Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123168 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Tujuan: Mengetahui hubungan derajat proteinuri berdasarkan uji carik celup pada kasus preeklamsi berat dengan kejadian asfiksi neonatorum.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang pada rekam medis pasien preeklamsi berat di RSCM selama tahun 2008.
Hasil: Dari 171 kasus preklamsia berat yang terdapat di rumah sakit Cipto Mangunkusumo pada tahun 2008, hanya 168 kasus yang digunakan dalam penelitian ini sebab 3 kasus dieksklusi karena data tidak lengkap. Hubungan derajat proteinuria dengan terjadinya asfiksia atau tidak, diuji dengan menggunakan uji Chi-Square dengan nilai p 0,000 yang berarti berdasarkan analisa statistik terdapat hubungan bermakna antara derajat proteinuri terhadap terjadinya asfiksi. Penelitian dilanjutkan dengan mengunakan uji Chi-Square dengan nilai p 0,018 yang berarti bahwa terdapat hubungan bermakna antara derajat proteinuri dengan derajat asfiksi. Dari total 168 kasus preeklamsi berat, terdapat 41,1% bayi yang mengalami asfiksi dengan satu kasus kematian neonatal dini yang terjadi pada bayi dengan asfiksi berat.
Kesimpulan: Terdapat hubungan bermakna antara derajat proteinuri berdasarkan uji carik celup pada kasus preeklamsi berat dengan derajat asfiksi pada neonatus.

Objective : To know the relationship of proteinuri level based on dipstick test of severe preeclamsia cases with outcome of asphyxia neonatorum.
Method : The design of this research is cross-sectional study in the Cipto Mangunkusumo Hospital during 2008.
Result : From 171cases of severe preeclamsia in the Cipto Mangunkusumo Hospital on 2008, only 168 cases can be used for this research because 3 cases are have no complete data. The relationship between level of proteinuri and asphyxia occurrence is examined based on Chi-Square with the p=0,000. So there is the correlation between proteinuri level and median Apgar score. The relationship between level of proteinuri and level of asphyxia is examined based on Chi-Square with the p=0,018. So there is the relationship between proteinuri level and asphyxia level. From 168 cases of severe preeclamsia, there are 41,1% neonates with asphyxia.
Conclusion : There is relationship between proteinuri level based on dipstick test of severe preeclamsia and the level of asphyxia of neonates.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stella Marsudidjaja
"Latar Belakang: Pre-eklampsia adalah suatu sindrom yang berhubungan dengan kehamilan yang disebabkan oleh kecacatan dalam pembaharuan arteri spiral dalam pembentukan jaringan plasenta. Sebagai hipotesis utama, telah diusulkan bahwa pre-eklampsia terjadi akibat iskemia seluler di placenta. Dimana, hal itu mengarah ke produksi spesies oksigen reaktif (ROS) yang dapat menganggu fungsi jaringan plasenta. Superoksida dismutase (SOD) merupakan salah satu mekanisme pertahanan yang melindung sistem vaskular placenta terhadap ROS.
Metode: Sebanyak 28 sampel jaringan plasenta (terdiri dari kehamilan normal, pre-eklampsia awal dan pre- eklampsia lambat) telah dihomogenisasi dan dipelajari untuk menguji aktivitas enzim SOD. Aktivitas spesifik SOD diukur dengan xanthine, xanthine oksidase (XOD) dan INT dimana aktivitas SOD dihitung melalui tingkat penghambatan atas reaksi superoksida (dihasilkan oleh substrat xanthine) dengan INT untuk membentuk warna formazan merah. Lalu, jumlah zat warna yang dihasilkan tersebut dihitung dengan spektrofotometri UV (505 nm).
Hasil: Rata-rata log aktivitas spesifik SOD untuk kehamilan normal, pre-eklampsia lambat dan pre-eklampsia awal masing-masing adalah 6.43 U/mg, 3.46 U/mg dan -0.18 U/mg. Analisis statistik juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara aktivitas SOD dalam onset pre-eklampsia (dini dan akhir) dan juga antara kedua onset pre-eklampsia dengan kehamilan normal.
Kesimpulan: Aktivitas SOD pada pre-eklampsia awal mempunyai nilai terendah diikuti oleh nilai aktivitas SOD pada pre-eklampsia lambat. Dengan demikian, jaringan plasenta dalam pre-eklampsia awal memiliki stres oksidatif tertinggi dibanding dengan dalam kehamilan normal dan pre-eklampsia lambat.

Background: Pre-eclampsia is a pregnant-related syndrome caused by a defect in spiral arterial remodeling in placenta formation. It has been proposed as central hypothesis that pre-eclampsia is a product of cellular ischemia in the placenta. Therefore, leading to production of Reactive Oxygen Species (ROS) which began the disruption of the placental function. Superoxide dismutase (SOD) is one of the defense mechanism that protect the placental vascular system against ROS.
Method: A total of 28 placenta tissue samples (consist of normal pregnancy, early pre-eclampsia and late pre- eclampsia) were homogenized and studied for SOD enzyme activity assay. The specific activity of SOD was measured by xanthine, xanthine oxidase (XOD) and INT as the SOD activity is calculated by degree of inhibition of reaction of generated superoxide (produced by xanthine substrate) with INT to form red formazan dye. In which, the amount of dye is calculated by spectrophotometry UV (505 nm).
Result: The average log of specific activity of SOD is 6.43 U/mg, 3.46 U/mg and -0.18 U/mg for normotensive pregnancy, late pre-eclampsia and early pre-eclampsia respectively. The statistical analysis also revealed that there is significant difference between SOD activities of onset of pre-eclampsia (early and late) and also between both onset of pre-eclampsia with normal pregnancy (p<0,05).
Conclusion: SOD activity in early pre-eclampsia has the lowest value, seconded by late pre-eclampsia. Thus, placenta of early pre-eclampsia has the highest oxidative stress compare to in normal pregnancy and in late pre- eclampsia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rustadi Sosrosumihardjo
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Pada percobaan binatang kadar prolaktin serum yang tinggi dihubungkan dengan terjadinya edema. Dari penelitian pada hewan dan manusia dengan hipertensi ditemukan perubahan kadar ion kalsium serum. Percobaan in vitro membuktikan bahwa kadar magnesium yang rendah dalam cairan ekstraseluler meningkatkan tonus dan kepekaan pembuluh darah untuk berkontraksi. Gejala edema, hipertensi, dan spasmus pembuluh darah dijumpai pada kehamilan dengan sindroma preeklampsi. Pada manusia kadar prolaktin serum belum pernah dihubungkan dengan terjadinya edema, perubahan kadar ion kalsium serum pada hipertensi masih kontroversial, dan kaitan antara kadar magnesium serum dan spasmus pembuluh darah pada preeklampsi belum diketahui secara jelas. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai kadar prolaktin, ion kalsium, dan magnesium serum pada preeklampsi, yang mungkin dapat dimanfaatkan dalam menjelaskan permasalahan tadi. Kadar prolaktin ditetapkan dengan cara tera imunoradiometrik, kadar ion kalsium dengan cara elektroda selektif ion, dan kadar magnesium dengan spektrofotometri berdasarkan pembentukan kompleks dengan xylidil blue. Serum diperoleh dari 30 penderita preeklampsi dan 30 orang hamil normal dengan usia hamil antara 32 sampai dengan 43 minggu.
Hasil dan Kesimpulan: Dari analisa terhadap serum tersebut di atas, ternyata 1/ tidak didapatkan korelasi yang bermakna antara kadar prolaktin serum dan derajat edema, 2/ dijumpai korelasi bermakna antara kadar ion kalsium serum dan hipertensi, dan 3/ tidak ada perbedaan bermakna antara kadar magnesium serum pada preeklampsi dan kehamilan normal. Pada preeklampsi didapatkan 1/ kadar prolaktin serum antara 61,7 - 376,7 ng/ml; 2/ kadar ion kalsium 0,99 - 1,19 mmol/L; dan 3/ kadar magnesium serum 1,5-2,4 mg/dL.

ABSTRACT
Scope and Method of Study: In animal, an increase of serum prolactin was related td the development of edema. In animal as well as in hypertensive humans the serum level of ionic calcium was altered. In vitro studies showed that at low level of extra cellular magnesium the tone and contractibility of the smooth muscle of blood vessels was increased. The syndrome of edema, hypertension, and spasm of blood vessels were found in preeclamptic women. The role of prolactin in the development of edema in human was unknown, the changes of ionic serum calcium in hypertension are still controversial, and the relation between serum level of magnesium and the spasm of blood vessels in preeclampsia was unclear. This study was carried out to measure the serum level of prolactin, ionic calcium, and magnesium in preeclampsia, which may be used to clarify the problem. Prolactin was determined by immunoradiometric assay (Abbott), ionic calcium by ion selective electrode (AVL-980), and magnesium by spectrophotometry using xylidil blue. The determination was carried out in 30 subjects with preeclampsia and 30 normal pregnancies, both at 32 - 43 weeks of pregnancy.
Findings and Conclusions: Analysis of the subjects above revealed that: 1/ there was no correlation between serum prolactin and the degree of edema in preeclampsia, 2/ serum ionic calcium showed a good correlation with hypertension, and 3/ there was no difference in serum magnesium in preeclampsia and normal pregnancy. In preeclampsia, the concentration of 1/ serum prolactin is 61.7 376.7 ng/mL; 2/ ionic calcium is 0.99-1.19 nmol/L; and 3/ serum magnesium is 1.5-2.4 mg/dL. In normal pregnancy, the concentrations are: 1/ serum prolactin 92.7-357.3 ng/mL 2/ serum ionic calcium 0.87-1.13 mmol/L, and 3/ serum magnesium 1.6-2.4 mg/dL.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Filza Amara Kamila Harlena
"Latar belakang: Preeklamsia dengan gejala berat adalah salah satu penyakit hipertensi ibu hamil. Penyakit ini meningkatkan kejadian komplikasi dan kematian maternal dan neonatus. Banyak karakteristik ibu hamil yang diasosiasikan sebagai faktor risiko preeklamsia berat, diantaranya adalah paritas. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara paritas dan kejadian preeklamsia berat pada ibu hamil. Metode: Studi potong lintang ini dilakukan pada Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dengan menggunakan data yang diambil dari laporan jaga Departemen Obstetri dan Ginekologi tahun 2019 dengan metode consecutive sampling. Populasi yang digunakan adalah ibu hamil yang melahirkan di RSCM tahun 2019. Analisis bivariat yang digunakan adalah uji Chi-square dengan nilai kemaknaan p<0,05. Hasil: Dari 108 ibu hamil diinklusikan sebagian besar adalah warga DKI Jakarta, tidak bekerja, berusia 20-35 tahun, berstatus paritas nulipara, dan berusia kehamilan ≥37 minggu. Uji bivariat menunjukkan hubungan bermakna antara paritas dan kejadian preeklamsia dengan gejala berat (p = 0,045). Setiap paritas mempunyai efek yang berbeda-beda terhadap kejadian preeklamsia berat, odds ratio yang didapat adalah sebagai berikut: nulipara (OR 0,47; 95%CI 0,22-1,02), primipara (OR 0,91; 95%CI 0,39-2,13), dan multipara (OR 2,94; 95%CI 1,19-7,26). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara paritas dan kejadian preeklamsia dengan gejala berat. Multiparitas merupakan satu-satunya paritas yang menjadi faktor risiko preeklamsia berat.

Background: Preeclampsia with severe features is one of hypertension disorders of pregnancy. It can increase maternal and neonate complication as well as their mortality rate. There are many maternal characteristics that can be considered as risk factors of preeclampsia with severe features, parity being one of it. Therefore, this study aims to determine the association between parity and preeclampsia with severe features incidence in pregnant women. Methods: This cross-sectional study was conducted in Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) using data collected consecutively from morning conference report of Obstetrics and Gynecology Department, 2019. The case population is pregnant women who gave birth at RSCM in 2019. The association of parity and severe preeclampsia incidence was analyzed using Chi-square test (degree of confidence 95%). Results: From 108 pregnant women included in this study, majority of the patients belong to these characteristics: located in DKI Jakarta, aged 20-35 years old, nullipara, and have gestational age ≥37 weeks. The Chi-square test showed that parity has significant association with preeclampsia with severe features (p = 0,029). Each parity category showcased different odds ratios, meaning they have different effect towards preeclampsia with severe features incidence. Said odds ratios are as followed: nullipara (OR 0,47; 95%CI 0,22-1,02), primipara (OR 0,91; 95%CI 0,39-2,13), and multipara (OR 2,94; 95%CI 1,19-7,26). Conclusion: There is a significant association between parity and preeclampsia with severe features incidence. Multiparity is the only parity that becomes the risk factor of severe preeclampsia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Deny Rostika
"Di Indonesia, preeklampsia menempati presentasi tertinggi kedua penyebab kematian Ibu (24%). Sedangkan di RSUD Dr.R.Soedarsono Kota Pasuruan yang menjadi tempat penelitian dalam 3 tahun terakhir mengalami peningkatan. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan konsumsi kalsium dan faktor-faktor terkait dengan kejadian preeklampsia. Desain penelitian cross sectional dimana pengambilan responden dilakukan secara purposif selama Maret 2012. Responden diperoleh sejumlah ibu hamil pada trimester II dan III berjumlah 148 orang. Analisis hubungan menggunakan uji Chi-square dengan a=0,05.
Hasil menunjukkan ada hubungan signifikan antarakejadian preeklampsia dengan umur, paritas, konsumsi kalsium, riwayat ANC, riwayat penyakit hipertensi dan riwayat penyakit keturunan preeklampsia. Sedangkan faktor yang lain tidak ada hubungan. Kejadian preeklampsia sebesar 9,5% merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berat. Upaya penting adalah meningkatkan pengetahuan ibu hamil mengenai gizi dan preeklampsia serta konsumsi kalsium baik dari suplemen ataupun sumber makanan sebagai salah satu cara pencegahan preeklampsia.

Pre-eclampsia is the second highest percentage cause mother dead (24%) in Indonesia. The percentage was increase in the last three years in Dr.R.Soedarsonohospital, Pasuruan, where this research was conducted. This research aims to find the relations between calcium intake and the factors related in pre-eclampsia. The research design was cross sectional, and the respondents had been taken purposively for March 2012. The number of respondents is 148 mothers who pregnancy in second and third trimester. The relations between the variables is analyzed by Chi-square test a =0,05.
The result showed that there was a significant relations between pre-eclampsia and age, paritas, calcium intake, history of ANC, blood pressure diseases, and pre-eclampsia inheriteddisease. However, there was not an assossiation to the other factors. The percentage of preeclampsia evidence (9,5%) is the serious problem for society. The most important efforts is improving woman's knowledge in nutrition and pre-eclampsia and enough calcium intake from supplement or their foods to prevent pre-eclampsia while they are pregnant.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Preeklampsia adalah penyebab paling sering ketiga kematian ibu di dunia. Etiologi preeklamsia belum diketahui, hipoperfusi plasenta yang mengarah ke iskemia dan cedera sel endotel dianggap peristiwa patologis utama. Hal ini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat dan bahkan kematian ibu dan janin. Preeclampsia juga mengarah ke penurunan berat badan plasenta. Untuk mengamati pengaruh tekanan arteri rata-rata (MAP) pada berat plasenta, sebuah penelitian Cross sectional dengan total 24 perempuan dilaksanakan (12 preeclampsia VS 12 normal). Data sekunder dari Rumah Sakit Bersalin Budi Kemuliaan digunakan dan pengukuran MAP dan berat plasenta dilakukan oleh para dokter di rumah sakit. Dari hasil penelitian ini, rata-rata berat plasenta non-preeklamsia VS preeklamsia adalah 555±74.7 VS 429.2±78.2(p<0.05), sedangkan rata-rata MAP non-preeklamsia VS preeclampsia adalah 91.7±11.3 VS 131±13.4(p<0,05). Korelasi tanpa mempertimbangkan faktor-faktor lain r = 0.640 (p<0.05). Korelasi wanita tanpa preeklampsia dengan MAP mereka menghasilkan r=0,539(p>0,05) dan wanita dengan preeklamsia dengan MAP, mereka menghasilkan r=-0,352(p>0,05), semua korelasi tidak signifikan ketika status penyakit dimasukkan kedalam analisis. Kesimpulan akhirnya ditemukan analisis korelasi statistik tidak signifikan, tetapi dari studi klinis yang didukung oleh hasil tinjauan literatur sebelumnya menunjukkan bahwa ada kecenderungan penurunan pada berat plasenta dengan peningkatan MAP pada ibu preeklamsi. Oleh karena itu, kita tidak bisa hanya mengandalkan hanya pada analisis statistik saja dan analisis statistic yang tidak signifikan mungkin disebabkan karena kurangnya ukuran sampel.

Preeclampsia is the third most frequent cause of maternal death worldwide. The cause of preeclampsia is still unclear, hypoperfusion which leads to placental ischemia and endothelial cell damage are thought to be the main pathologic events. It causes retarded fetal growth and even maternal and fetal death. Preeclampsia also leads to decreased placental weight. To observe the effect of mean arterial pressure (MAP) on placental weight, a cross sectional study with a total of 24 women in the study (12 preeclamptic VS 12 normal) was done. Secondary data from Budi Kemuliaan Maternity Hospital was used and the measurements of the MAP and placental weight were done by the doctors in the hospital. In the obtained result, mean placental weight of non-preeclampsia VS preeclampsia is 555±74.7 VS 429.2±78.2 (p<0.05), while for mean MAP of non-preeclampsia VS preeclampsia is 91.7±11.3 VS 131±13.4 (p<0.05). Correlation without considering other factors r = -0.640 (p<0.05). The correlation of women without preeclampsia with their MAP yielded r = 0.539 (p>0.05) and women with preeclampsia with their MAP yielded r = -0.352 (p>0.05), all the correlations are insignificant when disease status is considered. In conclusion, the correlation statistical analysis is insignificant but clinical studies and results supported by earlier literature reviews suggest that there is a decreasing trend on placental weight with increasing MAP in preeclamptic mothers. Therefore, we cannot just rely on just statistical analysis alone and the insignificant statistical analysis might be due to the lack of sample size."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riyan Hari Kurniawan
"Tesis ini bertujuan mengetahui kadar vitamin D dan zinc serum pasien preeklamsia berat dan hamil normal, mengetahui hubungan antara kadar vitamin D dan zinc dengan kejadian preklamsia berat, dan prevalensi preeklamsia berat di RSCM. Penelitian ini merupakan observasional potong lintang. Subyek penelitian adalah perempuan hamil yang menjalani persalinan di Kamar Bersalin RSCM pada Januari sampai dengan April 2014. Terdapat 22 subyek kelompok preeklamsia berat dan 22 subyek kelompok hamil dengan tekanan darah normal. Hasil penelitian didapatkan rerata kadar vitamin D dan median kadar zinc lebih rendah pada kelompok preeklamsia berat dibandingkan hamil normal, namun tidak berbeda bermakna. Kadar vitamin D dan zinc tidak berhubungan bermakna dengan kejadian preklamsia berat, dengan p=0,689 dan 0=0,517. Prevalensi hipertensi dalam kehamilan di RSCM adalah 31,07%, dengan rincian sebagai berikut: hipertensi kronik, hipertensi gestasional, preeklamsia ringan, preeklamsia berat, preeklamsia berat superimposed, sindrom HELLP, dan eklamsia gravidarum adalah 0,54%, 2,14%, 1,96%, 17,14%, 3,21%, 4,64%, dan 1,44%.

The purpose of this investigation was to examine the maternal plasma level of vitamin D and zinc in cases of severe preeclampsia compare to normal pregnancy, to know association between level of vitamin D and zinc and severe preeclampsia, and to know prevalence of severe preeclampsia in Cipto Mangunkusumo. This is a cross sectional observational study. Subjects were pregnant women who gave birth in delivery room Cipto Mangunkusumo Hospital in between January and April 2014. There are 22 subjects in severe preeclampsia group and 22 subjects in normotensive pregnancy. Subject with severe preeclampsia were noted to have lower maternal vitamin D and zinc level to normotensive pregnancy with not significant statistically (p 0,689 and p 0,517). Prevalence of hypertension in Cipto Mangunkusumo hospital is 31,07% which is contain of: chronic hypertension 0,54%, gestational hypertension 2,14%, mild preeclampsia 1,96%, severe preeclampsia 17,14%, superimposed severe preeclampsia 3,21%, HELLP syndrome 4,64%, and eclampsia 1,44%."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayuningsih Dharma Setiabudy
"Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang ditandai dengan hipertensi, edema dan proteinuria. Berdasarkan tanda-tanda tersebut, diduga disfungsi endotel memegang peranan dalam patogenesis kedua penyakit tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pada preeklampsia terjadi disfungsi endotel dengan memeriksa kadar sVCAM-1, vWF dan fibrin monomer sebagai petanda aktivasi koagulasi. Juga ingin diketahui apakah terdapat hubungan antara disfungsi endotel dengan beratnya penyakit. Desain penelitian potong lintang. Subyek penelitian adalah 30 orang wanita hamil 24 - 42 minggu dengan diagnosis preeklampsia yang bersedia ikut dalam penelitian dan kelompok kontrol terdiri atas wanita hamil aterm. Pemeriksaan kadar sVCAM-1 dikerjakan dengan cara ELISA dengan reagen dari R&D system. Kadar vWF ditentukan dengan cara enzyme linked fluorescent assay (ELFA) dengan reagen dari VIDAS bioMerieux. Fibrin monomer diperiksa dengan cara ethanol gelation test. Rerata dan simpang baku kadar sVCAM-1 pada preeklampsia dan kontrol berturut-turut adalah 576,4 ng/mL dan 58,3 ng/mL serta 375,7 ng/mL dan 43 ng/mL (p<0,05). Sedang rerata dan simpang baku kadar vWF pada preeklampsia dan kontrol berturut turut 305,3% dan 107,4% serta 162,4% dan 33% (p,0,05). Didapatkan korelasi sedang antara kadar sVCAM-1 dengan tekanan sistolik maupun diastolik (r=0,71) dan (r=0,65). Demikian pula antara kadar vWF dengan tekanan sistolik dan diastolik didapatkan korelasi sedang (r=0,67) dan (r=0,77). Fibrin monomer positif didapatkan pada 28 dari 30 penderita preeklampsia sedang pada kelompok kontrol hanya 1 orang yang positif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada preeklampsia terjadi disfungsi endotel. Pada preeklampsia terdapat korelasi antara petanda disfungsi endotel dengan tingginya tekanan darah.

Endothelial Dysfunction In Preeclampsia. Preeclampsia is a complication of pregnancy characterized by hypertension, edema, and proteinuria. Based on these signs, it is suggested that endothelial dysfunction plays a role in the pathogenesis of preeclampsia. The aims of this study were to know whether endothelial dysfunction occur in preeclampsia by measuring the level of sVCAM-1, von Willebrand factor, and fibrin monomer. The relationship between markers of endothelial dysfunction and blood pressure would also be sought. In this cross-sectional study, 30 women at the 24-42 weeks of pregnancy with preeklampsia, were enrolled and control group comprised of fullterm pregnant women. The level of sVCAM-1 was determined by ELISA method using reagents from R&D system, while vWF level was measured by enzyme linked fluorescent assay (ELFA) using reagent from VIDAS bioMerieux, and fibrin monomer was detected by ethanol gelation test. The mean of sVCAM-1 level in the preeklampsia group and in the control group were 576.4 ng/mL, and 375.7 ng/mL, respectively while the standard deviation were 58.3 ng/mL, and 43 ng/mL, respectively. The mean of vWF level in the preeklampsia group and in the control group were 305.3% and 162.4%, respectively while the standard deviation were 107.4% and 33%, respectively. Moderate correlation were found between sVCAM-1 as well as vWF level with both systolic and diastolic pressure. Fibrin monomer was found in 28 out of 30 subjects of preeclampsia group, but only 1 out of 31 subjects in the control group. The results of this study indicated that endothelial dysfunction occurred in preeclampsia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Bintang
"Tujuan penelitian cross sectional comparative ini adalah diketahuinya perbandingan antara kadar magnesium serum pada preeklampsia dan kehamilan normal. Pengumpulan data dilakukan di Poliklinik Obstetri dan Ginekologi dan Ruang Bersalin Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan pada bulan Oktober sampai November 2013. Sebanyak 46 orang ibu hamil yang terdiri dari 23 orang dengan preeklampsia dan 23 orang dengan kehamilan normal yang memenuhi kriteria inklusi menyatakan kesediaannya mengikuti penelitian ini. Data diperoleh dari wawancara, pengukuran tekanan darah dan lingkar lengan atas, evaluasi asupan magnesium dengan metode FFQ semikuantitatif dan pemeriksaan kadar magnesium serum. Analisa statistik menggunakan uji t-test dan Mann Whitney. Uji karakteristik usia, usia kehamilan, paritas, pendidikan dan status gizi kedua kelompok homogen. Tidak ditemukan perbedaan rerata kadar magnesium serum pada preeklampsia (1,98 0,26 mg/dL) dengan kehamilan normal (1,89 0,21 mg/dL). Rerata asupan magnesium pada preeklampsia lebih rendah 233,6 (190,1;319,3) mg dibandingkan dengan kehamilan normal 380,1 (229,8;444,2) mg dengan p=0,024.
Kesimpulan: tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kadar magnesium serum pada preeklampsia dengan kehamilan normal sementara asupan magnesium pada preeklampsia lebih rendah bermakna dibandingkan dengan kehamilan normal.

The aim of this cross sectional comparative study was to analyze serum level of magnesium in preeclamptic pregnancies and to compare them with those in normal pregnancies. The data was collected at RSUD Tarakan on October 2013. Out of 23 women with preeclampsia and 23 women with normal pregnancies that meet our inclusion criteria given their consents to join the study. Data collated including interviews, blood pressure and mid upper arm circumference (MUAC) measurement and intake of magnesium by semiquantitative FFQ method. Statistical analysis performed by t-test and Mann Whitney. The result of the characteristic test in two groups of study shows that both groups are homogenic. There was no different between magnesium serum level in women with preeclampsia (1.98±0.26 mg/dL) and normal pregnancy (1.89±0.21 mg/dL) While the mean daily intake of magnesium is significantly lower in preeclampsia 233.6 (190.1;319.3) mg than in normal pregnancy 380.1 (229.8;444.2) mg.
Conclusion: there was no significant different between serum magnesium level in women with preeclampsia dan normal pregnancy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Bekti Subakir
"Objektif. Preeklampsia adalah penyakit pada kehamilan ditandai dengan hipertensi dan proteinuria. Di Indonesia, preelampsia/eklampsia merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas ibu dan anak. Stress oksidatif pada plasenta dan sistem sirkulasi menyebabkan disfungsi dan kerusakan sel endotel. Stres oksidatif di plasenta menyebabkan gangguan pertumbuhan janin. HSP70 adalah molekul protein yang sangat penting untuk penyembuhan sel dan menjaga homeostasis. Tujuan penelitian untuk membandingkan kadar MDA dan HSP70 yang diproduksi di plasenta pada kehamilan dengan preeklampsia berat, ringan dan kehamilan normal. Plasenta didonorkan secara sukarela dari ibu2 yang melahirkan dengan preeklampsia ringan (N=10), preeklampsia berat (N=10) dan kehamilan normal (N=10). Plasenta dikultur dengan RPMI dan FBS 20%, pada hari ke 3, supernatant diambil. Diperiksa kadar Malondealdehida (MDA), petanda untuk stres oksidatif dan kadar HSP70. Kadar MDA diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 530nm. Kadar HSP 70 diukur dengan metoda enzyme-linked immunosorbent assay. Kadar rata2 MDA pada preeklampsia berat (7,13+5,36 nmol/ml), preeklampsia ringan (4,82+2,47 nmol/ml) dan hamil normal (4,87+2,4 nmol/ml). Kadar MDA pada preeklampsia berat paling tinggi, tetapi perbedaan tersebut tidak berbeda bermakna. Kadar rata2 HSP70 pada preeklampsia ringan tertinggi (10,15+12,39 nmo/ml) dibandingkan dengan kadarnya pada preeklampsia berat (3,78 +3,07 nmol/ml) dan kehamilan normal (3,76+4,65nmol/ml), namun perbedaan ini tidak berbeda bermakna. Walaupun demikian, kadar HSP sangat tinggi pada preeklampsia ringan menunjukkan respons homeostasis relatif tinggi. Hal ini tidak ditunjukkan pada preeklampsia berat. Kadar rata2 MDA dan HSP70 pada preeklampsia berat, ringan maupun hamil normal tidak berbeda bermakna. Kadar HSP yang sangat tinggi pada preeklampsia ringan menunjukkan respons homeostasis masih tinggi.

Objective: Preeclampsia is a disease in pregnancy and characterized by hypertension and proteinuria. Preeclampsia and eclampsia are the most causes of maternal and fetal mortality and morbidity in Indonesia. Placental and systemic oxidative stress caused endothelial cell dysfunction and injury. Placental oxidative stress also linked to fetal growth restriction. HSP70 is essential for cellular recovery, survival and maintenance of homeostasis. The purpose of this study was to compare the MDA, a marker for oxidative stress and HSP70 production in placental of severe preeclampsia, mild preeclampsia and normotensive pregnant women. Placenta were collected after delivery from normotensive pregnancies (N=10), severe preeclampsia (N=10) and mild preeclampsia (N=10). Placenta was cultured in RPMI and 20% FBS, and supernatant were collected in day 3. MDA was measured using spectrophotometer and absorbance read in 530nm. HSP70 was measured using enzyme-linked immunosorbent assay. The mean MDA concentration did not differ significantly between patients with severe preeclampsia (7.13+5.36 nmol/ml) and mild preeclampsia (4.82+2.47 nmol/ml) when compared with normotensive pregnancies (4.57+2.4 nmol/ml). The mean HSP70 concentration in mild preeclampsia is highest (10.15+12.39 nmo/ml) when compared with severe preeclampsia (3.78 +3.07 nmol/ml) and normotensive pregnant women (3.76+4.65nmol/ml), but the difference was not significant. Although the difference was not significant, is indicates homeostasis response in mild preclampsia women is relative good. This response was abated in severe preeclampstic women. Although MDA and HSP70 concentration did not differ significantly between groups, however the high HSP70 concentration is indicates homeostasis response relatively good in mild preeclamptic women."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>