wee-FIM. Correlation tests were carried out to see the relationship between physical activity and balance and independence.
Results: The research results showed that there was a weak correlation (r=0.368) between physical activity and balance in children with Down syndrome (p<0.05). The factors age, gender, body mass index, IQ test, congenital heart disease did not show a significant relationship with balance. Children with a history of hypothyroidism who have been treated have a moderate correlation (r=0.575) to balance (p<0.05). There is no significant relationship between balance and children's independence. There is a very strong correlation (r=0.906) between self-care and mobilization (r=0.922) and the age of children with Down syndrome (p<0.001).
Conclusion: There is a correlation between physical activity and balance in children with Down syndrome. Another factor that influences this is a history of hypothyroidism that has been treated. The independence of Down syndrome children is more related to their age maturity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fina Devy Aryanti
"Sindrom Down merupakan kelainan genetik yang dikarakteristikkan dengan keterlambatan perkembangan yang dapat mempengaruhi kemandirian anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemandirian dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari pada anak dengan sindrom Down usia sekolah dan remaja dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif non-eksperimen. Responden penelitian berjumlah 43 orang tua/ pengasuh anak dengan sindrom Down di Kota Depok.
Hasil penelitian menunjukkan mayoritas anak berada dalam kategori mandiri sebagian: 31 anak (72,1%); selebihnya mandiri total: 7 anak (16,3%) dan ketergantungan total: 5 anak (11,6%). Untuk itu, diperlukan pendidikan kesehatan dan dukungan emosional bagi keluarga, untuk mencapai kemandirian yang optimal pada anak dengan sindrom Down.

Down syndrome is a genetic disorder which characterized by lack of developmental that may affect the child's independence. This study aims to determine the level of independence of child with Down syndrome in school age and adolescents. This study used descriptive quantitative non-experimental approach with 43 parents or caregivers of child with Down syndrome in Depok.
The result showed that the majority of respondents belongs to modified independence: 31 children (72,1%), while respondents who belongs to total independence: 7 children (16,3%) and total dependence: 5 children (16,3%). For the reason, health education and emotional support for families is needed to achieve optimum independence in children with Down syndrome.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S52891
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Saadah Az Zahro
"Orang tua merupakan orang terdekat anak yang menjadi pendidik, pelindung, dan penanggung jawab anak. Orang tua yang memiliki anak down syndrome memiliki tingkat stres yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang tua tanpa anak down syndrome. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat stres orang tua yang memiliki anak down syndrome. Desain penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Sampel penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak down syndrome yang tergabung dalam POTADS (Persatuan Orang Tua dengan Anak Down syndrome) sebanyak 64 orang dengan menggunakan teknik total sampling dan menggunakan analisis univariat. Hasil penelitian menunjukan 37 responden (57,8%) memiliki tingkat stres yang rendah, sedangkan 27 responden (42,2%) memiliki tingkat stres yang tinggi. Perawat disarankan dapat menjadi konselor dan edukator dalam mengurangi tingkat stres orang tua yang memiliki anak down syndrome.

Stress Level of Parents with Down Syndrome Children. As children?s closest kin, parents are their educators, protectors, and guardians. Parents with children who suffer from Down syndrome thus have a higher rate of stress compared to parents without them. This research aims to understand the stress rate of parents who have children with Down syndrome. The design of this research is descriptive quantitative. Using the total sampling technique, the sample of this research is parents of children with Down syndrome who are 64 members of the Down Syndrome?s Parents Association (POTADS) and use univariat analiyse. The research found that 37 respondents (57.8%) have a low rate of stress, while 27 respondents (42.2%) have a high stress rate. Nurses are advised to be conselors and educators in reducing the stress levels of parents of children with down syndrome."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S56394
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vinchia
"Pasien trisomi21 memiliki peningkatan resiko leukemia terutama tipe Leukemia Mielositik Akut(LMA). Proses leukemogenesis terjadi dalam 3 hit. Hit pertama adalah trisomi 21, hit kedua adalah varian gen GATA1 dan hit ketiga adalah mutasi somatik lainnya. Hit pertama dan kedua cukup untuk menyebabkan Transient Abnormal Myelopoiesis (TAM). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pola varian gen GATA1 dalam memengaruhi TAM. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Pasien dianamnesa dan dilakukan pengambilan darah untuk pemeriksaan patologi klinik dan ekstraksi DNA. DNA akan dilakukan PCR, elektroforesis dan Sanger Sequencing. Data akan dilakukan analisis bioinformatik. Subyek terbanyak berusia 0-1 bulan(45,75%), dilahirkan oleh ibu <35 tahun(78,1%) dan lebih banyak dijumpai pada kehamilan multipara(71,8%). Kelainan laboratorium yang paling sering adalah anemia, dan lebih banyak dijumpai pada pasien 0-1 bulan, kelahiran aterm dari ibu primipara. Dari hasil analisis bioinformatik ditemukan 79 varian dan pada 32 pasien, di antaranya 10 silent, 67 missense dan 2 nonsense. Pada pengujian patogenisitas, nonsense mutation dapat diklasifikasikan sebagai pathogenic. Pada pasien TAM lebih banyak dijumpai hanya gejala laboratorium(62.5%) daripada pasien dengan gejala klinis dan laboratorium(37.5%). Keseluruhan varian nonsense menunjukkan gejala klinis dan laboratorium, pada varian missense didapatkan 47,7% sampel hanya dengan gejala laboratorium, sedangkan pada silent variant didapatkan 30% sampel dengan gejala laboratorium.

Trisomy21 have increased risk of Acute Myelocytic Leukemia(AML). Leukemogenesis occurs in 3 hits. The first hit was trisomy21, the second hit was GATA1 gene variant and third hit was somatic mutation. The first and second hit were enough to cause Transient Abnormal Myelopoiesis(TAM). The purpose of this study was to determine the variant of GATA1 gene in influencing TAM. This research is descriptive cross-sectional research. Anamnesis dan physical examination will be done. Blood samples will be taken. DNA will be further processed through PCR, electrophoresis and Sanger Sequencing. The data will be analyzed bioinformatically. Most subjects were aged 0-1month(45.75%), borned to mothers <35years (78.1%) and were more common in multiparous pregnancies(71.8%). The most frequent laboratory abnormalities are anemia, these are more common in patients aged 0-1month, born aterm from primiparous mothers. From the results of bioinformatic analysis, 79 variants were found in 32patients, of which 10were silent, 67were missense and 2were nonsense. In pathogenicity testing, we found this nonsense variant is pathogenic. TAM patients were frequently found with laboratory symptoms only(62.5%). All of the nonsense variants show clinical and laboratory symptoms. In missense variant, 47.7% of the samples only show laboratory symptoms, while 30%silent variant shows laboratory symptoms only."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pariury, Dea Shanta
"Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan bentuk-bentuk tanggapan anak penyandang down syndrome terhadap pertanyaan, Berita faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya tanggapan-tanggapan tersebut. Tujuan penelitian ini bertolak dari anggapan bahwa anak down syndrome memiliki berbagai keterbatasan, khususnya dalam bidang Bahasa, walau demikian mereka tetap dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Penelitian ini merupakan studi kasus seorang anak perempuan berusia 6 tahun penyandang kelainan down .syndrome berbahasa Indonesia yang tergolong ringan. Berdasarkan data, ditemukan bahwa ada senibilan bentuk tanggapan ketika informan menanggapi berbagai pertanyaan, yaitu tanggapan yang sesuai dan berhubungan dengan pertanyaan, tanggapan berupa perintah, tanggapan berupa dramatisasi, tanggapan berupa tindakan nonverbal, tanggapan tidak sesuai, tanggapan tidak berbubungan, tanggapan berupa pengaIihan perhatian, tanggapan berupa ketidakacuhan, dan tanggapan berbentuk sikap diam. Tanggapan-tanggapan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu perkembangan kognitif, pengetahuan dan kosakata, perhatian terhadap objek pembicaraan, dan partisipan yang diajak bicara. Aspek-aspek lain kemudian muncul dalam penelitian ini dan memerlukan penelitian lanjutan. Penelitian yang perlu dilakukan lebih lanjut adalah penelitian mengenai: 1) Pengaruh jenis pertanyaan terhadap bentuk tanggapan yang diujarkan oleh penyandang kelainan keterbelakangan mental; 2) Perbandingan kemampuan percakapan anak penyandang DS dengan anak normal yang memiliki urnur mental yang lama; dan 3) Pemahaman konsep yang berhubungan dengan asosiasi semantis pada anak penyandang DS"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S10816
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>