Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157557 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Samsul Rizal
"Latar belakang: Pada saat ini hampir semua kegiatan manusia tidak terlepas dari pemakaian komputer. Pemakaian komputer secara terus menerus dapat menimbulkan antara lain nyeri bahu kanan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi nyeri bahu kanan Serta faktor-faktor yang berhubungan pada pekexja pengentri data.
Metode: Penelitian ini antara April 2008-Mei 2008, menggunakan desain potong lintang. Data dianalisis dengan regresi logistik. Populasi adalah pekerja pengentri data di Perkantoran X, Jakarta yang dipilih secara simple random sampling. Nyeri bahu kanan jika satu positif hasil tes provokasi (yang dilalcukan oleh peneliti) Appley scratch, Yergason, dan Moseley di daerah bahu kanan. Jika semua hasil pemeriksaan negatif, subyek clinyatakan tidak nyeri bahu kanan. Data yang lain diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner khusus.
Hasil: Subjek yang berpartisipasi 150 dari 250 pengentri data. Prevalensi nyeri bahu kanan sebesar 46% (69/150). Faktor potensi risiko yang dominan untuk nyeri bahu kanan adalah kebiasaan olah raga dan kenyamanan posisi kelja. Subjek dengan kebiasaan olah raga yang buruk dibandingkan dengan yang baik berisiko nyeri bahu kanan hampir tiga kali lipat [odds rasio Suaian (0R)= 2,93; 95% interval kepercayaan (CI) = 1,41-6,07]. Jika ditinjau dari segi kenyamanan posisi kerja, subyek yang tidak nyaman dibandingkan yang nyaman berisiko nyeri bahu kanan Iebih dari dua kali lipat (odds rasio suaian (OR) = 2,27; 95% CI = 1,11-4,64).
Kesimpulan: Prevalensi nyeri bahu kanan sebesar 46%. Kebiasaan olah raga dan kenyamanan posisi kerja merupakan faktor risiko dominan terhadap nyeri bahu kanan. Maka diperlukan senam kesegaran jasmani dan perbaikah kenyamanan posisi kerja.

Background: At present time, almost all activities are related with computer use. Long term computer use may, among others, cause right shoulder pain. This study aimed to identify the prevalence of right shoulder pain and related risk factors among data entry workers.
Methods: This cross sectional study was conducted from April to May 2008 among simple random sampling selected data entry workers at an office in Jakarta. Data analysis used logistic regression. Based on physical examination, a subject considered had positive right shoulder pain if at least one test results positive provocation test Appley scratch, Yergason, and Moseley on right shoulder, or otherwise. Other data was collected by interviewing the subjects.
Results: A hundred and fifty subjects participated in this study. The prevalence of right shoulder pain was 46% (69/150). Sport habits and comfortable sitting position were dominant risk factors related with right shoulder pain. Those who had poor sport habits had almost three-fold risk to right shoulder pain [adjusted odds ratio (OR) =?- 2.93; 95% confidence interval (CI) = 1.41-6.07]. Those who felt uncomfortable sitting position had more than two times risk to get right shoulder pain (OR = 227; 95% CI = 1.11-4.64).
Conclusion: The prevalence of right shoulder pain was 46%. Poor sport habits and uncomfortable sitting position were dominant risk factors related with right shoulder pain. Therefore, aerobic class and more comfortable seats are recommended for data entry workers.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T32906
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Katarin Adiarsih
"Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui prevalensi nyeri bahu kronik dan faktor-faktor yang berhubungan pada perawat di Rumah Sakit H Jakarta Timur. Penelitian dilakukan secara potong lintang. Data dikumpulkan dengan kuesioner, wawancara dan pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan Lingkup Gerak Sendi dan Skala Analogue Visual. Total responden adalah 114 orang diambil berdasarkan sampel berstrata proporsional.
Hasil Prevalensi nyeri bahu kronik adalah 19,3 %. Pada analisis multivariat dengan mengambil p < 0,1 , terdapat hubungan bermakna antara nyeri bahu kronik dengan umur di mana umur > 40 tahun meningkatkan risiko keluhan nyeri bahu kronik lima kali lebih banyak dibandingkan dengan umur < 40 tahun (p=0,034), terdapat hubungan bermakna antara nyeri bahu kronik dengan panjang jangkauan tangan di mana perawat dengan panjang jangkauan tangan pendek (pada perempuan < 69,0 em dan pada laki-laki < 72,9 em) berisiko empat kali lebih banyak mengalarni keluban nyeri bahu kronik dibandingkan dengan panjang jangkauan tangan panjang (pada perempuan < 69,0 em dan pada laki-laki < 72,9 em). ( p 0,016) serta terdapat hubungan bermakna antara faktor skor tugas perawat dengan keluban nyeri bebu kronik di mana perawat dengan skor tugas berat mempnyai risiko untuk mengalami keluhan nyeri bahu kronik sebanyak tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan perawat dengan skor tugas ringan/sedang ( F0,40l). Pada kedua analisis tidak terdapat hubungan bermakna antara keluhan nyeri bebu kronik dengan stres kerja.
Kesimpulan Penelitian ini menunjukkan hubungan bermakna antara keluhan nyeri bahu kronik dengan factor umur 40 tahun, panjang jangkauan tangan pendek (perawat perempuan <69,0 cm dan perawat laki-laki <72,9 cm) serta skor tugas perawat berat (>144,06).

This study aim to identify the prevalence of Persisten Shoulder pain and factors related among H hospital nurses at East Jakarta. This study used a cross sectional design, data were collected by using questionnaire , anamnesis and Physical examination, Range of motion and Visual Analogue Scale. Demography and life style factor were collected by questionnaire. A total ll4 subjects were selected by using stratified proportional sampling.
Results Prevalence of persisten shoulder pain among H hospital nurses is 19,3 %. Multivariate analysis shown significancy about age > 40th to persistent shoulder pain, the risk is fifth times ( p>=0,034), significancy about length of ann short ( < 69,0 em at female and < 72,9 em at male), the risk is fourth times (p= 0,016), significancy about score heavy task at work to persisten shoulder pain, the risk is three times. (p = 0,080). Psikosocial factors was not related with persistent shoulder pain.
Conclusion this study shown significancy about persisten shoulder pain and Age that age > 40 th increased risk of persistent shoulder pain, significancy ahout persisten Shoulder pain and Length of arm short(< 69,0 em to female < 72,9 em to male) increased the risk of persistent shoulder pain, significancy about score heavy task at work that score heavy task increased risk of persistent shoulder pain.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T20874
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fransisca Kartikawati
"Latar belakang dan Tujuan: Bajaj sebagai salah satu alat transportasi rakyat yang dapat menimbulkan getaran. Getaran yang mengenai tubuh dapat menimbulkan gangguan, antara lain nyeri bahu. Kelainan tersebut dapat terjadi akibat gangguan pada neuromuskular, vaskuler, darah, tulang dan sistem lainnya. Pajanan getaran yang terjadi terus menerus dapat menimbulkan gangguan muskuloskeletal pada leher, bahu dan lengan atas. Gangguan muskuloskeletal ini merupakan salah satu gejala dari pajanan getaran yang terbanyak, yaitu 17-42%.
Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, dilakukan di KDK FKUI Kel. Kayu Putih, Jakarta Timur. Pada November 2008- Januari 2009. Pengambilan sampel berdasarkan total sampling. Pengumpulan data dengan anarnnesa menggunakan kuesioner, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan getaran pada bajaj. Variabel yang diteliti adalah Umur, pendidikan, merokok, usia bajaj, perawatan kendaraan, lama kerja per hari, penggunaan alat peredam di tangan kanan, bokong dan kaki kanan, alat pelindung diri. Indeks Massa Tubuh, tekanan darah, sudut antara lengan atas dan batang tubuh (sudut ketiak), Tingkat akselerasi getar pada tangan kanan, bokong dan kaki kanan. Populasi bajaj di Kel.Kayuputih seratus lima puluhan.
Hasil Penelitian: prevalensi pengemudi bajaj yang mengalami nyeri bahu kanan akibat getaran adalah 63.9%. Faktor paling dominan berhubungan dengan nyeri bahu kanan adalah faktor merokok. Memiliki risiko 17.06 kali terjadinya nyeri bahu dibandingkan tidak merokok dan WBV bokong >0.4 m/det2 (p=0.000) memiliki risiko 11.60 kali terjadinya nyeri bahu dibandingkan WBV bokong <0.4 m/det2.
Kesimpulan dan Saran: Faktor yang paling berhubungan dengan nyeri bahu kanan adalah faktor merokok, faktor tingkat akselerasi getar pada bokong. Perlu dibuat modifikasi kendaraan pengganti yang aman dan terjangkauoleh pengemudi bajaj sehingga mereka secara sukarela beralih profesi menjadi kendaraan yang lebih aman."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T31655
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Muhammad Adi Pranaya
"ABSTRAK
Latar Belakang : Lebih dari sepertiga pekerja pembuatan batubata mengalami keluhan nyeri pada bahu. Perlu di identifikasi penyebab atau faktor yang berhubungan dengan terjadinya nyeri bahu, sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan di tempat kerja dengan harapan terjadi peningkatan derajat kesehatan pekerja pembuatan batu bata.Metode : Penelitian menggunakan desain potong lintang dengan pemilihan sampel secara total sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan pengamatan cara kerja. Variabel yang diteliti adalah umur, indeks massa tubuh, masa kerja, lama kerja, aktivitas olahraga, kebiasaan merokok, pekerjaan rumah tangga, posisi kerja lengan atas, lama posisi lengan atas sewaktu istirahat, posisi duduk ketika bekerja. Dilakukan pengukuran nyeri dan disabilitas juga menggunakan instrumen shoulder pain and disablity index SPADI Hasil : Jumlah responden adalah 92 orang lelaki. Didapatkan prevalensi nyeri bahu 57,6 dengan skor pain index 40 tahun ROs 30,62 IK95 7,16-131,01 , tidak aktivitas olahraga ROs 8,97 IK95 1,30-61,76 Faktor pekerjaan yang berhubungan; lama kerja > 8 jam ROs 5,71 IK95 1,56-20,80 , masa kerja > 5 tahun ROs 5,00 IK95 1,30-19,13 , serta posisi duduk bungkuk ROs 5,13 IK95 1,20 ndash;21,95 . Kesimpulan dan saran : Prevalensi nyeri bahu pada pekerja pembuatan batubata adalah 57,6 . Faktor yang berhubungan adalah; umur > 40 tahun, tidak aktivitas olahraga, lama kerja > 8 Jam, masa kerja > 5 tahun, posisi duduk bungkuk. Saran agar desain tempat kerja agar sesuai dengan posisi bekerja dan dianjurkan untuk berisitirahat yang cukup bagi pekerja seteleh bekerja 8 jam sehari. Kata Kunci : Nyeri bahu, pekerja informal, pembuat batu bata, aktivitas olahraga, lama kerja, masa kerja, posisi duduk.

ABSTRACT
Analysis of shoulder pain and associated risk factors among male brick making workers Study in Cibarusah sub district, Bekasi district Background More than one third of brick making workers suffer from shoulder pain. It is necessary to identify causes or related factors to shoulder pain among them, so that prevention measures in the workplace can be implemented so that it can improve the health status of brick making workers. Method The study used cross sectional design with total sampling. Data collection was done by interviewing and observing the workers. The variables studied were age, body mass index, work period, duration of work, sport activity, smoking habit, housework, upper arm position, upper arm position during rest, sitting position at work. Pain index and disability index was measured using shoulder pain and disablity index SPADI instrument. Result The number of respondents were 92 people consisting of all men. The prevalence of shoulder pain was 57,6 . Pain index score 40 years AOR 30,62 95 CI 7,16 131,01 , no sport activity AOR 8.97 95 CI 1.30 61,76 . Related work factors duration of work 8 hours AOR 5.71 95 CI 1.56 20.80 , working period 5 years AOR 5.00 95 CI 1.30 19.13 , and AOR hunched position 5.13 95 CI 1,20 21,95 . Conclusion and suggestion The prevalence of shoulder pain in brick making workers was 57.6 . Related factors are age 40 years, no sports activity, duration of work 8 hours, work period 5 years, hunched position. Suggestions for the design of the workplace to fit the working position and it is advisable to have adequate rest for workers after work 8 hours a day. Key words Shoulder pain, informal workers, brick makers, sports activities, work period, duration of work, sitting position at work. "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nelmi Silvia
"Latar Belakang: Pekerja kantor dengan komputer berisiko untuk mengalami nyeri leher dan bahu. Bila nyeri leher dan bahu ini tidak ditangani dengan baik akan dapat mengganggu aktivitas pekerja baik di tempat kerja maupun di luar pekerjaan. Oleh karena itu diperlukan suatu penanganan yang tepat pada kasus nyeri leher dan bahu ini. Laporan ini dibuat untuk memperoleh bukti apakah latihan leher dan bahu efektif dalam mengurangi nyeri leher dan bahu pada pekerja kantor dengan komputer.
Metode: Pencarian literatur dilakukan secara online dengan menggunakan database Pubmed dan Cohrane library. Judul dan abstrak yang didapatkan kemudian ditapis berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Telaah kritis dilakukan dengan menggunakan kriteria oleh Center-for Evidence Based Medicine, University of Oxford yang mencakup validity, importance dan applicability.
Hasil: Didapatkan enam artikel yang relevan. Semua studi merupakan randomized controlled trial. Secara keseluruhan semua studi cukup valid, walaupun ada studi yang memiliki angka drop-out yang tinggi. Dari enam studi, aspek importance hanya dapat dinilai pada tiga studi karena tidak diketahui berapa effect size pada tiga studi lainnya. Pada tiga studi yang dapat dinilai aspek importance, walaupun ada hasil yang menunjukkan efek perbaikan yang bermakna secara statistik, namun efeknya secara klinis hanya minimal sampai sedang. Oleh karena tingkat kepentingannya yang rendah, maka tidak dilanjutkan lagi penilaian applicability.
Kesimpulan: Belum ditemukan bukti yang cukup kuat bahwa latihan leher dan bahu efektif dalam mengurangi nyeri leher dan bahu pada pekerja kantor dengan komputer. Oleh karena itu kita belum dapat menyarankan latihan leher dan bahu ini sebagai terapi untuk mengurangi nyeri leher dan bahu pada pekerja kantor dengan komputer.

Background: Computer office workers are at risk to have neck and shoulder pain. If neck and shoulder pain is not controlled properly, it can disrupt the worker?s activities both at work and outside work. Therefore proper treatment is needed for neck and shoulder pain. This report aims to obtain evidence whether neck and shoulder training is effective in reducing neck and shoulder pain among computer office workers.
Method: A literature search was conducted online using database of Pubmed and Cochrane library. Titles and abstracts were obtained and then screened based on inclusion and exclusion criteria. Critical appraisal was conducted using criteria by Center-for Evidence Based Medicine, University of Oxford include validity, importance and applicability.
Results: Six articles were found to be relevant. All studies are randomized controlled trials. Overall, all studies are quite valid although there are studies which have high drop-out rate. From six studies, aspect of importance only can be assessed in three studies because the effect size in three other studies was unknown. In the three studies where aspect of importance could be assessed, although there are outcomes that were statistically significant, the clinically improvement were only minimal to moderate. Because the level of importance is low, assesment of applicability was not conducted.
Conclusion: No sufficient evidence was found that neck and shoulder training is effective in reducing neck and shoulder pain among computer office workers. Therefore neck and shoulder training as therapy for reducing neck and shoulder pain among computer office workers can not be recommended.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58659
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvia Bahri Bratakusuma
"Latar Belakang: Nyeri bahu dapat disebabkan oleh posisi kerja. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan posisi kerja lengan dan faktor-faktor lain terhadap nyeri bahu pada tenaga kerja Bagian Speed Frame dan Ring Spinning di Pabrik Benang PT.X Karawang.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional pada 112 responden. Kriteria nyeri bahu didasarkan atas anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan Range of Motion dan Visual Analog Scale. Variabel bebas adalah umur, jenis kelamin, status gizi, masa kerja, lama kerja, riwayat pekerjaan, kebiasaan olah raga, kebiasaan melakukan pekerjaan rumah tangga, dan posisi lengan atas sewaktu bekerja. Sedangkan variabel terikat adalah nyeri bahu. Analisis bivariat dan multivariate dilakukan dengan program STATA 10.
Hasil: Didapatkan prevalensi nyeri bahu sebanyak 30,6%. Dari analisis multivariat didapat 2 variabel yang berhubungan dengan nyeri bahu, yaitu posisi kerja lengan atas dengan sudut ≥45° OR=3,86 (95% CI 1,54-9,68) dan kebiasaan olah raga rutin OR= 4,11 (95% CI 1,42-11,92).
Kesimpulan: Posisi kerja lengan atas dengan sudut ≥45° mempunyai risiko untuk meningkatkan terjadinya nyeri bahu. Walaupun bermakna, masih perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut terhadap hubungan olah-raga dengan nyeri bahu.

Background: Shoulder pain can be caused by work position. The study aim is know the relationship between work position of upper arm and shoulder pain among workers, who worked at in Textile Factory PT.X Karawang.
Methods: A cross sectional study was conducted among 112 workers. Shoulder-pain was based on anamnesis, physical examination, examination of Visual Analog Scale and Range of Motion. Independent variables were age, gender, BMI, duration of work, time of work, story of work, routine of sport, routine of house work, and work position of upper arm. Dependent variable was shoulder pain. Bivariate and multivariate analysis was done through STATA 10.
Results: The prevalence rate of shoulder pain was found 30.36%. Based on multivariate analysis, a significant relationship was found between shoulder pain with position of upper arm ≥45° OR=3.86 (95% CI 1.54-9.68) and routine of sport OR= 4.11 (95% CI 1.42-11.92)
Conclusion: Work position of upper arm ≥45° increase risk of shoulder pain 3.86 times. Even though routine sport found increase risk of shoulder pain, this need further research.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Leli Hesti
"Prevalensi Anemia pada Pekcrja Pria serta faktor-faktor yang berhubungan, di Perusahaan X, 2009 Program Studi : Kedokteran Kerja-Pasca Sarjana Latar Belakang Pekerja pada perusahaan migas dalam lingkungan keijanya sehari-hari banyak berhubungan dengan bahan kimia hidrokarbon aromatik terutama BTX (benzena, toluene, xylene). Adanya pajanan benzcna secara kronis dapat menyebabkan gangguan kesehatan tennasuk anemia. Oleh karena itu pcrlu diketahui prevalensi anemia pada pckeija ini sena melihat pula faktor-faktor apa saja ikut yang mempengaruhinya.
Metodologi Penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang. Responden diambil secara total sanqyling yaitu sebanyak 121 responden. Setiap responden dilakukan anamncsis, pemeriksaan darah tcpi dan pemeriksaan apusan darah untuk menentukan jenis anemia yang terjadi.
Diagnosis Anemia berdasarkan kadar hemoglobin dan hitung eritrosit. Semua pemeriksaan dilakukan di sekitar tempat kerja responden dan berlangsung selama kurang lehih 20 menit untuk setiap responden. Pengambilan data dilakukan selama 14 hari mulai tanggal 28 Februaxi 2009 sampai dengan tanggal 7 Maret 2009. Analisis data dilakukan dcngan metode uji statistik kai kuadrat untuk melihat adanya hubungan antara berbagai faktor risiko dengan variabel anemia.
Hasil dan kesimpulan Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa 5(4,1%) orang dengan anemia berdasarkan kadar hemoglobin dan hitung eritrosit. Pajanan benzena yang menjadi faktor risiko dari pckerjaan, diukur bcrdasarkan nilai exposure raling yang berasal dari beberapa indeks pajanan diantaranya perbandingan kadar hasil pengukuran dengan NAB, jenis° APD, perawatan, penggunaan dan durasi pajanan, diperhitungkan untuk menentukan peringkat pajanan benzena terhadap pekcrja. Hasil penelitian ini menunjukkan, tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara pajanan benzena dengan anemia.
Pada penelitian ini ditemukan sebagian besar rcsponden terpajan benzcna. Dari hasil monitoring lingkungan kerja ditemukan pajanan benzena dalam dosis rendah (0 ppm-19,47 ppm), dan pada perhitungan exposure rating benzena ditemukan nilai rendah (0~24,2). Berdasarkan analisa bivariat kebiasaan minum teh yang menunjukkan hubungan bermakna dcngan anemia (p = 0,04; OR = 015; 95% CI = 0,02-0,9), ia menjadi faktor protektif (Odds ratio = 0,15). Hasil dari analisis multivariat menunjukkan bahwa semua variabel yang diteliti tidak menunjukkan hubungan bermakna dengan terjadinya anemia.

Oil company workers exposed to aromatic hydrocarbon chemical agents especially BTX (benzena, toluene, xylene) in their work environment. Chronic Benzene exposure can cause several health disorders, as well as anemia. Therefore, it is necessary to know the prevalence of anemia in these workers as well as its related factors.
Method This study used cross sectional design. Sample selection used total population technique which used 121 respondents. Every respondent was conducted interview, laboratory examination such as haematological count and blood smear examination to confirm the type of anemia.
Anemia was diagnosed from its hemoglobin concentration and erythrocyte count. The study was conducted near the workers workplace and it took time approximately 20 minutes each. It took place for 14 days nom Fenway 28"?, 2009 ami March 1"', 2009. Chi square analysis was used to evaluate the association between anemia and its related factors.
Results, conclusion and suggestion From this study, there were 5 (4,1%) workers suffered from anemia according to hemoglobin concentration and erythrocyte count Benzene exposure that was a risk factor in their jobs, was measured according to exposure rating value that came from some exposure indexes such as ratio between measuring of benzena in workplace and treshold limit value of benzena , type of PPE, maintenance, usage and exposure duration, was count to determine exposure rating index.
This study showed that there were no significant association between benzene exposure and anemia. This study found that there were most of respondents exposed to benzene. Environmental monitoring found benzene exposure in low concentration (O ppm - l9,47 ppm), and benzene exposure rating calculation found it in low value (0 - 24,2),. According to bivariate analysis the worker who have tea consumption showed a signilicant association with anemia (p = 0.04; OR = 0.l5; 95% CI = 0.02-0.9), in other hand this variable became a protectif factor (Odds ratio = 0,l5). Multivariate analysis showed that all variable studied did not show a significant association with anemia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T29147
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayu Pujiwati
"Latar Belakang:
Hidung adalah organ saluran napas bagian atas yang terpajan secara langsung terhadap agent debu tepung terigu. Deposit partikel debu tepung yang terjadi pada saat inhalasi maupun
ekshalasi terbanyak pada hidung. Partikel debu tepung tersebut merupakan stimulus dan rangsangan inflamasi pads mukosa hidung dan sinus paranasal.
Metoda:
Penelitian ini menggunakan desain kros seksional, dilakukan pada pabrik tepung Jakarta, bulan Agustus 2.005 sampai Juli 2006. Responden adalah pekerja PT X bagian pengepakan yang menderita Rinitis Akibat Kerja.
Hasil Penelitian:
Kadar debu personal melebihi ambang batas (NAB = 4 mg/m3). Jumlah responden pada penelitian ini 80 orang, yang menderita Rinosinusitis Kronis Akibat Kerja sebanyak 35 orang.
Berbagai variabel diteliti untuk mencari hubungan dengan terjadinya Rinosinusitis Kronis Akibat Kerja, yaitu karakteristik responden, aspek K3 dan faktor rinogenik. Dengan uji statistik diketahui variabel yang bermakna adalah pendidikan (p = 0,037), merokok (p = 0,045) dan prosesus unsinatus (p = 0,000). Dengan analisis multivariat diketahui prosesus unsinatus merupakan faktor yang dominan untuk terjadinya Rinosinusitis Kronis Akibat Kerja.
Kesimpulan:
Prevalensi Rinosinusitis Kronis Akibat Kerja adalah 43,8%. Variabel pendidikan, perokok dan prosesus unsinatus bcrmakna untuk terjadinya Rinosinusitis Kronis Akibat Kcrja. Variabel yang paling dominan untuk terjadinya Rinosinusitis Kronis Akibat Kerja adalah prosesus unsinatus.

Background:
Nose. the upper organ of respiratory tract system suffered directly from flour dust exposure. Deposit of flour dust particles during inhalation and exhalation accumulated mostly in the nose, acted as stimulator as well as generating inflammatory effect on nasal and paranasal sinus mucosa.
Method:
This research design was cross sectional carried out in flour factory Jakarta. Duration of study from August 2005 until July 2006. The subjects were from flour packing workers department and were diagnosed occupational rhinitis before.
Result:
The level of personal dust exposure exceeded threshold limit, value of 4 mglm3. The total subjects was 80 workers, in which 35 workers were being as diagnosed occupational chronic _rhinosinusitis, i:e is demographic, occupational and rhinogenic factors. Using bivariate statistical analysis, education (p = 0,037), smoking (p = 0,045) and procesus uncinatus (p =0,000) were identified as having significant relationship. In the logistic regression function analyses only procesus uncinatus was identified as the determinant of occupational chronic rhinosinusitis.
Conclusion:
The prevalence of occupational chronic rhinosinusitis is 43,8%. While education, smoking and procesus uncinatus are the variables identified as major risk factors. Procesus uncinatus in the logistic regression then identified as the determinant of having occupational chronic rhinosinusitis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T17700
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Fitria Arfiana
"Nama Nurul Fitria ArfianaProgram Studi Magister Kedokteran KerjaJudul Prevalensi Insomnia pada Pekerja Industri Kecil Menengah di Pedesaan yang Lembur dan Faktor Faktor yang Berhubungan Studi pada pekerja industri tas di desa Kadu Genep kecamatan Petir Serang Insomnia di kalangan pekerja lembur pada beberapa penelitian sebelumnya diketahui mempunyai prevalensi yang lebih tinggi dari masyarakat umum namun pada pekerja industri kecil menengah yang lembur belum ada data yang ditemukan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi insomnia pada pekerja industri kecil menengah yang lembur beserta sebaran risiko menurut faktor sosiodemografi umur gender tingkat pendidikan status perkawinan dan penghasilan faktor okupasi masa kerja jumlah jam kerja faktor lingkungan rumah tinggal faktor medik depresi status gizi dan kebiasaan merokok minum kopi atau energy drink aktivitas fisik Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2015 di desa Kadu Genep Kecamatan Petir Kabupaten Serang dengan jumlah responden 99 orang Penelitian ini bersifat deskriptif observasional dengan menggunakan desain penelitian potong lintang Insomnia diukur menggunakan instrumen Insomnia Rating Scale IRS yang dikembangkan oleh Kelompok Studi Psikiatri Biologi Jakarta KSPBJ Hasil penelitian menunjukkan 57 6 responden mengalami insomnia terdiri dari 51 5 insomnia ringan dan 6 1 insomnia sedang tidak ada yang mengalami insomnia berat Hasil analisis multivariat menunjukkan variabel aktivitas fisik berat dan merokok mempunyai hubungan signifikan dengan insomnia OR 3 16 95 CI 1 32 7 57 dan OR 0 32 95 CI 0 13 0 77 Perbedaan jumlah jam kerja lembur per minggu yang dilakukan responden tidak berhubungan signifikan dengan insomnia Dalam penelitian ini juga ditemukan prevalensi depresi yang tinggi 60 6 dengan menggunakan instrumen Beck Depression Inventory II BDI II Kesimpulan Aktivitas fisik berat merupakan faktor risiko paling dominan yang berperan dalam terjadinya insomnia sedangkan merokok berperan dalam menurunkan risiko insomnia Kata kunci Insomnia industri kecil menengah pekerja lembur.

Name Nurul Fitria ArfianaStudy Program Magister of Occupational MedicineTitle The Prevalence of Insomnia among overtime workers of rural small medium scale industry and the related factors Study in the bag industry workers in the village of Kadu Genep Petir Serang In previous studies insomnia among overtime workers is known to have a higher prevalence than that of the general population but in small medium scale industry workers there are no data found This study aims to determine the prevalence of insomnia among overtime workers in the small medium scale industry as well as its association with sociodemographic risk e g age gender education marital status and income occupational factors e g employment period number of hours worked environmental factors the medical factors e g depression obesity and poor habits e g smoking drinking coffee or energy drink physical activity This research was conducted in October 2015 in the village of Kadu Genep Petir Serang with 99 respondents This is a descriptive research using cross sectional study design Insomnia was measured using instruments of Insomnia Rating Scale IRS which was developed by the Jakarta Biological Psychiatry Study Group KSPBJ The results shows that 57 6 of respondents has insomnia consisted of 51 5 mild insomnia and 6 1 moderate insomnia and none of them has severe insomnia Multivariate analysis shows that heavy physical activity variable and smoking have a significant relationship with insomnia OR 3 16 95 CI 1 32 to 7 57 and OR 0 32 95 CI 0 13 to 0 77 The difference of the number of overtime hours per week done by the respondents has no significant relationship with insomnia It is also found that there is high prevalence of depression 60 6 by using Beck Depression Inventory II BDI II instrument Conclusion Heavy physical activity indicates dominant risk factor for the occurrence of insomnia while smoking reduces the risk of insomnia Keywords insomnia small medium scale industry overtime worker."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Ghozali Thohir
"[ABSTRAK
Latar Belakang. Gangguan fungsi kognitif dapat terjadi pada pekerja yang terpajan toluen. Gangguan fungsi kognitif tersebut terutama adalah penurunan memori, atensi dan konsentrasi, yang dapat menurunkan produktifitas kerja. Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi gangguan fungsi kognitif dan faktor-faktor yang mempengaruhi Metode Penelitian. Desain potong lintang dilakukan pada 102 orang pekerja perempuan usia 19-40 tahun dan pendidikan minimal SMA. Data dikumpulkan dengan kuesioner, pemeriksaan fisik dan laboratorium serta MMSE. Kriteria inklusi adalah masa kerja ≥ 1 tahun dan bersedia menjadi responden dengan menandatangani informed consent. Kriteria eksklusi adalah hamil, menstruasi,merokok, minum alkohol, riwayat cedera kepala, hipertensi, gula darah dan dislipidemia. Faktor risiko yang diteliti antara lain umur, status perkawinan, masa kerja, lama kerja, kepatuhan pakai masker , stres kerja dan status gizi. Umur, status perkawinan,masa kerja dan lama kerja diambil dari data HRD. Status gizi didapatkan dari perhitungan Indeks Massa Tubuh. Kepatuhan pakai masker berdasarkan pengawasan kepatuhan APD. Stres kerja dinilai menggunakan kuesioner Survey Diagnostik Stress . Hasil. Walaupun kadar toluen didapat lebih kecil dari nilai ambang batas toluen , didapatkan prevalensi gangguan fungsi kognitif sebesar 52 %. Area kognitif yang menurun adalah atensi kalkulasi dan visuospasial. Faktor risiko yang secara bermakna mempengaruhi gangguan fungsi kognitif adalah masa kerja, lama kerja, kepatuhan pemakaian masker, stres kerja yang meliputi konflik peran, ketaksaan peran, beban kerja kualitatif, beban kerja kuantitatif, pengembangan karir dan tanggung jawab rekan kerja. Hasil analisis multivariat menunjukkan konflik peran merupakan faktor risiko yang paling mempengaruhi gangguan fungsi kognitif ( OR 7,546 Interval kepercayaan 95% 1,5 ? 41,88 ) Kesimpulan. Prevalensi penurunan fungsi kognitif studi ini lebih besar dari penelitian sebelumnya dan teori. Aspek kognitif yang menurun didominasi oleh atensi kalkulasi dan visuospasial. Konflik peran merupakan faktor risiko yang paling mempengaruhi gangguan fungsi kognitif.

ABSTRACT
Background. Cognitive Function Impairment can happen among workers expose by Toluene. This impairment mainly effect in attention, concentration and memory function, and can decrease working productivity. This study aims to calculate the prevalence of Cognitive Function impairment and related risk factors Method. Cross sectional design study was conducted on 102 female workers, age 19-40 years old and graduated from senior high school. Age and education were obtained from secondary data, and followed by interviews, physical and laboratory examination and Mini Mental States Examination. The inclusion criteria were age ≥ 1 year of work and willing to be the subject of research. Exclusion criteria were pregnancy, menstruation, smoker, Alcohol consumption, history of head injury, hypertension, diabetes mellitus and Dyslipidemia. Risk factor included in this study were age, marital status, duration of work,time of work, PPE obedience ,work stress and nutritional status. Age, Marital status, Duration and Time of work were from secondary data of HRD department. Nutritional status was obtained from body mass index calculation. face mask obedience was obtained from data of wearing mask compliance. Work stress was assessed using Survey Diagnostic Stress Questionnaire. Results. The prevalence of Cognitive Function Impairment was 52 % , mainly at Attention ? Calculation and Visuospasial Aspect respectively. Significant risk factors ( p value < 0,05 ) in this study were duration of work and time of work, PPE obedience and all of work stress domain. The Result of multivariate analysis show that conflict of role was the most influence factor ( OR 7,546 C.I 95% 1,5 ? 41,88 ) Conclusion. This study found that the prevalence of cognitive function impairment was higher than theory and other similar studies . Cognitive aspects mainly affected were attention ? calculation and visuospatial. Conflict of role was the most inluence risk factor relating with cognitive function impairment;Background. Cognitive Function Impairment can happen among workers expose by Toluene. This impairment mainly effect in attention, concentration and memory function, and can decrease working productivity. This study aims to calculate the prevalence of Cognitive Function impairment and related risk factors Method. Cross sectional design study was conducted on 102 female workers, age 19-40 years old and graduated from senior high school. Age and education were obtained from secondary data, and followed by interviews, physical and laboratory examination and Mini Mental States Examination. The inclusion criteria were age ≥ 1 year of work and willing to be the subject of research. Exclusion criteria were pregnancy, menstruation, smoker, Alcohol consumption, history of head injury, hypertension, diabetes mellitus and Dyslipidemia. Risk factor included in this study were age, marital status, duration of work,time of work, PPE obedience ,work stress and nutritional status. Age, Marital status, Duration and Time of work were from secondary data of HRD department. Nutritional status was obtained from body mass index calculation. face mask obedience was obtained from data of wearing mask compliance. Work stress was assessed using Survey Diagnostic Stress Questionnaire. Results. The prevalence of Cognitive Function Impairment was 52 % , mainly at Attention – Calculation and Visuospasial Aspect respectively. Significant risk factors ( p value < 0,05 ) in this study were duration of work and time of work, PPE obedience and all of work stress domain. The Result of multivariate analysis show that conflict of role was the most influence factor ( OR 7,546 C.I 95% 1,5 – 41,88 ) Conclusion. This study found that the prevalence of cognitive function impairment was higher than theory and other similar studies . Cognitive aspects mainly affected were attention – calculation and visuospatial. Conflict of role was the most inluence risk factor relating with cognitive function impairment, Background. Cognitive Function Impairment can happen among workers expose by Toluene. This impairment mainly effect in attention, concentration and memory function, and can decrease working productivity. This study aims to calculate the prevalence of Cognitive Function impairment and related risk factors Method. Cross sectional design study was conducted on 102 female workers, age 19-40 years old and graduated from senior high school. Age and education were obtained from secondary data, and followed by interviews, physical and laboratory examination and Mini Mental States Examination. The inclusion criteria were age ≥ 1 year of work and willing to be the subject of research. Exclusion criteria were pregnancy, menstruation, smoker, Alcohol consumption, history of head injury, hypertension, diabetes mellitus and Dyslipidemia. Risk factor included in this study were age, marital status, duration of work,time of work, PPE obedience ,work stress and nutritional status. Age, Marital status, Duration and Time of work were from secondary data of HRD department. Nutritional status was obtained from body mass index calculation. face mask obedience was obtained from data of wearing mask compliance. Work stress was assessed using Survey Diagnostic Stress Questionnaire. Results. The prevalence of Cognitive Function Impairment was 52 % , mainly at Attention – Calculation and Visuospasial Aspect respectively. Significant risk factors ( p value < 0,05 ) in this study were duration of work and time of work, PPE obedience and all of work stress domain. The Result of multivariate analysis show that conflict of role was the most influence factor ( OR 7,546 C.I 95% 1,5 – 41,88 ) Conclusion. This study found that the prevalence of cognitive function impairment was higher than theory and other similar studies . Cognitive aspects mainly affected were attention – calculation and visuospatial. Conflict of role was the most inluence risk factor relating with cognitive function impairment]"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>