Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88658 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Pada lansia, masalah inkontinensia urin di komunitas pada orang yang berumur lebih dari 60 tahun dan angka kejadian pada wanita dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Masalah inkontinensia urin pdaa lansia mempunyai dampak psikologis seperti rasa kurang percaya diri, malu menemui orang lain, takut keluar, dan tidak ingin melakukan perjalanan jauh. Peningkatan prevalensi malah inkontinensia urin dapat dicegah apabila ada pemahaman tentang inkonstinensia urin sebelum seseorang memasuki usia yang lebih lanjut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan tingkat pemahaman tentang inkontinensia urin dengan keinginan untuk sembuh."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2003
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Chairul Rijal
"ABSTRAK
Tujuan: untuk mengetahui prevalensi inkontinensia urin, sebaran tipe inkontinensia urin dan faktor-faktor risiko yang berhubungan pada wanita yang berusia diatas 50 tahun.
Metode: penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong lintang. Sebanyak 278 wanita berusia diatas 50 tahun yang tinggal di panti werdha, telah dilakukan wawancara secara terpimpin menggunakan kuesioner Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis (QUID) yang telah diterjemahkan dan divalidasi. Hasil prevalensi inkontinensia urin disajikan dalam bentuk proporsi/persentase, sedangkan hubungan antara faktor risiko dengan kejadian inkontinensia urin dianalisa dengan uji chi square atau uji Fisher bila syarat uji chi square tidak terpenuhi, dan juga dilakukan uji multivariat.
Hasil: dari 278 subyek penelitian, didapatkan sebanyak 95 orang (34,2%) menderita inkontinensia urin. Dengan sebaran tipenya adalah sebagai berikut: inkontinensia urin tipe campuran 67 orang (70,5%), inkontinensia urin tipe tekanan 17 orang (17,9%) dan inkontinensia urin tipe desakan 11 orang (11,6%). Indeks massa tubuh (IMT) berlebih dan obesitas tidak memiliki hubungan dengan kejadian inkontinensia urin (p> 0,05), mungkin pada penelitian ini jumlah subyek dengan IMT berlebih dan obesitas jumlahnya terlalu kecil. Sedangkan faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan inkontinensia urin adalah: usia diatas 60 tahun (OR 7,79, p= 0,021), menopause >10 tahun (OR 5,08, p=0,004), dan multipara (OR 1,82, p=0,019). Pada saat dilakukan uji multivariat, faktor risiko usia diatas 60 tahun didapatkan menjadi tidak berhubungan dengan kejadian inkontinensia urin (p> 0,05). Hal ini disimpulkan bahwa faktor usia diatas 60 tahun bukan merupakan faktor tunggal akan terjadinya inkontinensia urin melainkan multifaktor.
Kesimpulan: penelitian ini mendapatkan angka prevalensi inkontinensia urin pada wanita yang tinggal di panti werdha adalah sebesar 34,2%. Sedangkan sebaran tipe inkontinensia urin adalah: inkontinensia urin tipe campuran 67 orang (70,5%), inkontinensia urin tipe tekanan 17 orang (17,9%) dan inkontinensia urin tipe desakan 11 orang (11,6%). Faktor-faktor risiko inkontinensia urin adalah: menopause >10 tahun dan multipara.

ABSTRACT
Aim: to identify the prevalence of urinary incontinence, the distribution of the type of urinary incontinence and and related risk factors in women older than 50 years.
Method: this is a descriptive study with cross sectional design. Two hundred and seventy eight women older than 50 years old living in nursing house were interviewed using the Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis (QUID) that has been translated and validated previously. The prevalence result will be presented in the form of percentage; while the relationship between risk factors and the incidence or urinary incontinence will be analyzed using chi square test or Fisher’s exact test if the requirement for chi square test is not met, and multivariate analysis.
Result: Of 278 research subjects, we obtain 95 subjects (34,2%) suffering from urinary incontinence. And the distribution of the type is as follow: 67 subjects (70,5%) with mixed urinary incontinence, 17 (17,9%) with stress urinary incontinence and 11 subjects (11,6%) with urge incontinence. Overweight and obesity body mass index (BMI) are not related with the prevalence of urinary incontinence (p> 0,05), probably in this research the number of subjects with overweight and obesity is too small. While factors related to urinary incontinence are age older than 60 years (OR 7,79, p = 0,021), menopause ≥10 years (OR 5,08, p=0,004) and multiparity (OR 1,82, p = 0,019). When multivariate analysis was done, the risk factor age older than 60 years becomes not related to urinary incontinence (p>0,05). Thus it can be inferred that age older than 60 years is not a singular factor of urinary incontinence but rather a multifactor.
Conclusion: This study shows that the prevalence of urinary incontinence in women living in nursing home is 34,2%; while the distribution of the urinary incontinence is: 67 subjects (70,5%) with mixed urinary incontinence, 17 subjects with stress urinary incontinence (17,9%) and 11 subjects (11,6%) with urge urinary incontinence. Risk factors for urinary incontinence are: menopause ≥10 years and multiparity."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ihya Ridlo Nizomy
"Latar Belakang: Inkontinensia urin (IU) menurut ICS didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak dapat dikendalikan atau dikontrol, yang secara obyektif dapat diperlihatkan dan merupakan suatu masalah sosial dan higienis. Pada perempuan, gangguan fungsi berkemih ini sering kali didapatkan pasca-operasi koreksi kelainan Prolaps Organ Panggul (POP). Inkontinensia Urin Tekanan de novo (IUT de novo) adalah IU yang terjadi pada pasien POP pasca-operasi pervaginam yang tidak didapatkan sebelum operasi.
Tujuan: Untuk mengetahui kejadian IUT de novo dan faktor risiko yang berhubungan pada pasien POP pasca-operasi pervaginam di Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi RSCM Jakarta.
Metode: Studi klinis potong lintang yang dilakukan pada 75 orang pasien POP pasca-operasi pervaginam di Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi RSCM Jakarta pada bulan Januari 2016 sampai Juli 2017. Penilaian kejadian IUT de novo dan faktor risiko yang berperan dilakukan berdasarkan data Rekam Medik, lembar penilaian Kuesioner QUID (Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis) versi Indonesia dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan Cough Stress Test secara kualitatif dan tes pembalut pad test secara kuantitatif.
Hasil: Dari 75 subyek penelitian didapatkan angka kejadian IUT de novo sebesar 8% (6/75). Uji analisis statistik menunjukkan hanya 2 faktor risiko yang berperan secara bermakna (p < 0,05) terhadap kejadian IUT de novo pada pasien POP pasca-operasi pervaginam di RSCM Jakarta, yaitu derajat POP yang berat dan penyakit Diabetes Mellitus dengan nilai OR 0,13 (95% CI 0,02-1,63) dan 23,75 (95%CI 2,29-590,2).
Kesimpulan: Pada penelitian ini, angka kejadian IUT de novo pada pasien POP pasca-operasi pervagnam adalah 8% dengan faktor risiko yang berperan adalah derajat POP preoperatif yang berat dan penyakit Diabetes Mellitus.

Background: Stress Urinary Incontinence remains a main women's health problem due to its devastating impacts to the quality of life. Some patients with pelvic organ prolapse (POP) may suffer from stress urinary incontinence (SUI) named de novo SUI after pelvic floor reconstruction2. The epidemiology study of de novo SUI in Indonesia is not known yet. In the world, a few studies have reported a wide range (2-43%) in incidence of de novo SUI following surgical repair of POP in previously continent patients. This study aimed to investigate the occurrence of de novo SUI and determined related risk factors after vaginal surgery on POP patients in Ciptomangunkusumo Hospital Jakarta. Methods: This is a cross-sectional study of 108 patients who underwent pelvic floor vaginal surgery due to pelvic organ prolapse (POP) at the Department of Obstetry and Gynecology, Urogynecology and Recontruction Division in Indonesian University-Ciptomangunkusumo Hospital from January 2016 to December 2017. According to the inclusion and exclusion criteria, 75 patients were enrolled in the study with consecutive sampling technique. The occurrence of de novo SUI was determined 6-12 months postoperatively by using Indonesian version of Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis (QUID), and objectively by positive Cough Stress Test (CST) during gynecological examination after negative Preoperative Prolapse Reduction Stress Test (PPRST). The clinical characteristic of positively de novo SUI patients identified were age, parity, Body Mass Index, menopause periode before surgery, degree of Pelvic Organ Prolapse based on POP-Q system, type of vaginal surgery and clinical result of Diabetes Mellitus. Thes significant risk factors that contribute for the occurrence of de novo SUI determined by multivariate statistical analysis (95% CI and 𝛼 0.05).
Results: The occurrence of de novo SUI was 8% or 6 from 75 patiens 6-7 month postoperative for pelvic floor reconstruction due to POP. Average of age, parity, BMI, menopause periode before surgery, respectively were 56.17 ± 4.67, 3.17 ± 1.07, 28.58 ± 5.18, and 12,8 ± 7,0. There were 50,0% (3/6) patients with severe degree of POP and 50% (3/6) with mild degree of POP with most of them 66,7% (4/6) had underwent non colpocleisis procedure for POP reconstruction. All of the patient but one were positively Diabetes Mellitus according to clinical hystory and laboratory finding, and most of them about 83,3% (5/6) were in menopause state. There were two significant risk facors that contribute to the occurrence of de novo SUI which are severe degree of preoperative POP (p 0.038; OR 0.13 95% CI 0,02-0,63) and Diabetes Mellitus (p 0.02; OR 23.75 95% CI 2.29-590.2).
Conclusion: The occurrence of de novo SUI after vaginal surgery of Pelvic Organ Prolapse patients in Ciptomangunkusumo Hospital Jakarta was 8%. Most of them were average of age < 60 years old, parity < 4, non- obese women, in menopausal periode, and diabetic patient. The determinant significant risk factors contribute to the occurrenceof de novo SUI were evere degree of preoperative POP and Diabetes Mellitus."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Stroke sering menimbulkan gangguan fungsi eliminasi yaitu inkontinensia urin urin. Pada psien stroke kondisi inkontinensia urin urin sering menimbulkan masalah baru yang akan memperberat kondisi pasien. Latihan berkemih atau bladder training dari penelitian Fanl, 1991 menunjukkan bahwa 50% dari sampel percobaannya menjadi mampu mengontrol kencing, dan 12 % menjadi total kontinen.
Pada penelitian ini, pengambilan data dilakukan selama tiga bulan dengan responden sebanyak 38 pasien stroke, dimana 19 sebagai kelompok intervensi, dan 19 sebagai kelompok kontrol Karakteristik responden sebagai berikut: jumlah pasien stroke Hemoragie di ruang intervensi 0,59 % dan stroke iskemi 0,41%. Di ruang Kontrol jumlah stroke Hemoragie 0,47 %, sedangkan stroke lskemia 0,53 %. Jika dibandingkan dengan usia, maka jumlah stroke Hemoragie dan lansia di ruang intervensi 0,21 %, di ruang kontrol 0,26 %.
Hasil dari penelitian menunjukan ada perbedaan yang bermakna terhadap masa pemulihan inkontinensia urin urin pada pasien yang bladder retraining-nya terprogram dengan baik dan yang tidak terprogram dengan baik. Pada ruangan intervensi jika tidak dibedakan jenis strokenya dan usisnya maka diperoleh lama Inkominensia urin rata-ratanya 13,11 hari, sedangkan di maka kontrol 22,7 hari. Setelah dianalisa dengan C 95% dengan uji T-test ternyata perbedaan ini bermakna dengan p= 0,012."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2000
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Ahmadi Farid
"ABSTRAK
Nama : Imam Ahmadi FaridNPM : 1406667463Program Studi/Divisi : Obstetri ndash; Ginekologi / Uroginekologi Rekonstruksi Judul: Prevalensi, karakteristik dan Faktor Risiko Terkait Pada Pasien Inkontinensia Urin Dalam Poliklinik Ginekologi Menggunakan Kuesioner Untuk Diagnosis Inkontinensia Urin QUID Versi Bahasa Indonesia Latar belakang: Inkontinensia urin tetap menjadi masalah kesehatan utama wanita karena dampaknya yang menghancurkan terhadap kualitas hidup. Namun, studi epidemiologi tentang inkontinensia urin UI di Indonesia sangat terbatas. Bisa jadi karena keluhan pasien yang kurang dilaporkan. Kami bertujuan untuk menentukan prevalensi, karakteristik dan faktor risiko UI di antara pasien ginekologi. Metode: Pasien mengunjungi klinik rawat jalan ginekologi di Cipto Mangunkusumo, Rumah Sakit Umum, Jakarta, Indonesia yang ditawarkan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Subyek yang memenuhi syarat melakukan wawancara untuk mengisi kuesioner QUID versi Bahasa Indonesia. Faktor terkait untuk stres inkontinensia urin SUI , mendesak inkontinensia urin UUI , dan kontinum urin campuran MUI diidentifikasi setelah analisis bivariat dan multivariat. Hasil: Prevalensi SUI, UUI, dan MUI masing-masing 4,3 , 3,0 , dan 2,7 di antara 400 subjek yang memenuhi syarat. Usia di atas 61 tahun, usia antara 51 hingga 60 tahun, tingkat pendidikan rendah, kelebihan berat badan, multiparitas, persalinan pervaginam dan keadaan menopause meningkatkan risiko untuk semua jenis UI. Pada analisis multivariat, usia yang lebih tua adalah faktor risiko paling signifikan untuk memiliki UI p = 0,000, OR 5,4 95 CI: 2,13-13,87 . Kesimpulan: Usia di atas 61 tahun, usia antara 51 hingga 60 tahun, tingkat pendidikan rendah, kelebihan berat badan, multiparitas, persalinan pervaginam dan menopause adalah faktor risiko untuk SUI, UUI, dan MUI. Umur adalah faktor terkait yang paling signifikan. Kata kunci: QUID Questionnaire, faktor risiko, inkontinensia urin.

ABSTRACT

Abstract Nama Imam Ahmadi FaridNPM 1406667463Program Studi Divisi Obstetri ndash Ginekologi Uroginekologi Rekonstruksi Title Prevalence, characteristics and Related Risk Factors In Urinary Incontinence Patients In Gynecology Polyclinics Using Questionnaire For Urinary Incontinence Diagnosis QUID Indonesian Version Background Urinary Incontinence remains a main women rsquo s health problem due to its devastating impacts to the quality of life. However, the epidemiology study of urinary incontinence UI in Indonesia is very limited. It could be due to the under reported complaints of the patients. We aim to determine the prevalence, characteristics and risk factors of UI among gynecological patients. Methods Patients visited gynecological outpatient clinic at Cipto Mangunkusumo, General Hospital, Jakarta, Indonesia were offered to be participated in this study. Eligible subjects underwent interview to fulfill Indonesian version of QUID questionnaires. The associated factors for stress urinary incontinence SUI , urge urinary incontinence UUI , and mixed urinary continence MUI were identified after bivariate and multivariate analysis. Results The prevalence of SUI, UUI, and MUI were respectively 4.3 , 3.0 , and 2.7 among 400 eligible subjects. Age over 61 years old, age between 51 to 60 years old, low education level, overweight, multiparity, vaginal delivery and menopausal state were increased the risk for any types of UI. On multivariate analysis, older age was the most significant risk factor for having UI p 0.000, OR 5.4 95 CI 2,13 13,87 . Conclusion Age over 61 years old, age between 51 to 60 years old, low education level, overweight, multiparity, vaginal delivery and menopausal state were the risk factor for SUI, UUI, and MUI. Age was the most significant associated factor. Keywords QUID Questionnaire, risk factors, urinary incontinence "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosiana Waicang
"Inkontinensia urin setelah operasi BPH adalah hilangnya kontrol terhadap buang air kecil karena salah satu katup yang mengontrol urin diangkat bersamaan dengan prostat, apabila katub ini diangkat kemungkinan terjadi kerusakan sraf dan otot sehingga menyebabkan inkontinensia setelah operasi prostat. Inkontinensia urin dapat menyebabkan masalah fisik, psikologis, sosial dan ekonomi sehingga mempengaruhi kualitas hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian inkontinensia urin setelah operasi prostat. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, dengan pendekatan deskriptif korelatif, dan teknik consecutive sampling pada 90 responden. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan signifikan antara Usia dengan kejadian inkontinensia urin (p-value 0,063, ! = 0,05), terdapat hubungan signifikan antara obesitas dengan kejadian inkontinensia urin (p-value 0,020, ! = 0,05), terdapat hubungan signifikan anatara jenis operasi dengan kejadian inkontinensia urin (p-value 0,038, ! = 0,05), terdapat hubungan signifikan antara volume prostat dengan kejadian inkontinensia urin (p-value 0,038, ! = 0,05), terdapat hubungan signifikan antara lama operasi dengan kejadian inkontinensia urin (p-value 0,036, ! = 0,05) dan tidak terdapat hubungan signifikan antara waktu operasi dengan kejadian inkontinensia urin (p-value 0,925, ! = 0,05). Pada hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa jenis operasi berhubungan paling dominan dengan kejadian inkontinensia urin nilai OR yang terbesar yaitu (2,39) (95% CI: 0,955-5,988). Diharapkan tenaga keperawatan dapat meningkatkan pemahaman melalui pemberian informasi atau pendidikan kesehatan terkait dengan pencegahan inkontinensia urin umumnya generasi muda khususnya pada generasi tua di Kota Jayapura.

The increase in the life expectancy of the Indonesian population reaching the age of 66.2 years has contributed to an increase in the number of elderly people ( Aging Structured Population ). The aging process causes health problems in the elderly, one of which is urinary incontinence. Urinary incontinence is a bladder sphincter defect or neurological dysfunction that causes loss of control over urination. Urinary incontinence can cause physical, psychological, social and economic problems that affect the quality of life of the elderly. This study aims to identify factors associated with urinary incontinence in patients after prostate surgery at the Urology Polyclinic, Jayapura Hospital in 2023. This study used a cross-sectional design, correlative descriptive approach, and consecutive sampling technique in 90 post-prostate post-operative patients at the polyclinic. Jayapura Hospital Urology. The results showed that there was no significant relationship between age and the incidence of urinary incontinence ( p-value 0.063,! = 0,05) , there is a significant relationship between obesity and urinary incontinence ( p-value 0.020,! = 0,05) , there is a significant relationship between the type of operation and the incidence of urinary incontinence ( p-value 0.038,! = 0,05), there is a significant relationship between Prostate Volume and the incidence of Urinary Incontinence ( p-value 0.038,! = 0,05) , there is a significant relationship between the length of operation and the incidence of urinary incontinence ( p-value 0.036,! =0,05) and there was no significant relationship between operating time and urinary incontinence ( p-value 0.925,! = 0,05). The results of the multivariate analysis showed that the type of surgery was most dominantly related to the incidence of Urinary Incontinence with the largest OR value (2.39) (95% CI: 0.955-5.988). It is hoped that nursing staff can improve understanding through providing information or health education related to the prevention of Urinary Incontinence in general for the younger generation, especially the older generation in Jayapura City. "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harjo Saksomo Bajuadji
"TUJUAN PENELITIAN : Mengetahui proporsi SIU pada kehamilan dan pasca persalinan dan mengetahui pengaruh usia, paritas, berat lahir bayi, cara lahir, episiotbmi, ruptur perineum, ekstraksi, dan riwayat SIU saat hamil terhadap perubahan proporsi SIU pasta persalinan.
DISAIN STUDI : kohort prospektif
TEMPAT STUDI : RS. Cipto Mangunkusumo Jakarta
SUBYEK : Seluruh wanita yang menjalani persalinan di RSCM periode Januari-Juni 2004 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi serta bersedia mengikuti studi ini
KELUARAN UTAMA : kejadian styes inkontinensia urin saat kehamilan, 6 minggu post partum dan 3 bulan post partum.
HASIL : Angka kejadian sires inkontinensia urin sebesar 37,1% terjadi saat kehamilan, 34,1% 6 minggu post partutn dan 27,75% 3 bulan post partum. Faktor multiparitas memegang peranan penting dalam peningkatan kejadian styes inkontinensia urin saat kehamilan dengan RR 9.16 U1K 95% 4,83-17,41 ; p<0,001), Proporsi stres inkontinensia urin saat kehamilan pada multiparitas lebih tinggi dibandingkan dengan primiparitas (64,96% : 7,09% ; p
KESIMPULAN : Kejadian sires inkontinensia urin saat kehamilan dan post partum cukup tinggi. Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terdapat peningkatan angka kejadian stres inkontinensia urin saat kehamilan dan post partum. Persalinan perabdominam kemungkinan dapat menjadi faktor pencegah kejadian SIU pasta persalinan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T21427
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Yunita
"Inkontinensia urin tekanan sering ditemukan padakehamilan dengan prevalensi tertinggi pada empat minggu terakhir kehamilan. Diketahui bahwa kelemahan otot dasar panggul merupakan salah satu penyebab inkontinensia urin tekanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kekuatan otot dasar panggul dengan inkontinensia urin tekanan pada perempuan hamil trimester ketiga akhir, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan melibatkan perempuan hamil 36-40 minggu di poli Obstetri dan Ginekologi RSUK TebetJakarta. Data yang diperoleh berupa hasil anamnesis, Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis QUID , pemeriksaan fisik, perineometer, dan tes batuk. Sampel berjumlah 142 orang dengan 54,2 diantaranya mengalami inkontinensia urin tekanan. Diketahui bahwa kekuatan otot dasar panggul dan taksiran berat janin memiliki perbedaan bermakna dengan inkontinensia urin tekanan p = 0,002, < 0,001, secara berurutan . Uji multivariat menunjukkan bahwa kekuatan otot dasar le; 25,5 cmH2O panggul dan TBJ ge; 3.100 gram paling mempengaruhi kejadian inkontinensia urin tekanan OR = 2,52, p= 0,021 dan OR = 3,34, p= 0,001, secara berurutan . Uji probabilitas menunjukkan bahwa apabila TBJ >3.100 gram dan kekuatan otot dasar panggul
Stess urinary incontinence is the most frequent found during pregnancy with the highest prevalence in the last four weeks of pregnancy. It is known that weaken pelvic floor muscle is one of the causes of stress urinary incontinence. This study aims to know the relationship between the strength of pelvic floor muscle and stress urinary incontinence in late third trimester of pregnancy and its associated factors.A cross sectional study was conducted involving women with 36 until 40 weeks of pregnancy at Obstetric and Gynecology clinic of Tebet Subdistrict Hospital, Jakarta. Collected data included medical interview, Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis QUID , physical examination, perineometer, and cough test. Among 142 samples, 54.2 had stress urinary incontinence. Discovered that pelvic floor muscle, and estimated fetal weight had significant differences with SUI p 0.002, 0.001, respectively . Multivariate analysis showed the strength of pelvic floor muscle le 25.5 cmH2O , and EFW ge 3,100 gram were the most influenced factors for SUI OR 2.52, p 0.021 dan OR 3.34, p 0.001, respectively . The likelihood of SUI was 75.39 if the strength of PFM was le 25.5 cmH2O,and EFW ge 3,100 gram. Weaken pelvic floor muscle, and EFW were the factors influencing SUI. "
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kadek Fajar Marta
"ABSTRAK
Tingkat Kesesuaian Dan Penerimaan Subjek Terhadap Uji Pembalut 20 Menit Dibandingkan 60 Menit Sebagai Metode Pengukuran Derajat Keparahan Inkontinensia Urin Tipe TekananKadek Fajar Marta, Fernandi MoegniDivisi uroginekologi dan rekonstruksi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia AbstrakMengingat prevalensi yang tinggi dan efek negatif dari SUI maka perlu dilakukan penanganan yang tepat. Pemilihan terapi sangat tergantung dari penilaian derajat keparahan SUI yang diderita. Diperlukan suatu metode akurat yang secara objektif dapat mengukur derajat keparahan SUI sehingga terapi dapat diberikan secara tepat. Penelitian ini menggunakan desain eksperimen silang sehingga hanya memerlukan satu kelompok sampel yang akan menjadi pembanding bagi dirinya sendiri. Pasien SUI yang terdiagnosis di Poliklinik Uroginekologi Cipto Mangunkusumo, General Hospital, Jakarta, Indonesia dan memenuhi kriteria inklusi, mendapatkan dua kali uji pembalut yaitu uji pembalut 20 menit kemudian uji pembalut 60 menit atau sebaliknya dengan selisih jangka waktu satu minggu dan akan diwawancarai menggunakan kuisioner pada setiap uji pembalut selesai dikerjakan. Kuisioner ini dibuat oleh peneliti dan sebelum digunakan ke subjek penelitian, dilakukan uji coba pada 5 orang pasien perempuan yang didiagnosis SUI. Hasil Kappa R = 0,84 yang menunjukkan uji pembalut 20 menit memiliki uji kesesuaian yang baik dengan uji pembalut 60 menit. Pada tingkat kepuasan didapatkan 25 responden 83,3 mengatakan puas pada uji pembalut 20 menit, bahkan 5 responden 16,7 mengatakan sangat puas. Sedangkan pada uji pembalut 60 menit, 3 responden 10 mengatakan kurang puas dan sisanya mengatakan puas. Terdapat kesesuaian yang baik antara pemeriksaan uji pembalut 20 menit dan 60 menit dalam menilai derajat keparahan inkontinensia urin. Pada pemeriksaan uji pembalut selama 20 menit didapatkan persentase subjek yang menyatakan puas dan sangat puas lebih tinggi dibandingkan dengan uji pembalut selama 60 menit. Kata kunci: Uji pembalut 20 menit, uji pembalut 60 menit, tingkat kesesuaian dan penerimaan subjek

ABSTRACT
Level of agreement and Acceptance of 20 Minute versus 60 Minutes Sanitary Pad Test as a Method of Measuring Severity Degree of Stress Urinary IncontinenceKadek Fajar Marta, Fernandi MoegniUrogynecology Reconstruction Surgery Division, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia AbstractLevel of agreement and Acceptance of 20 Minute versus 60 Minutes Sanitary Pad Test as a Method of Measuring Severity Degree of Stress Urinary IncontinenceGiven the high prevalence and negative effects of SUI is necessary to do the appropriate treatment. Selection of therapy depends on the assessment of the severity of SUI. An accurate method is needed which can objectively measure the severity of SUI so that therapy can be administered appropriatelyThis study used cross-experimental design so that it only requires one sample group that will be compared to itself. The subject are SUI patients in Urogynecology Polyclinic Cipto Mangunkusumo, General Hospital, Jakarta, Indonesia and met the inclusion criteria. Two times sanitary pad test was obtained, the first test was 20 minutes pad test and then followed with 60 minutes pad test or vice versa within one-week period. Subjects will be interviewed using questionnaire at the end of each pad test. The questionnaire was prepared by the researcher and a trial was performed on 5 patients prior the use to the subject of the study.Results Kappa R = 0.84 indicating that a 20-minute sanitary pad test had a good level of agreement to 60-minute. On the level of satisfaction, 25 respondents 83,3 stated that they were satisfied with 20 minute pad test and 5 respondents 16,7 stated that they were very satisfied. On the other hand, 3 respondents 10 stated that they were less satisfied with the 60-minute sanitary pad test, and the others was satisfied.There is a good agreement between the 20 minute and 60 minute sanitary pad test in assessing the severity of urinary incontinence. Compared to 60 minutes sanitary pad test, 20 minutes pad test obtained higher percentage of subject rsquo;s satisfaction. Keywords: 20 Minutes Sanitary Pad Test, 60 Minutes Sanitary Pad Test, Stress Urinary Incontinence
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Asih Anggraeni
"ABSTRAK
Inkontinensia urin sering ditemukan pada 50% wanita yang berusia dibawah 60. Yang terbanyak adalah inkontinensia urin jenis tekanan (IUT) sebesar 49%. Diketahui bahwa kelemahan otot dasar panggul merupakan salah satu penyebab inkontinensia urin jenis tekanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara kekuatan otot dan ketebalan otot levator ani dengan keluhan IU-T pada perempuan. Penelitian ini menggunakan desain Comparative Cross Sectional dengan melibatkan wanita yang berkunjung di poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dengan kelompok studi adalah subyek dengan tes batuk positif sedangkan kelompok kontrol adalah subyek dengan tes batuk negative. Data yang diperoleh berupa hasil anamnesis, Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis (QUID), pemeriksaan fisik (POPQ), tes batuk. perineometer, dan USG. Sampel berjumlah 82 orang. Hasil penelitian ini didapatkan tidak ada perbedaan bermakna antara ketebalan otot levator ani terhadap kejadian IUT dengan median ketebalan otot levator ani 0,63 cm (range 0,31-1,02 dan p=0,897). Sedangkan kekuatan otot levator ani terhadap IUT memiliki median 19,5 (range 4,6-88,6 dan p=0,001). Pada analisis multivariat didapatkan bukti bahwa secara murni IUT, prolap dan usia tidak mempunyai pengaruh bermakna terhadap kekuatan otot levator ani dengan nilai p masing-masing 0,243; 0,844; 0,903.

ABSTRACT
Urinary incontinence is often found in 50% of women under the age of 60. The most common is pressure type urinary incontinence (IUT) of 49%. It is known that pelvic floor muscle weakness is one of the causes of pressure type urinary incontinence. This study aims to examine the relationship between muscle strength and levator ani muscle thickness with IU-T complaints in women. This study uses a Comparative Cross Sectional design by involving women visiting the Obstetrics and Gynecology clinic of RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo with the study group were subjects with positive cough tests while the control group were subjects with negative cough tests. The data obtained in the form of history taking, Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis (QUID), physical examination (POPQ), cough test. perineometer, and ultrasound. A sample of 82 people. The results of this study found no significant difference between the levator ani muscle thickness to the incidence of IUT with the median levator ani muscle thickness 0.63 cm (range 0.31-1.02 and p = 0.897). While levator ani muscle strength against IUT has a median of 19.5 (range 4.6-88.6 and p = 0.001). In multivariate analysis it was found that purely IUT, prolapse and age had no significant effect on the strength of levator ani muscles with a p value of 0.243 each; 0.844; .903."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>