Ditemukan 227235 dokumen yang sesuai dengan query
Indri Astuti
Tinjauan yuridis atas persetujuan suami atau istri dalam pembebanan jaminan hak tanggungan terhadap harta bersama : studi kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2117 K/Pdt/2009, 342 PK/Pdt/2007, 3067 K/Pdt/2002, 3005 K/Pdt/1998, dan 1851 K/Pdt/1996, serta perbandingannya dengan Belanda = Juridical review of spouse consent to encumber collateral mortgage on marital community of property : case study: Decisions of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 2117 K/Pdt/2009, 342 PK/Pdt/2007, 3067 K/Pdt/2002, 3005 K/Pdt/1998, and 1851 K/Pdt/1996, and its comparison to Netherlands
"Skripsi ini membahas mengenai persetujuan suami atau istri dalam pembebanan jaminan Hak Tanggungan terhadap harta bersama, di mana yang menjadi pokok permasalahannya adalah bagaimana ketentuan perundang-undangan, dalam hal ini UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, mengaturnya dan bagaimana akibat hukumnya jika persetujuan suami atau istri tersebut tidak terpenuhi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan menggunakan bentuk penelitian yuridis-normatif dan tipe penelitian deskriptif-analitis. Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa mengenai harta bersama suami atau istri dapat bertindak atas atas perjanjian kedua belah pihak. Namun, ternyata dalam Putusan-Putusan Mahkamah Agung terdapat perbedaan pertimbangan hukum atas hal tersebut. Penelitian ini menemukan bahwa ternyata dalam praktik peradilan, dalam hal ini Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, maupun Mahkamah Agung, dalam putusan-putusannya memungkinkan bahwa persetujuan suami atau istri dapat dianggap ada jika utang yang dibuat adalah untuk kepentingan keluarga.
This undergraduate thesis describes about the spouse consent to encumber collateral mortgage on marital community of property, in which the main issues in this research is how the statutory provisions, in this case the Law No. 1 of 1974 about Marriage, set it up and how the legal consequences if the spouse consent is not fulfilled. This research is legal research, which uses a form of juridical- normative research and a type of descriptive-analytics research. Based on Article 36 paragraph (1) of Law No. 1 of 1974 stated that regarding marital community of property, husband or wife can act upon the agreement of both parties. However, it turns out in the Decisions of the Supreme Court that there are different legal considerations on the matter. This research finds out that in judicial practice, in this case the District Court, the High Court, and the Supreme Court, there are the Court Decisions which states that the spouse consent is possible to be considered exist if the debt is made for the family interests."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44979
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Putu Prapti Utami
"Penyelenggara parkir selama ini tidak menjamin terhadap keamanan kendaraan karena berpegang terhadap ketentuan Peraturan Daerah di DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 1999 yang mengatur bahwa kehilangan dan kerusakan kendaraan merupakan tanggungjawab pemakai tempat parkir. Perda ini tentu tidak sejalan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Kemudian dengan adanya Putusan Mahkamah Agung Nomor 124 PK/Pdt/2007 yang diikuti dengan lahirnya Perda Nomor 5 Tahun 2012 dimana mengatur bahwa kehilangan dan kerusakan kendaraan di area parkir merupakan tanggungjawab penyelenggara parkir melalui asuransi, maka dengan demikian penyelenggara parkir saat ini wajib bertanggungjawab dan lebih menjaga dengan baik atas keamanan kendaraan yang parkir di wilayahnya.
The parking providers so far do not guarantee the security of the vehicle because they refer to the provisions of Local Rule in DKI Jakarta No. 5 of 1999 which provides that the loss and damage to the vehicle is the responsibility of vehicle owner. That Local Rule is certainly not in line with the Consumer Protection Act. Then with the Supreme Court Decision No. 124 PK/Pdt/2007 followed by the birth of Local Rule No. 5 of 2012 which stipulates that the loss and damage to vehicles in the parking area is the responsibility of parking providers through insurance, therefore parking providers shall be more responsible to keep the security of vehicles parked in their area."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Khalisa Areta Savitri
"Suatu perjanjian jaminan kebendaan dapat menjadi perjanjian tambahan terhadap suatu perjanjian pokok yang tunduk pada hukum asing. Akan tetapi, perjanjian kebendaan di Indonesia diatur oleh sejumlah Peraturan Perundang-undangan, khususnya mengenai objek benda tidak bergerak. Hal ini karena adanya prinsip lex rei sitae yang merujuk pada kewajiban tunduknya hukum negara dimana benda tersebut terletak terhadap perkara-perkara yang menyangkut benda tersebut. Penelitian ini akan membahas prinsip lex rei sitae sebagai kaedah super memaksa yang terkandung dalam Peraturan Perundang-undangan Indonesia serta implikasinya terhadap hukum yang berlaku terhadap perjanjian jaminan kebendaan. Lebih lanjut, penelitian ini juga akan menganalisis relevansi titik pertalian accessoir sebagai penentu hukum yang berlaku terhadap perjanjian jaminan kebendaan. Kemudian, penelitian ini akan membahas pertimbangan majelis hakim terkait keberlakuan hukum Indonesia terhadap perjanjian jaminan fidusia dan hipotek dalam Putusan Kasasi No. 1713 K/Pdt/2007 Dan Putusan Peninjauan Kembali No. 445 Pk/Pdt/2007.
A property security agreement could server as ancillary agreement to a primary agreement governed by foreign law. However, property security agreements in Indonesia are regulated by various regulations, particularly concerning immovable property. This is because of the prinsiple of lex rei sitae, which mandates that the law of the country where the property is located must govern matters related to that property. This study will discuss the principle of lex rei sitae as a mandatory law to property security agreements as well as analyze the relevance of the accessory allocation as a determinant of the applicable law in property security agreements. Furthermore, this study will examine the judicial considerations regarding Indonesian law as the governing law to fiduciary and mortgage agreements in Supreme Court Decision No. 1713 K/Pdt/2007 and the Judicial Review Decision No. 445 Pk/Pdt/2007."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Khaleda Zakiah
"Penandatanganan akta dalam keadaan tidak sempurna atau dalam keadaan akta kosong serta tidak dibacakan dihadapan para penghadap dan saksi-saksi akan melanggar asas otentisitas akta (verleijden). Bagaimana PJN, UUJN, UUJN Baru mengatur penandatanganan blanko kosong dan sanksi bagi Notaris yang membuat akta tersebut. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif terhadap efektifitas asas-asas, sistematika hukum. bahwa PJN, UUJN, Perubahan UUJN mengharuskan untuk menyempurnakan akta sebelum menandatangani akta tersebut dan sanksi bagi Notaris yang melanggarnya akan dikenakan sanksi perdata dan sanksi administratif. Notaris sebagai Jabatan Kepercayaan masyarakat harus membuat akta sesuai dengan ketentuan perundang-undangan agar tidak menimbulkan masalah dikemudian hari.
The signing of the deed in a perfect state or in a state of blank deed and not read out in front of the penghadap and witnesses would violate the principle of authenticity certificate (verleijden). How PJN, UUJN, New UUJN arrange signing blank forms and sanctions for Notaries who made the deed. This study uses the effectiveness of normative principles, legal systematics. that PJN, UUJN, Changes of UUJN required to complete the deed before signing the deed of Notary and sanctions for those who violate them will incur criminal penalties and administrative sanctions. Notary Public confidence as the Title deed must be made in accordance with the statutory provisions so as not to cause problems in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42375
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Astrid Rahma Ayu
"Penelitian ini membahas mengenai Metode Argumentasi yang Digunakan oleh Hakim Dalam Penyelesaian Kasus Penentuan Boedel Pailit Terhadap Tanah dan Bangunan yang Telah Diikat Perjanjian Pengikatan Jual Beli Sebelum Developer Pailit (Putusan Mahkamah Agung Nomor 644 K/Pdt.Sus-Pailit/2017). Pada kasus tersebut, Majelis Hakim dalam putusannya mengabulkan gugatan para kreditor untuk mengeluarkan tanah/bangunan yang masih diikat dalam PPJB kedalam Boedel Pailit. PPJB ialah perjanjian yang dibuat oleh pihak penjual dan pembeli sebagai bentuk kesepakatan awal sebelum dibuatnya AJB. Metode yang dipergunakan ialah dengan melaksanakan dan wujud yuridis normatif, data yang dipakai yaitu sekunder dengan kemudahan untuk dibaca ataupun dipahami, kemudian teori yang mendukung ialah dengan membahas hal tersebut, kemudian simpulan serta yang menjadi saran dari Penentuan Boedel Pailit Terhadap Tanah dan Bangunan yang Telah Diikat PPJB Sebelum Developer Pailit dan Penerapan Metode Argumentasi oleh Mahkamah Agung Dalam Putusan 644 K/Pdt.Sus-Pailit/2017 Terkait Penentuan Boedel Pailit tersebut. Hasil dari penelitian ini adalah objek PPJB yakni tanah/bangunan tersebut seharusnya masih merupakan milik debitur pailit sehingga kurator berwenang untuk memasukkannya ke dalam boedel pailit namun Hakim dalam putusannya mengabulkan gugatan penggugat untuk mengeluarkan obyek PPJB tersebut dari Boedel Pailit dengan mengesampingkan aturan hukum khusus yang berlaku dan menggunakan aturan hukum yang lebih umum yakni yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), sehingga Hakim dalam hal ini telah menggunakan metode argumentasi analogi dalam memutus perkara.
The credit agreement for banking and non-banking Financial Institutions requires the existence of a guarantee that must be met in order to be able to make aloan. A credit agreement with a fiduciary guarantee is a policy taken to adapt to the development of the business world and the needs of the community. One of the thingsthat will be discussed in this thesis is the transfer of the object of fiduciary security without the approval of the creditor through a case study taken from the decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia. In this case, the debtor must have good faith to maintain the collateral properly. Article 23 of Law Number 42 of 1999concerning Fiduciary Guarantees, debtors are prohibited from transferring, mortgaging or leasing to other parties the objects that are used as objects of fiduciarysecurity if there is no prior approval from the creditor. This research is a normative juridical research, in which data collection techniques are obtained from the libraryand analyzed based on applicable laws. The results of this study are after an analysis of Decision Number: 60/Pid.B/2020/Pn.Bjn concluded that in the Judge's Consideration of Court Decision Number: 60/Pid.B/2020/Pn.Bjn, the panel of judges accepted andgranted Exception from PT. AF Surabaya which states that Mr. R is legally proven to have committed a criminal act of a fiduciary provider who transferred the object of afiduciary guarantee which was carried out without prior written consent from the fiduciary recipient. This means that if there are parties who commit crimes like this, this can be considered by the judge in making a decision."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Cynthia Paramita Johan
"Guna menjamin suatu kredit, jaminan kebendaan memiliki posisi yang lebih kuat dan strategis bagi penyaluran kredit Bank, khususnya tanah, karena selain memberikan kedudukan sebagai kreditur preferen, secara ekonomis tanah juga mempunyai prospek yang menguntungkan karena harganya yang terus meningkat. Dalam penjaminan suatu benda, harus diperhatikan kewenangan bertindak yang dimiliki penjamin atas benda tersebut, maka dalam pembuatan perjanjian penjaminan, Notaris harus memperhatikan status perkawinan penghadap terkait dengan pemilikan benda agar terjamin keabsahan akta perjanjian penjaminan tersebut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif analitis.
Simpulan penelitian menyatakan bahwa penjaminan atas harta bersama harus dilakukan dengan persetujuan pasangan nikah untuk sahnya perjanjian tersebut dan Notaris yang membuat akta perjanjian penjaminan harta bersama tanpa persetujuan pasangan nikah penghadap dapat dikenakan sanksi sebagai pertanggung jawabannya. Hasil penelitian menyarankan bahwa Notaris harus bertindak cermat dan profesional agar pembuatan aktanya dapat dipertanggung jawabkan kepada semua pihak yang berkepentingan.
In order to guarantee a credit, collateral has a stronger and strategic position for Bank as the creditor, particularly in the form of land, because aside from giving the title of creditor as a preferred creditor, land economically also has profitable prospects because the price tends to increase over time. Making an object as collateral must consider the authority of guarantor, then for the making of mortgage agreement deed, a Notary must consider the appearer’s marital status associated with the ownership in order to be assured of the validity of the mortgage agreement deed according to the applicable legislation. This research uses the juridical normative method. The data obtained were analyzed using qualitative methods that produce descriptive analytical data. A summary of the research states that the guarantee of joint marital property must be done with spouse consent to legitimate that agreement and the Notary who made mortgage agreement deed of joint marital property without appearer’s spouse consent could be penalized as a form of responsibility. Results of the study suggests that the Notary must act meticulously and professionally in order to make accountable deeds to all parties concerned."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41643
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Silalahi, Devi Melissa
"Perkawinan merupakan hal dasar yang paling berpengaruh dalam penentuan status hukum seseorang, dimana membawa akibat yuridis salah satunya terhadap harta kekayaan. Menurut KUHPerdata, perkawinan menyebabkan terjadinya percampuran bulat harta kekayaan. Di sisi lain, dalam UU No. 1Tahun 1974 dipisahkan antara harta bawaan dan harta bersama. Pengaturan tersebut dapat disimpangi dengan adanya perjanjian perkawinan yang dibuat dengan tujuan memisahkan harta kekayaan dalam perkawinan serta melindungi suami atau isteri dari tindakan yang dapat merugikannya. Namun demikian, perjanjian perkawinan seringkali menimbulkan masalah terutama terkait dengan pewarisan, yaitu apakah perjanjian perkawinan dapat menghapus hak mewaris suami/isteri. Hasil penelitian penulis menyatakan bahwa dalam perjanjian perkawinan tidak dapat diperjanjikan mengenai pelepasan hak waris serta perjanjian perkawinan merupakan bidang hukum keluarga berbeda dengan perjanjian dalam asas berkontrak Pasal 1338 KUHPerdata yang merupakan bidang hukum perikatan. Dengan demikian, perjanjian perkawinan tidak menghapus hak mewaris suami/isteri. Adapun, metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif, yaitu menggunakan bahan hukum primer dan sekunder.
Marriage underlies the determination of someone legal status, which followed by legal consequences mainly in material property. According to KUHPerdata, marriage causes a fully joint marital property. On the other hand, UU No. 1 Tahun 1974 divides innate property and joint marital property. That consequence could be neglected by doing marriage agreement with the purpose of separating material property between husband and wife in order to protect themselves from harm actions. However, marriage agreement often leads to a matter regarding inheritance, whether marriage agreement could abolish someone?s inheritance rights or not. The results of this research explain that husband and wife are not allowed to set a clause about obliteration of inheritance rights on marriage agreement due to the principle of family law, where in inverse proportion with clause of agreement in article 1338 KUHPerdata as part of contract law. Thus, marriage agreement doesn't wipe off husband and wife?s inheritance rights. The research method used in writing this thesis is normative law, namely focused on primary and secondary legal materials."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S53322
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Risty Rachmonicha
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S21474
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Anastasia Anne Augusta
"Hukum waris mengatur mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris kepada ahli warisnya. Serta akibat-akibat yang timbul dari pemindahan tersebut. Salah satu hak yang dimiliki oleh para ahli waris adalah hak menuntut untuk memperjuangkan apa yang menjadi hak para ahli waris tersebut, namun lebih khusus dibahas mengenai hak menuntut para ahli waris untuk memperjuangkan obyek warisnya yang berupa hak atas tanah dimana bukti kepemilikannya atas nama orang lain. Sebagaimana kita ketahui bahwa sertipikat hak atas tanah adalah tanda bukti yang kuat atas kepemilikan suatu tanah, serta merupakan hasil akhir proses pendaftaran hak atas tanah. Sehingga selama tidak dibuktikan sebaliknya, maka data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam buku tanah harus diterima sebagai data yang benar. Namun disayangkan banyak masyarakat yang tidak mengetahui dan menyadari pentingnya sertipikat hak atas tanah ini.
Seperti yang terjadi dalam Kasus yang menjdai studi dari tesis ini, Hendrik Sutanto yang mana adalah adik dari SIa Toa Bok yang adalah Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa, hendak meminjamkan namanya untuk dipakai dalam proses jual beli yang ingin dilakukan oleh kakaknya tersebut. Maka disepakati secara lisan untuk meminjam nama Hendrik Sutanto dalam akta jual beli yang selanjutnya akan menjadi dasar dari diterbitkannya sertipikat hak atas tanah tersebut. Adapun tindakan pendaftaran yang dilakukan oleh Hendrik Sutanto tanpa sepengetahuan dari Sia Toa Bok yang akhirnya mengetahui dikemudian hari. Lebih lanjut bahkan Sertipikat tersebut disimpan oleh Hendrik Sutanto itu sendiri. Melihat adanya hal-hal yang tidak wajar ini, menyebabkan kegusaran dari para ahli waris Sia Toa Bok yang senestinya berhak atas rumah tersebut, tetapi pada kenyataannya secara hukum dikuasai oleh pamannya Hendrik Sutanto yang dibuktikan melalui Sertipikat Tanah. Ketidaktahuan Sia Toa Bok akan prosedur pensertipikatan tanah tersebut, sebagai proses final dari proses pemindahan hak tersebut, membuat ia sudah merasa cukup aman dengan hanya memegang salinan resmi dari Akta jual Beli tersebut tanpa menyadari bahwa tanahnya tersebut telah dikuasai secara hukum oleh adiknya, Hendrik Sutanto melalui proses pensertipikatan yang dilakukan adiknya tersebut.
Hereditary law regulating about the removal of the properties which left by the heir to his beneficiary. And also the consequences arising from such removal. One of the beneficiary's rights is to claim their right of the heritage, but specially discussed about the beneficiary's right to fight the heritage of lands which legally owned b the other party. As we know, the land certificate is the legal evidence of the ownership of the land, and also as the final result of the land register process. So, if there is no counter claim from the other party, the physical and jurisdiction date mentioned in the land certificate is valid. But, unfortunately most of the people do not know and do not realize the importance of such land certificate. As happen in the case which being the studying in this thesis, whereas, Hendrik Sutanto, younger brother of Sia Toa Bok, Indonesian citizen, want to lent out his name for purchasing process on behalf of his older brother. So, its orally agreed to lent Hendrik Sutanto's name in the purchasing deed, which hereinafter as the basis of the issuance of the land certificate. The registration process done on behalf of HS, without any approval from STB, which knew it later. Furthermore, even the land certificate was kept by HS. Related to this un proper matters, made STB's beneficiaries worried, which should be owned that house, but in fact, legally that house was owned by their uncle which proven by land certificate. The unknown of STB of the certification process of land, as the final process of the right removal made her/him felt secure with just kept the original purchasing deed, without realizes that the land has been legally owned by his/her young brother, HT trough certification process which has been done him."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28685
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Nurmala Kristina
"Sertipikat merupakan suatu alat bukti yang kuat, selama tidak dapat dibuktikan lain. Akan tetapi jika terdapat suatu perjanjian dimana sertipikat menjadi obyeknya, manakah yang dapat dijadikan sebagai alat bukti yang lebih kuat. Permasalahan yang dibahas yaitu bagaimanakah kekuatan perjanjian dibandingkan dengan sertipikat untuk dijadikan sebagai bukti kepemilikan serta bagaimanakah hakim menerapkan hukum mengenai keabsahan perjanjian dibandingkan dengan bukti kepemilikan sertipikat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2972 K/Pdt/2002 jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor 191 PK/Pdt/2012. Penelitian ini merupakan yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriftif analitis.
Berdasarkan penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu perjanjian yang berlaku sah dapat dijadikan sebagai alat bukti yang kuat, hal ini berkaitan dengan pemenuhan syarat sahnya perjanjian serta dalam bentuk apa perjanjian tersebut dituangkan tertulis ataukah lisan oleh para pihak yang terkait dalam perjanjian itu sendiri yang dapat menyebabkan suatu perjanjian dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang kuat. Sementara penerapan hukum yang dilakukan oleh hakim, yaitu bahwa perjanjian dalam kasus ini tidak dapat dikatakan sebagai alat bukti yang kuat, hal itu tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 1875 KUHPerdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian juga mengikat bagi para ahli waris dari pihak yang membuat perjanjian yang dimaksud.
The certificate is a powerful evidence, as long as it can not be proved otherwise. But if there is an agreement whereby the certificate becomes its object, which one can serve as a stronger evidence. The issue discussed is how is the power of the agreement compared with the certificate to be used as an evidance of ownership and how the judges apply the law regarding the validity of the agreement compared with the evidence of ownership of the certificate in the Supreme Court Decision Number 2972 K/Pdt/2002 jo. Supreme Court 191 PK/PDT/2012. This research is normative juridical with analytical descriptive research type. Based on the research it can be concluded that a valid agreement can be used as a strong evidence, it relates to the fulfillment of the validity of the agreement and in what form the agreement is written or oral by the parties involved in the agreement itself which may cause a Agreements can be used as a powerful evidence. While the application of the law by the judge, namely that the treaty in this case can not be said as a strong evidence, it is not in accordance with the provisions of Article 1875 Civil Code which states that an agreement also binds to the heirs of the party making the agreement in question."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48750
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library