Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152146 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arif Widiyarto
"Pakar politik ekonomi Amerika Serikat Profesor Geoffrey B Hainswort pernah mengatakan bahwa komunisme dan sosialisme sebagai paham dan ideologi tidak akan mati, mereka hanya tertidur lelap, Hal ini pula yang terjadi di Indonesia pasca hancurnya Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1965 serta semua regulasi tentang larangan paham Marxisme dan Leninisme, kelompok kiri di Indonesia seolah-olah menghilang. Baru pada tahun 1990 an Indonesia mulai muncul ke permukaan yang direpresentasikan oleh Partai Rakyat Demokratik (PRD). Dalam perjalanannya, PRD memiliki dinamika organisasi dan konflik internal yang berujung pada perpecahan gerakan. Sehingga dalam tesis ini. penulis akan mengangkat pertanyaan penelitian: Bagaimana implikasi perpecahan PRD terhadap radikalisasi gerakan kiri di Indonesia? Disamping itu, untuk memperkaya ulasan masalah tersebut, penulis juga akan membahas bagaimana format radikalisasi kelornpok kiri di Indonesia pasca perpecahan internal PRD, serta seberapa besar ancaman strategis kelompok kiri di Indonesia pasca perpecahan PRD. Dalam tesis ini penulis menggunakan metode observasi langsung ke dalam organisasi PRD dengan menjadi aktivis PRD dari tahun 2008,.sehingga ban yak hal-hal yang ditemukan dengan cara informal tanpa harus meialui jalur formal. Selain itu, penggunaan jurnal, buku-buku, situs internet, sertu literatur lain juga dipakai untuk melengkapi data dan fakta tesis ini. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini selain terpetakannya format gerakan kiri.

The United States economic policy expert, Professor Geoffrey B Hainswort once said that communism and socialism as concept and ideology will not die, they just fell asleep. This also happens in Indonesia, after the collapse of the Communist Party of Indonesia (PKI) in 1965 and all regulations on the prohibition Marxism and Leninism, leftist groups in Indonesia seemed to disappear. In 1990s, the leftist group in Indonesia began appear as represented by the Peoples Democratic Party (PRD). In the process, PRD has an organizational change and internal conflicts that led to the disintegration of the movement So in this thesis. the author will raise the question: what is the implication of PRD disunity to the radicalization of the left movement in Indonesia? In addition, to enrich the issue, the author will also discuss a leftist radicalization format in Indonesia after the PRD internal divisions. as well as how much the strategic threat of leftist groups in Indonesia after the split of PRD. In this thesis, the writer use direct observation methods into PRD organization with becoming PRD activist from 2008, so many things that are found in an informal manner without having through formal channels. In addition, the use of journals, books, internet sites, and other literatures are also used to supplement the data and facts of this thesis. Results obtained from this study in addition to mapped format left movement in Indonesia after the split of PRD, in general we can also see the implications of the PRD movement towards various aspects of life in Indonesia (ideological, politicat economic, and socio-cultural), and in particular we can see?"
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T33680
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Miftahuddin
"Munculnya radikalisme di kalangan kaum muda merupakan fenomena yang penting untuk diamati. Di tengah kehidupan sebuah bangsa yang tengah menapaki masa transisi menuju demokrasi, munculnya radikalisme politik bisa dimaknai secara ganda: positif dan negatif. Secara positif ia bisa dipandang sebagai daya dorong yang mempercepat proses demokratisasi, tetapi secara negatif bisa dimaknai sebagai ancarnan bagi tegaknya demokrasi. Dalam tesis ini peneliti lebih melihat radikalisasi pemuda sebagai hal yang positif dalam merombak sistem sosial politik yang lama, menuju ke arah sistem baru yang lebih adil dan demokratis.
Tesis ini memfokuskan perhatian pada proses terjadinya radikalisasi politik dalam tubuh Partai Rakyat Demokratik (PRD), sebuah partai politik yang ikut dalam Pemilu 1999. Sejak awal, PRD merupakan wadah tempat anak-anak muda melakukan serangkaian tindakan radikal dalam menentang kebijakan rezim Orde Baru Soeharto.
Dalam terminologi ilmu sosial radikalisme merupakan: suatu paham atau aliran dalam gerakan sosial politik, yang ingin membangun suatu dunia atau tatanan sosial politik yang lebih baik; dengan cara menghancurkan akar kejahatan sosial; menghilangkan institusi-institusi yang dianggap menjadi penghalang bagi tegaknya demokrasi; dengan program membangun sistem politik ekonomi yang demokratis dan bervisi kerakyatan. Sifat gerakan radikal adalah revolusioner (bukan evolusioner, reformis, atau gradual), dan untuk itu gerakan ini senantiasa menantang kemapanan kekuasaan yang tidak populis.
Penelitian ini-bersifat kualitatif, dengan mencoba memahami pemikiran, sikap dan sifat dari tindakan yang diambil oleh PRD dalam merespons perkembangan sosial politik yang ada, baik pada level lokal maupun nasional. Untuk kepentingan pemahaman itu, peneliti mengumpulkan bahan-bahan (data-data) melalui tiga cara; kajian dokumentasi dan literatur, wawancara mendalam, dan observasi.
Yang menjadi pedoman awal penelitian ini adalah pembacaan terhadap sejarah perjalanan bangsa secara umum, yang dengan jelas menempatkan pemuda sebagai salah satu sosok sentral. Di dalam banyak momentum penting, seringkali kaum muda tampil ke depan, memberikan jawaban dan solusi ketika terjadi kebuntuan politik. Eksistensi kaum muda yang demikian ini, dengan jelas tergambar dalam khazanah sejarah bangsa, yang dilukiskan dengan angkatan-angkatan; Angkatan 1908, Angkatan 28, Angkatan 45, dan juga Angkatan 1966. Dan mungkin Angkatan 1998!
Pada saat yang sama Peneliti juga menyaksikan ada sekelompok kaum muda yang tidak diukir dengan tinta emas sejarah seperti itu, tetapi sesungguhnya mereka juga memiliki andil dalam merobohkan struktur politik yang korup dan menindas. Mereka berjuang di tingkat akar rumput (grassroots) dengan penderitaan fisik dan mental karena berbagai tekanan; baik dari penguasa maupun dari masyarakatnya sendiri. Tetapi sesungguhnya mereka berhasil mewujudkan cita-cita mereka, yang antara lain berupa; `Pencabutan Dwi Fungsi ABRI', `Pencabutan Paket 5 W Politik', `Penurunan Soeharto', `Referendum untuk Rakyat Maubere'. Mereka itu adalah para aktivis Partai Rakyat Demokratik.
Dengan menggunakan kerangka strukturasi Giddens-yang menunjukkan adanya sifat dualitas dalam struktur (duality ofstructur)--penelitian ini menunjukkan bahwa meski Orde Baru dengan seluruh perangkat dan sumber daya yang mereka miliki (rules and resources) telah mencoba mendominasi seluruh aktor yang ada di bawahnya, tetap saja ada ruang dan cara yang cukup bagi aktor untuk melakukan 'perlawanan' terhadap struktur. Bahkan dalam banyak hal, aktor justru memanfaatkan kebijakan yang diterapkan oleh struktur sebagai `alat' untuk melawan. Gerakan kaum muda yang semula hanya bersifat protes sosial, karena ditumpas secara represif akhimya malah merubah gerakan menjadi bersifat ideologis dan radikal.
Tampak ada korelasi yang signifikan antara tingkat represifitas penguasa dengan tingkat resistensi yang diberikan. Mengikuti teori pegas, semakin kuat penekanan semakin kuat pula tingkat perlawanan.
Tesis ini berkesimpulan, pertama, konsep teoritik strukturasi Giddens relevan untuk menjelaskan tentang proses terjadinya radikalisme kaum muda (meski tesis ini hanya mengeksplorasi satu aspek dari tiga aspek utama yang disebut Giddens, yaitu aspek struktur `Dominasi'). Kedua, konsep radikalisme Popper berlaku dalam radikalisme PRD dengan catatan radikalisme PRD tidak persis se-ekstrim konstruksi Popper yang menyarankan adanya `pembunuhan, pengusiran dan pendeportasian'.
Ketiga, tentang kemunculan radikalisme, penelitian ini dalam beberapa hal mengukuhkan teori Jocano, tetapi ada perbedaan mendasar, jika Jocano menunjukkan radikalisme muncul sebagai respons terhadap modernisasi, PRD tidak pernah menentang atau menolak modernisasi. Radikalisme PRD hanya menentang dan melawan setiap aspek kehduoan yang mengancam tegaknya demokrasi dan HAM."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10985
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Nuhandjati
"Penelitian ini mcngkaji pemikiran politik Partai Rakyat Demokratik (PRD)
mengenai reformasi di Indonesia di dalam terbitan Pembebasan, khususnya di tahun 1998-
2000. Dalam menganalisis permasalahan tcrscbut penulis menggunakan kerangka
pemikiran sosialisme demokratis. Hasil penclitian memperlihatkan pengaruh esensial
sosialisme demokratis terhadap sosial demokrasi keralcyatan PRD.
Pemikiran-pemikifan politik PRD mengenai reformasi di Indonesia berisi beberapa
gagasan dari sosial demokrasi kerakyatan yang dipengaruhi oleh pemikiran sosialisme demokratis. Namun mcngingat bahwa kaum sosial demokrat rnendasarkan ideologinya
pada pemikiran-pemikiran Karl Marx, maka PRD juga mengadopsi pemikiran-pemikiran
Marx serta Engels dan Lenin, bahkan Tan Malaka.
Pemikiran-pemikiran mengenai revolusi untuk dan oleh rakyat, pcntingnya front
persatuan dan partai pelopor, pcmbentukan pemerintahan transisi dan koalisi, serla
penyingkiran sisa-sisa pemerintahan lama mcrupakan Izcbcrapa pcmikiran yang diadopsi
dari Mam-Engels dan Lenin. Sementara pengutamaan aksi massa dalam pemikiran PRD
rnerupakan adopsi dari pemikiran Tan Malaka.
Di lain sisi, PRD mendasarkan pemildran-pemikirannya pada prinsip-prinsip
demokrasi seperti: pengutamaan prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan kenegaraan;
rnenjunjung tinggi hak-hak asas manusia, prinsip kebebasan, pcrsamaan dan keadilm
Gagasan-gagasan tersebut mendapat pengamh dari sosialisme demokratis. Sejalan dengan
prinsip demokrasi itu, PRD memilih pula cara peljuangan parlementer dan caxa-cara yang
masih berada. dalam barasan demokrasi (mogok, unjuk rasa, dan sebagainya).
Akhirnya kajian ini memperlihatkan bahwa bagi PRD, asas partai merupakan
landasan berpikir dan bertindak. Sudah semestinyalah asas partai menjadi landasan
berpiiak dalam menentukan pemikiran dan sikap politiknya, dan bukan sekedar tcrtulis
dalam AD/ART panai.
"
2001
T5050
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S5857
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suryani
"Tesis ini mengkaji fenomena Partai Rakyat Demokratik pada masa Orde Baru yaitu antara tahun 1996-1998. Partai yang dimotori oleh para aktivis muda yang berani ini menjadi kekuatan yang cukup di waspadai (kalau tidak mau dikatakan ditakuti) oleh pemerintah Orde Baru yang pada masa itu berkuasa.
Diakui atau tidak, PRD adalah sebuah kekuatan yang cukup solid dalam mengkritisi pemerintah, hingga tak heran bila kekuatan Orde Baru pada saat itu cenderung bersikap represif dalam menghadapi setiap aksi PRO.
Penulis melihat daya kritis yang dilakukan oleh PRD sebagai sebuah aktualisasi dari gerakan demokratisasi yang semarak didengungkan oleh Indonesia yang sedang gandrung dengan reformasi. Sebagai sebuah gerakan pro demokrasi yang cukup survive ditengah himpitan dan tekanan Orde Baru, tidak berlebihan bila PRD dikategorikan sebagai sebuah kekuatan oposisi, dan institusi seperti itu mutlak diperlukan dalam sebuah negara yang sedang dalam proses transisi menuju demokrasi.
Penelitian ini mencoba melihat lebih seksama, faktor-faktor apa sajakah yang memberikan stimulus dan kekuatan bagi gerakan oposisi yang dilakukan oleh PRD? Untuk menjawab pertanyaan ini penulis melihat beberapa faktor yang dapat menjawab pertanyaan tersebut, yaitu; sistem politik Orde Baru, adanya tuntutan reformasi total, ideology dan azas organisasi, dan program kerja organisasi. Faktor-faktor tersebut merupakan variable-variabel independen yang kemudian dilihat pengaruhnya terhadap variable dependen yaitu gerakan oposisi PRO.
Besarnya pengaruh dari faktor-faktor tersebut penulis mencoba menjelaskannya dengan menggunakan beberapa kerangka pemikiran, diantaranya; tentang demokrasi dan transisi menuju demokrasi, konsep oposisi dan karakteristiknya, konsep sosialisme, dan sosialisme demokratis.
Bagi penulis, PRD adalah salah satu catatan penting dalam sejarah politik Indonesia. tanpa keberadaan PRD geliat politik Orde Baru menjelang keruntuhannya tidak akan terlalu menarik, karena diakui atau tidak, kasus 27 Juli 1996 yang didesain Orde Baru dengan sangat bagus sekali untuk membrangus PRD, menjadi awal langkah yang sangat bagus bagi bangkitnya gerakan pro demokrasi di Indonesia yang sebelumnya hanya bergerak mengikuti irama yang sangat lamban.

This thesis focused on Partai Rakyat Demokrat as a phenomenon during the New Order era between 1996 - 1998. The party was supported by brave young activists became a much to be cautious (if not be feared) by the ruling New Order's government. PRD was a solid power in giving critics to the government and hence it is not a surprise when the New Order at that time tended to be repressive in dealing with PRD's every action.
The writer saw the PRD's critical ability as an actualization of democratizing movement in Indonesian society. As a pro-democracy movement which survived from the New Order's oppression, PRD can be categorized as an opposition power, and this kind of institution is absolutely needed in a transitional country which moved towards democrat.
This research tried to examine closely what factors giving stimulus and power to opposition movement done by PRD? To answer this question, the writer saw factors which can answer the question above: the New Order's political system, the existence of demands for total reform, ideology, base and working program of organization. These factors are independent variables which influences the dependent variable; the PRD opposition movement.
The writer tried to explain the size of the influence from these factors by using several theoretical frameworks, such as: on democracy and transition to democracy, concepts of opposition and its characteristics, concepts of socialism and democratic socialism. PRD was one of important milestones in Indonesian political history. Without the existence of PRD, the New Order's political dynamic towards its downfall would not be very captivating. The July 27, 1996 incident designed by the New Order regime succeeded in maiming PRD, became a big step for the rising of pro-democratic movement in Indonesia which was moving slowly before.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13968
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Geanny Ratu Septeohani
"Penelitian ini membahas mengenai presidensialisasi partai dalam Partai Demokrat pada masa kepemimpinan Yudhoyono. Fokus penelitian ini adalah untuk menjelaskan bahwa Partai Demokrat merupakan partai presidensial karena memenuhi dua indikator utama dalam teori presidensialisasi yang dijelaskan oleh Thomas Poguntke dan Paul Webb. Indikator pertama adalah kekuatan kepemimpinan dalam Partai yang dapat dilihat dari tiga aspek yaitu perubahan peraturan yang memberikan pemimpin partai pada kekuasaan yang lebih formal, kapasitas pemimpin partai untuk menciptakan program mandiri dalam partainya dan pelembagaan pemilihan kepemimpinan langsung yang lebih berpusat pada presiden daripada partai. Kemudian, Indikator kedua yaitu kekuatan kepemimpinan dalam eksekutif dapat dilihat dari tiga aspek yaitu pertumbuhan sumber daya kekuasaan politik pada kepala eksekutif, kemampuan kepala eksekutif untuk merujuk teknokrat non partai dan kecenderungan kepala eksekutif untuk melakukan perombakan kabinet. Sehingga kedua indikator tersebut dapat menjadi landasan untuk melihat fenomena presidensialisasi pada Partai Demokrat sejak awal pembentukan, pada masa pemilihan umum yang mengusung Yudhoyono tahun 2004 dan 2009 maupun pada masa dimana Yudhoyono menjadi Presiden Republik Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dimana penulis melakukan wawancara dan kajian literatur untuk mendapatkan data yang dapat menunjang skripsi ini. Pada intinya, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bahwa Partai Demokrat mengalami presidensialisasi partai oleh Susilo Bambang Yudhoyono.

The thesis discusses the phenomenon of a presidentialized party in the Democratic Party during the leadership of Yudhoyono. The focus of this thesis is to explain that the Democratic Party is a presidential party because according to two main indicators in presidentialization theory by Thomas Poguntke and Paul Webb. Presidentialized party can be analyzed based on two indicators. The first indicator is the leading power in the Party, which can be seen from three aspects: the change of rules that gives party leaders to more formal power, the capacity of party leaders to create an independent program in their party and the institutionalization of a presidential-centered direct leadership election rather than the party. Then, the second indicator is the leading power in the executive, can be seen from three aspects: the growth of political power resources to the chief executive, the ability of the chief executive to refer to non-party technocrats and the tendency of the chief executive to make a cabinet reshuffle. So these two indicators can be a reference to see the phenomenon of presidentialization the Democratic Party since the beginning of the formation, during the elections that brought Yudhoyono in 2004 and 2009 as well as in the period where Yudhoyono became President of the Republic of Indonesia. This thesis uses qualitative methods in which the authors conduct interviews and literature review to obtain data that can support this thesis. In essence, this thesis aims to explain that the Democrat Party experienced the presidentialist party by Susilo Bambang Yudhoyono."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilwan Givari
"ABSTRAK
Skripsi ini ditulis untuk menjawab pertanyaan mengapa adaptasi sirkulasi patron yang terdapat dalam proses institusionalisasi PKV, dapat mempengaruhi keberhasilannya mengimplementasikan nilai-nilai akuntabilitas dalam prinsip sentralisme demokratik pada kongres yang diselenggarakan pasca- lsquo;doi moi rsquo;? Selain menggunakan sejumlah teori/konsep seperti persistensi negara komunis, akuntabilitas sentralisme demokratik, dan adaptasi sirkulasi patronase di Asia Tenggara post-kolonial, jawaban yang diberikan peneliti atas pertanyaan tersebut didasari pula oleh sejumlah analisis para ahli mengenai sejarah institusionalisasi PKV sejak berdiri. Dengan menggunakan teknik triangulasi pada data-data literatur yang digunakan, penelitian kualitatif-historis ini menyimpulkan bahwa: Keberhasilan PKV meng-implementasikan prinsip sentralisme demokratiknya dalam kongres pasca- lsquo;doi moi rsquo; dengan empat indikator, yaitu: 1 Keberadaan skema difusi troika, 2 Penguatan komite sentral, 3 Peningkatan Kompetisi dalam pemilihan anggota CC, serta 4 Adanya rivalitas blok voting dalam CC; disebabkan oleh karena telah beradaptasinya sirkulasi patron dalam tubuh partai yang ditandai oleh: 1 Peningkatan sikap individualisme dan oportunistik di kalangan elit troika Vietnam, 2 Munculnya elit teknokrat dari kalangan patron generasi kedua, 3 Tingginya tuntutan ekonomi dan perlindungan yang lemah bagi kader tingkat bawah, serta 4 Perubahan pola pembangkangan patronase yang dilakukan para kader-pengusaha provinsi.

ABSTRACT
This thesis is written to answer the question of why the adaptation of patron circulation in the process of CPV institutionalizing can influence its success when implementing accountability values in the principle of democratic centralism at post lsquo doi moi rsquo congress Besides using a number of theories concepts such as the persistence of communist state, accountability of lsquo democratic centralism rsquo , and the adaptation of patronage circulation in post colonial Southeast Asia researcher 39 s also use many of expert analyzes about CPV institutionalization from its establishment to the 39 doi moi 39 period. With its triangulation techniques on the literatures data which used, this qualitative historical study concludes that The success of CPV lsquo democratic centralism rsquo implementation in post lsquo doi moi rsquo era congresses with its four indicators 1 The presence of the diffused troika schemes, 2 Strengthening of party central committee, 3 Enhancemen of Competition in CC member election, and 4 The existence of rivalry of voting block in CC is due to the adaptation of the patron circulation within the party which is marked by 1 The increasing pf individualistic and opportunistic attitudes among the Vietnamese troika, 2 The emergence of technocratic elites of second generation of the patrons, 3 High economic demands and weak protection for lower level cadres, and 4 The changing pattern of the provincial lsquo cadres entrepreneur rsquo principal fence breaking proccess."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miftahuddin
Depok: Desantara, 2004
324.2 MIF r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ridho Imawan Hanafi
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai organisasi sayap Islam, Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Penelitian dilatarbelakangi adanya perbedaan pandangan antara kelompok nasionalis dan Islam, terutama dalam hal bentuk negara apa yang disepakati. Perbedaan berlanjut masa Orde Baru, yang membuat hubungan antara Islam dan negara saling antagonistik, dan kemudian akomodatif. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana PDIP sebagai partai nasionalis-sekuler membentuk Bamusi, faktor-faktor apa yang membuat PDIP membentuk sayap Bamusi, serta bagaimana implikasinya.
Pijakan teoritis penelitian ini menggunakan teori kepartaian dari Maurice Duverger, dan Miriam Budiardjo. Di samping itu juga menggunakan teori dari Otto Kirchheimer, Richard S. Katz, Peter Mair dan teori pilihan rasional. Selain itu, menggunakan pendekatan aliran politik dari Clifford Geertz, akomodasi Islam dan negara dari Bahtiar Effendy, serta pendekatan konvergensi Islam dari Kuntowijoyo. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan sumber data primer dan sekunder. Sumber primer diperoleh melalui wawancara. Sementara sumber sekunder diperoleh dari media massa dan kajian pustaka.
Terdapat faktor mengapa Bamusi terbentuk. Faktor eksternal, meliputi hubungan Islam dan negara, serta konvergensi sosio-kultural masyarakat Islam. Sementara faktor internal, adanya dinamika internal partai yang melihat adanya dikotomi antara kalangan Islam dan nasionalis. Selain itu, stigma politik PDIP yang dianggap sebagai partainya orang abangan, sekuler, partainya non-Muslim, dan sejenis. Faktor lain yang tidak bisa
Implikasi adanya Bamusi, kini PDIP tidak lagi dilihat sebagai partai nasionalis-sekuler, namun sudah mengakomodasi sisi religius. Bamusi menjadi alat justifikasi atau pembenaran dan legitimasi bagi PDIP menjadi partai nasionalis religius. Selain itu, Bamusi bisa menjadi konfirmasi konvergensi Islam di Indonesia. Di samping itu, proses konvergensi yang ditandai dengan cairnya dikotomi nasionalis-Islam memiliki implikasi bahwa politik aliran yang dikemukakan oleh Clifford Geertz sudah mencair.

ABSTRACT
This study discusses the Islamic wing organization, Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) in the Indonesian Democratic Party of Struggle (PDIP). Research background of differences between the nationalist and Islamist, especially in the form of what was agreed. Differences continued the New Order, which makes the relationship between Islam and the state mutually antagonistic, and then accommodating. The study was conducted to determine how the PDIP as a secular nationalist party formed Bamusi, what factors make PDIP Bamusi wing shape, and how its implications.
Theoretical framework study using the theory of party of Maurice Duverger and Miriam Budiardjo. In addition it also uses the theory of Otto Kirchheimer, Richard S. Katz, Peter Mair, and rational choice theory. In addition, using political cleavage approach from Clifford Geertz, Islam and the state of the accommodation Bahtiar Effendy, the convergence of Islam approach of Kuntowijoyo. This study used qualitative methods with data sources primary and secondary. Primary sources obtained through interviews. While secondary sources obtained from the mass media and literature.
There are factors why Bamusi formed. External factors, including the relationship between Islam and the state, as well as socio-cultural convergence Islamic society. While internal factors, the internal dynamics of the party who saw the dichotomy between Islamists and nationalists. In addition, stigma is regarded as politically PDIP abangan party, secular, and non-Muslim party. Another factor that cannot be released is political factors, PDIP experience in the 1999 and 2004 elections.
As the implications of Bamusi, PDIP is now no longer seen as a secular nationalist party, but had to accommodate the religious. Bamusi can be a justification and legitimacy for PDIP a religious nationalist party. Another theoretical implication is Bamusi formation could be a confirmation of the convergence of Islam in Indonesia. In addition, the convergence process is characterized by liquid-Islamic nationalist dichotomy has political implications that political cleavage proposed by Clifford Geertz has melted."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zakia Ayu Septianingrum
"Skripsi ini membahas mengenai pelembagaan partai politik di Indonesia, khususnya Partai Golongan Karya Golkar pada periode 2014-2017. Partai politik merupakan salah satu pilar terpenting dalam sistem demokrasi, sehingga penting untuk diperkuat derajat pelembagaannya. Partai Golkar merupakan salah satu partai politik yang memiliki kiprah cukup lama dalam sejarah kepartaian Indonesia. Meski demikian, Partai Golkar secara organisasi dinilai belum terlembaga dengan baik. Penilaian ini berangkat dari terjadinya konflik internal dan banyaknya kader Partai Golkar yang melanggar disiplin partai. Akan tetapi, walaupun Partai Golkar dihadapi sejumlah permasalahan, partai tersebut dapat bertahan dalam dinamika perpolitikan Indonesia. Dengan berpijak pada hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelembagaan dalam Partai Golkar pada tahun 2014-2017. Pada periode tersebut, Partai Golkar mengalami masalah yang cukup kronis.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menggunakan teori pelembagaan partai dari Randall dan Svasand untuk menganalisisnya. Dalam mengukur derajat pelembagaan partai melalui empat dimensi, yaitu kesisteman, identitas nilai, otonomi pengambilan keputusan, dan citra publik. Empat dimensi tersebut dijadikan fokus penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pelembagaan Partai Golkar pada periode 2014-2017 masih rendah. Hal ini terlihat dari empat dimensi untuk mengukur pelembagaan partai politik, Partai Golkar menunjukkan derajat yang relatif tingi hanya pada dimensi citra publik. Pengelolaan dan penyelenggaraan internal dalam Partai Golkar masih mengalami kegagalan, seperti permasalahan dalam sistem kaderisasi dan rekrutmen internal, kepemimpinan internal, dan kegagalan Partai Golkar mengelola faksionalisme internal.

This thesis discusses the institutionalization of political parties in Indonesia, especially Functional Group Golkar in the period 2014 2017. In this case political parties are one of the pillars of principles in the democratic system, so the party is a very important institution to strengthen its degree of institutional. Golkar Party is one of the political parties that have gait long enough in the history of the party in Indonesia. However, the Golkar Party is not considered well instituted organization properly. This assessment departs from the internal conflict within the party and there are still many Golkar Party cadres who violate party discipline. However, although the Golkar Party is somewhat problematic, this party can still survive in the dynamics of Indonesian politics. Based on that, this research has a purpose to know how institutionalization in Golkar Party, especially in year 2014 2017. In that period, the Golkar Party was having a fairly chronic problem. This research is qualitative research.
This research uses the institutional theory of Randall and Svasand to analyze it. In this theory to measure the degree of institutionalization of political parties will be seen through four dimensions, namely systemness, value infusion, decisional autonomy, and reification. These four dimensions are the focus of this research.
Based on the result of research, it can be seen that the institutionalization of Golkar Party in the period 2014 2017 is still weak. This is evident from the four dimensions used to measure the institutionalization of political party, Golkar Party shows a relatively high degree ony on the dimension reification. Internal management and organization within the Golkar Party is still failing, such as problems in caderization system and internal recruitment, internal leadership, and the failure of the Golkar Party to manage internal factionalism.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>