Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136552 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Desti Maharani
"ABSTRAK
Prevalensi kejadian sick building syndrome di dunia menurut EPA mencapai 30% dan di Indonesia penelitian-penelitian sebelumnya melaporkan lebih dari 50% pekerja mengalami SBS. Namun SBS bersifat idiopathic, penyebabnya masih belum dapat teridentifikasi dengan jelas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi gambaran kejadian serta hubungan faktor individu dan indoor air quality dengan SBS pada pekerja di Indonesia. Penelitian menggunakan systematic review yang berdasarkan pada metode PRISMA dengan pendekatan sintesis naratif terhadap 28 studi berupa jurnal dan skripsi yang dipublikasi pada tahun 2011-2020. Pada kajian sistematis menunjukan bahwa prevalensi SBS pada pekerja di Indonesia yang dilaporkan dalam studi sebesar 19% hingga 89,4% dengan 27 studi melaporkan prevalensi SBS >20%. Gejala SBS yang dialami oleh pekerja dalam studi berkisar antara 3-17 gejala. Gejala dengan proporsi tertinggi yang paling banyak dilaporkan dalam studi adalah gejala umum yakni sebanyak 11(39,28%) studi. Faktor individu yang paling banyak diteliti adalah faktor usia, sedangkan pada faktor indoor air quality adalah suhu. Faktor risiko SBS berdasarkan faktor individu yang menunjukan hasil signifikan adalah usia dan masa kerja sedangkan berdasarkan faktor IAQ adalah CO2 dan VOCs. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukannya kontrol yang berkala terhadap kualitas udara di dalam ruangan terutama konsentrasi CO2 dan VOC.

ABSTRACT
The prevalence of sick building syndrome in the world according to the EPA reaches 30% and in Indonesia previous studies reported more than 50% of workers experiencing SBS. However, SBS is idiopathic, the cause is not clearly identified. The purpose of this study is to identify and evaluate the description of incidents and the relationship between individual factors and indoor air quality with SBS among workers in Indonesia. The study used a systematic review based on the PRISMA method with a narrative synthesis approach to 28 studies consisting journals and thesis published in 2011-2020. The systematic review shows that the prevalence of SBS among workers in Indonesia reported in the study is 19% to 89.4% with 27 studies reporting the prevalence of SBS> 20%. SBS symptoms experienced by workers in the study ranged from 3-17 symptoms. The highest proportion symptoms reported in the study were general symptoms in 11 (39.28%) studies. The most researched individual factor is age, while indoor air quality is temperature. The risk factors for SBS based on individual factors that show significant results are age and years of service, while based on IAQ factors are CO2 and VOCs. Based on this research, it is necessary to periodically control indoor air quality, especially the concentrations of CO2 and VOCs."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendrawati Utomo
"Indonesia sedang dilanda kehidupan modern, terutama kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya dan sebagainya yang menuntut tersedianya prasarana memadai, salah satu di antaranya gedung bertingkat, megah dan modern yang umumnya dilengkapi dengan sistem Air Condition (AC), untuk memberikan rasa nyaman.
Tahun 1976 L.pneu dikenal pertaana kali pada saat kejadian luar biasa (Oubreak) di American Legion Convention, Philadelphia. Tahun 1979 WHO berasumsi adanya hubungan antara kualitas udara ruangan (INDOOR AIR QUALITY) dengan transmisi suatu infeksi dan tahun 1986 WHO melaporkan adanya sekumpulan gejala yang dikenal dengan Sick Building Syndrome (SBS). Sampai saat ini belum diketahui secara tepat definisi SBS, sehingga sering digambarkan sebagai sekelompok keluhan; yang sering dijumpai adalah ngantuk, hidung tersumbat, pusing, tenggorokan kering, panas dingin dan sebagainya. Untuk menentukan salah satu faktor peayebab SBS sangat sulit karena SBS dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu di antaranya adalah faktor mikroorganisme. Kuman L.pneu mudah hidup dan berkembang biak pada suasana lingkungan lembab dan hangat, yang sesuai dengan penggunaan peralatan atau perangkat AC (misalaya cooling rower, evaporated condenser dsb). Sedangkan SBS memberikan suatu petunjuk tentang tidak sehatnya keadaan lingkungan kerja, yang dapat memberikan dampak langsung maupun tidak langsung terhadap peningkatan produktivitas. Pada penelitian pendahuluan (Agustus 1993) ditemukan adanya SBS, sehingga penelitian ini bertujuan untuk melakukan identifikasi hubungan antara terjadinya SBS dengan adanya kuman L.pneu di P.T.Indosat Jakarta.
Tahun 1993 Departemen Tenaga Kerja Pusat PeIayanan Ergonomi, Kesehatan dan Keselamatan Kerja, tidak cukup menemukan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi SBS, kecuali faktor microorganisme dan penerangan.
Penelitian terbagi menjadi dua bagian yaitu lingkungan dan tenaga kerja. Penelitian lingkungan dilakukan terhadap 33 sampel (sediaan usap perangkat AC) yang dinmamkan pada BCYE, ternyata belum dapat di deteksi adanya kuman L.pneu melalui test Legionella Agglutination Latex Kit . Penelitian tenaga kerja (sampel 110 orang), pada wawancara ditemukan adanya SBS dengan keluhan yang dominan baik saat sekarang maupun satu bulan terakhir adalah sering merasa cepat leiah, ngantuk, pegal linu, mulut kering, pusing-pening, leher kaku, tenggorokan kering sedangkan pada pemeriksaan antigen di urin dengan ratio ≥3 :15 orang(13,6 %), ratio ≥7,5: 2 orang (1,9%), ratio 0: 8 orang (7,3%), ratio ≤3 : 95 orang (86,4%). Sehingga diduga adanya keluhan utama cepat lelah dan sering ngantuk disertai keluhan tambahan pegal linu, mulut kering, tenggorokan kering (p ≥0,1) atau keluhan utama cepat lelah dan sering ngantuk disertai keluhan tambahan panas-dingin (p≥0,05).
Dalam penelitian ini ternyata SBS dijumpai, walaupun hubungan dengan kuman L.pneu belum dapat ditentukan dengan pasti, kemungkinan adanya kuman L.pneu belum dapat disingkirkan, karena waktu pengambilan kuman dan keterbatasan tes yang dipakai hanya pada kuman L.pneu serogrup 1 sampai serogrup 6 atau L.micdadei.

Relationship of Legionella Pneumophila and Sick Building Syndrome in PT Indosat Building Jakarta 1994Indonesia is being struck by modern living, especially in big cities like Jakarta, Surabaya etc which claimed the presence of adequate infra-structure, one of them, is high-rise building, glorious and modern and equipped with an Air Condition (AC) system to provide comfortable feelings.
In 1976, L.pneu was recognized for the first time at an outbreak in the American Legion Convention, Philadelphia. In 1979 WHO assumed the presence of a relationship between indoor air quality and an infection transmission. In 1986, WHO reported the presence of a group of symptoms which was known as " Sick Building Syndrome" (SBS). Up to now the correct SBS definition is not yet known, so that often it is pictured as a group of complaints: most often met include sleepiness, nose obstruction, dizziness, dry throat, fever etc. To determine one of the SBS causal factor is very difficult because it is influenced by several factors, one of which is the microorganism factor. L.pneu live and bread easily in humid and warm environment, which is created by using equipment or AC set (like cooling tower, evaporated condenser etc). Whereas SBS provide an indication on the unhealthiness of the working environment condition, which in turn showed its direct or indirect impact towards productivity promotion. In the preliminary study (August 1993) the presence of SBS was found, so that this study aimed at carrying out the identification of relationship between the occurrence of SBS and the presence of L.pneu in P.T. Indosat Jakarta.
In 1993, The Ergonomic, Health and Work Safety Center of the Manpower Department has not found enough factors that could influenced SBS except microorganism and lighting factors.
The study was divided into two parts, namely environment and manpower. The environmental study was conducted towards 33 samples (swab preparation of AC set) that was planted on BCYE, turned out to be incapable of detecting the presence of L.pneu by way of testing Legionella Agglutination Latex Kit. The study of manpower (a sample of 110 people) disclosed the presence of SBS with dominant complaints both during the interview as well as the last one-month, namely tiredness feelings, sleepiness, stiff and painful feelings, dry mouth, dizziness, stiff neck, drythroat. Antigen examination of urine with a ratio ≥3 : 15 people (13,6%), ratio of ≥7,5: 2 people (1,9%), ratio 0: 8 people (7,3%), ratio ≤ 3: 95 people (86,4%). Thus, the presence of main complaint like suspected rapid tiredness and frequent sleepiness accompanied by muscle ache, dry mouth and throat (p ≥0.1) or main complaint of rapid tiredness and frequent sleepiness accompanied by additional fever (p ≥0.05).
This study found SBS, although the association with L.pneu cannot as yet be determinedunequivocally: the possibility of L.pneu presence cannot as yet be set aside, because of the isolation timing and test limitation in that only sero-group 1 to 6 of L.pneu or L.micdadei.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noviana Wirastini
"Lingkungan yang sehat merupakan dambaan setiap orang, baik di lingkungan udara terbuka maupun lingkungan udara tertutup seperti lingkungan dalam gedung perkantoran. Sebab kesehatan lingkungan berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan orang yang bekerja di dalamnya. Kualitas lingkungan udara yang kurang baik akan menimbulkan gangguan kesehatan. Salah satu fenomena gangguan kesehatan yang berkaitan dengan kualitas udara dalam ruangan adalah `sick building syndrome' (SBS).
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kualitas fisik dan kimia udara serta melihat hubungan antara kualitas udara dengan kejadian SBS. Sedangkan tujuan khusus, untuk mengetahui gambaran polutan udara dalam ruangan, gambaran SBS, dan hubungan antara kualitas udara dalam ruangan dengan fenomena SBS khusus pada pekerja wanita di Mal Blok-M.
Untuk itu dilakukan studi observasi (survey) dan pengukuran pada indikator kualitas fisik kimia udara dan kasus SBS, dengan variabel kontrol umur, masa kerja dan status gizi. Penetapan kasus SBS bilamana responden mengalami 4 (empat) atau lebih gejala minimal 2 (dua) kali dalam seminggu; dan mengalami keluhan saat dilakukan penelitian, dan keluhan hanya timbul pada jam kerja. Untuk analisa bivariat dan multivariat dengan metode cross sectional menggunakan program komputer Epi Info dan SPSS Windows.
Prevalensi SBS 42 orang (19,8 %). Penilaian suhu udara diatas suhu standar (27,01°C). Kelembaban relatif 58,32 %, kecepatan aliran udara 0,14 m2ldetik (dibawah standar) dan kepadatan 0,55 orang/m2 (diatas standar). Beberapa polutan kadarnya melebihi ambang batas WHO untuk kondisi kimia dalam ruangan yaitu timah hitam, Karbon dioksida, dan formaldehid.
Hasil analisa multivariat terhadap 7 (tujuh) parameter panting (suhu, kelembaban, kecepatan aliran udara, kepadatan, kadar Karbon dioksida, Sulfur dioksida, formaldehid, dan masa kerja), mendapatkan model `fit' 3 variabel, dimana kelembaban udara berhubungan paling kuat terhadap SBS setelah dikontrol parameter kadar Karbon dioksida dan masa kerja. Nilai Odds Rasio 1,585 menunjukkan resiko terjadinya SBS pada ruangan berkelembaban di bawah 58,3% sebesar 1,585 dibandingkan pada ruangan berkelembaban sama atau diatas 58,3%. Pengendalian terhadap kelembaban dan suhu menciptakan kenyamanan udara dalam ruang, serta potensial juga mengendalikan tingginya kontaminan di dalam ruangan.
Dapat disimpulkan bahwa terdapat kasus SBS di Mal Blok-M. Faktor-faktor lingkungan yang berkaitan terhadap terjadinya SBS adalah suhu, kelembaban udara, kecepatan aliran udara, kadar Karbon dioksida dan kadar formaldehid; dimana kelembaban udara paling kuat hubungannya.
Disarankan pengaturan sistem ventilasi ruangan khususnya kelembaban udara; perlunya upaya penurunan kadar polutan Timah hitam, Formaldehid, dan Karbon dioksida; pengujian kelayakan (kir) kendaraan angkutan umum secara berkala; penyuluhan gizi dan kecepatan; pengukuran kualitas fisik dan kimia udara secara berkala; dan untuk penelitian lebih lanjut perlu dilakukan pengambilan sampel yang lebih banyak agar kekuatan tes lebih baik.

The Relationship between Room Air Quality and the `Sick Building Syndrome' among Female Store Employees at the Blok-M Mall, Jakarta. Healthy environmental is being needed for every people, either outdoor environment or the indoor for example office building. Because the quality of environmental health was impact to public health statue especially people who works there. The worst air quality may influence symptoms. One of symptoms which related to indoor air quality is sick building syndrome (SBS).
The following research wishes to obtain a picture of phisical dan chemical air qualities in the shopping complex buildings at Blok-M Mall in relation to employee health. Special purposes are having a picture of air polutant in room, sick building syndrome cases, and the relation between room air quality and the `sick building syndrome' among female store employees at the Blok-M Mall.
Finding the purposes, this study was designed by observasi study (sur-vet) and measured many parameters of phisical and chemical air quality and ditected the SBS cases, there are also saveral variable controls age, length of time working and nutrition statue. Whereas the SBS if someone has 4 (four) or more symptoms minimal twice a week, either when the study done and the complains only in whorkplace. The bivariat and multivariat analysis with cross sectional method in Epi Info and SPSS for Windows (computer programe).
SBS prevalence is 42 persons (19,8%). Measuring temperature of the air was above the standart (27,01°C), humidity was 58,32 %, rate of air circulation was 0,14 m2lsecond (under the standart) dan crowd level 0,55 personlm2 (above the standart). Some polutant levels had being above of the WHO standart for air chemical quality of room are the level of Plumbum, Carbon dioxide, and Formaldehide.
Result of multivariat analyzes to 7 (seven) important parameters (temperature, humidity, rate of air circulation, room crowd, level of Carbon dioxide, Sulfur dioxide, Formaldehide, and length of time working), had regression model `fit' 3 variables, whereas the air humidity related to SBS after adjusted with Carbon dioxide levels and length of time working. Odds Rasio was 1,585, It was pointing the hazard of SBS in room which have air humidity under 58,3% may upon 1,585 in comparison with room above 58,3%. Controling air humidity and temperature of the building could make comfortable environment although potencialy controling the increasing contaminant in room.
The conclusion of study was SBS cases ini Blok-M mall. The environmental factors which related to SBS were temperature, humidity, rate of air circulation, level of Carbon dioxide and Formaldehide; whereas air humidity had stroggest relationship.
The study advised controlling room ventilation systems especially air humidity; decreasing level of air contaminants : Plumbum, Formaldehide, and Carbon dioxide; testing the available public transportation; advocating good nutrition and health; measuring phisical-chemical air quality routinesly; and another study must be more adequacy sample size to increasing the power test.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Rahman Aisyah
"Sick building syndrome (SBS) merupakan salah satu keluhan kesehatan akibat buruknya kualitas udara dalam ruang kerja. Sebanyak 20% pegawai negeri di Jakarta mengalami SBS. Kandungan bakteri udara menjadi salah satu penyebabnya karena mengeluarkan endotoksin dan menyebabkan alergi. Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui hubungan kejadian SBS dengan kandungan bakteri udara dalam ruang kerja. Penelitian ini menggunakan studi cross-sectional. Pengambilan sampel udara menggunakan metode volumetric air sampling, yaitu metode penghisapan bioaerosol. Keluhan gejala SBS diukur melalui kuesioner pada 228 pegawai negeri, lalu dihubungkan dengan jumlah koloni bakteri udara pada 40 titik ruang dari 5 gedung instansi pemerintahan di wilayah Jakarta. Hasil studi menunjukkan sebanyak 46,5% dari seluruh responden mengalami SBS. SBS juga ditemukan berhubungan dengan jenis kelamin (p= 0,00, OR= 0,22) dan riwayat migrain (p= 0,00, OR= 3,45). Hubungan signifikan SBS dengan jumlah koloni bakteri udara dalam ruang kerja ditemukan di gedung 2 (p < 0,05, OR 0,69). Studi ini menunjukkan jumlah koloni <700 koloni per m3 udara akan melindungi pegawai dari keluhan SBS. Menjaga kebersihan ruangan dan manajemen pengelolaan ventilasi, serta perlindungan kesehatan individu perlu dilakukan untuk mengurangi keluhan SBS pada pegawai negeri. riwayat migrain (0,00).

Sick building syndrome is one of health complaints due poor indoor air quality in office room. There was 20% of civil servant in Jakarta experienced sick building syndrome due their office room. Airborne bacteria is the causes of SBS because release endotoxins and cause allergies. This research used cross-sectional study. Volumetric air sampling measured airborne bacteria at 40 rooms from 5 buildings of government offices in Jakarta. Sick building syndrome from 228 respondents measured through questionnaire. The result of study, sick building syndrome happened to 46.5% from all respondents. Sick building syndrome and airborne bacteria do not have relationship, measure for whole respondens statistically. Also, SBS linked with sex (p= 0,00, OR= 0,22) and migraine (p= 0,00, OR= 3,45), statictically. However, this study found the relationship of sick building syndrome and airborne bacteria at building 2 (p <0.05, OR 0.69). The bacteria colonies under 700 per m3 will protect civil servants from sick building syndrome. Manage the ventilation and office room hygiene, also protect the personal health needs to be done to reduce sick building syndrome complaints within civil servants."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S60557
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susan Margarita
"Latar Belakang: Lahan di kota"kota besar yang mulai berkurang membuat kantor yang menempati gedung-gedung bertingkat semakin banyak. Pekelja ataupun pengunjung di gedung tersebut dapat mengalami sindroma gedung sakit (SGS)/Sick Building Syndrome yang diakibatkan gangguan sirkulasi udara di dalam gedung itu (indoor air quality). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi sindroma gedung sakit pada karyawan PT PI dan PT Ml serta menge!abui hubungan faktor-faktor risiko lain terhadap SGS.
Metode Penelitian: Metode penelitian yang digunakan adalah cross sectional yang banya menghubungkan kejadian SGS dengan kadar CO2, kelembaban. Pengambilan data secara kuestioner dan wawancara,
Hasil: Metode penelitian yang digunakan adalah cross sectional yang banyamenghubungkan kejadlan SGS dengan kadar CO2, kelembaban. Pengembilan data secara kuesioner dan wawancara.

Background: Sick Building Syndrome was several symptom which one of the risk is indoor air quality. This Research use to know prevalence sick building syndrome at administration worker in PT PI and PT MI and the relation another risk (age, gender, length of work, education, smoker habits, spacity place, management ith SBS.
Method: The Research method is cross sectional, which to see correlation between SBS and indoor air quality like C02, humidity, temperature. We investigation PT PI 32 respondents, and PT MI I 03 respondent.
Result: The result show there are more risk in PT PI show 43,8 % devide PT Ml showed 24,3 %, (OR= 0,412; 95%CI : 0,179..0,946). Age, gender, education, smoking habits, jobs, length work, humidity, C02, temperature and spacity place don't have any significant with SBS. The health influence was fatigue (64,10%), myalgia(58,97%), backpain (56,41%), diz7Jness (51,28%), and sleepy(51,28%).
Conclusion: In this research , we dont found any relation between age. gender, education, smoking habits, jobs, length work, humidity, C02, temperature and spacity place with SBS, but location have any means with SBS.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T29173
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Christabel Caroline Franswijaya
"Sick Building Syndrome (SBS) merupakan masalah yang sering dialami oleh penghuni gedung namun penyebabnya tidak diketahui pasti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas udara dalam ruang dengan kejadian SBS di gedung 4 BPS Jakarta Pusat. Digunakan disain studi cross- sectional, variabel independen adalah kualitas udara dalam ruang (kadar PM10, suhu, kelembaban) dan karakteristik individu (jenis kelamin, kelompok pekerjaan, durasi penggunaan komputer). Analisa statistik memberikan hasil proporsi kejadian SBS adalah 45,2%, dari enam variabel yang berhubungan signifikan secara statistik adalah jabatan sekretarial (p-value=0,022, OR=3,714). Lantai dengan kadar PM10, suhu, dan kelembaban tinggi memiliki kejadian SBS yang tinggi juga, dan sebaliknya.

Sick Building Syndrome (SBS) is a frequent problem experienced by residents of buildings but the causes are still unknown. This study aims to determine the relationship between the indoor air quality with SBS occurence in 4th building of BPS, Central Jakarta. We used cross-sectional study design, with the indoor air quality (PM10 levels, temperature, humidity) and individual characteristics (gender, occupation, duration of computer use) as independent variables. From the results of statistical analysis, SBS incidence proportion is 45.2%, from all six variables the one that is statistically significant is secretarial position (p value = 0.022, OR = 3.714). Floors with high PM10 levels, temperature, and high humidity have a high incidence of SBS as well, and vice versa."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S44631
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Gedung-gedung perkantoran umumnya dilengkapi dengan sistim sirkulasi udara atau pendingin secara buatan untuk menciptakan kondisi lingkungan kerja yang nyaman. Namun, masih terdapat gejala-gejala sindrom gedung sakit (SGS). Salah satu gejala SGS adalah nyeri kepala SGS (NK SGS) Oleh karena itu perlu dikaji diidentifikasi faktor-faktor risiko terhadap timbulnya NK SGS. Kasus dan kontrol diidentifikasi melalui survei terhadap seluruh pekerja di kantor tersebut pada bulan Mei - Agustus 2002 di suatu perkantoran di Jakarta. Kasus adalah subjek dengan NK SGS, kontrol adalah subjek tanpa keluhan NK SGS selama satu bulan terakhir. Subjek penelitian berjumlah 240 orang, dan yang menderita NK SGS sebanyak 36 orang (15%). Bila dibandingkan dengan kecepatan gerakan udara yang normal, maka kecepatan gerakan udara yang cepat memperkecil risiko timbulnya NK SGS sebesar 57% [(rasio odds (OR) suaian = 0,43; 95% interval kepercayaan (CI): 0,19-0,95]. Bila dibandingkan dengan pekerja laki-laki, pekerja perempuan mempunyai risiko NK SGS hampir 3 kali lipat lebih besar (OR suaian = 2,96; 95% CI: 1,29-6,75). Pekerja dengan kebiasaan kadang-kadang sarapan, mempunyai risiko terkena NK SGS lebih kecil dibandingkan dengan yang biasa sarapan (OR suaian = 0,27; 95% CI: 0,10-0,96). Faktor suhu, kelembaban dan kebiasaan merokok tidak terbukti berkaitan dengan NK SGS. Pegawai perempuan mempunyai risiko NK SGS jika dibandingkan dengan laki-laki. Di samping itu, kecepatan gerakan udara yang lambat mempertinggi risiko NK SGS. Oleh karena itu perlu menambah kecepatan gerakan udara untuk mengurangi risiko timbulnya NK SGS terutama terhadap tempat kerja perempuan. (Med J Indones 2003; 12: 171-7)

Even though office buildings are usually equipped with ventilation system or air conditioning to create a comfortable working environment, yet there is still found a number of sick building syndrome (SBS) symptoms. One of the symptoms of SBS is SBS headache. Therefore, it is crucial to identify risk factors related to SBS headache. Cases were subjects who have suffered SBS headache, and controls were subjects who did not suffered headache for the last one month. Cases and controls were selected through a survey on all of employees in the said office during the period of May to August 2002. Total respondents were 240 employees including 36 people suffered SBS headache (15%). Compared to the normal air movement, faster air movement decreased the risk of SBS headache by 57% [adjusted odds ratio (OR) = 0.43; 95% confidence intervals (CI): 0.19-0.95]. Female employees, compared to the males ones, had a higher risk of getting SBS headache by almost three times (adjusted OR = 2.96; 95% CI: 1.29-6.75). Employees who had breakfast irregularly, had a lower risk to SBS headache than those who have breakfast regularly (adjusted OR=0.31; 95% CI: 0.09-0.84). Temperature, humidity and smoking habits were not noted correlated to SBS headache. Female workers had greater risk of suffering SBS headache. In addition slower air movement increased the risk of SBS headache. Therefore, it is recommended to improve the progress of air in order to reduce the risk of SBS headache, especially for female workplace. (Med J Indones 2003; 12: 171-7)
"
Medical Journal of Indonesia, 12 (3) Juli September 2003: 171-177, 2003
MJIN-12-3-JulSep2003-171
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Firda Rahmadianty
"Banyaknya waktu yang digunakan masyarakat perkotaan untuk beraktivitas di dalam ruangan dapat menimbulkan masalah kesehatan akibat kualitas udara di dalam ruangan, seperti Sick Building Syndrome SBS . Tidak hanya pada pekerja di perkantoran, siswa sekolah juga berisiko terhadap SBS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara jumlah koloni bakteri di udara dalam ruang kelas dengan kejadian SBS pada siswa di SMAN 2 Kota Tangerang Selatan. Digunakan desain studi cross-sectional dengan variabel independen adalah jumlah koloni bakteri; variabel independen adalah kejadian SBS; dan suhu, kelembaban, pencahayaan, jenis kelamin, status gizi, riwayat alergi, riwayat asthma, hewan peliharaan, kebiasaan melewatkan sarapan, kebiasaan berolahraga, kebiasaan mengonsumsi camilan, serta kebiasaan merokok adalah variabel kovariat. Analisis statistik menunjukkan proporsi kejadian SBS sebesar 59,8 dan jumlah koloni bakteri tidak berhubungan signifikan dengan kejadian SBS. Riwayat asthma, kebiasaan melewatkan sarapan, dan kebiasaan berolahraga berhubungan signifikan dengan kejadian SBS. Siswa yang berada di kelas dengan jumlah koloni bakteri di udara< 135 koloni berisiko mengalami kejadian SBS 1,677 kali lebih tinggi, setelah dikontrol oleh variabel kebiasaan sarapan, kebiasaan berolahraga, dan pencahayaan.

It has been estimated that people spend almost 90 of their time indoors, mainly in urban areas. This could lead to health problems caused by the indoor air quality, such as Sick Building Syndrome SBS . Besides the office workers population, there is also increasing concern about SBS problem in school student. Using cross sectional study design, the associations between total indoor air bacterial count in the classroom and SBS in students of 2 Tangerang Selatan High School was investigated. We determined the total bacterial count as dependent variable SBS incidence as independent variabel classroom temperature, humidity, and lighting intensity as environmental covariate variables and gender, nutritional status, history of allergy and asthma pet ownership skipping breakfast snacking habit exercising habit and smoking habit as individual covariate variables. Statistical analysis results showed a high proportion of SBS 59,8 and the total indoor air bacterial count is not significantly associated with SBS. History of asthma, skipping breakfast, and exercising habit are significantly associated with SBS. Students who are studying in classroom with total bacterial count 135 colony have 1,677 times higher risk of experiencing SBS than the non risk group."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S68961
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Magda Sabrina Theofany
"ABSTRAK
>
Sick Building Syndrome SBS merupakan gejala-gejala non spesifik yang dialami pada seseorang ketika berada di dalam ruangan dan menghilang ketika seseorang berada di luar ruangan. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi udara di dalam ruangan seperti kualitas fisik, kimia dan biologis serta kondisi individu yang dipengaruhi oleh kebiasaan maupun riwayat penyakit. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor dominan yang memengaruhi kejadian Sick Building Syndrome pada Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Desain studi yang digunakan adalah cross sectional dengan menggunakan teknik random sampling dan di dapatkan jumlah sampel sebanyak 82 orang karyawan. Pengambilan data dilakukan dengan pengukuran dan penyebaran kusioner dengan metode wawancara. Hasil penelitian univariat menujukkan gejala yang banyak dialami adalah gejala pada kulit, gejala-gejala umum seperti pusing, kelelahan, sulit berkonsentrasi serta gejala pada mata. Terdapat sebanyak 18 orang 22 karyawan dinyatakan mengalami SBS. Hasil uji bivariat secara statistik tidak menujukkan adanya variabel bebas yang berhubungan dengan variabel terikat dengan nilai variabel jenis kelamin p=0.659; OR=0.684, kebiasaan merokok p=0.676;OR= 0.412, riwayat alergi p=0.059; OR=3.19, usia p=0.062;OR=3.34, penggunaan komputer p=1;OR=1.02, waktu kerja p=0.75;OR=1.37, suhu p=0.716;OR=1.45, kelembaban p=0.649;OR=0.663, pencahayaan p=0.567;OR=1.7 dan kepadatan ruang udara p=0.327;OR=1.85. Hasil uji multivariat menujukkan variabel riwayat alergi dan usia merupakan faktor yang paling dominan memengaruhi kejadian SBS pada penelitian ini. Disarankan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut terhadap kualitas fisik dan biologis.

ABSTRACT
Sick Building Syndrome SBS is a non specific symptom experienced in a person while indoors and disappears when someone is outdoors. This is influenced by indoor air conditions such as physical, chemical and biological qualities as well as individual conditions affected by habit or history of disease. This study was conducted to determine the dominant factors that influence the prevalence of Sick Building Syndrome at the Secretariat of Research and Development of Health Ministry of Health RI. The study design used was cross sectional by using random sampling technique and got 82 samples. Data collection is done by measuring and distributing the questionnaire by interview method. The results of univariate studies showed symptoms that many experienced are symptoms of the skin, general symptoms such as dizziness, fatigue, difficulty concentrating and symptoms on the eyes. There were 18 people 22 of employees stated to have SBS. The result of bivariate test statistically did not show any independent variable related with dependent variable with gender variable value p 0.659 OR 0.684, smoking habit p 0.676 OR 0.412, allergy history p 0.059 OR P 0.75 OR 1.37, working temperature p 0.716 OR 1.45, age p 0.062 OR humidity p 0.649 OR 0.663, illumination p 0.567 OR 1.7 and airspace density p 0.327 OR 1.85 . Multivariate test results showed that allergy and age variables were the most dominant factors influencing the incidence of SBS in this study. It is recommended to conduct further research on physical and biological qualities."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri
"Kualitas udara di dalam ruang merupakan aspek yang sangat penting dalam mempengaruhi kesehatan penghuni bangunan. Buruknya kualitas udara dalam ruang dapat menyebabkan sebuah sindrom penyakit yang disebut dengan Sick Building Syndrome. Basemen merupakan tempat yang sangat berpotensi untuk menjadi lokasi terjadinya Sick Building Syndrome karena pada basemen banyak terdapat polutan - polutan seperti asap kendaraan bermotor, debu dan zat- zat beracun lain. Selain polutan basemen juga dapat menjadi tempat yang berpotensi sebagai medium berkembangnya mikroba - mikroba seperti bakter, kapang dan khamir karena pada basemen sangat berpotensi untuk terjadi akumulasi mikroba yang merugikan.
Pada penulisan karya ilmiah ini penulis mencoha mempelajari dan membuktikan gejala tersebut secara ilmiah dengan menggunaknn alat - alat berikut : Gas Analyzer, Gas Dust Sampler, Anemometer, Hobo dan Cawan petri dengan medium PDA untuk mengetahui suhu, kelembaban, kandungan gas baracun dalam udara, kandungan debu dalam udara. kecepatan angin dan konscntrasi mikroba dalam udara."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S48579
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>