Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129520 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Veronika Maria Sidharta
"Latar belakang: Otot rangka adalah jaringan yang dinarnis. Proses perkembangan dan regenerasinya dipengaruhi oleh berbagai faktor pertumbuhan, antara lain tenasln-C. Tenasin-C adalah suatu glikoprotein heksabrakion matriks ekstrasel yang mempunyai subunit EGF-like. Tenasin-C berfungsi sebagai regulator berbagai fungsi seL Ekspresinya dapat dilihat dengan cara imunohisto kimia dan dinilai secara semikuantitatif dengan estimasi visual. Belum dtketahui ekspresi tenasin-C pada jaringan otot rangka berkaitan dengan proses perkembangan dan korelasinya dengan jumlah dan diameter serat otot rangka. Dlduga seiring bertambahnya usia akan terjadi penunman ekspresi tenasin-C dan bertambahnya jumlah dan diameter serat otot. Diharapkan di kemudian hari dapat dikembangkan terapi kerusakan atau kelainan otot meJalui optimalisasi regenerasi sentt otot dengan pemberian tenasin-C eksogen.
Metode: Desain penelitian ini adalah perbandingan potong lintang dengan subyek tikus Sprague-Dawley jantan usia l-4 hari, 3-4 bulan, dan 12-16 bulan. Sediaan mikroskopik diwarnal dengan hematoksilin eosin TNC. Fotomikrograf dianalisis dengan Digimizer Image Analyzer. Anaiisis imunoreaktivltas TNC dilakukan berdasarkan intensitas pewamaan dan pola ekspresi.
Hasil: Terdapat penambahan jumlah dan diameter sera! otot rangka dari kelompok usia 1-4 hari sampai kelompok usia 12-16 bulan. Ekspl}'Si TNC ditemukan pada otot rangka semua kelompok umur. Ekspresi kuat terhadap TNC paling sering ditemukan di kelompok usia l-4 hari. Ekspresi negatif dan ekspresi lemah paling sering ditemukan di kelompok usia 12-16 bulan.

Background: Skeletal muscle is a dynamic tissue. Its development and regeneration processes are influenced by various growth factors. Amongst those factors is tenascin C 1NC is one of the extracellular matrix glycoprotein with EGF-like subunit. TNC acts as regulator for several cell functions. Its expression can be detected immunohistochernically and analyzed semiquantitatively using visual estimation. TNC expression in skeletal muscle related with developmental process and its correlation with skeletal muscle fiber number and diameter is, to date, not yet known. The preferred hypothesis is with increasing age. there wi11 be decreasing TNC expression and increment of skeletal muscle fiber number and diameter.
Methods: This is a comparative cross-sectional study. Subjects are male Sprague-DawJey rats, divided into 3 age groups: l-4 days, 3-4 months. and 12-16 months. Microscopic specimens were made and stained with hematoxylin-eosin and TNC immunohistochemistry. Microphotographs: were analysed using Digimizer Image Analyzer. Immunoreactivity of TNC was classified based on staining intensity and expression pattern.
Result: There is an increase in skeletal muscle fiber number and diameter from 1 day to 16 months. TNC expression was positive in all age groups. Strong TNC expression was found in 1-4 day-oJd group. Negative and weak expressions were found mostly in adult group. 'There is a positive correlation between TNC extracell expression pattern with muscle fiber number and diameter, and also between TNC weak expression with muscle fiber number and diameter."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T32394
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Radiana Dhewayani Antarianto
"Latar Belakang: Penemuan sel stem jantung (CSC, cardrkzc stem cells) membuktikan jantung sebagai organ dengan pergantian sel-sel parenkim dan non-parenkim di bawah pengaturan kompartemen sel stem. Kemampuan regenerasi jantung berkurang dengan bertambahnya usia. Penyebab penuaan sel stem jantung adalah perubahan pada lingkungan mikro (niche) jantung yang mempengaruhi keberlangsungan hidup sel stem jantung. Tenascin C adalah molekul di niche jantung yang berperan dalam remodeling jaringan jantung dan angiogenesis, dna komponen peuting dalam regenerasi jantung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah dan diameter sel otot jantung di jantung tikus yang berbeda usia, menilai ekspresi Tenascin C dan mengetahui hubungan antara ekspresi tenascin C dan perubahan morfometri sel otot jantung.
Metode: Desain penelitian ini adalah komparatif potong lintang dengan 6 tikus neonatus (usia 1-4 hari), 9 tikus dewasa muda (usia 3-4 bulan) dan 9 tikus dewasa (usia 12-16 bulan). Proses pembuatan sediaan mikroskopik dilanjutkan dengan pewarnaan HE dan imunohistokimia Tenascin C (sc-9871, sc~2023). Mikrofografi jamung (HE) dipilih 2 Ipb atrium dan 2 Ipb ventrikel. Hasil mikrofotograf dimasukkan dalam format jpeg dan dianalisis dengan Digimizer Image Analyzer. J umlah sel otot jantung dihitung per Ipb dengan tagging system dan diameter sel otot jantung diukur berdzsar unit kalibrasi skala mikrometer. Milcrofotograf tenascin C Iewat software DP2BSW dalam format tifl Dihitung 100 sel otot jantung atrium dan 100 sol ventrikel untuk musing-masing subyek. Imunoreaktivitas tenascin C di sel otot jantung dinyatakan lokasi ekqaresi dan skor intensitas. Lokasi ekspresi adalah positif intra sel, ekstra seL kombinasi keduanya dan negatifl [ntensitas pewarnaan tenascin C diberi skor 1 (lemah) sampai 3 (lcuat). Analisis statistik menggunakan SPSS 13.
Hasil : Jumlah sel otot jantung per Ipb terbesar di kelompok neonatus (Atrium=73.4:l=4.8'7; Ventrikel= l52.5:1:3.6) dan paling sedikit di kelompok dewasa (Atrium= 26:I:1.5; Ventrikel= 43.7:1:2.8). Diameter sel otot jantung terkecil di kelompok neonatus (Atrium= 6.lprni0.23; Ventrikel=-° 7.39pmi0.3) dan paling besar di kelompok dewasa (Atrium°-= l7.42pmi0.42; Ventrikel== 23.44|1m=1=0.74). Ekspresi tenascin C ditemukan pada jantung tikus neonatus, dewasa ruuda dan dewasa. Pola ekspresi tenascin C yang sering ditemukan di kelompok neonatus adalah pola kombinasi (Atrium= 43.l7i9.4, Ventrikel= 56.83=l=8.5) dan pola intra sel (Atrium-= 41.33=+=13.4; Ventrikel= 33 .67:|:6.7). Pola ekspresi tenascin C ekstra se! lebih sering ditemukan di kelompok dewasa muda (Atrium= ll.56t3.2; Ventrikel= l2.ll=b7.4) dan dew:-lm (Atrium= 9.22=l:3.5; Ventrikel= 11.67:E3.9) dibandingkan kelompok neonatus (Atrium= 3.33:I=1.3; Ventrikel= 2.5¢l.4). Ekspresi tenascin C negatif paling sering ditemukan di ventrikel jantung dewasa muda (74.44t8 2) dan dewasa (67 .33=\:?7 .6) . Intensitas pewamaan tenascin C kuat (skor 3) paling sering ditemukan di kelempok neonatus (Atrium= 42.83=1=l3.6; Venti-ikel= 59.33=1=9). Skor I paling sering ditemukan di ventrikel jantung kelompok dewasa (16.1 l=|=5.3). Dari analisis korelasi bivariat Pearson ditemukan korelasi positif yang bermakna antara pola ekspresi tenascin C kombinasi di atrium dengan jumlah sel ototjantung atrium (p==0.0l6); pola ekspresi tenasein C intra sel di ventrikel dengan jumlah sel otot jantung ventrikel (p=0.0l) dan pola ekspresi kombinasi di ventrikel dengan jumlah (p=0.00) dan diameter sel otot jantung vcntrikel (p=0.026). Ditemukan pula korelasi positif yang bermakna aniara sl-cor 3 intensitas pewarnaan tenascin C di atrium dengan jumlah sel otot jamung atrium (p=0.035); skor 3 di ventrikel dengan jumlah sei otot jantung ventrikel (p=0.00). Korelasi negatif yang bermakna ditemukan antara skor 3 di ventrikel dengan diameter sel otot jantung ventrikel (p=0.0~0l).
Kesimpulan : Semakin bertambah usia jantung, jumlah sel/Ipb semakin berkurang dan diameter semakin besar. Gambaran ini menandalcan teajadinya hipertrofi sel otot jantung. Ekspresi tenascin C ditemukan di jantung neonatus, dewasa muda dan dewasa. Semakin bertambah usia jantung terjadi penurunan jumlah sel otot jamung yang positif mengekspresikan tcnascin C dan berkurangnya intensitas pewarman tenascin C. Di atrium dan ventrikel jamung, semakin banyak jumlah sel otot dengan pola ekspresi tenascin C kombinasi maka semakin banyak jumlah sel otot jantung. Di ventrikel, pola ekspresi kombinasi juga berkorelasi positif dengan diameter se] otot jantung. Semakin tinggi jumlah sel dengan skor intensitas 3 make jumlah sel Otot jantung semakin banyak dan diameter sel otot jantung yang kecil.

Background: Discovery of Cardiac Stem Cells (CSC) showed the heart as renewable organ with parenchymal and non-parenchymal cells turnover governed by stem cells compartments. Cardiac regenerative ability decreases with advancing age. The cause of CSC?s aging is the changes in cardiac microenvironment (niche) that surrounds CSC. Tenascin C is a major glycoprotein in cardiac niche that plays a vital role in cardiac remodelling and angiogenesis, two main components of cardiac regeneration. This study aims to compare immunoreactivity of tenascin C, cardiomyocites number and diameter in three age groups rat cardiac and determine the correlation between tenascin C immunoreactivity and cardiomyocite?s motphometric changes.
Methods: Design of this study is comparative cross sectional with 6 neonate rats (age I-4 days), 9 young adult rats (age 3-4 months), and 9 adult rats (age 12-16 months). The subjects underwent intravital lixation and cardiac organ was removed. Microscopic specimens were made and stained with hematoxylin-Eosin and tenascin C immunohistochemistry (sc-9871, sc-2023). From cardiac microphotograph (HE stained) two high power field (hpf) was selected for atrium and two hpf for ventricle. Microphotographs was transferred into digital format (jpeg) and analysed with Digimizer Image Analyzer. Cardiomyocite number was determined using tagging system and measurement of cardiomyocite diameter was calibrated with micrometre scale using Digimiaer Image Analyzer. immunohistochemistry results were documented with DPZBSW as tnicrophotographs in digital format (tiff). 100 catrliomyocites in the atrium and in the ventricle fiom each subject was analysed. Immunoreactivity of tenascin C was classified based on expression paltem and staining intensity. The expression pattern was positive intra cellular, positive extra cellular, positive combination (both intra and extra cellular) and negative. Staining intensity was scored I (weak) to 3 (strong). Statistical analysis was performed with SPSS I3.
Result : The most abundant cardiomyocte number per high power fielf (hpf) was found in neonate cardiac (Atrium= 73.4=b4.8'7; Ventrikel= l52.5:l:3.6) and the least abundant was in adult cardiac(Atrium= 26=l:l.5; Ventrikel= 43.7=E2.8). Cardiomyocite diameter was smallest in neonate cardiac (Atrium= 6.1 um=h0.28; Ventrikel= 7.39um:I=0.3) and largest in adult group (Atrium= l7.42um:1:0.42; Ventrikel= 23.44|.un:l:0.74). Tenascin C immunoreactivity was found in neonate, adolescence and adult cardiac. Tenascin C expression pattern most frequently found in neonate cardiac was positive combination (Atrium= 43.l7:1:9.4, Ventrikel= 56.83=l:8.5) and positive intra cellular (Atrium= 4l.33il3.4; Ventrikel= 33.67=l:6.'7). Tenascin C positive extra cellular was commonly found in young adult cardiac (Atrium= 1l.56=l=3.2; Ventrikel= 12.l 1174) and adult cardiac (Atrium= 9.22d:3.5; Ventrikel= 11.671-3.9). Negative tenascin C was more ti-equently found in young adult ventricle (74.44=i=8.2) and adult cardiac (67.33:l:'7.6). High score for tenascin C staining intensity (score 3) was iiequently found in neonate cardiac (Atrium= 42.83=kl3.6; Ventrikel= 59.33d=9). Score l was iiequently found in adult ventricle (16.1l:l:5.3). Pearson bivariate correlation revealed significant correlation between positive combination tenascin C pattern in the atrium with atrial cardiomyocites number(p=0.0l6); positive intra cellular tenascin C pattem in the ventricle with ventricular cardiomyocitcs number (p=0.0l) and positive combination in the ventricle with ventricular cardiomyocites number (p=0.00) and diameter (p=0.026). Significant correlation was also found between score 3 in the atrium with atrial cardiomyocites number (p=0.035); score 3 in the ventricle with ventricular cardiomyocites number (p=0.00). Negative correlation was found signiiicant between score 3 in the ventricle with ventricular cardiomyocitcs diameter (p=0.00l).
Conclusions : With advancing age, cardiomyocte number per hpf decreases while the diameter increases. This resembles hypertrophy of cardiomyocite. Tenascin C immunoreactivity was found in neonate, adolescence and adult mrdiac tissue. With advancing age, we found reduced number of cardiomyocites expressing tenascin C and decreased staining intensity. In cardiac atrium and ventricle, increased number of positive combination tenascin C expression showed increased cardiomyocites number. In ventricle, increased number of positive combination showed increased cardiomyocitec diameter. Increased number of cardiomyocites with score 3 tenascin C staining intensity showed higher cardiomyocites number and smaller diameter.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T33066
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cusmarih
"Disuse atrofi merupakan jenis atrofi otot atau pengecilan otot yang mengacu pada penurunan dalam ukuran otot dalam tubuh.Berdasarkan dari hasil pengamatan bahwadisuse atrofi sering terjadi akibat tidak menggunakan otot atau pemutusan sinyal saraf ke otot. Kondisi ini sering terjadi setelah periode immobilisasipasca prosedur pembedahan besar, orang-orang dengan kaki di gips/traksi terpasang ORIF atau OREF. Oleh karena itu kurangnya menggunakan otot dan dampak yang diakibatkan oleh hal tersebut adalah pasien mengalami kelemahan yang pada akhirnya pasien tidak bisa untuk melakukan aktifitasnya sehari-hari. Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik komparatif dengan pendekatan cross-sectional pada pasien paska operasi fraktur femur sebanyak 66 pasien di Indonesia.
Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya disuse atrofiadalahnyeridengan nilai p= 0,045 sedangkan untuk variabel yang lain pada pemodelan akhir dari multivariate adalah pengetahuan ROM dengan p=0,052, imobilisasi dngan p=0,052 dan motivasi dengan p=0,002. Berdasarkan hasil penelitian bahwa nyeri merupakan faktor yang paling mempengaruhi untuk terjadinya disuse atrofi pada pasien paska operasi fraktur femur.

Disuse atrophy is a type of muscle atrophy or muscle wasting that refers to a decrease in muscle size in the body. Based on the observation that disuse atrophy often occurs due to not using muscle or termination of nerve signals to muscle. This condition often occurs after immobilization period after large surgical procedure, people with legs in gypsy traction attached ORIF or OREF. Therefore the lack of muscle use and the impact caused by it is the patient experiencing weakness that ultimately the patient is unable to perform their daily activities. This study used a comparative analytic research design with cross sectional approach in post operative fracture patients as many as 66 patients in Indonesia.
The results showed that the factors that influence the occurrence of disuse atrophy are pain with p value 0.045, while for other variables in the final modeling of multivariate is knowledge of ROM with p 0,052, immobilization with p 0,052 and motivation with p 0,002. Based on the results of the study that pain is the most influencing factor for the occurrence of disuse atrophy in post operative femur fracture patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
T49406
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stephanie Amanda Hatibie
"Deteksi dini keterlambatan perkembangan merupakan hal yang penting, agar anak tidak kehilangan kesempatan untuk mendapatkan intervensi dini. Sayangnya, hanya 23% dokter anak yang konsisten menggunakan instrumen penapisan terstandar. Faktor penghambat yaitu keterbatasan sumber daya, kurangnya konsensus mengenai instrumen yang paling cocok digunakan, serta kurangnya kepercayaan diri seorang dokter karena pelatihan yang kurang memadai. WHO merekomendasikan kriteria uji penapisan berbasis keluarga, memiliki kesahihan dan keandalan, dapat digunakan oleh beragam kultur, ringkas, serta menggunakan bahasa yang mudah dimengerti. Penelitian ini bertujuan menciptakan instrumen penapisan perkembangan anak khususnya usia 12 bulan yang tervalidasi, berupa kuesioner orangtua, daring, berbahasa Indonesia. Proses penelitian terbagi menjadi dua, yaitu tahap penyusunan kuesioner (perumusan pertanyaan, diskusi panel ahli, putaran Delphi, wawancara kognitif) dan tahap validasi. Metode Delphi dua putaran melibatkan ahli di bidang tumbuh kembang anak. Kuesioner awal berjumlah 100 pertanyaan tereduksi menjadi total 35 pertanyaan dari 5 ranah perkembangan; diujikan kepada 110 subjek orangtua yang memiliki anak usia 9-15 bulan. Kesahihan kuesioner tiap ranah berada dalam rentang kuat dan sangat kuat (r= 0,663-0,860). Nilai alfa Cronbach untuk tiap ranah perkembangan berkisar 0,479- 0,838; sedangkan untuk seluruh ranah yaitu 0,827. Studi ini menunjukan bahwa kuesioner terbukti sahih dan andal sebagai alat penapisan perkembangan anak usia 12 bulan.

Early detection of developmental delays is crucial for a child, so as not to lose the opportunity to get early intervention. Unfortunately, only 23% of pediatricians consistently use standardized screening instruments. The obstacles are limited resources, lack of consensus on the most suitable instrument to use, and lack of confidence in a doctor due to inadequate training. WHO recommends criteria for screening tests that are family based, have validity and reliability, can be used by various cultures, are concise, and use perceptible language. This study aims to develop a validated screening tool for child development, especially 12 months of age, in the form of an online parent-based questionnaire, written in Bahasa. There are two stages; generating item questionnaire (question formulation, expert panel discussion, Delphi rounds, cognitive interviews) and tool validation. Two rounds Delphi involves experts in child development. The initial questionnaire consists of 100 questions which reduced to a total of 35 questions from 5 development domains; tested on 110 subjects who have children aged 9-15 months. The validity for each domain ranged strong and very strong (r = 0.663-0.860). Cronbach's alpha values for each domain ranged from 0.479 to 0.838; while for the entire domain, it is 0.827. This study shows that the questionnaire is valid and reliable as a screening tool for the development of children aged 12 months."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Diafiri
"Latar Belakang: Gangguan kognitif merupakan komplikasi yang umum ditemui pada pasien HIV. Hal ini disebabkan oleh kerusakan neuronal oleh infeksi HIV. Gangguan kognitif dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Dengan berkembangnya terapi antiretroviral (ART) terjadi penurunan derajat keparahan gangguan kognitif dan peningkatan kualitas hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan fungsi kognitif dan kualitas hidup hidup pasien HIV setelah ART selama 3 bulan.
Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan studi kohort prospektif bagian dari JacCCANDO study (JAKarta CMV and Candida in HIV patients on ART evaluation in Cardiology, Neurocognitive, Dentistry and Ophtalmology Study) dimana subjek penelitian merupakan pasien HIV dengan imunodefisiensi berat (sel limfosit T CD4 < 200 sel/mL). Data yang digunakan pada penelitian adalah data sebelum dan setelah ART selama 3 bulan. Dilakukan penilaian kognitif lengkap, kualitas hidup (SF-36) serta pemeriksaan laboratorium.
Hasil: Didapatkan 51 subjek dengan rentang usia subjek ialah 19-44 tahun. Didapatkan perbaikan skor (p<0,05) pada median Z kognitif,  Z fluensi, Z eksekutif, Z keterampilan motorik, skor kesehatan fisik dan mental setelah ART 3 bulan. Tidak didapatkan korelasi antara perubahan kognitif dengan kualitas hidup baik kesehatan fisik dan mental.
Kesimpulan: Terdapat perbaikan fungsi kognitif pada domain fluensi, fungsi eksekutif dan keterampilan motorik serta perbaikan kualitas hidup baik kesehatan fisik maupun mental pada pasien HIV naïve setelah pemberian antiretroviral selama 3 bulan.

Background: Cognitive impairment is one of the common complications found in patients with HIV. It is caused by neuronal damaged of HIV infection. Cognitive impairment could influencing the patient's quality of life (QoL). However, the development of antiretroviral therapy (ART) results in a decrease of cognitive impairment severity as well as an increase of QoL. This study aims to investigate the cognitive function and QoL changes in HIV patients after 3 months of ART.
Methods: This is a prospective cohort study and a part of JacCCANDO study (JAKarta CMV and Candida in HIV patients on ART evaluation in Cardiology, Neurocognitive, Dentistry and Ophthalmology Study) where all subjects were HIV patients with severe immunodeficiency (CD4 T-lymphocyte cell < 200 cells/mL). In this study, data was taken before and after antiretroviral therapy for 3 months. Complete cognitive assessment was performed, QoL (SF-36), and laboratory examination.
Result: Fifty-one subjects were gathered in this study. The age range was within 19-44 years old. There also a score improvement (p<0.05) in Z cognitive median, Z fluency, Z executive, Z motoric skills, physical health score and mental health score after 3 months of ART. No correlation was found between cognitive changes and QoL in neither physical health nor mental health.
Conclusion: There was an improvement of cognitive function within fluency domain, executive function, and motoric skills as well as the QoL improvement in both physical and mental health amongst naïve HIV patients after 3 months of antiretroviral therapy. Overall changes of cognitive function did not affect the QoL in both physical and mental.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Jeumpa S
"Kejadian gizi kurang masih merupakan masalah di Indonesia. Gizi kurang bisa menyebabkan atrofi mukosa usus dengan akibat terjadi gangguan permeabilitas usus dan menimbulkan malabsorbsi nutrien. Suplementasi glutamin, zinc, prebiotik dan serat pangan sangat penting dalam regenerasi mukosa usus. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti efikasi fortifikasi glutamin, zinc, prebiotik dan serat pangan pada suplemen biskuit berbasis Moringa oleifera terhadap perbaikan integritas mukosa usus pada anak usia 12–18 bulan dengan gizi kurang sebagai salah satu modalitas cara mengatasi masalah gizi anak di Indonesia.
Tahap pertama penelitian ini dimulai dengan formulasi biskuit berbasis Moringa oleifera dengan fortifikasi glutamin, zinc, prebiotik dan serat pangan. Setelah biskuit terbentuk lalu dianalisis kandungannya, kemudian dilakukan uji cita rasa. Selanjutnya tahap kedua berupa uji klinik dua kelompok paralel tersamar ganda untuk menguji efikasi fortifikasi glutamin, zinc, prebiotik dan serat pangan pada suplemen biskuit berbasis Moringa oleifera pada anak usia 12–18 bulan dengan gizi kurang dan efeknya pada integritas mukosa usus dengan mengukur IFABP urin, AAT tinja dan Kalprotektin tinja di Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat.
Dari 57 subjek, terdiri dari dua kelompok yaitu 28 subjek kelompok intervensi dan 29 subjek kelompok kontrol. Dari 57 subjek, didapatkan 29 (50,8%) dengan kadar IFABP urin baseline lebih tinggi dari ambang batas normal (100 ng/mL). Nilai penurunan pemeriksaan IFABP urin pada kedua kelompok bermakna pada bulan ke-3 (p = 0,021) dan ke-6 (p < 0,001) dari baseline. Terdapat 28 (49,2%) dari 57 subjek memiliki nilai baseline AAT di atas nilai cut-off (26,8 mg/dL). Perbedaan penurunan yang bermakna pada kedua kelompok terjadi pada bulan ke-6 (p = 0,022). Pada AAT bulan ke-3 dan ke-6 setelah baseline bermakna baik pada kelompok intervensi (p < 0,001) maupun kelompok kontrol (p < 0,001). Nilai kalprotektin bulan ke-6 dan baseline terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok intervensi dan kontrol (p = 0,026). Jika dibandingkan pada masing-masing kelompok terdapat penurunan yang bermakna nilai kalprotektin bulan ke-3 (p = 0,010) dan ke-6 (p = 0,004) dari baseline baik antara kelompok intervensi dibandingkan kontrol.

Malnutrition can cause intestinal mucosal atrophy, resulting in permeability disorders and nutrient malabsorption. Fortification of glutamine, zinc, prebiotics, and dietary fiber is very important in the regeneration of the intestinal mucosa. This study aims to examine the efficacy supplementation of Moringa oleifera-based fortified biscuits for impaired intestinal mucosal integrity in children aged 12-18 months with malnutrition. This study began with fortified Moringa oleifera-based biscuits formulation. The ingredient is analyzed, then we conducted a taste test. A double-blind, parallel group clinical trial test the efficacy of fortified biscuit for six months in undernourished children aged 12 to 18 months on the intestinal mucosa integrity by measuring IFABP, AAT and Calprotectin in Grogol Petamburan District, West Jakarta. From 57 subjects, divided into two groups. The decrease of IFABP in both groups was significant at the 3rd month and 6th month from the baseline. At the 3rd and 6th month AAT decrease of the baseline were significant in both groups. When compared in each group there was a significant decrease of calprotectin 3rd and 6th month from the baseline of both groups. Moringa oleifera-based biscuit supplementation fortified with glutamine, zinc, prebiotics and dietary fiber for 6 months has been shown to improve intestinal mucosal integrity in undernourished children aged 12—18 months compared to biscuits without fortification."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Marlisye
"Latar belakang: Deteksi dini keterlambatan perkembangan anak merupakan hal yang penting untuk membangun anak Indonesia yang cerdas dan berkualitas. Ages and Stages Questionnaires-Third Edition (ASQ-3) merupakan kuesioner berdasarkan laporan orangtua atau pengasuh untuk mendeteksi keterlambatan perkembangan anak usia 1 bulan sampai 66 bulan yang terstandarisasi dan mudah digunakan, namun belum pernah dilakukan uji kesahihan dan keandalan terhadap kuesioner ini dalam bahasa Indonesia.
Tujuan: Mengetahui kesahihan interna dan keandalan kuesioner ASQ-3 bahasa Indonesia sebagai alat penapisan keterlambatan perkembangan anak usia kurang dari 1 tahun.
Metode: Penelitian potong lintang uji kesahihan interna dan keandalan kuesioner ASQ-3 kelompok umur 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 8 bulan, 9 bulan, 10 bulan dan 12 bulan, dilakukan pada orangtua yang memiliki anak usia 1-12 bulan baik yang sehat maupun berisiko keterlambatan perkembangan, di Kelurahan Kampung Melayu dan Kelurahan Cipinang Muara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Penelitian dibagi 2 tahap. Tahap pertama (April-Juni 2018) merupakan tahapan adaptasi transkultural kuesioner ASQ-3 dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Tahap kedua (Juli-September 2018) merupakan uji kesahihan dan keandalan kuesioner ASQ-3 bahasa Indonesia, 35 anak setiap kelompok umur, menggunakan metode cluster sampling. Uji kesahihan konstruksi dianalisis menggunakan Pearson Correlation dan sahih jika nilai rho (r)> 0,3. Uji keandalan dinilai uji konsistensi internal yang dianalisis dengan menggunakan Alpha Cronbach's coefficient dan keandalan baik jika Cronbach's α minimum 0,6.
Hasil: Keandalan kuesioner ASQ-3 bahasa Indonesia pada ketujuh kelompok umur menunjukkan keandalan baik hingga sangat baik (0,60-0,80). Untuk korelasi tiap butir pertanyaan per-domain umumnya menunjukkan kesahihan baik dengan nilai r > 0,3.
Kesimpulan: Kuesioner ASQ-3 bahasa Indonesia terbukti sahih dan andal dipergunakan sebagai alat uji tapis keterlambatan perkembangan anak usia 1-12 bulan.

Background: Early detection of development delayed is essential to the welfare an Indonesian children. Ages and Stages Questionnaires-Third Edition (ASQ-3) is a parentcompleted questionnaire, a general developmental screeening tool in 1 to 66 months old children, that are standardized and ease-to-use, but there has never been a validity and reliability test for these questionnaires in Indonesian language.
Aim: To provide the internal validity and reliability of the Indonesian ASQ-3 questionnaires as a screening tool for identifcation developmental delayed of children less than 1 year old.
Methods: Cross sectional study of internal validity test and reliability of ASQ-3 questionnaires in the age group of 2 months, 4 months, 6 months, 8 months, 9 months, 10 months and 12 months, conducted on parents who have children aged 1-12 months, either healthy or high risk for developmental delays, in Kampung Melayu and Cipinang Muara, Jatinegara, East Jakarta. Study is divided into 2 phases. The first phase (April-June 2018) is the stage of transcultural adaptation of the ASQ-3 questionnaires from English to Indonesian language. The second phase (July-September 2018) is the validity and reliability test of Indonesian ASQ-3 questionnaires, with 35 children in each age group by cluster sampling methods. The validity test of the construction was analyzed using Pearson Correlation and valid if the value of rho (r) > 0.3. Reliability tests were assessed as internal consistency tests analyzed using Alpha Cronbach's coefficient and reliability is good if Cronbach's α minimum was 0.6.
Results: The reliability of the seven age groups of the Indonesian ASQ-3 questionnaires showed good to very good reliability (0,60-0,80). Correlation of each question perdomain generally showed good validity with a value of r > 0.3.
Conclusion: The Indonesian ASQ-3 questionnaires proven to be valid and reliable tool as a screening test for developmental delayed of children aged 1-12 months."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Agung Ngurah Sugitha Adnyana
"Latar Belakang: Bayi berat lahir rendah(<2500 gram) atau prematur merupakan salah satu kondisi bayi risiko tinggi. Keterlambatan perkembangan bahasa dan kognitif merupakan salah satu gangguan yang sering dijumpai pada anak dengan riwayat berat lahir rendah/prematur. Bayi berat lahir rendah lebih sering disertai dengan kondisi medis yang memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan.
Tujuan: Mendapatkan prevalens dan faktor risiko keterlambatan perkembangan bahasa dan kognitif pada anak usia 12-18 bulan dengan riwayat berat lahir rendah.
Metode: Rancangan penelitian adalah potong lintang untuk menilai perkembangan bahasa dan kognitif dengan menggunakan alat skrining Capute scales pada anak usia 12-18 bulan yang mempunyai riwayat berat lahir rendah. Sampel diambil secara konsekutif di poliklinik anak RSUP Sanglah Denpasar, Agustus 2015-April 2016.
Hasil Penelitian: Subyek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini sebanyak 160 orang. Usia rerata subyek adalah 15,69 (SB 2,19) bulan. Prevalens keterlambatan perkembangan bahasa dan kognitif pada anak dengan riwayat berat lahir rendah sebesar 28,1%. Analisis multivariat didapatkan berat lahir <1500 gram merupakan faktor risiko terjadinya keterlambatan perkembangan bahasa dan kognitif (visio-motor) sebesar 10,2 kali lebih banyak dibandingkan berat lahir 1500-<2500 gram (RP 10,260; IK95% 2,265-46,478; P 0,003).
Simpulan: Prevalens keterlambatan perkembangan bahasa dan kognitif pada anak usia 12-18 bulan dengan riwayat berat lahir rendah sebesar 28,1%. Bayi berat lahir <1500 gram sebagai faktor risiko keterlambatan perkembangan bahasa dan kognitif.

Background: Low birth weight (LBW) (<2500 g) or premature baby is one of thehigh-risk conditions. Language and cognitive developmental delay is one of the disorders are often found in children with low birth weight/preterm. Infant with low birth weight more frequently accompanied by a medical condition that affects growth and development.
Objective: To find the prevalence and risk factors of language and cognitive developmental delay in children aged 12-18 months with low birth weight.
Methods: A cross-sectional study design was to assess language and cognitive development by using Capute scales screening tool in children aged 12-18 months who have low birth weight. Samples are taken consecutively in a child outpatient clinic Sanglah Hospital Denpasar, August 2015-April 2016.
Results: Subjects who meet the inclusion and exclusion criteria in the study of 160 people. The average age of the subjects was 15.69 (SD 2.19) months. Prevalence of language and cognitive developmental delay in children with low birth weight was 28.1%. On multivariate analysis, obtained birth weight <1500 g is a risk factor for language and cognitive (visio-motor) developmental delay of 10.2 times more often than the birth weight 1500 to <2500 g (PR 10.260; 95%CI from 2.265 to 46.478; P 0.003).
Conclusions: The prevalence of language and cognitive developmental delay in children aged 12-18 months with low birth weight is 28.1%. Birth weight <1500 g is risk factor of language and cognitive developmental delay.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Titin Haerunnisa
"Pengukuran panjang badan anak dilakukan untuk memantau status gizi dan juga pertumbuhan anak. Di Indonesia pemantauan panjang badan pada anak jarang dilakukan, karena tidak adanya alat pengukur panjang badan yang sesuai. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan model prediksi panjang badan berdasarkan panjang lengan dan panjang ulna. Penelitian ini dilakukan pada bulan mei pada anak usia 12-24 bulan di Kelurahan Ratu Jaya Kota Depok Tahun 2016 dengan jumlah responden 40 anak laki-laki dan 41 anak perempuan. Desain studi yang digunakan adalah cross-sectional dengan variabel terikat berupa panjang badan dan variabel bebas berupa panjang lengan, panjang ulna, usia, dan jenis kelamin.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara umur anak dengan panjang badan (r= 0,662) dan panjang lengan dengan panjang badan (r= 0,617) serta terdapat korelasi yang sedang antara panjang ulna dengan panjang badan (r= 0,364). Model prediksi panjang badan yang didapatkan dalam penelitian ini adalah PB= 51,086+[0,571×PL(cm)]+[0,559×U (bulan)]-[0.940×JK (1=laki,laki, 2= perempuan)] dan PB= 62,338+[0,433×PU(cm)]+[0,697×U (bulan)]-[1,488×JK (1=laki,laki, 2= perempuan)]. Panjang lengan dan panjang ulna terbukti dapat digunakan sebagai prediktor pengukuran panajng badan, namun dalam penelitian ini model prediksi menggunakan panjang lengan memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan panjang ulna.

Measuring recumbent length was used to monitor nuritional status and growth in children. In Indonesia, monitoring recumbent length rarely do, because there are no appropriate measuring instrument. The purpose of this study was to developed predictive model of recumbent length based arm length and ulna length. This study was held in May at Ratu Jaya Village, Depok City 2016 with total respondents 40 boys and 41 girls. The study design was cross-sectional by measuring recumbent length as the dependent variabel and independent variabels such as arm length, ulna length, age, and gender.
The results showed that there were a strong correlation between age with recumbent length (r=0,662) and arm length with recumbent length (r=0,617), there are also moderate correlation betwen ulna length with recumbent length (r= 0,364). The prediction model of recumbent length which obtained in this tudy was RL= 51,086+[0,571×AL (cm)]+[0,559×Age (month)]-[0940×Sex (1= male, 2= female)] and RL= 62,338+[0,433×UL (cm)]+[0,697xAge (month)]-[1,488×Sex (1= male, 2= female)]. Arm length and ulna length can be used as a preditor of recumbent length, but in this study prediction model using the arm length is more accurate than ulna length.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S64190
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miftah Irramah
"Latar belakang : Overtraining berdampak buruk terhadap kesehatan karena dapat menyebabkan kematian mendadak pada atlet muda. Berdasarkan data epidemiologi ditemukan bahwa kejadian kematian mendadak (suddent cardiac death) pada atlet muda, penyebab paling banyak adalah gangguan kardiovaskular. Tubuh melakukan adaptasi terhadap beban berlebih, berupa remodelling (morfologi dan elektrofisiologi). Remodeling elektrofisiologis yaitu perubahan pada gap junction, berupa perubahan ekspresi Cx43 yang yang mengakibatkan gangguan penghantaran konduksi listrik. Selama latihan fisik dapat terbentuk ROS yang akan menginduksi permeabilitas mitokondria sehingga terjadi kebocoran sitokrom c, selanjutnya akan mengaktifkan kaskade apoptosis.
Metode : Penelitian ini dilakukan pada 6 jaringan kardiomiosit tikus Wistar kelompok kontrol dan overtraining. Ekspresi Cx43 dan caspase-3 diamati melalui pulasan imunohistokimia dan diukur dengan image J.
Hasil : Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan bermakna pada ekspresi Cx43 total overtraining (43644.57±27711.03) dibandingkan kelompok kontrol (13002.37±3705.41). Tidak ditemukan perbedaan bermakna ekspresi caspase-3 pada kedua kelompok meskipun diperoleh hasil lebih tinggi pada kelompok overtraining (14.15%±10.54%) dibandingkan kelompok kontrol (2,63%±3.56%).
Kesimpulan : Overtraining meningkatkan ekspresi Cx43 total tetapi tidak terbukti meningkatkan caspase-3 pada kardiomiosit ventrikel kiri tikus.

Background: overtraining has bad effect for health, overtraining can cause sudden death in young athlete, reports of sudden death incidences in young athlete claim that cardiovascular disease is the cause. The heart can face the excess load by remodeling as it?s adaptation mechanism. There is 2 type remodeling, morphology and electrophysiology. Remodeling electrophysiology is a change on Cx43 expression which can interfere the heart?s electrical conduction. Free radical which formed from physical exercise can induce mitochondrial permeability that lead leakage of cytochrome c, so that so that activate the apoptosis cascade.
Methods: This study conducted on 12 Wistar rat?s cardiomyocytes tissue that divided into control and overtraining group. Cx43 expression and caspase-3 was observed through immunohistochemical staining and measured by image J.
Results: There was significant increase in the expression of Cx43 total overtraining (43644.57 ± 27711.03) compared to the control group (13002.37 ± 3705.41). Found no significant differences in the expression of caspase-3 in both groups although the result was higher in the group of overtraining (14,15% ± 10,54%) compared to the control group (2,63% ± 3,56%).
Conclusion: Overtraining increase total Cx43 expression but not proven to increase caspase-3 in the rat left ventricular cardiomyocytes.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>