Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121926 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Edwan NS
"Latar Belakang : Penyakit TB Paru adalah penyakit menular langsung )yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Lahir dari 90% kasus TB Paru ditemukan di negara berkembang. Di Indonesia penyakit TB Paru masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat Di Kecamatan Tebet jumlah penderita TB Paru pada tahun 2006 adalah 262 kasus meningkat menjadi 284 kasus pada tahun 2007. Peranan fuktor llnglamgan fisik dalam rumah menentukan penyebaran penyakit TB Paru, sehingga dalam penanggulangan TB Pary yang komprehensif harus memperhatikan fuktor lingkungan fisik dalam rumah. Pada tahun 2007, cakupan rumah sehat di Kecamatan Tebet hanya 40-50o/o, hal ini diduga memperbesar timbulnya penularan TB Paru.
Tujuan : Penelitian ini untuk. melihat hubungan lingkungan fisik dalam rumah dengan kejadian TB Paru BTA (+) di Kecamatan Tebet Kota Administrasi Jakarta Selatan tahwt 2008.
Metode : Desain studi kasus control dengan 50 kasus )'!lng diambil deri peoderita TB Paru BTA (+) di Puskesmas Kecamatan Tebet dan 50 kontrol yang diambil dari penderita TB Paru BTA (-).
Hasil : Analisis multivariate lingkungan fisik dalam rumah )'!lng berhubungan dengan kejadian TB Paru BTA (+) adalah : kelembaban dalam rumah <40% atau >70% (OR :3,25 95% Cl 1,29-8,21). Dari faktor resiko kebiasaan perilaku penghuni didalam rumah hanya lama merokok > I 0 tahun yang bermakna (OR:4,09 95% CI 1,24-13,51).
Kesimpulan: faktor lingkungan fisik rumah yang paling dominan terbadap kejadian TB Paru BTA (+) di Kecamatan Tebet Kota Adrninistrnsi Jakarta Selatan tabun 2008 adalah lama merokok > I 0 tahun setelah dikontrol dengan kelembahan dalam rumah.
Saran : Kerjasama lintas sektoral dalam penataan desain dan konstruksi rumah sehat bila ada penataan ulang perumahan serta melakukan penyuluhan menganai rumah sehat.

Background : Pulmonary Tb, is an infective-contagious disease caused by Mycobacterium tubercoulosis. More than 90% of global pulmonary TB cases occw: in the developing countries.TB remains an important public health problem in Indonesia. The occurrence of pulmonary TB in Municipality of South Jakarta in the year of 2006 are 262 cases and increase to 284 cases in 2007. Physical Environment condition of the house i:s one factor that playing important role in Pulmonary TB spreading, especially the coverage of healthy housing in City of South Jakarta only 40-50".4 in 2007.
Objectives : to investigate the relation between physical environment of the house with occurrence of pulmonary TB in municipality of South Jakarta.
Methods ; this case-control study design used 50 cases aed 50 controls. Those respondents had been taken from Public Health CentO£ ofTebet Subdistrict.
Results : Based on multivariate analysis housing conditions that influenced the risk of pulmonary TB are: the level of humidity of the house less than 40% or more than 70% (OR; 3,25 95%CI 1,29·8,21). In addition, of daily habit factors only 1ength consumption of smoke more than 10 years is significant associated (OR ; 4,09 95%Cll,24-13,51).
Suggestion : TB control progrmn in Tebet Subdistrict should coordinates with other department to improve housing design and give health promotion activities about healthy house.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T20970
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sulis Kadarwati
"Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit berbasis lingkungan yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan dunia, dimana sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh mycobacterium tuberculosis.
Berdasarkan data dari Sudin Kesehatan Jakarta Selatan, pada tahun 2011 Kecamatan Pesanggrahan merupakan salah satu Puskesmas dengan angka penderita TB Paru BTA (+) yang tinggi yaitu sebesar 249 kasus dari 1.893 kasus di Wilayah Jakarta Selatan. Data pada bulan Januari – Oktober 2012 Kelurahan Petukangan Selatan merupakan kelurahan yang paling banyak jumlah penderitanya se-Kecamatan Pesanggrahan dengan jumlah kasus sebanyak 33 kasus dari 174 kasus.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kualitas lingkungan fisik rumah dan karakteristik individu dengan kejadian TB Paru BTA (+) di Kelurahan Petukangan Selatan Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2012.
Metode penelitian ini menggunakan desain studi kasus kontrol dengan perbandingan 1 : 1 dimana sampel adalah total populasi yaitu 31 penderita TB Paru BTA (+) sebagai kasus dan 31 untuk kontrol.
Hasil uji analisis bivariat didapatkan bahwa kualitas lingkungan fisik : kepadatan hunian (p=0,3; OR=1,96), ventilasi (p=0,02; OR=6,038), pencahayaan (p=0,00; OR=8,266), kelembaban (p=0,041; OR=3,325), suhu (p=0,062; OR=3,241) dan karakteristik individu : tingkat pengetahuan (p=0,71; OR=2,968), riwayat kontak (p=0,049; OR=3,756).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas lingkungan fisik rumah dan karakteristik individu yang berhubungan dengan kejadian TB Paru BTA (+) di Kelurahan Petukangan Selatan Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2012 adalah ventilasi, pencahayaan, kelembaban dan riwayat kontak.
Oleh karena itu disarankan agar pelayanan pada penderita TB Paru di Puskesmas/ layanan kesehatan tidak hanya pada pengobatan pasien saja, tetapi diarahkan untuk berkonsultasi ke klinik sanitasi guna mendapatkan pembinaan dan penyuluhan tentang rumah sehat. Pembinaan kepada masyarakat lebih diarahkan kepada pemberdayaan masyarakat itu sendiri didalam upaya untuk mencegah penularan TB Paru di wilayahnya.

Tuberculosis is a disease-based environment caused by the bacteria Mycobacterium tuberculosis. This disease remains a global health problem, with approximately one-third of the world's population has been infected with mycobacterium tuberculosis.
Based on data from the South Jakarta Health Agency, in 2011 Pesanggrahan District is one of the health centers with rates of pulmonary TB smear (+) high is equal to 249 cases of 1,893 cases in the area of ​​South Jakarta. The data in January - October 2012 Petukangan Village South is a village of the most number of patients as the number of cases Pesanggrahan district as many as 33 cases of the 174 cases.
The purpose of this study was to determine the relationship of the quality of the physical environment and individual characteristics with the incidence of pulmonary TB smear (+) in the Village of South Petukangan Houses South Jakarta District in 2012.
This research method using a case-control study design with a ratio of 1: 1 where the sample is the total population of the 31 patients with pulmonary TB smear (+) as cases and 31 for controls.
The test results bivariate analysis found that the quality of the physical environment: residential density (p = 0.3; OR = 1.96), ventilation (p = 0.02; OR = 6.038), lighting (p = 0.00; OR = 8.266 ), moisture (p = 0.041; OR = 3.325), temperature (p = 0.062; OR = 3.241) and individual characteristics: the level of knowledge (p = 0.71; OR = 2.968), history of contact (p = 0.049; OR = 3.756).
Based on these results it can be concluded that the quality of the physical environment and individual characteristics related to the incidence of pulmonary TB smear (+) in the Village of South Petukangan South Jakarta District Guest Houses 2012 is ventilation, lighting, humidity and contact history.
Therefore, it is suggested that in patients with pulmonary TB services at the health center / health care not only in the treatment of patients, but are directed to consult the clinic sanitation in order to obtain guidance and counseling on healthy home. Guidance to the public more geared to the empowerment of the people themselves in efforts to prevent the transmission of pulmonary TB in the region.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S45423
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuyun Ayunah
"Penyakit Tuberkulosis saat ini masih menjadi masalah kesehatan dunia, menurut WHO 9 (sembilan) juta orang penduduk dunia setiap tahunnya menderita TB Paru. Diperkirakan 95% penderita TB Paru berada di negara berkembang. Indonesia merupakan penyumbang TB Paru terbesar setelah India dan Cina. Kematian akibat TB Paru di Indonesia 25% dari kematian akibat lainnya. Di Kecamatan Cilandak jumlah penderita TB Paru tahun 2007 adalah 224 kasus sebagai penyumbang kasus TB Paru BTA (+) cukup banyak. Resiko terjadinya penularan tuberculosis paru dipengaruhi kedaan rumah yang tidak memenuhi syarat. Pencapaian program tentang Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman (PKLP) dari 27.923 rumah yang ada di wilayah kecamatan Cilandak hanya 500 rumah yang diperiksa atau sekitar 1.79%, hal ini diduga memperbesar timbulnya penularan TB Paru BTA (+).
Tujuan Penelitian ini untuk melihat hubungan kualitas lingkungan fisik rumah dengan kejadian Tuberkulosis Paru BTA positif di Kecamatan Cilandak Kota Administarsi Jakarta Selatan tahun 2008. Metode penelitian ini menggunakan disain studi kasus kontrol perbandingan 1:1 dengan 50 kasus penderita TB Paru BTA (+) dan 50 kontrol penderita TB Paru BTA (-). Kasus kontrol diperoleh dari Puskesmas Kecamatan Cilandak. Hasil Analisis bivariate lingkungan fisik dalam rumah yang berhubungan dengan kejadian TB Paru BTA (+) adalah ventilasi dalam rumah < 20 % (OR = 9,333, 95% CI = 1.121 - 77.7041. p=0,031). Sedangkan faktor resiko yang lain adalah kebiasaan /perilaku penghuni didalam rumah antara kelompok kasus dan kontrol semuanya membuang dahak sembarangan diperoleh nilai p=0,000 artinya perilaku buruk tersebut merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya penyakit TB Paru
Kesimpulan yang dapat diambil yaitu lingkungan fisik rumah yang berhubungan dengan kejadian TB Paru BTA (+) di Kecamatan Cilandak Kotif Jakarta Selatan tahun 2008 adalah ventilasi rumah dan perilaku membuang dahak. Oleh karena itu saran peneliti bagi Suku Dinas Kotif Jakarta Selatan, Dinas PU dan Dinas tenaga kerja adanya kerjasama lintas sektoral dan lintas program dalam penataan desain dan kontruksi rumah sehat bila ada penataan ulang perumahan. Bagi Puskesmas Kecamatan Cilandak melakukan upaya penyuluhan mengenai rumah sehat dan kebiasaan yang sehat (PHBS)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Jaya
"Pemberantasan dan pengobatan penyakit TB paru belum memperlihatkan hasil yang memuaskan, diperkirakan ada 500.000 penderita baru setiap tahunnya dan 175.000 diantaranya akan meninggal. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kemungkinan adanya hubungan antara faktor resiko lingkungan dengan terjadinya penyakit TB paru.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Aceh Barat dengan menggunakaan desain kasus kontrol. Sebagai responden diambil 79 orang penderita TB paru BTA (+), dengan jumlah yang sama juga diambil sebagai kontrol yang dipilih secara purposif dari 671 penderita tersangka yang terdaftar dalam registrasi TB Kabupaten. Keadaan ventilasi, kelembaban, pencahayaan sinar matahari dan konstruksi lantai yang berhubungan dengan rumah responden diobservasi sebagai faktor Iingkungan fisik, sedangkan data demografi diperoleh dari hasil interview oleh petugas Puskesmas yang telah dilatih. Data lingkungan fisik dan demografi diuji dengan menggunakan analisis univariat, bivariat dan mullivariat untuk mcnentukan dislribusi frekuensi, adanya hubungan dan kekuatan hubungan antara faktor lingkungan sebagai variabel bebas dan penderita TB paru BTA(+) sebagai variabel terikat.
Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa responden TB paru laki-laki dengan BTA(+) diperkirakan 2 kali lebih besar dari responden wanita. Dari mereka yang terkena TB paru BTA (+), 49,3% diantaranya berada pada usia produklif (25-44). Sekitar 30% dari responden yang terinfeksi TB adalah mareka yang berpendidikan rendah dan sedang (SDISLTP). Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya kontak penularan serumah, ventilasi kamar tidur yang jelek dan kepadatan penghuni sekamar secara statistik mempunyai hubungan yang signifikan dengan terjadinya TB pare BTA positif, dengan nilai Odd Ratio 3,36 (p=0,035); 2,82 (p=0,001) dan 2,12 (0,028). Diantara faktor-faktor resiko lingkungan tersebut, analisis muitivarial menunjukkan bahwa ventilasi kamar tidur merupakan variabel yang paling kuat hubungannya dengan terjadinya penularan TB paru (OR = 1,63; p = 0,005). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kualitas udara dalam rumah ikut berperan terjadinya TB paru BTA (+)."
2000
T3368
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didik Supriyono
"Penyakit tuberkulosis paru di Kabupaten Bogor merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius dengan jumlah kasus TB Paru BTA (+) tentu meningkat dari 744 tahun 1999 menjadi 1410 tahun 2002. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor risiko lingkungan fisik rumah, karakteristik individu dan kebiasaan kegiatan yang dilakukan penghuni di dalam rumah dengan kejadian penyakit TB Paru BTA (+).
Studi kasus kontrol telah dilaksanakan di Wilayah Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor dengan 125 kasus TB Paru BTA (+) dart 125 kasus TB Paru BTA (-). Untuk menentukan kasus dan kontrol dilakukan pengambilan data dari register TB 01, TB 03, TB 04 dan TB 06 yang berasal dari puskesmas. Data faktor risiko lingkungan fisik rumah dikumpulkan dengan cara observasi dan pengukuran meliputi sinar matahari masuk ke dalam ruangan rumah, sinar matahari masuk ke kamar tidur, luas ventilasi rumah, kelembaban rumah, kepadatan hunian, keadaan terbukanya jendela ruangan rumah, keadaan terbukanya jendela kamar tidur, jenis lantai dan jenis dinding rumah. Data karakteristik individu dikumpulkan dengan cara wawancara meliputi umur, jenis kelamin, dan status imunisasi. Data faktor risiko kebiasaan kegiatan yang dilakukan penghuni di dalam rumah dikumpulkan dengan cara observasi, meliputi kebiasaan merokok, penggunaan obat nyamuk bakar, penggunaan bahan bakar untuk memasak dan kebiasaan membersihkan lantai rumah. Seluruh data yang terkumpul selanjutnya dianalisis secara bivariat dan multivariat.
Hasil analisis bivariat menunjukan bahwa ada 5 variabel faktor risiko lingkungan fisik rumah yang menunjukan hubungan bermakna dengan kejadian penyakit TB Part BTA (+) yaitu sinar matahari masuk ke dalam ruangan rumah (p = 0,000, OR = 5,525 & 95% CI = 3,155-9,674), sinar matahari masuk ke dalam kamar tidur (p = 0,000, OR = 7,098 & 95% CI = 4,045-I2,455), luas ventilasi rumah (p = 0,000, OR = 5,196 & 95% CI = 2,992-9,026), keadaan terbukanya jendela ruangan rumah (p = 0,000, OR - 3,218 & 95% CI = 1,875-5,521) dan keadaan terbukanya jendela kamar tidur (p = 0,000, OR = 6,780 & 95% CI = 3,887-12,140). Dari faktor risiko kebiasaan kegiatan yang dilakukan penghuni di dalam rumah hanya kebiasaan membersihkan lantai rumah yang bermakna (p = 0,003, OR = 4,319 & 95% CI = 1,188-15,701). Selanjutnya, analisis multivariat menunjukan bahwa variabel yang paling dominan dalam mempenganihi terjadinya penyakit TB Paru BTA (+) adalah luas ventilasi rumah. Model persamaan regresi logistik menunjukan bahwa seseorang dengan faktor risiko tinggal di rumah dengan tidak ada sinar matahari yang masuk ke kamar tidur, luas ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat dan tidak terbukanya jendela kamar tidur mempunyai probabilitas untuk menderita penyakit TB Pani sebesar 19 kali lebilh besar dibandingkan dengan seseorang yang tidak mempunyai faktor risiko tersebut. Dapat disimpulkan bahwa lingkungan fisik rumah merupakan faktor risiko yang terbesar dalam mempengaruhi kejadian penyakit TB Paru BTA (+) dibandingkan dengan faktor risiko karakteristik individu dan kebiasaan kegiatan yang dilakukan penghuni di dalam rumah.
Daftar bacaan ; 43 ( 1980 - 2002 )

Physical Environments of House as Risk Factors of Positive Acid Fast Bacilli (AFB+) TB at Ciampea Subdistrict, District of Bogor, 2002 In Bogor District Tuberculosis is a serious problem of public health with AFB+ cases increasing from 744 in 1999 to 1410 in 2002. Previous researches indicate that TB is associated with physical environments, individual characteristics and daily habit in the house. This research is intended to investigate the association of physical environments of house with AFB+ TB cases.
A case-control study has been carried out in Ciampea Subdistrict, District of Bogor, with 125 respondents of AFB+ as cases and 125 respondents of negative AFB as control. Register Form of TB 01, TB 03, TB 04, and TB 06 filled up by Health Center (Puskesmas) was used to determine the case and control. Data on sunlight into dining room, sunlight into bedroom, ventilation width, relative humidity, window opening of dining room, window opening of bedroom, type of wall, type of floor, and house density as physical environments were collected by direct observation and measurement, while data on age, sex and immunization status as individual characteristics were collected by interview. In addition, smoking, use of mosquito coil, use cooking fuels, and floor cleaning as daily habits were collected by observation. Bivariate and multivariate analysis were employed to all collected data.
Bivariate analysis shows that five physical environments of house are significantly associated with AFB+ TB cases, i.e. sunlight into dining room (p = 0.000, OR = 5.25, 95% CI = 3.155 - 9.674), sunlight into bedroom (p = 0.000, OR = 7.098, 95% CI = 4.045 - 12.455), width of house ventilation (p = 0.000, OR = 5.196, 95% CI = 2.992 - 9.026), window opening of dining room (p = 0.000, OR = 3218, 95% CI = 1.875 - 5.521), and window opening of bedroom (p = 0.000, OR = 6.780, 95% CI = 3.887 - 12140). In addition, of daily habit factors only floor cleaning is significantly associated (p = 0.003, OR = 4.319, 95% CI = 1.188 - 15.701). Further, multivariate analysis shows that the dominant risk factor associated with AFB+ TB is house ventilation. Meanwhile, logistic regression model indicates that probability of having AFB+ TB of those who reside in a house with no sunlight coming into bedroom, under standard ventilation width, and closed bedroom window is 19 fold higher than (hose with no such risk factors. It is concluded that physical environments of house are major risk factors compared with individual characteristics and daily habitual activities.
References: 43 (1980 2002)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T11254
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Asih Tri Rahayu
"Angka penemuan kasus tuberculosis paru tahun 2012 di Kelurahan Kotabaru masih sangat rendah yaitu 45,2% sehingga resiko penularan masih tinggi. Lingkungan fisik rumah merupakan salah satu faktor resikonya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran penyebaran penyakit. Rancangan penelitian menggunakan Geographical epidemiologi dengan analisa spasial. Sampelnya adalah total populasi penderita tuberculosis paru BTA positif sebanyak 62 orang. Hasil penelitian menggambarkan penyebaran penderita berdasarkan semua faktor lingkungan fisik rumah di wilayah RW dengan kriteria keparahan dari terberat hingga terendah adalah RW 22, 12, 11, 10, 1, 8, 15, 4, 6, 13, 5, dan 17. RW 22, 12, 11, 10, 1, 8, dan 15 merupakan wilayah perkampungan sementara RW 4, 6, 13, 5 dan 17 adalah wilayah perumahan.

Case detection rate of pulmonary tuberculosis at 2012 in Kotabaru stil low 45,2%, makes risk ot transmission is high. Physical environment in house is one of the risk factors. The aim of this study is to know description of dispersal patterns of the case. This research method is Geographical epidemiologi with spatial analysis. Sample is all population of case that 62 people. The results of the study illustrated the spread of the patient based on all factors in the physical environment in the neighborhoods area. Neighborhoods criteria from the heaviest to the lowest severity is 22, 12, 11, 10, 1, 8, 15, 4, 6, 13, 5, and 17. The neighborhoods of 22 , 12, 11, 10, 1, 8, and 15 are the area of the township the neighborhoods of 4, 6, 13, 5 and 17 are residential areas.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55724
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanifatun Nisa Ath Thoriqoh
"Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi salah satu masalah kesehatan dan menjadi 10 besar penyebab kematian di dunia. Kota Jakarta Timur menjadi wilayah dengan jumlah kasus TB paru BTA positif terbanyak di DKI Jakarta pada tahun 2017 sebanyak 4.100 kasus. Faktor iklim, yang meliputi suhu, kelembaban dan curah hujan diketahui dapat mempengaruhi keberadaan bakteri M.tb untuk dapat hidup dengan optimum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi dan korelasi faktor iklim dengan jumlah kasus TB paru BTA positif di Kota Jakarta Timur. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi berdasarkan waktu (time-trend study) dengan pendekatan spasial. Analisis data dilakukan dengan uji korelasi spearman dan analisis autokorelasi spasial dengan Moran’s I. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata jumlah kasus TB paru BTA positif di Kota Jakarta Timur tahun 2009-2018 sebanyak 257,5 kasus. Ada korelasi antara rata-rata suhu udara (p=0,005, r=0,255) dan kelembaban (p=0,005, r= -0,255) dengan jumlah kasus TB paru BTA positif di Jakarta Timur tahun 2009-2018. Ada autokorelasi spasial distribusi kasus TB paru BTA positif di Kota Jakarta Timur dengan distribusi kasus yang terjadi secara random (Moran’s I= 0,014; p= 0,247). Hasil penelitian menyarankan bahwa implementasi program pencegahan dan pengendalian TB paru dapat dilakukan terutama pada bulan Februari dan Juli, sehingga dapat mengantisipasi peningkatan kasus TB paru BTA positif 3 bulan setelahnya serta diperlukan perluasan wilayah ruang terbuka hijau sehingga dapat menciptakan kenyamanan dan menurunkan suhu serta meningkatkan kelembaban relatif di sekitarnya.

Tuberculosis (TB) is an infectious disease that still a health problem and become the top 10 cause of death in the world. East Jakarta is the region with the highest number of smear positive pulmonary TB cases in DKI Jakarta in 2017, which was 4,100 cases. Climatic factors, including temperature, humidity and rainfall can be known to influence M.tb bacteria to live optimally. This study aims to determine the distribution and correlate climatic factors with the number of smear positive pulmonary TB cases in East Jakarta. This study used a time-trend study design with a spatial approach. Data analysis was carried out by using the Spearman correlation test and spatial autocorrelation analysis with Moran's I. The results showed the average number of positive smear pulmonary TB cases in East Jakarta City 2009-2018 are 257.5 cases. There is a correlation between the average air temperature (p = 0.005, r = 0.255) and humidity (p = 0.005, r = -0.255) with the number of smear positive pulmonary TB cases in East Jakarta in 2009-2018. There was a spatial autocorrelation of the distribution of smear positive pulmonary TB cases in the City of East Jakarta with a random distribution of cases (Moran's I = 0.014; p = 0.247). The results suggest that implementation of TB prevention and control programs can be carried out, especially in the February and July to anticipate the increasing cases of smear positive pulmonary TB 3 months afterwards and an expansion of the green open space is needed so that it can create comfort and reduce temperature and increase humidity surrounding.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helda Suarni
"Penyakit tuberkulosis merupakan masalah global dunia dan diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Bakteri Mycobacterium tuberculosis . WHO memperkirakan dalam dua dekade pertama di abad 20, satu miliar orang akan terinfeksi per 200 orang berkembang menjadi TBC aktif dan 70 juta orang akan mati akibat penyakit ini. Di Indonesia, TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TBC di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TBC didunia. Angka kesakitan penyakit TB Paru dengan hasil BTA (+) di Kota Depok khususnya Kecamatan Pancoran Mas masih cukup tinggi. Adanya masalah penyakit TB Paru di sebabkan oleh beberapa faktor risiko, salah satunya adalah faktor lingkungan seperti kepadatan hunian,ventilasi pencahayaan, suhu, kelembaban dan jenis lantai.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni tahun 2009 di wilayah kerja empat puskesmas yang ada di Kecamatan Pancoran Mas yaitu Puskesmas Pancoran Mas, Puskesmas Cipayung, Puskesmas Rangkapan Jaya dan Puskesmas Depok Jaya. Sampel yang di ambil adalah semua tersangka TB Paru yang datang berobat ke puskesmas yang berumur >= 15 tahun dan tercatat di buku register TB Paru. Jumlah sampel yang diperlukan adalah 50 untuk kasus dengan hasil pemeriksaan BTA (+) dan 50 untuk kontrol dengan hasil pemeriksaan BTA (-), di mana pengambilan sampel dilakukan dengan cara sistematik random sampling. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan faktor risiko lingkungan dengan kejadian Tuberkulosis Paru BTA Positif di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok bulan Oktober tahun 2008- April tahun 2009.
Faktor risiko lingkungan yang di teliti adalah kepadatan hunian, ventilasi, pencahayaan, kelembaban, suhu, dan lantai rumah dengan memperhatikan karakteristik individu seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, prilaku batuk dan kebiasaan merokok dari responden Metode yang digunakan adalah desain kasus kontrol dengan perbandingan 1:1 dengan 50 penderita TB Paru BTA positif sebagai kasus dan 50 penderita BTA negatif kontrol.
Hasil penelitian ini menunjukkan faktor risiko lingkungan berhubungan dengan kejadian TB Paru BTA (+) adalah ventilasi rumah (OR=14,182 CI=5,412-37,160 %), pencahayaan (OR =9,117 CI= 3,668- 22,658) sedangkan faktor risiko lain adalah perilaku tidak menutup mulut saat batuk (OR =12,310 CI=3,375-44,890). Sedangkan untuk suhu dan kelembaban walaupun secara statistik tidak menunjukkan hubungan tetapi rata-rata tidak memenuhi persyaratan rumah sehat ( suhu rata-rata 30,84ºC dan kelembaban rata-rata 70,38 %).
Untuk itu disarankan kepada masyarakat untuk selalu menjaga kebersihan rumah, berperilaku hidup bersih dan sehat dan melakukan penghijaun di rumah. Untuk petugas puskesmas sebaiknya lebih meningkatkan lagi kegiatan di klinik sanitasi, melakukan kunjungan langsung kerumah penderita TB Paru dan tidak henti-hentinya memberikan penyuluhan kepada masyarakat. Untuk Dinas Kesehatan Depok sebaiknya tidak hanya menekankan kepada pengobatan penderita tetapi juga lebih kepada pencegahan penyakit ini dan kepada Pemerintah Kota Depok sebaiknya lebih meningkatkan perencanaan program rumah sehat seperti perencanaan perbaikan rumah masyarakat yang tidak mampu khususnya bagi penderita TB Paru BTA (+) dan meningkatkan program pemberantasan penyakit menular."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Audia Jasmin Armanda
"Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mikrobakterium Tuberkulosis. Kasus TB paru di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan pada tahun 2015 ditemukan 203 penderita dengan BTA (Basil Tahan Asam) (+). Penelitian ini bertujuan agar diketahuinya faktor yang mempengaruhi (meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendapatan, status gizi, pendidikan, status merokok, jumlah rokok yang dihisap, pengetahuan, sikap, perilaku, kepadatan hunian, pencahayaan, ventilasi, suhu, dan kelembaban) terhadap kejadian TB paru BTA(+) di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan tahun 2016.
Penelitian ini menggunakan studi kasus-kontrol, sampel penelitian adalah penderita TB Paru BTA(+) yang berobat di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan pada April-Mei 2016 sebagai kasus, dan pasien non-TB sebagai kontrol. Pengumpulan data dengan wawancara menggunakan kuisioner teruji. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat, analisis bivariat, dan analisis multivariat (uji regresi logistik).
Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap kejadian TB paru BTA+ adalah Status gizi (p=0,000, adjusted OR=6,329), dan Sikap (p=0,003, adjusted OR=4,529). Disarankan agar responden memperoleh asupan gizi seimbang setiap harinya.

Tuberculosis disease is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis. There were 203 new cases of AFB (Acid-Fast Bacilli) (+) pulmonary TB in Pesanggrahan District Community Health Centers in 2015. The purpose of study was to known the factors influenced (which include age, sex, occupation, income, nutritional status, education, smoking, number of smoked, knowledge, attitude, behaviour, populous household, house lights, ventilation, room temperature, and humidity) the incidence of AFB(+) pulmonary TB in Pesanggrahan District Community Health Centers, South Jakarta, in 2016.
The method used in this study was a case-control study, have done within April-May 2016, the cases is AFB(+) pulmonary TB patients registered in Pesanggrahan District Community Health Centers, with other non-TB patients as the control. The data was collected with interview using tested questionnaires. Data analysis was performed with univariate analysis, bivariate analysis, and multivariate analysis (logistic regression test).
Multivariate analysis shows that variables with significant impact on AFB(+) pulmonary TB are nutritional status (p=0,000, adjusted OR=6,329), and attitude (p=0,003, adjusted OR=4,529). Recommended to respondent get nutrition that contain balanced nutrition every day.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S65202
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>