Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 30165 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Santros Lolowang
346.05 SAN a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Milly Karmila Sareal
"Tesis ini membahas mengenai kedudukan anak luar nikah dalam hubungannya dengan hak mewaris dari orangtuanya menurut Hukum Perdata Barat setelah berlakunya Undangundang Nomor 1 tahun 1974, bagi mereka yang tunduk pada Kitab Undang undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek).
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata disyaratkan bagi seorang anak luar nikah harus terlebih dahulu diakui oleh ayah dan atau ibunya, baru mempunyai hubungan perdata dan dapat mewaris dari orangtua yang mengakuinya. Di Indonesia, ketentuan mengenai kedudukan hukum seorang anak luar nikah mulai ada perkembangan dengan diundangkannya Undang-undang Perkawinan, yaitu Undang-undang Nomor 1 tahun 1974. Pasal 4 3 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 menentukan bahwa sejak lahirnya seorang anak dari ibu yang tidak menikah secara sah mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Tetapi ketentuan ini tidak diikuti dengan ketentuan mengenai akibatnya dalam hukum waris terhadap bagian warisan anak anak luar nikah tersebut. Hal ini menjadi permasalahan hingga saat ini. Dalam tesis ini dibahas sampai berapa jauh akibat dari adanya ketentuan Pasal 43 Undang-undang Perkawinan, Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tersebut, dalam pengaturan bagian warisan anak luar nikah.
Untuk memberikan hak yang sama bagi anak-anak dalam satu keluarga terhadap warisan ibunya, ternyata masih diperlukan pengaturan lebih lanjut, khususnya bagi anakanak yang - seringkali karena ketidaktahuan orang tua terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku - dicatat sebagai anak luar nikah. Demikian pula bila ingin agar terdapat lebih banyak anak-anak luar nikah yang mengalami peningkatan status menjadi anak sah, ada beberapa proses yang dapat ditempuh. Ketentuan-ketentuan ini hendaknya dipergunakan sebaik mungkin agar tercapai keadilan dan persamaan hak bagi anak-anak yang kehilangan haknya dalam hal pewarisan. Sebagai bahan pembanding dibahas sekilas masalah perkembangan hak waric anak luar nikah di negara Belanda."
2005
T37784
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elise L. Adiarsa
"Dengan ditutupnya pertanggungan kematian atas jiwa seseorang maka timbul hubungan hukum antara para pihak dalam perjanjian. Dari hubungan hukum ini timbul hak dan kewajiban bagi masing masing pihak yaitu: tertanggung, dengan kewajiban membayar premi dan hak untuk menunjuk pihak tertentu untuk menerima santunan, penanggung, dengan hak untuk menerima premi dan kewajiban untuk membayar santunan sesuai dengan yang diperjanjikan. Pihak lain yang terlibat disini adalah yang dipertanggungkan dan penikmat/beneficiary. Kematian orang yang dipertanggungkan, sesuai dengan kausa yang diperjanjikan, akan menimbulkan hak bagi penikmat yang ditunjuk, sebagaimana tercantum di dalam polis, untuk menerima santunan kematian atas namanya sendiri. Terhadap segala pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian berlaku ketentuan dalam Hukum Perikatan. Penunjukan penikmat yang menjadi hak tertanggung adalah sesuai dengan tujuan diadakannya perjanjian pertanggungan itu sendiri. Tujuan ini mungkin untuk pelunasan hutang terhadap kreditur tertanggung ataupun untuk meninggalkan dana yang dapat menunjang kehidupan keluarga yang ditinggalkan, dan juga untuk menyediakan dana bagi pihak tertentu, termasuk mereka yang bukan anggota keluarga, dan tidak dikaitkan dengan adanya hutang piutang dengan yang meninggal. Karena menyangkut kematian seseorang, penerimaan santunan seringkali dianggap identik dengan pewarisan. Tetapi pada kenyataannya tidak demikian halnya. Penanggung terikat pada kewajiban untuk membayar santunan hanya kepada pihak yang ditunjuk. Pewarisan hanya berlaku apabila tidak ada penunjukan penikmat, atau memang ditunjuk demikian (bagi harta kekayaan tertanggung) di dalam polis. Dengan adanya penunjukan kepada pihak lain, santunan kematian pada asuransi Kecelakaan Diri tidak berada pada lingkup Hukum Waris menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Peraturan yang ada dalam Hukum Waris, termasuk pembatasan-pembatasan pemberian yang berkaitan dengan bagian mutlak/legitieme partie tidak dapat diberlakukan pada santunan kematian pada asuransi Kecelakaan Diri."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S20568
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Bhakti
"ABSTRAK
Pemberian kredit oleh bank merupakan peran bank dalam menggerakkan motor
perekonomian. Bank merupakan lembaga yang menghimpun dana dari dan
menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit, baik perorangan
maupun badan usaha. Kepercayaan merupakan unsur penting dalam pemberian
kredit karena rentan terhadap risiko macet. Bank dituntut untuk menerapkan
prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit, antara lain harus dilakukan dengan
perjanjian tertulis (sering disebut perjanjian kredit). Umumnya, bank telah
menetapkan sepihak syarat dan kondisi kredit. Lantaran ditetapkan sepihak,
perjanjian kredit rentan terhadap klausula yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Walaupun bank sudah menetapkan klausula jaminan dan asuransi, ditemukan juga
klausula tanggung jawab ahli waris untuk membayar utang pewaris ketika debitur
meninggal dunia yang kemudian mendorong Penulis untuk menulis tesis ini.
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif dengan data bersumber dari
studi kepustakaan serta disajikan secara evaluatif-analitis untuk menjawab
keberlakukan klausula menurut KUH Perdata. Penerapan klausula tanggung
jawab ahli waris untuk membayar utang pewaris dalam perjanjian kredit
menimbulkan beberapa persoalan yuridis, baik dari perspektif Hukum Waris
maupun Hukum Perjanjian. Klausula tersebut tidak mengikat ahli waris secara
hukum karena merupakan hak sepenuhnya dari ahli waris untuk menerima atau
menolak tanggung jawab tersebut. Persoalan yuridis lain muncul dari perspektif
Hukum Perusahaan kalau debitur merupakan Perseroan Terbatas (PT). Hubungan
hukum antara PT dan direktur berbentuk perwakilan sehingga perbuatan hukum
direktur menjadi tanggung jawab PT. Ketidakhati-hatian bank dalam ini
menyebabkan klausula tersebut tidak mengikat secara hukum karena tidak sesuai
dengan undang-undang.

ABSTRACT
Providing credit is one of the active roles of commercial banks in driving the
motor of our economy. Bank is an intermediary agent that collects funds from the
public and then transfers the funds in the form of credits, either to individuals or
businesses. Due to credit risk arising from the borrower uncertainty in the future
to meet its obligations, trust is one of the most important element in the process of
granting a loan. Therefore, banks are required to comply with the credit guidance
under Banking Act, namely to enter a written agreement, often called credit
agreement, prior to granting the loan. It is a common practice that bank as a
lender has unilaterally set the terms and conditions applicable to the credit
agreement. Hence, the credit agreement clauses are prone to be not in accordance
with applicable law. Unsatisfied with the collateral and insurance clauses in the
credit agreement, additionally the bank is trying to secure its interest by putting
the heir?s liability clause to pay off the debt into effect on account of the debtor
death which encourages the author to complete this thesis. This research is
conducted by using a normative legal perspective based on the library research
and presented by evaluative analysis to examine the clause validity according to
Indonesian Civil Code. In general, this research concludes that heir?s liability
clause to pay off the debts in the banking credit agreement is not legally binding
clause to the parties thereto as considered against the basic principles of
inheritance and contract laws. In addition, bank should be aware that a corporate
body, in this case Limited Liability Company, has a separate legal entity thus has
liabilities that are distinct from those of its directors. Therefore, heir?s liability is
also not applicable to the corporate entity or legally binding to its directors."
2012
T30788
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Sigit N.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadidjah Singawinata
"Judul skripsi adalah " Kedudukan hukum anak yang lahir diluar kawin menurut K.U.H.Perdata dan menurut Hukum Adat ". Dalam kedua sistem hukum tersebut, pengaturan masalah anak yang lahir diluar perkawinan itu dalam beberapa hal memperlihatkan perbedaan yang khas. Seperti misalnya dalam K.U.H.Perdata, dianut prinsip bahwa dengan lahirnya anak diluar kawin saja, belum terjalin hubungan kekeluargaan dengan ibu yang melahirkannya. Untuk meletakkan hubungan hukum tersebut harus dilakukan perbuatan hukum yang khusus, yaitu "pengakuan anak". Sedang dalam hukum adat, anak yang lahir diluar kawin itu dengan sendirinya mempunyai hubungan hukum dengan ibunya sejak ia dilahirkan tanpa harus dilakukan perbuatan hukum khusus; dan hubungan kekeluargaan dengan keluarga pihak ibupun terjadi dengan sendirinya sama seperti halnya seorang anak yang sah, hal mana tidak demikian dalam K.U.H.Perdata; belum ada hubungan kekeluargaan antara sianak dengan keluarga pihak ibu yang mengakuinya. Ini disebabkan pandangan hidup yang berbeda diantara orang Barat yang pada umumnya bersifat individualistis, dengan bangsa Indonesia yang lebih mengutamakan sifat kekeluargaan. Tapi disamping perbedaan tersebut tadi, terdapat pula persamaan yang hakiki, yaitu berdasarkan rasa peri kemanusiaan dan rasa keadilan, untuk menolong keadaan anak yang lahir diluar kawin beserta ibunya, dalam kedua sistem hukum tersebut dicarikan jalan keluar yang sebaik-baiknya agar anak tersebut mempunyai kedudukan hukum yang pasti, baik dalam keluarga maupun dalam hukum waris."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S20411
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"In Indonesia society, a lot of 2 children are born outside marriage. Basically the child has no relation with his father, thus in this case inheritance law is not applicable between them according to the Civil Code, the Islamic Law compilation ( kompilasi Hukum Islam) and the Customary Law. His right under the Civil Code will arise after the acknowledgement of his father or mother, while with the father and mother's family after the official statement. Based on the Islamic Law compilation. an illegitimate child is entitled to inheritance right from his mother ang hos mother's family and vice versa. Meanwhile, since no relation with his biological father exists, no in heritance right arise. According to the concept of customary law, an illegitimate children has a civil relationship only with his mother, the refore an illegitimate child will only acquire inheritance from his mother and his mother's family. The child will not be entitled to for the inheritance from his father because there is no civil relationship with his father."
LRUPH 13:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Prasadi
"Menurut Hukum Islam dikenal dua ajaran kewarisan yaitu ajaran kewarisan Patrilinial dan ajaran kewarisan Bilateral yang merupakan hasil ijtihad dari Prof.Dr.Hazairin. Sistem mawali dapat ditemukan pada ajaran kewarisan Bilateral yaitu merupakan penafsiran terhadap Q.IV ; 33 (S. An Nisa). Sedangkan pada ajaran Kewarisan Patrilinial tidak mengenal masalah mawali (ahli waris pengganti). Dan untuk menghadapi masalah mawali ini, maka ajaran Patrilinial menggunakan ajaran Zaid bin Tsabit mengenai perolehan cucu. Karena menurut ajaran Patrilinial, masalah mawali tidak ditegaskan dalam ayat-ayat Al-Qur'an. Dari kedua ajaran tersebut akan timbul perbedaan dalam pembagian hasil warisan mengenai masalah mawali ini. Seperti diketahui bahwa mawali dapat terjadi pada mawali terhadap anak pewaris (cucu), mawali melalui saudara (keponakan), mawali melalui ibu pewaris (Nenek) dan mawali melalui bapak pewaris (kakek/datuk). Apabila kita ambil contoh mengenai perolehan mawali terhadap anak pewaris (cucu) seperti dalam kasus Said bin Bandul tersebut diatas, maka dapat terlihat perbedaannya yaitu: menurut ajaran Patrilinial, cucu tidak berhak mewaris karena terhijab oleh anak laki-laki pewaris, sedangkan menurut ajaran Bilateral, cucu berhak mewaris (mendapat bagian waris) karena cucu merupakan mawali bagi mendiang orang tuanya (anak pewaris). Pengadilan Agama Jakarta Tiraur dalam menghadapi kasus tersebut biasanya mengadakan persetujuan dengan para ahli waris yang lain agar cucu juga dapat mewaris. Karena umumnya Pengadilan Agama menganut ajaran Patrilinial, sedangkan menurut ajaran ini cucu tidak berhak mewaris selama masih ada anak laki-laki. Untuk menghindari hal tersebut, penulis menyarankan agar sebaiknya dibuat suatu ketetapan/peraturan mengenai mawali ini agar terdapat suatu kepastian dalam pembagian warisan tersebut khususnya mengenai mawali. Dan sebagai bahan perbandingan dalam skripsi ini juga dikemukakan mengenai kedudukan dan perolehan ahli waris pengganti yang ditinjau dari segi Hukum Perdata (KUHPerdata)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Martondi
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S21494
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>