Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 82528 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arin Wiludjeng Hartati
"Sebagai salah satu indikator derajat masyarakat An. gka Kematian Balita sangat penting untuk melihat keberhasilan pembangunan bidang kesehatan. Pada saat ini Angka Kernatian Balita Indonesia masih tinggi ibanding· negara ASEAN demikian juga propinsi lawa Timur tennasuk tinggi di pulau Jawa. Angka Kematian Balita tinggi akan menunjtikk:an bahwa ketahanan hidup batita masih rendah. Sehingga pembangunan kesehatan ditekankan untuk menurunkan Angka Kematian Balita dan meningkatkan Ketahanan Hidup Balita. Penelitian ini bertujuan adalah untuk menggambarkan probabili ketahanan hidup balita serta menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan ketahanan hidup balita di propinsi Jawa 'fi ur tahun 2003. Data pada penelitian ini adaUih data SS HK:I tahun 2003, design penelitiannya cross sectional dapat dianalisis dengan analisis survival karena mempunyai informasi waktu (time) dan kejadian (event), waktu pengamatannya mulai bayi lahir sampai umur lima tahun. Sampel berjumlah 5363 balita, terdiri 1388 di wilayah kurnub perkotaan Surabaya dan 3975 di pedesaan Jawa Timur. Analisis data menggunakan aplikasi analisis survival. Analisis mencakup analisis univariat, analisis bivariat dengan metode life tahel dan regresi cox sederhana, dan analisis multivariate dengan regresi cox ganda. Probabilitas ketahanan hidup balita berdasar faktor ibu menurut wilayah tempaf tinggal di perkotaail (80%) dan diperdesaan (63%), umur ibu melahirkan anak terkeeil (< 20 tahun 8.5 %, 20-35 tahun 67%, >36 tahun 33%), . lama ibu menyelesailcim pendidikan (tdk sekolah-tamat SD 57%,·tamat SMP ·74 %, tamat SMP keatas 94%), ukuran LILA(< 23,5 em 73%, >23,5 em 66%), status pekerjaan ibu (tidak bekerja 84%, bekerja 64%), status merokok ibu (tidak merokok 67%, merokok 58%), riwayat melahirkan dengan jarak < 2 tahun (belum pemah 70%m pemah 1-6 kali 35%, bam I kali melahirkan 97%).
Probabilitas ketahanan hidup balita berdasar faktor anak menurut jenis kelamin laki-laki (70%) dan perempuan (64%), berat badan lahir ( BBLN 67 %, BBLR 69%), mendapat vitamin A (tdk dapat 55%, dapat 73%), ASI segera setelah lahir (< 30 menit 68%, >30 menit 67%), penolong persalinan (tidak tenaga kesehatan 54%, tenaga kesehatan 75%), tempat dilahirkan (tidak fasilitas kesehatan 37%, fasilitas kesehatan 68%), pemberian cairan selain ASI (ASI saja 72%, ASI dan cairan lain 66%), pemberian colostrums (tidak diberi 53%, diberi 73%), dapat imunisasi (tidak imunisasi 49%, diimunisasi 77%), nomor urut dilahirkan ( nomor I 94%, nomor 2-3 60%, nomor >4 27%). Probabilitas ketahanan hidup balita berdasar faktor lingkungan menurut sumber air minum (terbuka 65%, tertutup 67%), pembuangan sampah (tidak tettib 54%, tertib 69%), jamban keluarga (terbuka 58%, tertutup 76%), kepadatan kamar tidur (tidak rnemadai 67% memadai 12%). Faktor-faktor yang oerhubungan dengan ketahanan hidup balita adalah fakt r ibu terdiri status merokowilayah tempat inggal, umur ibu, pendidikan ibu, ukuran LILA, pekerjaan ibu, riwayat melahirkan ibu, dan faktor anak terdiri jenis kelamin, urutanlahir, berat badan lahir, dapat vitamin , penolong persalinan, tempat1>ersalinan, ASI segera setelah lahir, pemberian colostrums, ASI

Under-five Mortality Rate is one of health indicators very important for successful health development. Under-five Mortality Rate of Indonesia is higher compared to other ASEAN country, so province East Java higher in Java island. Under­ five Mortality Rate high to show a wild survival is low. Health development to push Under-five Mortality Rate low and child survival to higher. The research's aim is the describe child survival probability and analyzing factors related to child survival in province East Java 2003. The research's is using NSS HKI 2003 Oa' ta. Crmss sectional data on NSS HKI 2003 can be analyze by survival analysis because it contain time and event information. With survey period this baby birth until fiv years old. Sample's amount 5363 Under­ five child, consist 1388 on slum urban Surabaya and 3875 rural in province East Java. Data analysis using survival analysis include analysis univariate, bivariate with life table and simple Cox regression and multivariate with Cox regression complex. Probability child survival based on mother factors accortling to place in urban (80%) and rural (63%), age younger chid (< 20 years old 85%, 0-35 years old 67%, >35 years old 33%), long to finish education graduate secondary 74%, graduate high school 94%), criterion LILA (<23,5 em 73%, > 23,5 em 66%), occupation status (not occupation 84%, occupation 64%), smoking status ( not smoker 67%, smoker 58%), space birth at least 2 years (no 70%,')'es 35%, not yet 97%). Probability child Survival based on child factors according to sex (male 70%, female 64%), birth weight (normal 67%, low 690/o), to get vitamin A (not get 55%, get. 73%), Breast feeding after birth (< 30 mihan 68%, > 30 min 67%), bjrth assistance (not professionals 54%, professionals 75%), birth place (not healthy 37%,. healthy 68%), Breast feeding with other (ASI 72%, ASI with other 66%), to get colostrums (not ge Ketanan hidup. Wiludjeng Hartati, FKM UI+2Q06 55%, get 73%), number of birth (no 1; 94%, no 2-3; 60%, no >4 27%), immunization (not to get 49%, get 77%).
Probability child survival based on environment factors according to water sources (open 65%, close 67%), garbage (not orderly 54%, orderly 69%), family lavatory (open 58%, close 76%), bedroom density (not fully 67%, fully 72%). Related factors with survival analysis to be available mother factors like is smoking status, place, ageyounger child, long to finish education, criterion LILA, occupition status, space birth at least 2 years and child factors like is sex, number of birth, birth weight, to get vitamin A, birth assistance, birth place, Breast feeding with other, to get colostrums, Breast feedL'lg after birth, immunization, environment factors like is lavatory and garbage. Determinant factors child survival in province East Java based on smoking status, place, age younger child, long to finish education, criterion LILA, space birth at least 2 years, to get vitamin A, immunization, number of- birth. Dominant factors based on smoking status so to suggestion no smoking activiting so that child before birth save survival until under-five years old."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T20969
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Santi Puspitasari
"Kekurangan gizi yang terjadi pada masa dalam kandungan hingga usia 2 tahun dapat mengakibatkan terganggunya perkembangan otak, mental dan kemampuan motorik bahkan dapat mengakibatkan cacat permanen kanena 80% tumbuh kembang otak tetjadi pada masa ini. Detisit otak akan sulit terkejar karena masa cepat tumbuh hanya berlangsung sampai usia 18 bulan.
Penclitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berpengaruh dan memprediksi faktor yang paling berperan terhadap status gizi anak baduta di Propinsi Jawa Barat. Penelitian ini merupakan analisis data sekunder “NSS IIKI” putaran 20 dan 22, menggunakan rancangan repezted cross sectional. Populasi dari penelitian ini adalah anak balita (0-23 bulan) di wilayah pcdesaan Jawa Barat. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi pada putaran kc 20 adalah 2232 orang dan putaran 22 adalah 2093 orang. Analisis data meliputi analisis univariabel, bivariabel (regresi Iogistik multinomial sederhana) dan multivariabel (regresi logistik multinomial ganda).
Hasil penelitian menunjukkan terdapat masalah kesehatan masyarakat di Jawa Barat, baik pada musim kemarau maupun musim hujau. Hasil analisis bivariabel pada musim kemarau didapatkan hubungan yang bermakna antara variabcl pcndidikan ibu, status ketja ayah. pengeluaran perkapita dan penyakit infeksi dengan status gizi anak baduta. Sedangkan di musim hujan didapatkan hubungan yang bermakna antara variabel pendidikan ibu dan penyakit infeksi. Dari analisis multivariabcl pada musim kemarau didapatkan hubungan yang bermakna antara pendidikam ibu, status kgrja ayah, pengeluaran perkapita dan penyakit infeksi dengan status gizi baduta. Sedangkan pada musim hujan, didapatkan hubungan yang bcrmakna pada variabel pcndidikan ibu dan penyakit infeksi dengan status gizi. Faktor yang paling dominan pengaruhnya terhadap status gizi anak baduta di musim kemarau adalah adalah status pengeluaran perkapita. Faktor yang paling dominan di musim hujan adalah pendidikan ibu.
Disarankan kepada penanggung jawab program untuk memberikan prioritas penanggulangan masalah gizi pada anak balita. Untuk mengatasi masalah pcrekonomian kelunrga perlu diupayakan suatu cara untuk menambah pcnghasilan keluarga. Perlu diberikan penyuluhan kepada ibu tentang penyakit-penyakit yang dapat diderita oleh anak.

Malnutrition of children under two years old may have a major effect on brain development and can result in permanent mental retardation and motoric ability, because 80% of brain development occurs in this period. Reduced brain growth is irreversible because brain development taking place until 18 months old.
The objectives of this research were to study affecting factors and to predict the rolling factors on nutritional status of under two years children in West Java Province. The ‘NSS HKI” secondary data used in this research were round of 20th and 22nd by repeated cross sectional design. The population of this research was children under two years old in West Java mral area. Based on inclusion and exclusion criteria, it was definite 2232 samples of the 20"‘ round and 2093 samples of the 22“d round. Data were examined by univariate, bivariate and multivariate (multinomial logistic regression) analysis.
The results showed that there was community health problem in West Java both on wet and dry seasons. Bivariate analysis on dry season demonstrated significant correlation among length of schooling for mother, father’s occupation, expenditure per capita and infection diseases with nutritional status of under two years old children. While in wet season, there was significant correlation among length of schooling for mother and infection diseases with nutritional status of under two years children. Expenditure per capita was found as a dominant factor in dry season. Length of schooling for mother was found as a dominant factor in wet season.
It was suggested that program coordinator commit highly priority on resolving malnutrition problem of under two years old children. Improvement of economical status based on local resources must be the important program of the government. Recognizing of the crucial diseases for the children has to be educated to the parents, especially mother.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32036
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Halati
"Defisiensi vitamin A merupakan masalah kesehatan masyarakat pada anak di negara berkembang. Di Indonesia, dalam rangka memberantas defisiensi vitamin A Departemen Kesehatan (Depkes) memberikan Kapsul Vitamin A (KVA) secara gratis setiap bulan Februari dan Agustus kepada anak umur 6-59 bulan.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian KVA di Jawa Tengah (Jateng) dan di Sulawesi Sela tan (Sulsel). Data yang digunakan adalah data dari Nutrition and Health Surveillance System (NSS) yang dikumpulkan oleh Helen Keller International (HKI) bekerjasama dengan Balitbangkes, Depkes pada bulan Maret - Juni 2003.
Cakupan pemberian KVA di Jateng adalah 90.8 % dan di Sulsel adalah 66.8 %. Di Jateng anak umur 6-11 bulan mempunyai peluang yang lebih besar untuk menerima KVA dibandingkan anak umur 48-59 bulan (OR= 1.51, 95% CI 1.09 - 2.08), Di Jateng status gizi yang diukur dengan BBIU berhubungan dengan penerimaan KVA, anak yang underweight mempunyai peluang yang lebih kecil untuk menerima KVA (OR=0.83, 95%CI, 0.70-0.98). Ada hubungan antara status gizi yang diukur dengan BB/TB dalam penerimaan KVA, anak yang wasting mempunyai peluang yang lebih kecil untuk menerima KVA (OR = 0.68, 95% CI, 0.51 - 0.91). Ada hubungan antara ISPA dengan penerimaan KVA. Anak yang menderita ISPA mempunyai peluang yang lebih kecil untuk menerima KVA (OR=0.84, 95%CI:0.70-1.00).
Di Sulsel semakin muda umur anak, peluang untuk mendapatkan KVA semakin besar. Ada hubungan antara diare dengan penerimaan KVA, anak yang diare mempunyai peluang yang lebih kecil untuk menerima KVA. (OR =0.55, 95% CI: 0.42-0.73).
Di kedua propinsi, tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan penerimaan KVA, semakin rendah pendidikan semakin tinggi peluang untuk menerima KVA, semakin rendah pendapatan semakin tinggi peluang untuk mendapatkan KVA. Status gizi (TBIU) tidak berhubungan dengan penerimaan KVA. Tidak ada hubungan antara asupan vitamin A dengan penerimaan KVA, namun demikian asupan vitamin A sangat rendah. Media kampanye melalui radio dan media cetak berhubungan dengan penerimaan KVA, sedangkan media kampanye TV tidak berhubungan dengan penerimaan KVA.
Dari hasil analisis multivariat. faktor-faktor yang berhubungan dengan penerimaan KVA di Jateng adalah terpapar kampanye melalui media cetak (OR = 1.8, 95 %CI 1.51-2,14), partisipasi di Posyandu (OR= 3.57, 95% CI 2.99-4.25) dan wasting (OR=0.68, 95%CI 0.50-0.92). Faktor-faktor yang berhubungan dengan penerimaan KVA di Sulsel adalah terpapar melalui kampanye radio (OR=0.43, 95%CI 1.08-0.90), kampanye melalui media cetak (OR= 96, 95 % CI 1.67- 2.29), partisipasi Posyandu (OR = 4.74. 95% CI 4.03- .57) , Pendidikan : tidak sekolah (OR = 2.35 . 95%CI 1.65-3.34), pendidikan 1-3 tahun (OR=1.76, 95% CI 1.29-2.40), pendidikan 4-6 tahun (OR=1.58, 95 % CI 1.30-1.93) dan pendidikan 7-9 tahun (OR=1.35, 95 % CI 1.08-1.68) Diare (OR 0.52, 95 % CI 0.38- 0.72). Partisipasi ke Posyandu merupakan faktor yang paling berhubungan di kedua propinsi, namun partisipasi ke Posyandu di Sulsel lebih rendah dibandingkan dengan di Jateng . Status gizi dan morbiditas harus mendapat perhatian dalam pemberian KVA, media kampanye panting untuk mensukseskan cakupan pemberian KVA.

Factors That Were Related To Vitamin A Capsule (VAC) Receipt Among Children Aged 6-59 Months In Central Java And South Sulawesi, 2003 (Secondary Data Analyses of the GO I/HKI NSS data , March - June 2003)Vitamin A deficiency is a public health problem among children in developing countries. In Indonesia, in order to combat vitamin A deficiency, Ministry of Health (MOH) distributes the Vitamin A Capsule (VAC) for free in every February and August to children 6 - 59 months.
The aim of the research was to find out factors that were related to Vitamin A Capsule (VAC) receipt in Central Java and South Sulawesi . The Government of Indonesia /Helen Keller International Nutrition and Health Surveillance System (the GOL' KI NSS) data collected in March-June 2003 had been used for this research,VAC coverage in Central Java was 90.8 % and in South Sulawesi was 66.8 %. In Central Java children 6-11 months had a higher chance to receive VAC than children 48-59 months (OR= 1.51, 95% CI 1.09 - 2.08). There was relationship between nutritional status (weight for age) with VAC receipt., underweight children had a lower chance to receive VAC than normal children (OR=0.83, 95%CI, 0.70-0.98). There was a relationship between nutritional status (weight for height) with VAC receipt, wasting children had a lower chance to receive VAC than normal children (OR = 0.68, 95% CI, 0.51 - 0.91). There was relationship between Acute Respiratory Infection (ARI) and VAC receipt, children with ARI had a lower chance to receive VAC (OR=0.84, 95%CI:0.70-1.00).
In South Sulawesi, younger children had a higher chance to receive VAC. There was a relationship among diarrhea and VAC receipt, children with diarrhea had a lower chance to receive VAC (OR =0.55, 95% CI: 0.42-0.73).
In both areas, there was no relationship between sex and VAC receipt, there was relationship among maternal education and VAC receipt, children whose mother had lower education had a higher chance to receive VAC , children whose mother had lower income had a higher chance to receive VAC. There was no relationship among vitamin A intake with VAC receipt, however vitamin A intake was very low. Media campaigns of radio and printed materials had relationship with VAC receipt, but media campaign of TV had no relationship with VAC receipt.
Results from multivariate analyses showed that factors that were related with VAC receipt in Central Java was media campaign of printed materials (OR = 1.8, 95 %CI 1.51-2,14), Posyandu attendance (OR= 3.57, 95% CI 2.99-4.25) and wasting (OR=0.68, 95%CI 0.50-0.92). Factors that were related with VAC receipt in South Sulawesi was media campaign of radio (OR=0.43, 95%CI 1.08-0.90), media campaign of printed materials (OR= .96, 95 % CI 1.67- 2.29), Posyandu attendance (OR = 4.74. 95% CI 4.03- .57) , Education: did not go to school (OR = 2.35 .95%CI 1.65-3.34), 1-3 years of education (OR=1.76, 95% CI 1.29-2.40), 4-6 years of education (OR=1.58, 95 % CI 1.30-1.93) and 7-9 years of education (OR=I.35, 95 % CI 1.08-1.68), diarrhea (OR=0.52, 95 % CI 0.38- 0.72). Posyandu attendance was the main factor that was related to VAC receipt in both areas. However, Posyandu attendance was lower in South Sulawesi than in Central Java. Children nutritional status and morbidity need to be considered in distributing the VAC. Media campaign was important for the success of the VAC coverage.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T12920
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusri Hapsari Utami
"Angka Kematian Bayi di Indonesia masih relatif tinggi, yaitu 35 per l 000 kelahiran' hidup. Salah satu cam untuk menurunkannya adalah dengan memberikan Air Susu Ibu dalam satu jam setelah kelahiran. Proporsi pemberian Air Susu lbu dalam satu jam setelah kelahiran di Indonesia menurut Survei Kesehatan dan Demografi Indonesia hanya 38,7%.
Penelitian ini bertujuan mengetahui proporsi pernberian ASI dalam satu jam setelah kelahiran dan falctor-faktor yang berhubungan serta faktor poling dominan dengan pemberian AS!dalam satu jam setelah kelahiran di Jawa Barat dan Jawa Thnur pada tahun 2003 dengan menggunakan data sekunder ASUH 2003. Desain yang digunakan adalah cross sectional. Populasi studi adalah semua rumah tangga yang tinggal di 4 kabupaten di Jawa barat, yaotu: Cirebon, Cianjur, Ciamis dan Karawang serta di 4 kabupaten di propinsi Jawa Timur, yaitu: Kediri, Blitar, Mojokerto dan Pasuruan, pada tahun 2003. Sampel adalah ibu yang mempunyai bayi berusia 12 bulan, yaitu sebanyak 2240 responden. Analisis data diolah secara statistik analisis univariat, bivariat menggunakan Chi Square dan multivariate dengen Multiple Regression Logistik.
Hasil analisis menemukan proposi pemberian ASI dalam satu jam setelah kelahiran bayi, sebesar 26,3%. Faktor yang berhubungan bermakna dengan pemberian ASI dalam satu jam setelah kelahiran tersebut adalah niat Ibu, pengetahuan ibu dan tempat persalinan. Pada variabel ini didapatkan peluang ibu yang berniat memberikan ASI sebesar 9,387 kali dibandingkan ibu yang tidak bemiat memberikan AS!dalam satu jam setelah kelahiran (95% CI I,572-56,072). Sementara peluang ibu memberikan AS! sebesar 8,251 (95% CI 6,581-10,343) pada ibu yang berpengetahuan baik dibandingkan ibu yang bepengetahuan kurang tentang AS!dalam satu jam. Sementara tempat persali_nan pe!uangnya 0,758 (95% 0,613-0,939) pada tempat persalinan pelayanan kesehatan dibandingkan yang bukan tempat pelayanan kesehatan. Pada analisis muultivariat dikelahui faktor yang paling dominan adalah niat ibu untuk memberikan ASI dalam satu jam setelah kelalriran.
Kesimpulannya pemberian AS!dalam satu jam kelahiran proporsinya masih rendah. Dengan adanya pengetahuan yang baik dan niat untuk memberiken ASI dalam satu jam diharapkan proporsi ibu yang akan melahirkan agar memberikan ASI dalam satu jam kelahiran akan meningkat. Pada pelayanan di tempat kesehatan diharapkan adanya peningkatan pemberian ASI dalam satu jam setetah kelahiran."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32015
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Magdalena
"Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi penyebab utama banyaknya angka kematian pada anak-anak di bawah usia lima tahun diantara penyakit lainnya seperti AIDS, malaria dan campak disebut juga. Pneumonia pada balita dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor karakteristik balita, ibu responden dan lingkungan tempat tinggal di Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor yang paling berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita di Provinsi Jawa Barat. Metode penelitian menggunakan cross-sectional dengan menggunakan data sekunder dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2017 Provinsi Jawa Barat dengan populasi penelitian sebanyak 196 balita yang mengalami pneumonia. Hasil analisis menunjukkan sebanyak 69,9% persen balita mengalami pneumonia di Provinsi Jawa Barat. Riwayat berat lahir balita dan bahan bakar tidak memenuhi syarat yang digunakan untuk memasak berhubungan secara signifikan terhadap pneumonia pada balita dengan nilai OR 95%CI masing-masing 1,105 (1,047-1,166), 9,915 (1,298-75,708). Bahan bakar tidak memenuhi syarat yang digunakan untuk memasak merupakan variabel yang paling dominan terhadap kejadian pneumonia pada balita di Provinsi Jawa Barat

Pneumonia is a disease that is the main cause of the number of deaths in children under the age of five years among other diseases such as AIDS, malaria and measles are also mentioned. Pneumonia in children under five is influenced by several factors such as the characteristics of children under five, the respondent's mother and the environment in which they live in West Java Province. The research method used is cross-sectional using secondary data from the Indonesian Demographic and Health Survey, 2017 West Java Province with populatiof 196 children who had pneumonia. The analysis showed that 69.9% percent of children under five had pneumonia in West Java Province. History of birth weight, where children live and fuel used for cooking were significantly associated with pneumonia in children under five with OR 95% CI values ​​of 1.105 (1.047-1.166), 0.557 (0.212-1.464), 9.915 (1.298-75.708), respectively. ). Age children, exclusive breastfeeding, history of vitamin A administration, completeness of vitamin DPT, and maternal knowledge had no significant relationship. Fuel used for cooking is the most dominant variable on the incidence of pneumonia in children under five in West Java Province."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Fikry Al Akrom
"Malnutrisi merupakan kontributor tunggal dan terbesar tingginya morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. WHO mengestimasikan bahwa 45% kematian balita disebabkan karena masalah kekurangan gizi. Pada tahun 2018, wasting (salah satu bentuk kekurangan gizi) menempati peringkat kedua penyebab kematian pada balita di dunia. Di Indonesia, wasting masih menjadi masalah kesehatan yang serius, dengan prevalensi kasus sebesar 10,2%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gizi kurang (wasting) pada balita usia 0-59 bulan di Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Indonesia Family Life Survey (IFLS) ke-5 tahun 2014. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan desain studi cross-sectional. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 587 balita yang menjadi responden IFLS 5. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi kejadian wasting pada balita adalah 9,71%. Hasil uji statistik chi-square menunjukkan bahwa terdapat hubungan (p≤0,05) antara riwayat penyakit infeksi dan status pekerjaan ibu dengan kejadian wasting pada balita. Perhitungan derajat asosiasi menggunakan prevalence odds ratio (POR), menunjukkan bahwa peluang kejadian wasting lebih tinggi pada balita berumur 0-23 bulan (POR=1,70), berjenis kelamin laki-laki (POR=1,48), memiliki riwayat penyakit infeksi (POR=2,37), tidak diberikan ASI eksklusif (POR=1,15), diberikan MP-ASI pada waktu < 6 bulan (POR=1,57), memiliki riwayat BBLR (POR=1,66), memiliki ayah berpendidikan rendah (POR=1,09), ibu yang bekerja (POR=1,93), dan ayah yang tidak bekerja (POR=1,04). Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama antara pembuat kebijakan/program dan masyarakat untuk dapat memberikan intervensi dan tatalaksana yang tepat terhadap balita yang mengalami wasting, serta memberikan edukasi faktor risiko wasting kepada keluarga balita (khususnya yang mengasuh balita) dan masyarakat.

Malnutrition is the single largest contributor to high morbidity and mortality worldwide. The WHO estimates that 45% of under-five deaths are due to malnutrition. In 2018, wasting (a form of malnutrition) ranked as the second leading cause of death among children under five in the world. In Indonesia, wasting remains a serious public health problem, with a prevalence rate of 10.2%. This study aims to determine the factors associated with the incidence of wasting among children under the age of 0-59 months in East Java Province. This study used secondary data from the 5th Indonesia Family Life Survey (IFLS) in 2014. This study used a quantitative approach, with a cross-sectional study design. The number of samples used in this study was 587 toddlers who were part of IFLS 5 respondents. The results showed the prevalence of wasting in toddlers was 9.71%. The results of the chi-square statistical test showed that there was an association (p≤0.05) between the history of infectious diseases and mother's employment status with the incidence of wasting in toddlers. The degree of association calculation using the prevalence odds ratio (POR), showed that the odds of wasting was higher in children aged 0-23 months (POR = 1.70), being male (POR = 1.48), had a history of infectious diseases (POR = 2, 37), not exclusively breastfed (POR=1.15), given complementary food at <6 months (POR=1.57), had a history of LBW/low birth weight (POR=1.66), had a father with low education (POR=1.09), a working mother (POR=1.93), and a non-working father (POR=1.04). Therefore, joint efforts between policy and programme makers with the community are needed to be able to provide appropriate interventions and treatment for toddlers who experience wasting, as well as educate the risk factors for wasting to families of toddlers (especially those who took care for toddlers) and the community."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azrimaidaliza
"Hasil pemantauan gizi dan kesehatan (Nutrition and Health Surveillance System/NSS) tahun I999-2003 menunjukkan tingginya prevalensi gizi kurang (berat badan menurut umur <-2 SD dari median NCHS), yaitu di atas 30% (klasifikasi WHO) pada balita di daerah kumuh perkotaan maupun pedesaan. Prevalensi gizi kurang tersebut lebih tinggi di daerah kumuh perkotaan dibandingkan daerah kumuh pedesaan. Kota Jakarta merupakan salah satu daerah kumuh perkotaan yang terrnasuk dalam daerah pengumpulan data NSS. Di daerah ini, prevalensi gizi kurang tinggi pada anak usia 12-23 bulan (Juni-September 2003), yaitu 42% dan prevalensi ASI eksklusif paling rendah dibandingkan dengan ketiga daerah kumuh perkotaan lainnya (Surabaya, Semarang dan Makassar), yaitu hanya 1%.
Penelitian ini merupakan penelitian survei menggunakan data sekunder NSS yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak umur 6-24 bulan daerah kumuh perkotaan di Jakarta tahun 2003. Jumlah sampel sebanyak 1031 anak dan analisis data meliputi univariat, bivariat dan multivariat. Analisis multivariat menggunakan analisis Regresi Logistik Ganda.
Hasil penelitian menunjukkan anak umur 18-24 bulan berisiko mengalami gizi kurang 3,041 kali dan anak umur 12-17 bulan berisiko mengalami gizi kurang 2,443 kali dibanding anak umur 6-11 bulan. Kemudian anak dengan berat badan lahir < 2,5 kg berisiko mengalami gizi kurang 3,018 kali dibanding anak dengan berat badan lahir > 2,5 kg. Selanjutnya ibu dengan IMT S 18,5 berisiko mempunyai anak gizi kurang sebesar 1,828 kali dibanding ibu dengan IMT > 18,5. Adapun keluarga dengan jumlah balita > 2 orang berisiko mempunyai anak gizi kurang 1,407 kali dibanding keluarga dengan jumlah balita 1 orang. Faktor paling dominan berhubungan dengan status gizi anak adalah umur bayi/anak berikutnya berat badan lahir, IMT ibu dan jumlah balita. Umur bayi/anak terutama umur 18-24 bulan berisiko lebih besar menderita gizi kurang karena pada umur tersebut anak mulai mengalarni gangguan pertumbuhan akibat efek kurnulatif dani faktor ASI dan makanan yang tidal( diberikan secara adekuat pada umur sebelumnya. Di samping itu, anak mempunyai riwayat berat badan lahir rendah sehingga sulit mengejar ketinggalan pertumbuhannya, status gizi ibu yang kurang balk dan banyaknya balita dalam keluarga berdampak pada pertumbuhan anak. Oleh karena itu, perlu pemantauan status gizi anak, status gizi ibu prahamil, selama hamil dan pasta hamil. Selain itu, perlu penyuluhan mengenai pemberian MP-ASI umur 4-6 bulan dan pemberian makanan tambahan pada anak serta suplementasi vitamin pada ibu.

Nutrition and Health Surveillance System (NSS) year 1999-2003 shows prevalence of underweight (weight for age < -2 SD from NCHS median) is very high , that is above 30% (WHO classification) on infant at rural and urban slum areas. An underweight prevalence at urban slum areas is higher than rural slum areas. Jakarta is the one of slum area that include in NSS data collection area. In this area, prevalence of underweight children 12-23 months of age (June-September 2003), is 42% and prevalence of exclusive breastfeeding is the lowest compared with other three urban slum areas (Surabaya, Semarang and Makassar), is only 1%.
This research is a survey research using NSS secondary data that aimed to identify factors that related with nutrient status of children 6-24 months of age in urban slum of Jakarta year 2003. Total sample are 1031 children and data analysis consist of univariate, bivariate and multivariate. Multivariate analysis use double logistic regression analysis.
Research result show child 18-24 months of age have risk in having underweight 3,041 times and child 12-17 months of age have risk in having underweight 2,443 times compared with child 6-11 months of age. Moreover, child with birth weight < 2,5 kilo have risk in having underweight 3,018 times compared with child with birth weight >. 2,5 kilo. While mother with Body Mass Index (BMI)
BMI > 18,5. Meanwhile family with under-five child member > 2 have risk 1,407 times in having underweight child compared to family with one under-five child member. The most dominant factor related to child nutrient status is child age, after that birth weight, mother's BMI and under-five child member. Child 18-24 months of age have bigger risk in having underweight because, at that age, the child begin to have growth problem result from cumulative effect from breastfeeding factor and not enough food given at previous age. Besides that, child with low birth weight record is difficult to catch up their growth, mother nutrient status and the amount of under-five child impact to child growth. Thus, the need of children nutrient status surveillance, mother nutrient status of before pregnancy, during pregnancy and after pregnancy. Besides that, the need of health promotion about complementary feeding 4-6 month age and extra food distribution to child and vitamin supplement to mother."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T20084
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Sari Wanodya
"Penyakit diare pada balita merupakan salah satu masalah ancaman kesehatan global. Kematian balita di Indonesia paling tinggi disebabkan oleh diare pada tahun 2019. Berdasarkan kasus yang dilayani di fasilitas kesehatan di tahun 2019, Provinsi Jawa Barat berada di urutan pertama sebesar 347.078 diare pada balita. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui secara spasial kejadian diare balita di wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2019. Data pada penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersifat open source dari Dinas Kesehatan Jawa Barat dan BPS Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi dengan analisis spasial. Persentase diare balita tertinggi berada di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi dan diikuti oleh Kabupaten Garut. Faktor yang menjadi penentu diare balita berbeda di tiap wilayah meliputi faktor fasilitas pelayanan kesehatan, faktor perilaku, faktor lingkungan, dan faktor indeks pembangunan manusia. Beragamnya faktor penentu diare balita di tiap wilayah menyebabkan perlunya intervensi dan kebijakan yang berbeda-beda di tiap wilayah sesuai dengan faktor penentu yang paling berpengaruh terhadap diare balita.

Diarrhea in children under five is one of the global health threats. The highest under-five mortality in Indonesia was caused by diarrhea in 2019. Based on cases served at health facilities in 2019, West Java Province was in first place with 347,078 diarrhea in children under five. The purpose of this study was to find out spatially the incidence of diarrhea in children under five in the district/city in West Java Province in 2019. The data in this study used opensource secondary data from the Dinas Kesehatan and BPS. This research uses an ecological study design with spatial analysis. The highest percentage of under-five diarrhea was in Bogor Regency, Sukabumi Regency and followed by Garut Regency. Factors that determine diarrhea in children under five are different in each region, including health care facilities, behavioral factors, environmental factors, and human development index factors. The various factors of toddler diarrhea in each region lead to the need for different interventions and policies in each region according to the most influential factors of toddler diarrhea."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Fikriyah
"Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena masih menjadi penyebab kematian yang cukup tinggi di Indonesia. Pada tahun 2015, prevalensi balita yang meninggal karena diare secara global sebesar 9% (UNICEF, 2016). Berdasarkan data dari Riskesdas tahun 2013, insiden diare pada kelompok usia balita di Indonesia adalah 10,2%. Berdasarkan Riskesdas tahun 2013, prevalensi diare di provinsi Jawa Barat sebesar 7,5%, kemudian pada Riskesdas tahun 2018 prevalensi diare di provinsi Jawa Barat meningkat menjadi sebesar 8,6%. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita di Provinsi Jawa Barat tahun 2017. Penelitian ini menggunakan desain studi Cross Sectional. Data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017. Sampel yang digunakan adalah balita berusia 0-59 bulan di Provinsi Jawa Barat yang terdata di SDKI 2017, dan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi adalah sebanyak 1.554 balita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi kejadian diare pada balita di Provinsi Jawa Barat tahun 2017 adalah sebesar 15,6% (242 balita). Hasil uji bivariat menunjukkan faktor yang berhubungan dengan kejadian diare adalah balita usia ≤ 1 tahun (OR 1,62; 95% CI 1,23-2,13; p=0,001), sarana sanitasi (OR 1,52; 95% CI 1,14-2,03; p=0,005), dan sumber air minum (OR 1,34; 95% CI 1,01-1,79; p=0,047). Salah satu cara untuk mencegah terjadinya diare pada balita adalah dengan menjaga kebersihan lingkungan serta menerapkan pola hidup bersih dan sehat.

Disease is still a public health problem because it is still a fairly high cause of death in Indonesia. In 2015, the prevalence of children under five years who died from diarrhea globally was 9% (UNICEF, 2016). Based on Riskesdas data in 2018 the incidence of diarrhea in Indonesia was 10,2%. Based on Riskesdas data in 2013 the prevalence of diarrhea in West Java province was 7,5%, then based on Riskesdas in 2018 the prevalence of diarrhea in West Java province increased to 8.6%. The purpose of this research is to find out the description of the factors that associated with the incidence of diarrhea in children under five years in West Java Province in 2017. This study uses a Cross Sectional study design. Data that used is secondary data based from the Demographic Survey and Indonesian Health (IDHS) in 2017. The sample used is children aged 0-59 months in West Java Province, recorded in the 2017 IDHS, and samples that meet the inclusion and exclusion criteria are 1.554 children. The research result showed that the prevalence of diarrhea in West Java province in 2017 was 15,6% (242 children). The results of the bivariate test showed that the factors associated with the incidence of diarrhea were children aged ≤ 1 year (OR 1,62; 95% CI 1,23-2,13; p=0,001), sanitation facilities (OR 1,52; 95% CI 1,14-2,03; p=0,005), and source of drinking water (OR 1,34; 95% CI 1,01-1,79; p=0,047). To prevent diarrhea in children under five years is keep the environmental clean and healthy lifestyle."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Amran
"Pada Tahun 2003, cakupan perilaku ibu yang rnemberikan ASI eksklusif pada bayi di Propinsi Jawa Barat dan Jawa Timur masih rendah, yaitu masing-masing 0,83 % dan 0,90 %. Rendahnya angka cakupan perilaku ibu dalam memberikan ASI eksklusif ini diperkirakan karena belum dilakukannya pengkajian ilmiah mengenai perilaku ibu tersebut secara komprehensif dengan metode yang mernadai secara subtansial. Oleh karena itu dilakukan metode yang memadai dengan suatu pendekatan multilevel modeling untuk mengetahui peranan faktor individu dan faktor kontekstual terhadap perilaku ibu dalam pemberian ASI eksklusif pada bayi.
Desain penelitian adalah cross-sectional pada 989 orang ibu menyusui dan 164 kepala desa dari 8 kabupaten yang terdapat di propinsi Jawa Barat dan Jawa Timur pada tahun 2003. Analisis data yang digunakan adalah analisis regresi logistik Multilevel.
Dari data yang diperoleh, diketahui bahwa proporsi ibu yang memberikan ASI eksklusif adalah 1,72 %. Penelitian ini menemukan bahwa faktor-faktor di level individu mempunyai peran yang lebih besar dari pada faktor di level desa terhadap perilaku ibu dalam memberikan ASI eksklusif. Faktor-faktor di level individu yang berperan terhadap perilaku ibu dalam memberikan ASI eksklusif adalah paritas, pengetahuan ibu, kontrasepsi dan ASI segera. Sedangkan faktor di level desa yang berperan terhadap perilaku ibu dalam memberikan ASI eksklusif adalah keterlibatan kepala desa dalam program KIA. Dari hasil penelitian diketahui faktor paritas, kontrasepsi dan pengetahuan ibu mempunyai efek menghambat artinya perilaku ibu dalam memberikan ASI eksklusif dapat terhambat dengan adanya peningkatan jumlah paritas, pernakaian kontrasepsi dan rendahnya pengetahuan ibu. Sedangkan faktor pemberian ASI segera dan keterlibatan kepala desa dalam pelaksanaan program KIA mempunyai efek pendorong perilaku ibu dalam memberikan ASI eksklusif.
Berdasarkan hal diatas perlu dilakukan kerjasama lintas sektor terutama di tingkat desa yang dimaksud kepala desa, agar terjadi pemerataan hasil program-program kesehatan terutama program ASI eksklusif. Selain itu perlu dilakukan pengkajian yang lebih mendalam yang mencakup variabel komposisional dan kontekstual dengan pendekatan yang lebih memadai seperti multilevel modelling agar didapatkan model yang lebih memadai dalam menjelaskan variasi perilaku ibu dalam memberikan ASI eksklusif."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21116
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>