Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142744 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Bekti Subakir
"Objektif. Preeklampsia adalah penyakit pada kehamilan ditandai dengan hipertensi dan proteinuria. Di Indonesia, preelampsia/eklampsia merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas ibu dan anak. Stress oksidatif pada plasenta dan sistem sirkulasi menyebabkan disfungsi dan kerusakan sel endotel. Stres oksidatif di plasenta menyebabkan gangguan pertumbuhan janin. HSP70 adalah molekul protein yang sangat penting untuk penyembuhan sel dan menjaga homeostasis. Tujuan penelitian untuk membandingkan kadar MDA dan HSP70 yang diproduksi di plasenta pada kehamilan dengan preeklampsia berat, ringan dan kehamilan normal. Plasenta didonorkan secara sukarela dari ibu2 yang melahirkan dengan preeklampsia ringan (N=10), preeklampsia berat (N=10) dan kehamilan normal (N=10). Plasenta dikultur dengan RPMI dan FBS 20%, pada hari ke 3, supernatant diambil. Diperiksa kadar Malondealdehida (MDA), petanda untuk stres oksidatif dan kadar HSP70. Kadar MDA diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 530nm. Kadar HSP 70 diukur dengan metoda enzyme-linked immunosorbent assay. Kadar rata2 MDA pada preeklampsia berat (7,13+5,36 nmol/ml), preeklampsia ringan (4,82+2,47 nmol/ml) dan hamil normal (4,87+2,4 nmol/ml). Kadar MDA pada preeklampsia berat paling tinggi, tetapi perbedaan tersebut tidak berbeda bermakna. Kadar rata2 HSP70 pada preeklampsia ringan tertinggi (10,15+12,39 nmo/ml) dibandingkan dengan kadarnya pada preeklampsia berat (3,78 +3,07 nmol/ml) dan kehamilan normal (3,76+4,65nmol/ml), namun perbedaan ini tidak berbeda bermakna. Walaupun demikian, kadar HSP sangat tinggi pada preeklampsia ringan menunjukkan respons homeostasis relatif tinggi. Hal ini tidak ditunjukkan pada preeklampsia berat. Kadar rata2 MDA dan HSP70 pada preeklampsia berat, ringan maupun hamil normal tidak berbeda bermakna. Kadar HSP yang sangat tinggi pada preeklampsia ringan menunjukkan respons homeostasis masih tinggi.

Objective: Preeclampsia is a disease in pregnancy and characterized by hypertension and proteinuria. Preeclampsia and eclampsia are the most causes of maternal and fetal mortality and morbidity in Indonesia. Placental and systemic oxidative stress caused endothelial cell dysfunction and injury. Placental oxidative stress also linked to fetal growth restriction. HSP70 is essential for cellular recovery, survival and maintenance of homeostasis. The purpose of this study was to compare the MDA, a marker for oxidative stress and HSP70 production in placental of severe preeclampsia, mild preeclampsia and normotensive pregnant women. Placenta were collected after delivery from normotensive pregnancies (N=10), severe preeclampsia (N=10) and mild preeclampsia (N=10). Placenta was cultured in RPMI and 20% FBS, and supernatant were collected in day 3. MDA was measured using spectrophotometer and absorbance read in 530nm. HSP70 was measured using enzyme-linked immunosorbent assay. The mean MDA concentration did not differ significantly between patients with severe preeclampsia (7.13+5.36 nmol/ml) and mild preeclampsia (4.82+2.47 nmol/ml) when compared with normotensive pregnancies (4.57+2.4 nmol/ml). The mean HSP70 concentration in mild preeclampsia is highest (10.15+12.39 nmo/ml) when compared with severe preeclampsia (3.78 +3.07 nmol/ml) and normotensive pregnant women (3.76+4.65nmol/ml), but the difference was not significant. Although the difference was not significant, is indicates homeostasis response in mild preclampsia women is relative good. This response was abated in severe preeclampstic women. Although MDA and HSP70 concentration did not differ significantly between groups, however the high HSP70 concentration is indicates homeostasis response relatively good in mild preeclamptic women."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wardaya
"Tujuan : Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui kadar MDA dan GSH pada kultur jaringan dan homogenate sel plasenta penderita preeklampsia yang diberikan kurkumin dosis rendah (0,01 mM) dan dosis tinggi (0,1 mM) dibandingkan dengan tanpa pemberian kurkumin sebagai kontrol.
Rancangan Penelitian : Penelitian ini bersifat eksperimental in vitro kultur jaringan plasenta penderita preeklampsia dengan sampel sebanyak 10. Kultur plasenta menggunakan medium RPM1 + FBS 20 % dan kurkumin dengan metode tabung menurut Rand dan dikultur selama 72 jam. Kultur dibagi dalam 3 kelompok yaitu ; Kelompok kontrol, kelompok pemberian kurkumin dosis rendah (0,01 mM) dan kelompok pemberian kurkumin dosis tinggi (0,1 mM). Kadar MDA diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm. Pemeriksaan kadar GSH dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 412 nm. Data dianalisis dengan uji t berpasangan dengan batas kemaknaan 0,05.
Hasil : Kadar MDA yang terlarut pada medium kultur jaringan yang diberikan kurkumin dosis rendah (0.01 mM) 12,01 ± 4,55 nmol/mL dan yang terlarut dalam homogenat sel 5,18 ± 3,07 nmol/mg protein. Kadar MDA yang terlarut dalam supematan kultur dan homogenat sel plasenta dengan pemberian kurkumin dosis tinggi (0,1 mM) 10,19± 3,91 nmol/mL dan 4,30 ± 2,40 nmol/mg protein. Kadar MDA lebih rendah secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol (p<0,05). Kadar GSH yang terlarut pada medium kultur jaringan dan homogenat sel plasenta yang diberikan kurkumin dosis rendah (0.01 mM) 11,40 ± 2,51 .tg/ml dan 5,99 ± 3,68 pg/mg protein, sedangkan kadar GSH yang diberikan kurkumin dosis tinggi (0,1 mM) 11,84 ± 2,39 µg/mL and 6,20 ± 3,64 .tg/mg protein. Kadar GSH lebih tinggi secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol (p<0,05). Tetapi pemberian kurkumin dosis rendah pada homogenat sel tidak dapat meningkatkan kadar GSH secara bermakna.
Kesimpulan : Pemberian kurkumin dosis rendah dan dosis tinggi dapat menurunkan kadar MDA dan meningkatkan kadar GSH secara bermakna pada medium kultur jaringan plasenta penderita preeklampsia.

OBJECTIVE: To determine the effect of curcumin supplementation on MDA and GSH production in placental culture and homogenate in preeclampsia.
STUDY DESIGN: The study was an in vitro experimental study. Placentae were obtained from women with preeclampsia (n = 10). The tissue was cultured in RPMI + FBS 20% + antibiotic for 72 hours using the Rand method. The cultures were divided into 3 groups. The first was control, to the second group 0.01 mM (low dose) curcumin was added and the third with 0.1 mM (high dose) curcumin. Supernatant and homogenate of the cultures were analyzed spectrophotometrically for MDA (with absorbtion read at 530 nm) and GSH (with absorbtion read at 412 nm).
RESULTS: The concentration of soluble MDA in the supernatant of the placental culture given low dose curcumin (0.01 mM) was 12.01 ± 4.55 nmol/mL, while the concentration in the homogenate was 5.18 ± 3.07-nmol/mg proteins. The concentration of MDA in the supernatant and homogenate of placental culture given high dose of curcumin (0.1 mM) was 10.19± 3.91 nmol/mL and 4.30 ± 2.40 nmollmg protein. These concentrations were significantly lower than in the control group (p < 0.05). The concentration of GSH in the supernatant and homogenate in low dose curcumin supplementation were 11.40 ± 2.51 µglml and 5.99 ± 3.68-pg/mg proteins, respectively. In the high dose curcumin supplementation group, the soluble and homogenate GSH concentrations were 11.84± 2.39 µg/mL and 6.20 ± 3.64-pg/mg protein. These results were significantly higher than the results of the control group (p < 0.05), but in the homogenate of group given low dose curcumin supplementation the increase were not significant.
CONCLUSION: Low dose and high dose curcumin supplementation decreased MDA levels and increased GSH levels significantly in the supernatant of placental tissue culture in preeclampsia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16203
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pramita Iriana
"TUJUAN: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan kadar tromboksan B2 pada kultur jaringan plasenta penderita preeklampsia dengan plasenta wanita hamil normal sebagai pembanding.
RANCANGAN PENELITIAN: Penelitian ini merupakan studi cross-sectional. Kultur jaringan plasenta penderita preeklampsia (n=13) dan plasenta wanita hamil normal (n=12) dengan usia dan umur kehamilan tidak berbeda bermakna secara statistic. Kultur plasenta menggunakan medium M199 dari sigma dengan 20 % serum menggunakan metode tabung menurut Rand dan dikultur selama 72 jam. Kadar tromboksan B2 diukur dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 405 nm. Sebagai petanda bahwa plasenta yang dikultur masih memilik viabilitas set yang baik diukur melalui pemeriksaan human chorionic gonadotropin (hCG).
HASIL: Kedua sel baik dari jaringan plasenta penderita preeklampsia maupun dari jaringan plasenta hamil normal memiliki viabilitas sel yang baik. Kadar tromboksan B2 yang terlarut dalam supematan kultur jaringan plasenta penderita preklampsia (887.88± 26.07 pglml) lebih tinggi secara bermakna (P<0.05) dibanding wanita hamil normal (849.82± 24.61 pglml)
KESIMPULAN: Kadar Tromboksan B2 pada penderita preeklampsia lebih tinggi dibandingkan pada wanita hamil normal, peningkatan ini bertanggung jawab terhadap terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah pada plasenta dan maternal.

Enhanced Tromboxane B2 (TXB2) Production In Placental Culture In Preeclampsia
OBJECTIVE: To determine tromboxane B2 production in placental culture in preeclampsia
STUDY DESIGN: The study was a crosssectional study. Placentas were obtained from having woman with normal (n=12) and woman with preeclampsia (n=13) with the same age and gestational age. Placenta tissues were incubated in M199 sigma medium with 20 % serum for 72 hour using the with tube method from Rand. Samples were analyzed spectrophotometrically and with absorbtion at 405 nm for tromboxane B2. hCG was also determined as a marker for cell viability.
RESULT : The placentas of women will preeclampsia and from normal pregnanly were viable. The concentration of tromboxane B2 from placental of preeclampsia cultured for 72 hour (887.88±26.07 pg/ml) was significantly higher (p<0.05) than from placental of normal pregnanly (849.83±24.60 pg/ml).
CONCLUSION : The concentration of tromboxane B2 from cultures of placental preeclampsia was significantly higher than from cultures of placental of normal pregnanly. The increased tromboxane B2 production in placental culture could be responsible for increased placental and maternal blood vessel vasoconstriction."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13652
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krisadelfa Sutanto
"Preeklampsia merupakan gangguan kehamilan yang mengancam kesehatan ibu dan bayi Penelitian ini merupakan studi potong melintang yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar vitamin E dan MDA pada 48 subyek preeklampsia dan non preeklampsia di RS Tarakan Jakarta Penilaian mencakup wawancara sosio demografi riwayat obstetri asupan vitamin E dengan FFQ semikuantitatif LILA kadar vitamin E dan MDA serum Kategori usia usia kehamilan dan kadar MDA lebih tinggi pada preeklampsia Edukasi untuk perempuan usia reproduktif tentang pentingnya asupan makanan vitamin E yang cukup diperlukan untuk mencapai keberhasilan kehamilan.

Preeclampsia is a disorder of pregnancy that deteriorate mother and baby rsquo s health This study was a cross sectional study aiming to investigate differences in the levels of vitamin E and MDA of 48 subjects with preeclampsia and non preeclampsia in Tarakan Hospital Jakarta Assessment included interviews of socio demographic obstetric history vitamin E intake with semiquantitative FFQ MUAC serum vitamin E and MDA concentrations Categories of age gestational age and MDA levels were higher among preeclamptics Education for reproductive age women about the importance of sufficient intake of vitamin E foods is necessary to achieve successful pregnancy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novan Satya Pamungkas
"Latar Belakang: Kejadian preeklamsia dilaporkan berkisar 5-15% dari seluruh
kehamilan dan terkait erat dengan morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal.
Preeklamsia merupakan penyakit dengan berbagai teori (disease of theory) yang
menggambarkan ketidakpastian patofisiologi dan penyebabnya. Salah satu teori
patogenesis preeklamsia adalah peningkatan stres oksidatif. Stres oksidatif
merupakan ketidakseimbangan jumlah oksidan dan antioksidan dalam tubuh.
Peningkatan radikal bebas pada preeklamsia diduga menyebabkan penurunan
antioksidan endogen seperti superoksida dismutase (SOD) karena banyak antioksidan
tersebut yang terpakai untuk menanggulangi radikal bebas. Mengingat pentingnya
peranan SOD pada patogenesis preeklamsia, maka pemberian suplementasi SOD
diduga dapat memberi manfaat pada preeklamsia maupun kehamilan normal.
Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar SOD
pada kehamilan normal dan preeklamsia. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan
untuk mengetahui kenaikan kadar SOD pasca pemberian suplementasi SOD pada
kehamilan normal dan preeklamsia.
Metode Penelitian: Penelitian uji klinis ini dilakukan di RSCM, RSAB Harapan
Kita, RSIA Bunda, dan RSIA Brawijaya pada bulan September hingga Desember
2019. Subjek penelitian berasal dari Ibu hamil normotensi dan Ibu hamil preeklamsia
yang akan dilakukan tindakan operasi sesar berencana dalam waktu 2 minggu. Pada
subjek di kelompok uji, akan diberikan suplementasi Glisodin 2 x 250 U selama 14
hari. Dilakukan pengukuran kadar SOD serum pra- dan pasca- suplementasi Glisodin,
SOD plasenta, dan kadar Cu, Mn dan Zn serum. Data selanjutnya diolah dengan
menggunakan uji statistik dengan paket SPSS versi 15. Analisis data berupa analisis
univariat, bivariat dan multivariat.
Hasil Penelitian: Didapatkan 91 subjek penelitian yang terdiri dari 42 Ibu hamil
normotensi dan 49 Ibu hamil dengan preeklamsia. Dari 25 subjek penelitian yang
diberikan suplementasi Glisodin, 15 orang berasal dari kelompok Ibu hamil
normotensi dan 10 orang berasal dari kelompok Ibu hamil preeklamsia. Kadar Zn pada kelompok preeklamsia didapatkan lebih rendah bermakna dibandingkan pada
kelompok normotensi (45 (25,00-110,00) ug/dL vs 52,00 (36,00-88,00) ug/dL, p
0,025). Tidak didapatkan perbedaan bermakna kadar SOD pra- dan pasca
suplementasi pada kelompok normotensi dan preeklamsia. Tidak terdapat
peningkatan bermakna kadar SOD pasca suplementasi , baik pada kelompok
normotensi maupun preeklamsia (+1,08 ± 2,45, p 0,069 dan +0,12 ± 2,04, p 0,721).
Satu-satunya perbedaan bermakna yang ditemukan adalah kadar SOD plasenta
dimana didapatkan kadar SOD plasenta lebih rendah pada kelompok preklamsia
dibandingkan normotensi (26,04 (10,49-91,16) U/mL vs 37,62 (13,58-105,40) U/mL,
p<0,001).
Kesimpulan: Kadar SOD plasenta pada kehamilan hipertensi atau preeklamsia lebih
rendah dibandingkan dengan normotensi. Tidak ada peningkatan bermakna kadar
SOD pasca-suplementasi dengan Glisodin pada kehamilan normotensi dan hipertensi
atau preeklamsia.

Background: Preeclampsia incidence varies between 5-15% from all pregnancy and
related to maternal and perinatal morbidity and mortality. Preeclampsia is a disease of
theory which describe uncertainty in its pathogenesis and pathophysiology. One of
the preeclampsia pathogenesis theory is the increasing oxidative stress level.
Oxidative stress is a condition caused by imbalance between oxidant and anti-oxidant
inside the body. Increased free radicals level in preeclampsia causing further
decreased in endogenous antioxidant level such as superoxide dismutase (SOD)
because antioxidant were used to neutralize free radicals. Given the important role of
SOD in the pathogenesis of preeclampsia, supplementation of SOD is thought to be
beneficial, both in the normal pregnancy and preeclampsia.
Objective: The aim of this study is to determine differences in SOD levels in normal
pregnancy and preeclampsia. This study is also aims to determine the increase in
SOD levels after SOD supplementation in normal pregnancy and preeclampsia.
Methods: This clinical trial study was conducted at RSCM, RSAB Harapan Kita,
RSIA Bunda, and RSIA Brawijaya in September to December 2019. The research
subjects came from normotensive pregnant women and preeclampsia pregnant
women who will undergo planned cesarean operations within 2 weeks. Subjects in
the test group will be given Glisodin 2 x 250 U supplementation for 14 days. Serum
SOD pre-and post-supplementation with Glisodin, placental SOD, and serum Cu, Mn
and Zn levels were measured. Data were then processed using statistical tests with
SPSS package version 15. Data analysis was in the form of univariate, bivariate and
multivariate analyzes.
Results: There were 91 research subjects consisting of 42 normotensive pregnant
women and 49 pregnant women with preeclampsia. Of the 25 study subjects who
were given Glisodin supplementation, 15 were from the group of normotensive
pregnant women and 10 were from the group of preeclampsia. The level of Zn in the
preeclampsia group was significantly lower than in the normotensive group (45
(25.00-110.00) ug/dL vs 52.00 (36.00-88.00) ug/dL, p 0.025). There were no
significant differences in pre- and post-supplementation SOD levels in the normotensive and preeclampsia groups. There was no significant increase in SOD
levels after supplementation, both in the normotensive and preeclampsia groups
(+1.08 ± 2.45, p 0.069 and + 0.12 ± 2.04, p 0.721). The only significant difference
found was placental SOD levels in which placenta SOD levels were lower in the
preeclampsia group than normotensive (26.04 (10.49-91.16) U / mL vs 37.62 (13.58-
105.40 ) U / mL, p <0.001).
Conclusions: Placental SOD levels in pregnancy with hypertension or preeclampsia
are lower than normotensive. There was no significant increase in post-Glisodin
supplementation SOD levels in normotensive and hypertensive or preeclampsia
pregnancy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rustadi Sosrosumihardjo
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Pada percobaan binatang kadar prolaktin serum yang tinggi dihubungkan dengan terjadinya edema. Dari penelitian pada hewan dan manusia dengan hipertensi ditemukan perubahan kadar ion kalsium serum. Percobaan in vitro membuktikan bahwa kadar magnesium yang rendah dalam cairan ekstraseluler meningkatkan tonus dan kepekaan pembuluh darah untuk berkontraksi. Gejala edema, hipertensi, dan spasmus pembuluh darah dijumpai pada kehamilan dengan sindroma preeklampsi. Pada manusia kadar prolaktin serum belum pernah dihubungkan dengan terjadinya edema, perubahan kadar ion kalsium serum pada hipertensi masih kontroversial, dan kaitan antara kadar magnesium serum dan spasmus pembuluh darah pada preeklampsi belum diketahui secara jelas. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai kadar prolaktin, ion kalsium, dan magnesium serum pada preeklampsi, yang mungkin dapat dimanfaatkan dalam menjelaskan permasalahan tadi. Kadar prolaktin ditetapkan dengan cara tera imunoradiometrik, kadar ion kalsium dengan cara elektroda selektif ion, dan kadar magnesium dengan spektrofotometri berdasarkan pembentukan kompleks dengan xylidil blue. Serum diperoleh dari 30 penderita preeklampsi dan 30 orang hamil normal dengan usia hamil antara 32 sampai dengan 43 minggu.
Hasil dan Kesimpulan: Dari analisa terhadap serum tersebut di atas, ternyata 1/ tidak didapatkan korelasi yang bermakna antara kadar prolaktin serum dan derajat edema, 2/ dijumpai korelasi bermakna antara kadar ion kalsium serum dan hipertensi, dan 3/ tidak ada perbedaan bermakna antara kadar magnesium serum pada preeklampsi dan kehamilan normal. Pada preeklampsi didapatkan 1/ kadar prolaktin serum antara 61,7 - 376,7 ng/ml; 2/ kadar ion kalsium 0,99 - 1,19 mmol/L; dan 3/ kadar magnesium serum 1,5-2,4 mg/dL.

ABSTRACT
Scope and Method of Study: In animal, an increase of serum prolactin was related td the development of edema. In animal as well as in hypertensive humans the serum level of ionic calcium was altered. In vitro studies showed that at low level of extra cellular magnesium the tone and contractibility of the smooth muscle of blood vessels was increased. The syndrome of edema, hypertension, and spasm of blood vessels were found in preeclamptic women. The role of prolactin in the development of edema in human was unknown, the changes of ionic serum calcium in hypertension are still controversial, and the relation between serum level of magnesium and the spasm of blood vessels in preeclampsia was unclear. This study was carried out to measure the serum level of prolactin, ionic calcium, and magnesium in preeclampsia, which may be used to clarify the problem. Prolactin was determined by immunoradiometric assay (Abbott), ionic calcium by ion selective electrode (AVL-980), and magnesium by spectrophotometry using xylidil blue. The determination was carried out in 30 subjects with preeclampsia and 30 normal pregnancies, both at 32 - 43 weeks of pregnancy.
Findings and Conclusions: Analysis of the subjects above revealed that: 1/ there was no correlation between serum prolactin and the degree of edema in preeclampsia, 2/ serum ionic calcium showed a good correlation with hypertension, and 3/ there was no difference in serum magnesium in preeclampsia and normal pregnancy. In preeclampsia, the concentration of 1/ serum prolactin is 61.7 376.7 ng/mL; 2/ ionic calcium is 0.99-1.19 nmol/L; and 3/ serum magnesium is 1.5-2.4 mg/dL. In normal pregnancy, the concentrations are: 1/ serum prolactin 92.7-357.3 ng/mL 2/ serum ionic calcium 0.87-1.13 mmol/L, and 3/ serum magnesium 1.6-2.4 mg/dL.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Bintang
"Tujuan penelitian cross sectional comparative ini adalah diketahuinya perbandingan antara kadar magnesium serum pada preeklampsia dan kehamilan normal. Pengumpulan data dilakukan di Poliklinik Obstetri dan Ginekologi dan Ruang Bersalin Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan pada bulan Oktober sampai November 2013. Sebanyak 46 orang ibu hamil yang terdiri dari 23 orang dengan preeklampsia dan 23 orang dengan kehamilan normal yang memenuhi kriteria inklusi menyatakan kesediaannya mengikuti penelitian ini. Data diperoleh dari wawancara, pengukuran tekanan darah dan lingkar lengan atas, evaluasi asupan magnesium dengan metode FFQ semikuantitatif dan pemeriksaan kadar magnesium serum. Analisa statistik menggunakan uji t-test dan Mann Whitney. Uji karakteristik usia, usia kehamilan, paritas, pendidikan dan status gizi kedua kelompok homogen. Tidak ditemukan perbedaan rerata kadar magnesium serum pada preeklampsia (1,98 0,26 mg/dL) dengan kehamilan normal (1,89 0,21 mg/dL). Rerata asupan magnesium pada preeklampsia lebih rendah 233,6 (190,1;319,3) mg dibandingkan dengan kehamilan normal 380,1 (229,8;444,2) mg dengan p=0,024.
Kesimpulan: tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kadar magnesium serum pada preeklampsia dengan kehamilan normal sementara asupan magnesium pada preeklampsia lebih rendah bermakna dibandingkan dengan kehamilan normal.

The aim of this cross sectional comparative study was to analyze serum level of magnesium in preeclamptic pregnancies and to compare them with those in normal pregnancies. The data was collected at RSUD Tarakan on October 2013. Out of 23 women with preeclampsia and 23 women with normal pregnancies that meet our inclusion criteria given their consents to join the study. Data collated including interviews, blood pressure and mid upper arm circumference (MUAC) measurement and intake of magnesium by semiquantitative FFQ method. Statistical analysis performed by t-test and Mann Whitney. The result of the characteristic test in two groups of study shows that both groups are homogenic. There was no different between magnesium serum level in women with preeclampsia (1.98±0.26 mg/dL) and normal pregnancy (1.89±0.21 mg/dL) While the mean daily intake of magnesium is significantly lower in preeclampsia 233.6 (190.1;319.3) mg than in normal pregnancy 380.1 (229.8;444.2) mg.
Conclusion: there was no significant different between serum magnesium level in women with preeclampsia dan normal pregnancy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayuningsih Dharma Setiabudy
"Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang ditandai dengan hipertensi, edema dan proteinuria. Berdasarkan tanda-tanda tersebut, diduga disfungsi endotel memegang peranan dalam patogenesis kedua penyakit tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pada preeklampsia terjadi disfungsi endotel dengan memeriksa kadar sVCAM-1, vWF dan fibrin monomer sebagai petanda aktivasi koagulasi. Juga ingin diketahui apakah terdapat hubungan antara disfungsi endotel dengan beratnya penyakit. Desain penelitian potong lintang. Subyek penelitian adalah 30 orang wanita hamil 24 - 42 minggu dengan diagnosis preeklampsia yang bersedia ikut dalam penelitian dan kelompok kontrol terdiri atas wanita hamil aterm. Pemeriksaan kadar sVCAM-1 dikerjakan dengan cara ELISA dengan reagen dari R&D system. Kadar vWF ditentukan dengan cara enzyme linked fluorescent assay (ELFA) dengan reagen dari VIDAS bioMerieux. Fibrin monomer diperiksa dengan cara ethanol gelation test. Rerata dan simpang baku kadar sVCAM-1 pada preeklampsia dan kontrol berturut-turut adalah 576,4 ng/mL dan 58,3 ng/mL serta 375,7 ng/mL dan 43 ng/mL (p<0,05). Sedang rerata dan simpang baku kadar vWF pada preeklampsia dan kontrol berturut turut 305,3% dan 107,4% serta 162,4% dan 33% (p,0,05). Didapatkan korelasi sedang antara kadar sVCAM-1 dengan tekanan sistolik maupun diastolik (r=0,71) dan (r=0,65). Demikian pula antara kadar vWF dengan tekanan sistolik dan diastolik didapatkan korelasi sedang (r=0,67) dan (r=0,77). Fibrin monomer positif didapatkan pada 28 dari 30 penderita preeklampsia sedang pada kelompok kontrol hanya 1 orang yang positif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada preeklampsia terjadi disfungsi endotel. Pada preeklampsia terdapat korelasi antara petanda disfungsi endotel dengan tingginya tekanan darah.

Endothelial Dysfunction In Preeclampsia. Preeclampsia is a complication of pregnancy characterized by hypertension, edema, and proteinuria. Based on these signs, it is suggested that endothelial dysfunction plays a role in the pathogenesis of preeclampsia. The aims of this study were to know whether endothelial dysfunction occur in preeclampsia by measuring the level of sVCAM-1, von Willebrand factor, and fibrin monomer. The relationship between markers of endothelial dysfunction and blood pressure would also be sought. In this cross-sectional study, 30 women at the 24-42 weeks of pregnancy with preeklampsia, were enrolled and control group comprised of fullterm pregnant women. The level of sVCAM-1 was determined by ELISA method using reagents from R&D system, while vWF level was measured by enzyme linked fluorescent assay (ELFA) using reagent from VIDAS bioMerieux, and fibrin monomer was detected by ethanol gelation test. The mean of sVCAM-1 level in the preeklampsia group and in the control group were 576.4 ng/mL, and 375.7 ng/mL, respectively while the standard deviation were 58.3 ng/mL, and 43 ng/mL, respectively. The mean of vWF level in the preeklampsia group and in the control group were 305.3% and 162.4%, respectively while the standard deviation were 107.4% and 33%, respectively. Moderate correlation were found between sVCAM-1 as well as vWF level with both systolic and diastolic pressure. Fibrin monomer was found in 28 out of 30 subjects of preeclampsia group, but only 1 out of 31 subjects in the control group. The results of this study indicated that endothelial dysfunction occurred in preeclampsia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Ika Wardhani
"Salah satu zat yang berhubungan dengan disfungsi endotel pada preeklampsia adalah vascular endothelial growth factor (VEGF). Penelitian ini menyelidiki bagaimana kadar VEGF pada kultur sel endotel vena umbilikalis bila dipajankan dengan serum wanita hamil dengan preeklampsia. Kultur sel endotel vena umbilikalis primer dari 12 tali pusat wanita bersalin normal dengan bayi aterm dipajankan dengan 14 serum wanita hamil dengan preeklampsia dan 13 serum wanita hamil normal selama 24 jam. Kadar VEGF diukur dengan metode ELISA. Didapatkan rerata kadar VEGF setelah pemajanan serum selama 24 jam cenderung lebih kecil pada kelompok wanita hamil dengan preeklampsia (3,7 ± 1,74 pg110.000 set) dibandingkan dengan hamil normal (3,99 + 1,79 pg110.000, sel) namun perbedaan tersebut tidak bermakna (p=0,939, p>O,O5). Sabelum pemajanan, kadar VEGF pada 20% serum preeklampsia (33,31 + 0,89 pglml) lebih besar daripada kehamilan normal (32,81 _+ 0,76 pglml) namun tidak berbeda bermakna (p=0,132). Juga didapatkan rerata jumlah sel endotel yang hidup setelah pemajanan cenderung lebih besar pada kelompok wanita hamil dengan preeklampsia (11,00 ± 5,91 x 104 sel/ml) dibandingkan dengan hamil normal (9,85- + 3,96 x 104 sel/ml) namun perbedaan tersebut tidak bermakna (p=0,550, p>0,05). Rerata viabilitas sel endotel lebili besar pada kelompok wanita hamil dengan preeklampsia (70,33 + 24,26 %) dibandingkan dengan hamil normal (68,02 + 16,05 °A) namun perbedaan tersebut tidak bermakna (p=0,981, p>0,05). Kecenderungan ini memperlihatkan adanya peran VEGF pada sel endotel, namun bukan sebagai satu-satunya faktor yang terlibat pada patogenesis preeklampsia. Apakah VEGF yang meningkat pada serum penyandang preeklampsia diakibatkan oleh faktor-faktor dalam serum penyandang dan dihasilkan oleh sel endotel pada penelitian ini belum dapat dibuktikan.

It has been suggested that VEGF is involved in endothelial dysfunction which observed preeclampsia. This study investigate the production of VEGF during exposure of sera of preeclamptic women for 24 hours in the human umbilical vein endothelial cells culture (HUVEC). Primary HUVEC made from 12 aterm umbilical cords were exposed by 14 sera of preeclamptic women and 13 sera of normotensive pregnant women for 24 hours. Enzyme-linked immunoassay of VEGF was established The results showed VEGF in supernatan HUVEC exposed by preclamptic women sera were lower than normotensive pregnant women sera, with no significantly differences. VEGF level in 20% preeclamptic sera was likely be higher than normotensive pregnant women sera. The number and viability of endothelial cells after the 24 hours exposure of preeclamptic women sera seem to be more higher than normotensive pregnant women. These results suggest that VEGF may have an important role in the endothelial cells, but that they are not the primary factors involved in the pathogenesis of preeclampsia is the increasing level of VEGF in preeclamptic women sera due to factors on the sera and produced by the endothelial cells itself could have not been proved."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13666
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danny Maesadatu Syaharutsa
"Latar belakang: Preeklampsia masih menjadi penyumbang angka kesakitan dan kematian maternal dengan insidens sekitar 8,6 di Indonesia. Pola asuhan antenatal dengan melakukan penapisan awal menggunakan faktor maternal dan biofisik terhadap kejadian preeklampsia diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian maternal dan janin.
Tujuan: Memperolah kalkulasi risiko dari faktor maternal dan biofisik terhadap kejadian preeklampsia.
Metode: Studi ini merupakan kohort prospektif dengan melakukan consecutive sampling pada setiap ibu hamil dengan janin tunggal hidup dan tak terdapat kelainan kongenital anomali. Telah dilakukan penapisan pada 878 sampel dengan 8,7% mengalami preeklampsia. Setiap faktor maternal dan biofisik dilakukan analisis bivariat dan yang bermakna dilanjutkan dengan analisis multivariat. Variabel yang bermakna hingga analisis multivariat akan menghasilkan persamaan regresi logistik yang nantinya dapat menghitung a priori risk seorang perempuan mengalami preeklampsia.
Hasil: Faktor maternal berupa riwayat hipertensi kronik dan riwayat preeklampsia di keluarga meningkatkan risiko preeklampsia. Faktor biofisik berupa indeks massa tubuh > 26 kg/m2, tekanan arteri rerata > 95 mmHg, dan indeks pulsatilitas arteri uterina yang tinggi juga meningkatkan risiko preeklampsia. AU-ROC dengan menggunakan faktor maternal dan kombinasi faktor maternal dan biofisik sebesar 63% dan 75%.
Kesimpulan: Kombinasi faktor maternal dan biofisik dapat digunakan untuk menapis seorang ibu hamil untuk mengalami kejadian preeklampsia.

Background: Preeclampsia still contributes for maternal morbidity and mortality with incidence around 8,6% in Indonesia. Antenatal care with screening by using maternal and biophysical factors in predict the preeclampsia event is expected can reduce the number of maternal and fetal morbidity and mortality.
Aim: Obtain the calculation risk from maternal and biophysical factors in predicting preeclampsia.
Methods: We conducted a prospective cohort by performing consecutive sampling in every pregnant woman with singleton live intrauterine with no congenital anomaly. We screened 878 subjects with 8,7% became preeclampsia. Every maternal and biophysical factors were performed bivariate analysis and if statistically significant it continued to multivariate analysis of logistic regression. The equation of the logistic regression model will be performed to calculate the a priori risk of a pregnant woman becoming preeclampsia.
Results: Maternal factors such as chronic hypertension and family history with preeclampsia will increase the risk of preeclampsia. Biophysical factors such as body mass index > 26 kg/m2, mean arterial pressure > 95 mmHg, and high value of pulsatility index of uterine artery will increase the risk or preeclampsia. The AU-ROC value by using maternal factor and combining maternal and biophysical factors were 63% and 75%, respectively.
Conclusion: By combining the maternal and biophysical factors, it can be performed to screen a pregnant woman in preeclampsia event."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>