Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63768 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Veronica Dewi
"Efek samping yang ditimbulkan oleh obat-obatan oral untuk penderita diabetes saat ini membuat berkembangnya pengobatan alternatif dengan menggunakan tanaman herbal. Sambiloto (Andrographis paniculata) merupakan salah satu herbal yang dapat mengatasi diabetes. Senyawa aktif sambiloto yaitu andrografolida telah diteliti memiliki aktivitas antidiabetes. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari metode penyalutan ekstrak sambiloto dengan kasein susu dan menjadikannya produk nanopartikel dengan fungsi antidiabetes yaitu sebagai inhibitor enzim α-glukosidase. Ekstrak sambiloto disalut dengan kasein susu dan dibuat menjadi ukuran nano dengan sonikator. Senyawa aktif dominan dalam sambiloto yang tersalut oleh kasein adalah andrografolida, neoandrografolida, 14-deoksi-11,12 dihidroandrografolida dengan efisiensi penyalutan sebesar 68,83%; 89,15%; dan 81,69% dan diameter rata-rata produk yang dihasilkan sebesar 120,57 nm serta loading capacity sebesar 28,85%. Ekstrak sambiloto memiliki aktivitas antidiabetes sebagai inhibitor enzim α-glukosidase dengan daya inhibisi sebesar 95%.

Side effects caused by oral medications for person with diabetic makes the development of alternative treatments using plants and herbs. Sambiloto (Andrographis paniculata) is one of the herbs that can treat diabetic. The active compounds of sambiloto, andrographolide have been examined have anti diabetic activity. This research aims to study the methods to encapsulate sambiloto’s extract with milk casein and make it to be nanoparticle with anti diabetic function as α-glucosidase enzyme inhibitor. Extract of sambiloto is coated by milk casein and made into nano size with sonikator. The dominant active compound in sambiloto coated by casein are andrographolide, neoandrographolide, 14-deoxy-11,12 didehydroandrographolide with efficiency 68,83%, 89,15% and 81,69%, the average diameter about 120,57 nm and its loading capacity is 28.85%. Sambiloto’s extract has antidiabetic activity as α-glucoside enzyme inhibitor with power 95%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44329
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Katerina Evelyn
"Misel kasein sebagai polimer biodegradable telah digunakan sebagai penyalut ekstrak sambiloto (Andrographis paniculata) yang mengandung senyawa andrografolida sebagai sediaan anti-diabetes berbasis bahan alam. Pelepasan in vitro sediaan diteliti dengan menganalisis degradasi kasein pada media sintetik fluida lambung dan usus halus dengan kehadiran enzim protease pepsin dan pankreatin. Pada pencernaan dalam media sintetik fluida lambung selama 2 jam dengan rasio berat substat:enzim optimum (S:E) 5:1, profil degradasi kasein cenderung memberikan profil burst release selama kurang dari 30 menit pencernaan. Dengan adanya ekstrak sambiloto di dalam misel kasein, memperlambat degradasi kasein pada media fluida sintetik lambung. Pada pencernaan dalam media sintetik fluida usus halus selama 6 jam dengan rasio substrat : enzim optimum (S:E) 500:1, kasein cenderung memberikan profil sustained release selama kurang lebih 4 jam pencernaan. Profil degradasi kasein pada media sintetik usus halus ditemukan berubah menjadi cenderung burst release selama 30 menit awal pencernaan ketika diuji pada media sitentik fluida lambung - usus halus secara seri.

Casein micelle as a biodegradable polymer has been used to encapsulate sambiloto (Andrographis paniculata) containing andrographolide compound as anti-diabetic herbal drug based on natural ingredients. In vitro release of this herbal drug had been studied by analyzing the casein degradation in simulated gastric and insestinal fluid in presence of protease enzyme i.e, pepsin and pancreatin. In 2 hour simulated gastric fluid digestion (ratio substrate:enzyme optimum (w/w) 5:1), casein degradation tends to give a burst release profile in less than 30 minutes digestion. The presence of sambiloto in casein micelles slows casein degradation in simulated gastric fluid digestion. In 6 hours the simulated intestinal fluid digestion (ratio subsrtaet: enzyme optimum (w/w) 500:1), casein degradation tends to give a sustained release profile in about 4 hours digestion. Casein degradation profile tends to give burst release in first 30 minutes digestion in simulated intestinal fluid digestion when herbal drug was digested in simulated gastric – intestinal fluid."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S54750
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvi Khairunnisa
"Pada penelitian sebelumnya, dilaporkan bahwa ekstrak etanol herba meniran (Phyllanthus niruri L.) paling kuat menghambat aktivitas α-glukosidase dibanding 15 tanaman uji lainnya. α-Glukosidase mengkatalisis tahap akhir proses pencernaan karbohidrat. Dengan demikian, terjadi penundaan absorpsi glukosa dan penurunan kadar glukosa plasma postprandial. Senyawa yang dapat menghambat α-glukosidase secara potensial dapat digunakan sebagai antidiabetes. Diabetes melitus merupakan penyakit gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang ditandai dengan hiperglikemia.
Berdasarkan hal tersebut, pada penelitian ini dilakukan uji aktivitas antidiabetes dengan metode penghambatan α- glukosidase. Phyllanthus niruri L. dimaserasi dengan etanol 80 % dilanjutkan dengan fraksinasi menggunakan pelarut petroleum eter, etil asetat, butanol, dan metanol. Reaksi α-glukosidase dan p-nitrofenil-α-D-glukopiranosa sebagai substrat menghasilkan p-nitrofenol yang berwarna kuning. Produk reaksi ini diukur pada panjang gelombang 400 nm menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.
Hasil menunjukkan bahwa fraksi metanol dari ekstrak etanol Phyllanthus niruri L., memiliki aktivitas penghambatan paling kuat terhadap α-glukosidase dengan nilai IC50 1,67 ppm. Golongan senyawa yang terdapat pada fraksi metanol ekstrak etanol Phyllanthus niruri L. adalah glikosida, alkaloid, dan tanin.

In the previous research, Phyllanthus niruri L. herb ethanolic extract has been reported to be the strongest of α-glucosidase inhibitory activity compared with other fifteen plants. α-Glucosidase catalyzes the final step in the digestive process of carbohydrates. Because of that, it can retard the liberation of glucose from oligosaccharides and disaccharides. The compounds that could inhibit α-glucosidase activity are potentially used for antidiabetic by suppresing postprandial hyperglycemia. Diabetes mellitus is a disease with disturbance of carbohydrate, fat and protein metabolism characterized by hyperglicemia.
Based on that matter, this research tested antidiabetic activity with α-glucosidase inhibition method. Phyllanthus niruri L. was maserated with 80 % ethanol followed by fractination with petroleum ether, ethyl acetate, buthanol, and methanol as solvents. Reaction between α-glucosidase and p-nitrofenil-α-Dglukopiranosa as substrat produce p-nitrophenol which has yellow color. The absorbance of this product was measured at 400 nm by UV-Vis Spectrophotometer.
The result showed that methanol fraction of Phyllanthus niruri L. ethanolic extract has the strongest inhibitory activity of α-glucosidase with IC50 value of 1,67 ppm. Chemical compounds that consist in Phyllanthus niruri L. ethanolic extract methanol fraction are glycosides, alkaloids and tannins.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S1797
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mariska Andrea Siswanto
"Latar Belakang: Prevalensi diabetes melitus (DM) di Indonesia tinggi. Salah satu jenis
terapi yang sering digunakan yakni inhibitor α-glukosidase. Akibat efek samping yang
ditimbulkan obat sintetik dan sumber daya yang terbatas, berbagai studi menemukan
tanaman herbal memiliki berbagai senyawa bioaktif dan aktivitas inhibisi α-glukosidase
agar menjadi obat alternatif DM. Salah satunya ialah makroalgae atau rumput laut. Di
perairan Indonesia bagian timur terdapat alga hijau Bornetella oligospora yang
berlimpah.
Tujuan: Menguji aktivitas inhibisi α-glukosidase dan senyawa fitokimia yang
terkandung pada ekstrak etil asetat dan etanol Bornetella oligospora.
Metode: Dilakukan uji fitokimia terhadap saponin, flavonoid, tanin, glikosida,
triterpenoid, steroid, dan alkaloid; uji kromatografi lapis tipis; dan uji in vitro inhibisi α-
glukosidase pada ekstrak etil asetat dan etanol Bornetella oligospora
Hasil: Ekstrak etil asetat dan etanol Bornetella oligospora mengandung flavonoid,
glikosida, triterpenoid, dan steroid. Uji kromatografi lapis tipis ekstrak etanol
menunjukkan lima titik dengan Rf 0,545, 0,527, 0,5, 0,473, dan 0,154, sedangkan pada
ekstrak etil asetat ditemukan dua titik dengan Rf 0,58 dan 0,64. Uji inhibisi α-
glukosidase menunjukkan nilai IC50 ekstrak etanol 11,702 ppm dan ekstrak etil asetat
95,384 ppm.
Diskusi: Ekstrak etil asetat dan etanol Bornetella oligospora memiliki aktivitas inhibisi
α-glukosidase, meskipun tidak sebaik akarbosa. Kandungan fitokimia yang terkandung
pada ekstrak juga memiliki efek antidiabetes.
Kesimpulan: Ekstrak Bornetella oligospora berpotensi menjadi agen antidiabetes

Background: Indonesia has a high prevalence of diabetes mellitus. One of the first line
theraphy of diabetes mellitus is α-glucosidase inhibitors. Due to its side effects caused
by syntethic drugs and limited sources, various studies have found that many herbal
plants consist of bioactive compounds and exhibit α-glucosidase inhibitory activity. One
of which are macroalgae or seaweed. In the eastern Indonesian ocean, there is an
abundant green algae called Bornetella oligospora.
Objective: To examine the inhibitory activity of α-glucosidase and phytochemical
compounds in ethyl acetate and ethanol extract of Bornetella oligospora.
Methods: A phytochemical tests on saponins, flavonoids, tannins, glycosides,
triterpenoids, steroids, and alkaloids; thin layer chromatography test; and α-glucosidase
inhibition assay was carried out on ethyl acetate and ethanol extract of Bornetella
oligospora.
Results: The phytochemical components of ethanol and ethyl acetate extract of
Bornetella oligospora are flavonoids, glycosides, triterpenoids, and steroids. The thin
layer chromatography test showed ethanol extract have five spots with Rf 0,545, 0,527,
0,5, 0,473, and 0,154, while the ethyl acetate extract has two spots with Rf 0.58 and
0.64. The α-glucosidase inhibition assay showed IC50 values of the ethanol extract was
11,702 ppm and ethyl acetate extract was 95,384 ppm.
Discussion: Both ethanol and ethyl acetate extracts of Bornetella oligospora showed α-
glucosidase inhibitory activity, although they are not as good as acarbose. The
phytochemical content of the extract also has an antidiabetic effect.
Conclusion: Bornetella oligospora extract has the potential to be an antidiabetic agent
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Nabillah
"Latar belakang: Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik kronik yang terus meningkat secara global. Pengobatan yang panjang, mahal, dan memiliki efek samping membuat penelitian tentang pengobatan herbal diabetes terus dikembangkan. Sejumlah senyawa biokimia ekstrak etanol daun tin berpotensi sebagai antidiabetes, tetapi penelitian mengenai efek protektifnya terhadap hati tikus diabetes belum banyak dilakukan.
Metode: Penelitian eksperimental ini menggunakan 30 ekor tikus wistar yang terbagi dalam 6 kelompok. Streptozotocin 40 mg/kgBB diberikan secara intraperitoneal dan diberi perlakuan sesuai kelompok. Gula darah puasa diukur setiap 2 kali seminggu. Hati tikus diambil dan diamati di bawah mikroskop pada perbesaran 100x dan 400x. Persentase perubahan sel hepatosit dihitung, meliputi sel normal, degenerasi hidropik, degenerasi melemak, dan nekrosis.
Hasil: Data dianalisis menggunakan uji Kruskal-Wallis dan dilanjutkan uji Mann-Whitney. Hasil uji Kruskal-Wallis, pemberian ekstrak etanol daun tin pada tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin berpengaruh nyata terhadap kadar gula darah puasa (p<0,05). Terjadi perubahan gambaran histopatologi hati, meliputi perubahan sel hepatosit normal, degenerasi hidropik, dan degenerasi melemak. Terdapat perbaikan gambaran histopatologi hati pada kelompok perlakuan ekstrak etanol daun tin dosis 200 mg/kgBB, 400 mg/kgBB, dan 800 mg/kgBB terhadap kontrol negatif.
Kesimpulan: Pemberian ekstrak etanol daun tin berpengaruh dalam menurunkan kadar gula darah puasa tikus diabetes, dengan dosis 800 mg/kgBB menunjukkan rata-rata persentase penurunan terbesar (53,61 ± 13,84%) dibandingkan kelompok lainnya. Pemberian ekstrak etanol daun tin juga berpengaruh pada perubahan gambaran histopatologi hati tikus diabetes

Introduction: Diabetes mellitus is a chronic metabolic disease that continues to increase globally. Long and expensive treatment with its side effects influence the studies on diabetes herbal medicine continue to be developed. A number of biochemical compounds from ethanol extract of fig leaves have potential as antidiabetics, but studies on their protective effects on the liver of diabetic rats have not been carried out.
Method: This experimental study used 30 wistar rats divided into 6 groups. Streptozotocin 40 mg/kgBW was administered intraperitoneally. Fasting blood glucose levels were measured twice a week. The rat liver was taken and observed under a microscope at 100x and 400x magnification. Hepatocyte cell change percentages were observed, including normal cells, hydropic degeneration, fatty degeneration, and necrosis. Data were analyzed using the Kruskal-Wallis test and continued with the Mann-Whitney test.
Result: The results of the Kruskal-Wallis test, administration of ethanol extract of fig leaves to diabetic rats induced by streptozotocin had a significant effect on fasting blood glucose levels (p<0.05). Changes in the histopathological features of the liver, including changes in normal hepatocyte cells, hydropic degeneration, and fatty degeneration. There was an improvement in the histopathological feature of the liver in the treatment group of tin leaf ethanol extract at doses of 200 mg/kgBW, 400 mg/kgBW, and 800 mg/kgBW against negative control group.
Conclusion: Administration of fig leaf ethanol extract had an effect on reducing fasting blood glucose levels in diabetic Wistar rats, with a dose of 800 mg/kgBW showing the largest average percentage decrease (53,61 ± 13,84%) compared to other groups. Administration of tin leaf ethanol extract also affected changes in the histopathological features of diabetic rats liver
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riza Apriani
"Diabetes mellitus atau penyakit gula darah adalah salah satu penyakit yang cukup menonjol di antara penyakit-penyakit lain seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta penyakit kanker. Pengobatan diabetes melitus dapat dilakukan dengan pemberian Insulin, obat hipoglikemik oral, dan obat herbal. Salah satu tanaman obat yang bisa dijadikan sebagai obat herbal untuk penyakit diabetes melitus adalah kayu manis.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, kayu manis memiliki penghambatan terhadap aktivitas α-glukosidase, namun senyawa aktif tidak diketahui kepolarannya, sehingga dilakukan fraksinasi untuk mengidentifikasi golongan senyawa dari fraksi yang aktif. Pengujian dilakukan secara in vitro terhadap ekstrak petroleum eter, etil asetat, n-butanol dan air menggunakan α- glukosidase dan substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida yang menghasilkan produk paranitrofenol. Produk tersebut diukur serapannya menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada λ 400 nm. Parameter adanya aktivitas penghambatan yang dimiliki oleh ekstrak ditunjukan oleh nilai %inhibisi dan IC50.
Hasil uji penghambatan aktivitas α-glukosidase menunjukkan bahwa ke empat fraksi ekstrak kulit batang kayu manis menunjukkan aktivitas penghambatan. Fraksi ekstrak yang memiliki penghambatan terbaik terhadap aktivitas α- glukosidase adalah ekstrak n-butanol dengan nilai IC50 sebesar 1,168 μg/mL. IC50 ekstrak etil asetat, air dan petroleum eter adalah 19,239 μg/mL, 24,244 μg/mL, dan 69,717 μg/mL. Golongan senyawa yang dikandung oleh ekstrak n-butanol adalah flavonoid, glikosida dan tanin.

Diabetes mellitus or blood sugar disease is a quite prominent disease among other diseases such as heart and blood vessel, and cancer. Treatment of diabetes mellitus can be done by administering insulin, oral hypoglycemic drugs, and herbal medicine. One of the medicinal plants that could be used as herbal medicine for diabetes mellitus is cinnamon.
Based on previous studies, cinnamon has inhibitory activity against α-glucosidase, but the polarity of active compound is unknown, so that fractionation is done to identify the compound of the active fraction. The method was an in vitro model to extract of petroleum ether, ethyl acetate, n-butanol and water using α- glucosidase and substrate of p-nitrophenyl-α-D-glucopyranoside that produced p-nitrophenol. The product was measured by spectrophotometer UV-Vis at λ 400 nm. The parameters of inhibitory activity of extracts is shown by the values of % inhibition and IC50.
The test results of inhibitory activity of α-glucosidase showed that the four fractions of cinnamon bark extract, showed inhibitory activity. The extract fraction that have the best inhibitory activity against α-glucosidase is n-butanol extract with IC50 values of 1.168 mg/mL. IC50 values of ethyl acetate, water and petroleum ether extract is 19.239 μ/ml, 24.244 μ/mL, and 69.717 μ/ mL. The compounds contained by n-butanol extract are flavonoids, glycosides and tannins."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S1793
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Aprilia Prawidi
"Erythrina subumbrans, yang biasa dikenal dengan Dadap Duri telah digunakan untuk pengobatan kencing manis oleh masyarakat di wilayah Sumatra Barat. Tanaman ini memiliki potensi antidiabetes karena memiliki aktivitas dalam menghambat enzim α-glukosidase, dan menginduksi pengambilan glukosa ke sel. Penelitian ini dirancang untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol daun Erythrina subumbrans (EEES) terhadap kadar glukosa darah dan kadar MDA pada tikus Wistar diabetes yang diinduksi pakan tinggi lemak (PTL)/Streptozotocin dosis rendah. Hiperglikemia diinduksi pada tikus dengan memberikan PTL selama 4 minggu diikuti dengan injeksi intraperitoneal dua kali kombinasi Nikotinamid 110mg/kg BB dan streptozotocin dosis rendah (40mg/kg BB). Tikus dirandom, dan kemudian dibagi menjadi 6 kelompok (n=4).
Tikus diabetes diobati dengan EEES secara oral dengan dosis 50, 100, dan 200mg/200gBB sekali sehari selama tiga minggu. Metformin (90mg/200gBB, per oral) digunakan sebagai obat referensi. Kadar glukosa darah sewaktu diukur setiap hari ke-7 menggunakan glukometer selama tiga minggu pengobatan. Setelah pengobatan, parameter serum MDA dihitung. Tes toleransi glukosa intraperitoneal dan tes toleransi insulin intraperitoneal dilakukan pada hari terakhir pengobatan. EEES pada dosis 200mg/200gBB yang diberikan secara oral secara signifikan (P < 0,05) dapat menurunkan dan menormalkan kadar glukosa darah dibandingkan dengan kelompok kontrol PTL/STZ-NA. Penurunan kadar serum MDA selama perlakuan EEES pada dosis 3 berbeda secara signifikan (P ≤0,05) dibandingkan kelompok kontrol PTL/STZ-NA. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa daun Erythrina subumbrans menunjukkan aksi hipoglikemik dan efek antioksidan yang menjanjikan mulai dari dosis 200mg/200gBB.

Erythrina subumbrans, commonly known as Dadap Duri have been used for the treatment of diabetes by people in West Sumatra. This plant has antidiabetic potential because its’ activity in inhibiting α-glucosidase enzymes, and inducing glucose utilization as well glucose uptake. The present study was designed to investigate the effect of ethanol extract of Erythrina subumbrans leaf (EEES) on blood glucose level and oxidative stress parameter (Serum MDA) in High-Fat diet (HFD)/Low-Dose Streptozotocin- induced diabetic Wistar rats. Hyperglycemia was induced in rats by giving HFD for 4 weeks followed by twice intraperitoneal injection of a combination of Nicotinamide 110mg/kg BW and low dose streptozotocin (40mg/kg BW). Rats were randomized, and then divided into 6 groups (n=4).
The diabetic rats were treated with EEES orally at the doses of 50, 100, and 200mg/200gBW once daily for three weeks. Metformin (90mg/200gBW, orally) was used as a reference drug. The non-fasting blood glucose levels were measured every 7th day using a glucometer during three weeks of treatment. After treatment, Serum MDA was estimated. Intraperitoneal glucose tolerance test and insulin tolerance test were done on the last day of treatment. EEES at the dose of 200mg/200gBW orally significantly (P < 0,05) reduced and normalized blood glucose levels as compared to that HFD/STZ-NA control group. Reduction of serum MDA level during EEES treatment on dose 3 significantly different (P ≤ 0,05) compared to that HFD/STZ-NA control group. This study concludes that Erythrina subumbrans leaf demonstrated promising hypoglycemic action and antioxidants effect starting at a dose of 200mg/200gBW.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruth Tabitha
"DM merupakan masalah kesehatan di Indonesia maupun di dunia, terlihat dari jumlah penderita yang terus meningkat setiap tahunnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian DM di Puskesmas Kebon Baru, Jakarta Selatan pada tahun 2020. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan desain studi cross sectional dengan menganalisis data sekunder data laporan bulanan Penyakit Tidak Menular Puskesmas Kebon Baru tahun 2020. Data dikumpulkan pada tahun 2020 dan analisis dilakukan pada tahun 2021. Prevalensi DM di Puskesmas Kebon Baru pada tahun 2020 adalah sebesar 16,5% dengan rata-rata kadar gula darah sebesar 153 mg/dL. Variabel yang terbukti memiliki hubungan dengan kejadian DM adalah variabel usia dengan p value 0,001 (OR 3,15; 95% CI 1,56-6,36) dan variabel riwayat penyakit DM dengan p value 0,00 (OR 5,3; 95% CI 2,74-10,37). Pasien yang berobat ke Puskesmas pada usia mulai dari 45 tahun ke atas memiliki risiko 3,15
kali untuk menderita DM dibanding yang berada di kelompok usia dibawah 45 tahun.
Pasien yang berobat ke puskesmas dan memiliki anggota keluarga menderita DM memiliki risiko 5,33 kali untuk menderita DM dibanding yang tidak.

DM is a health problem encountered in Indonesia as well as in the world, it can be seen from the number of sufferers that continues to increase every year. This study used a quantitative approach with cross sectional design by analyzing the secondary data of the monthly report of Non-Communicable Diseases at Kebon Baru PHC in 2020. These data were collected in 2020 and analyzed in 2021. The prevalence of DM at Kebon Baru PHC in 2020 was 16.5% with the average blood sugar level of 153 mg/dL. The variables that were proven to have a relationship with the incidence of DM were the variable age with a p value of 0.001 (OR 3.15; 95% CI 1.56-6.36) and the variable history DM with a p
value of 0.00 (OR 5.3; 95% CI 2.74-10.37). Patients who go to Kebon Baru PHC at the age ranging from 45 years and over have a 3.15 times risk of suffering from DM than those in the age group under 45 years. In addition, patients who go to the Kebon Baru PHC and have family members suffering from DM have a risk of 5.33 times to suffer from DM than those who do not.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Husda Oktaviannoor
"Diabetes mellitus tipe 2 telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius dan merupakan penyebab penting dari angka kesakitan, kematian, kecacatan dan kerugian ekonomi di seluruh dunia termasuk Indonesia. Provinsi DKI Jakarta termasuk sepuluh besar penyakit diabetes mellitus tertinggi secara nasional. Posbindu PTM sebagai salah satu program pemerintah dalam melakukan kegiatan deteksi dini dan pemantauan faktor risiko PTM yang dilaksanakan secara terpadu, rutin, dan periodik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan diabetes mellitus tipe 2 di Posbindu PTM se-Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dari data Surveilans Faktor Risiko PTM Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta tahun 2017. Sampel yang dianalisis sebesar 12.775 responden dari 12.789 responden berumur ge;15 tahun. Analisis data multivariat menggunakan uji regresi logistik berganda untuk menentukan model prediksi dan faktor potensial dampak yang paling dominan.
Hasil didapatkan proporsi diabetes mellitus sebesar 15,87. Multivariat didapatkan umur ge;45 tahun POR=6,32, 35-44 tahun POR=1,82, 25-34 tahun POR=0,98, jenis kelamin POR=0,63, riwayat DM keluarga POR=4,43, tidak menikah POR=0,49, cerai POR=1,58, tidak bekerja POR=1,93, IRT POR=1,84, pelajar/mahasiswa POR=0,24, kurang aktif POR=1,20, hipertensi POR=1,35, dan obesitas sentral POR=1,29. Faktor risiko yang memberikan dampak paling dominan adalah umur ge;45 tahun dan riwayat DM keluarga, sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi yang memberikan dampak paling dominan adalah obesitas sentral. Model prediksi ini cukup akurat untuk memprediksi diabetes mellitus dengan batas probabilitas sebesar 18. Perlu adanya peningkatan kualitas pelaksanaan Posbindu PTM dari pemerintah serta kesadaran warga DKI Jakarta yang berumur ge;15 tahun untuk pemantauan faktor risiko serta deteksi dini PTM.

Type 2 diabetes mellitus has become a serious public health problem and is an important cause of morbidity, death, disability and economic losses worldwide including Indonesia. The province of DKI Jakarta includes the top ten of the highest diabetes mellitus nationally. Posbindu PTM as one of the government programs in conducting early detection and monitoring of NCD risk factors that are implemented in an integrated, routine, and periodic. This study aims to determine the risk factors associated with diabetes mellitus type 2 in Posbindu PTM throughout DKI Jakarta Province. This research uses cross sectional design from data of Risk Factor Surveilans of NCD Health Office of DKI Jakarta Province 2017. The analyzed sample is 12,775 respondents from 12,789 respondents aged ge 15 years old. Multivariate data analysis using multiple logistic regression test to determine prediction model and the most dominant potential impact factor.
The result obtained proportion of diabetes mellitus equal to 15,87. Multivariate was found to be ge 45 years old POR 6.32, 35 44 years POR 1.82, 25 34 years POR 0.98, sex POR 0.63, history of DM family POR 4.43, unmarried POR 0.49, divorce POR 1.58, not working POR 1.93, IRT POR 1.84, student POR 0.24, less physical activity POR 1.20, hypertension POR 1.35, and central obesity POR 1.29. Risk factors that have the most dominant impact are age ge 45 years and family DM history, while the modifiable factor that gives the most dominant impact is central obesity. This prediction model is accurate enough to predict diabetes mellitus with a probability limit of 18. It is necessary to improve the quality of Posbindu PTM implementation from the government and the awareness of Jakarta citizens aged ge 15 years for monitoring of risk factors and early detection of NCD.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T51022
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Dicky Budiman
"Latar belakang: Retinopati diabetik (diabetic retinopathy, DR) merupakan komplikasi diabetes mellitus (DM) yang dapat menyebabkan kebutaan. Kesadaran pasien DM terhadap DR dapat diukur dari pengetahuan, sikap, dan perilaku (knowledge, attitude, practice, KAP) dalam pencegahan DR.
Tujuan: Mengetahui serta membandingkan pola karakteristik demografi dan skor KAP pasien DM tanpa DR terhadap DM dengan DR di Puskesmas Provinsi DKI Jakarta menggunakan kuesioner yang teruji valid dan reliabel.
Metode: Subjek dirandomisasi menggunakan cluster random sampling terhadap 17 Puskesmas di Provinsi DKI Jakarta yang telah dilakukan skrining DR terhadap pasien DM.
Hasil: Subjek terdiri dari 205 subjek dengan DR & 210 subjek tanpa DR. Terdapat perbedaan bermakna antar kelompok durasi DM, pendidikan terakhir, dan penghasilan perbulan terhadap pengetahuan. Terdapat perbedaan bermakna antar kelompok durasi DM, pendidikan terakhir, penghasilan perbulan, dan pekerjaan terhadap sikap. Terdapat perbedaan bermakna antar seluruh variabel kelompok terhadap perilaku. Pada kelompok tanpa DR, terdapat korelasi antara pengetahuan dan perilaku (p <0.001) dengan korelasi lemah (r: 0.37) dan terdapat korelasi antara sikap dan perilaku (p <0.001) dengan korelasi sedang (r: 0.45). Pada kelompok dengan DR, terdapat korelasi antara pengetahuan dan perilaku (p <0.001) dengan korelasi lemah (r: 0.40) dan terdapat korelasi antara sikap dan perilaku (p <0.001) dengan korelasi sedang (r: 0.45). Terdapat perbedaan bermakna rerata skor perilaku (p: 0.036) antar kelompok tanpa DR dan dengan DR, tidak terdapat perbedaan bermakna dari rerata skor pengetahuan dan sikap.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara pengetahuan dan sikap terhadap perilaku penderita DM tanpa DR dan dengan DR. Terdapat perbedaan bermakna perilaku antara kelompok tanpa DR dan dengan DR.

Background: Diabetic retinopathy (DR) is a complication of diabetes mellitus (DM) which can cause blindness. DM patient awareness of DR can be measured from knowledge, attitude and practice (KAP) in preventing DR.
Purpose: Determine and compare the pattern of demographic characteristics and KAP scores of DM without DR to DM with DR groups at the DKI Jakarta Provincial Health Center using a valid and reliable questionnaire.Methods: Subjects were randomized using the cluster random sampling to 17 Community Health Centers in DKI Jakarta Province which had DR screening done for DM patients.
Result: Subject consists of 205 subjects with DR & 210 subjects without DR. There were significant differences between groups of duration of DM, last education, and monthly income towards knowledge. There were significant differences between groups of duration of DM, last education, monthly income, and job towards attitude. There were significant differences between all group variables towards practice. In the group without DR, there was a correlation between knowledge and practice (p <0.001) with a weak correlation (r: 0.37) and there was a correlation between attitude and practice (p <0.001) with a moderate correlation (r: 0.45). In the group with DR, there was a correlation between knowledge and practice (p <0.001) with a weak correlation (r: 0.40) and there was a correlation between attitude and practice (p <0.001) with a moderate correlation (r: 0.45). There was a significant difference in the mean practice score (p: 0.036) between two groups, but there was no significant difference in the mean knowledge and attitude scores.
Conclusion: There were a correlation between knowledge and attitude towards the practice of without DR and with DR groups. There were significant differences in practice between DM with DR and DM without DR groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>