Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180039 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rosdiana Setyaningrum
"Tes Bender Visual Motor Gestalt merupakan sebuah alat tes yang sudah digunakan secara luas oleh para psikolog klinis di Amerika Serikat. Tes ini dapat digunakan baik untuk anak-anak mulai usia 3 tahun sampai remaja bahkan orang dewasa. Tes yang juga dikenal dengan sebutan Tes Bender Gestalt ini merupakan sebuah alat tes yang fungsi utamanya adalah untuk mendiagnosa adanya brain injury (Groth-Marnat, 1984). Pada perkembangannya, tes ini kemudian juga banyak digunakan pada anak-anak untuk memprediksi adanya masalah- masalah emosional. Brain injury adalah sebuah keadaan di mana otak seorang anak tidak dapat berfungsi dengan baik. Maksudnya adalah otak tidak dapat berfungsi dengan baik saat ia harus menerima atau merespon sebuah stimulus (Doman, 1994). Efck yang,dirasakan oleh oleh anak tentunya tergantung dari letak dan tingkat keparahan disfungsi organ tersebut. Salah satu gangguan yang dapat timbul karena adanya brain injury pada anak adalah Attention Deficit /Hyperactivity Disorder (Doman, 1994) Sebanyak 5% anak usia Sekolah Dasar di Amerika Serikat mengalami masalah ini (Wenar, 1994). Salah satu jenis ADHD adalah ADHD Predominantly Inattentive Type. Anak-anak dengan ADHD ini mempunyai ciri yang umum yaitu ketidakmampuan anak untuk mempertahankan perhatian pada tugas atau permainan yang sedang dikerjakan (Wenar, 1994). Salah satu masalah emosional yang dapat dialami oleh seorang anak pada masa perkembangannya adalah masalah Social Withdrawal. Social Withdrawal didefinisikan oleh Mash (1996) sebagai tingkah laku menarik diri pada saat seorang anak berada di tengah-tengah keadaan, baik yang dikenal maupun tidak dikenal olehnya. Tes Bender Gestalt, didasarkan pada prinsip teori Gestalt. Pengerjaan tes ini selain dipengaruhi oleh kemampuan persepsi dan senson motor juga tergantung pada pertumbuhan dan tingkat kematangan masing-masing individu serta keadaan patologis yang mungkin dialami (Koppitz, 1964). Tes Bender Gestalt diberikan dengan Cara memberikan 9 gambar pada anak satu per Satu. Anak kemudian diminta untuk meniru gambar tersebut pada selembar kertas kosong. Hasil gambar anak kemudian dicocokkan dengan standar skor yang telah dibakukan (Anastasi, 1988). Ketepatan anak meniru gambar yang tersedia menggambarkan kemampuan visual motorik yang ia miliki dan kesulitan dalam visual motorik inilah yang kemudian diasosiasikan dengan brain injury (Sattler,1987). Seorang anak dikatakan mempunyai indikasi brain injury bila age equivalent yang didapat di bawah usia kalender dan terdapat minimum 5 ciri yang telah ditentukan (Koppitz l964). Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat profil Bender Gestalt pada anak dengan ADHD Predontinantbi Inattentive Type dengan brain injury dan Social Withdrawal tanpa brain injury. Berdasarkan hasil pemeriksaan pada anak usia sekolah dasar dengan IQ minimum rata-rata yang dilakukan di Bagian Perkembangan, F.Psikologi Ul, dari tahun 1999-2002, ditemukan bahwa secara umum, subyek yang diindikasikan mengalami ADHD Predominantly inattentive Type dan Social Withdrawal paling hanyak melakukan distorsi pada hasil gambar mereka Namun pada subyek dengan ADHD Predorninantly Inattentive Type kesalahan ini juga dapat dikategorikan sebagai indikasi brain injury, sementara pada subyek dengan Social Withdrawal masih dianggap normal untuk anak seusianya. Pada subyek dengan ADHD Predominantly lnattemive Type indikator brain injury terlihat dari beberapa ciri yang dilakukan, yaitu extra atau missing angle, rotation of design dan failure to integrate part. Sedangkan pada indikator emosional, terlihat adanya kesamaan antara kedua kelompok subyek ini, yaitu small size drawing / constriction dan confuse order. Kedua kelompok tersebut sama-sama mempunyai kesulitan dalam perencanaan dan tidak mampu mengatasi rasa bingung Mereka juga tampak menunjukkan adanya rasa anxiety, withdrawal dan rasa malu yang cukup kuat. Perbedaannya adalah pada indikator emosional ini, pada kelompok subyek dengan ADHD Predominanty: Inattentive Type terlihat rasa tidak tertarik atau inattention yang cukup kuat. Sedangkan pada subyek dengan Social Withdrawal indikator yang cukup menonjol adalah reinforced lines, yang menunjukkan kemungkinan adanya rasa agresif, impulsif atau tension."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38378
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pascal, Gerald R.
New York: Grune & Stratton, 1971
137.8 PAS b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Kuswardhani Partawidjaja
"Gambaran Profil Human Figure Drawings (HFDS) pada Anak yang Memiliki lndikasi Brain Injury. Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran profil Human Figure Drawings (HFDS) pada Anak yang memiliki indikasi Brain Injury. Sampel penelitian adalah kasus-kasus
anak yang terdapat di Klinik Bimbingan Anak Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, yang memiliki indikasi brain injury, berusia 6 - 12 tahun, berjenis kelamin laki-laki, memiliki tingkat kecerdasan rata-rata.
Penelitian dilakukan atas dasar ketertarikan peneliti terhadap permasalahan brain injury yang cukup banyak terdapat pada kasus-kasus yang datang ke Klinik Bimbingan Anak Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Permasalahan brain injury dikaitkan dengan hasil Human Figure Drawings (HFDS), dimana terlihat adanya diri tertentu pada hasil Human
Figure Drawings (I-lFDs) anak-anak yang memiliki indikasi brain injury.
Teori utama yang digunalcan dalam penelitian ini adalah teori mengenai Human Figure Drawings (HFDS) dari Koppitz (1968), Serta teori mengenai brain injury (Doman, 1994). Pengambilan data dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder berupa hasil Human Figure Drawings (HFDS) sesuai dengan karakteristik sampel. Data yang diperoleh kemudian
dihitung prosentasenya dan selanjutnya dibuat profil.
Ditinjau dari indikator emosional berdasarkan kualitas gambar, profil hasil Human Figure Drawings (HFDS) subyek penelitian rnenggambarkan adanya prosentase yang besar untuk gambar kecil (54_29%). Berdasarkan ciri-ciri khusus, prosentase indikator emosional terbesar pada subyek penelitian adalah lengan pendek (20%). Berdasarkan penghilangan bagian figur, profil hasil Human Figure Drawings (HFDS) subyek penelitian menggambarkari adanya prosentase yang besar untuk penghilangan bagian leher(20%).
Berdasarkan kriteria indikator emosional, hasil Human Figure Drawings (HFDS) subyek dengan indikasi brain injury menunjukkan adanya 6 indikator emosional yang tergolong tidak normal berdasarkan kualitas gambar, 8 indikator emosional yang tergolong tidak normal berdasarkan
ciri-ciri khusus, serta 4 indikator emosional yang tergolong tidak normal berdasarkan penghilangan bagian figur. Penghilangan bagian leher masih tergolong normal untuk anak laki-laki sampai dengan usia 10 tahun (Koppitz, 1968).
Berdasarkan interpretasi formal, hasil Human Figure Drawings (HFDS) pada subyek dengan indikasi brain injury mempunyai kecenderungan ukuran gambar yang kecil, penempatan gambar di sisi kiri kertas, tekanan garis kuat, dibuat dalam posisi kertas vertikal, Serta kualitas garis yang kontinu atau tidak putus-putus- Terlihat pula adanya shading
pada rambut serta penghapusan pada bagian kaki, kepala, mata, muka, rambut, dan badan.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa gambaran profil Human Figure Drawings (HFDS) pada subyek penelitian yang mengalami indikasi brain injury yang datang ke Klinik Bimbingan Anak Fakultas Psikologi Univrsitas Indonesia menunjukkan adanya
masalah emosional pada subyek.
Penelitian ini terbatas pada data sekunder yang ada di Klinik Bimbingan Anak Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut, saran yang dapat diberikan untuk penelitian sejenis adalah melakukan pengambilan data primer Serta memperbesar ukuran
sampel."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38509
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linawaty Mustopoh
"ABSTRAK
Dalam dunia pendidikan diketahui bahwa banyak siswa yang mengalami kesulitan di
sekolah baik karena rendahnya kemampuan umum ataupun kesulitan belajar dalam bidang
tertentu. Siswa-siswa ini masih dapat mengembangkan potensinya bila aspek
kelemahannya diketahui dan dapat ditangani. Untuk itu diperlukan tes seperti Detroit Test
of Learning Aptitude-3 (DTLA-3) yang dikembangkan Donald D. Hammill pada tahun
1991 berdasarkan teori dua faktor Spearman. Adapun berbagai kelebihan yang ditawarkan
oleh DTLA-3 dibandingkan dengan tes inteligensi Iainnya adalah:
l. mengukur kemampuan mental umum (general mental ability), meramalkan
keberhasilan di masa yang akan datang (bakat/aptitude) dan menunjukkan penguasaan
materi dan ketrampilan tertentu (prestasi/achievement).
2. menentukan kekuatan dan kelemahan di antara berbagai kemampuan (developed
abilities) yang dimungkinkan melalui melalui analisis unjuk kerja subjek pada berbagai
subtes, serta analisis perbedaan skor antar berbagai komposit. Dengan mengetahui
kekuatan dan kelemahan seseorang, dapat direncanakan program pendidikan yang
tepat bagi individu tersebut.
3. mengidentifikasi individu yang mempunyai kemampuan di bawah kemampuan
kelompok seusianya. DTLA-3 dpat digunakan untuk mendiagnosis apakah seseorang
membutuhkan pendidikan luar biasa karena kemampuan mental umum yang rendah,
atau program penanganan kesulitan belajar bahasa, atensi atau motorik
Sebelum DTLA-3 digunakan di Indonesia, perlu diadakan diteliti apakah tes ini
memenuhi persyaratan pengukuran yang baik, yaitu mempunyai item yang tersusun dengan
berdasarkan derajat kesulitan dan mempunyai daya pembeda, menghasilkan skor yang
relatif sama dari waktu ke waktu, serta mengukur apa yang hendak diukur. Adapun
penelitian dilakukan pada kelompok usia 10-12 tahun yang duduk di kelas 4-6 SD yang
paling banyak mengalami kesulitan belajar (Schmid et al., dalam Mercer, 1983). Dengan
alat ukur yang akurat seperti DTLA-3 diharapkan dapat mengidentifikasi siswa yang
membutuhkan program pendidikan yang direncanakan secara khusus.
Subjek penelitian terdiri dari 93 siswa-siswi sekolah dasar dengan rentang usai IO-I2
tahun, dengan rincian 31, 32 dan 30 orang pada masing-masing kelompok usia.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non probabilitas, yaitu secara insidental.
Pengumpulan data dtlakukan dengan cara memberikan DTLA-3 dan WISC-R secara
individual. Analisis data dilakukan dengan dua cara, pertarna analisis berdasarkan data
seluruh kelompok usia; kedua, analisis untuk masing-masing kelompok usia. Analisis item
dilakukan untuk mengetahui derajat kesukaran item, yaitu dengan menggunakan indeks
kesukaran rata-rata; dan untuk mengetahui daya pembeda item, dengan menghitung indeks
validitas item yang dihitung dengan rumus korelasi point biserial dan Pearson product
moment. Uji reliabillitas konsistensi internal dilakukan dengan menggunakan rumus alpha,
sedangkan uji reliabilitas antar penilai dilakukan dengan menggunakan rumus Pearson product moment. Penelitian ini merupakan penelitian awal yang ditujukan untuk menguji
apakah DTLA-3 benar-benar mengukur kemampuan mental umum, dilakukan dengan
mengkorelasikan skor total DTLA-3 dengan skor total WISC-R.
Analisis data memperlihatkan bahwa subtes-subtes DTLA-3 pada umumnya
mempunyai item yang mempunyai daya pembeda item dan derajat kesukaran item yang
tergolong pada taraf sangat mudah sampai sangat sukar pada kelompok usia 10-12 tahun
walalupun belum tersusun berdasarkan derajat kesukarannya (kecuali subtes Design
Sequences dan Reversed Letters yang sudah tersusun berdasarkan derajat kesukaran yang
semakin meningkat). Subtes DTLA-3 pada umumnya memperlihatkan konsistensi internal,
kecuali subtes Story Construction (kelompok usia 10 tahun), Design Sequences, Symbolic
Relation, Story Sequences, dan Picture Fragments. Uji realibilitas antar penilai pada
subtes Story Construction dan Design Reproduction untuk kelompok umur 10 sampai 12
tahun memperlihatkan konsistensi penilaian antara satu penilai dengan penilai Iain. Uji
validitas konstruk menunjukkan bahwa DTLA-3 mengukur kemampuan umum seperti
yang diukur dalam WISC-R.
Saran yang diajukan untuk perbaikan metode adalah melakukan penelitian lanjutan
dengan menggunakan sampel lebih mewakili kelompok populasi di Indonesia; pengambilan
sampel secara acak; melakukan uji reliabilitas pengujian kembali (test-retest); serta
melakukan uji validitas dengan mengkorelasikan skor DTLA-3 dengan nilai ujian sumatif
yang diselengggarakan Depdikbud DKI Jakarta, dan dengan prestasi subjek di masa yang
akan datang. Saran lain adalah memperbaiki alat penelitian, yaitu menulis kembali item-
item beberapa subtes berdasarkan penelitian mengenai kosa kata yang sudah dikuasai anak
pada usia tertentu, yaitu Subtes Word Opposites, Word Sequences, dan Picture pada usia tertentu, yaitu subtes Word Opposites, Word Sequences, dan Picture
Fragments; menyesuaiakan jumlah kata item adaptasi dnegn jumlah kata item asli subtes
Sentence Imitation. ménggunakan stimulus gambar yang Iebih dikenal anak untuk subtes
Story Constuction; menyusun item-item setiap subtes berdasarkan tingkat kesukaran;
membuat kriteria bonus waktu untuk subtes Story Sequences yang sesuai dengan respons
sampel Indonesia. Secara umum disarankan melakukan penelitian lanjutan hingga
didapatkan norma yang berlaku bagi populasi Indonesia."
1996
S2623
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Azalea Estella Tani
"
Dalam penelitian ini, penulis bermaksud untuk melakukan adaptasi dari Detroit Test
of Learning Aptitude-3 (DTLA-3). Sebagai baterai tes yang mengukur berbagai develop
abilities^ DTLA-3 menawarkan beberapa kelebihan dibandingkan dengan tes-tes
kemampuan mental umum konvensional yang sudah dikenal, yaitu dapat digunakan untuk ;
1. mengukur fungsi kognitif umum (general mental ability), meramalkan keberhasilan
di masa yang akan datang (aptitude), menunjukkan penguasaan mated dan
ketrampilan tertentu (achievement), tergantung kepada orientasi atau kebutuhan
pengguna tes ini,
2. menentukan kekuatan dan kelemahan pada developed mental abilities yang penting
dalam merencanakan program pendidikan,
3. mengidentifikasikan anak dan remaja yang secara signifikan berada di bawah
kelompoknya dalam kemampuan bahasa, atensi, motorik, yang penting untuk
keberhasilan akademik, dan
4 lebih menekankan pada kemampuan yang spesifik.
Penelitian ini melibatkan 124 siswa sekolah dasar dengan rentang usia 6 tahun 0
bulan sampai 9 tahun 11 bulan. Pengutnpulan data dilakukan dengan cara memberikan
DTLA-3 dan WISC-R secara individual.
Pengolahan data dilakukan dalam dua cara. Pertama dianalisis berdasarkan seluruh
kelompok; kedua, analisis untuk masing-masing kelompok usia. Rumus yang digunakan
dalam perhitungan indeks kesukaran item adalah indeks kesukaran rata-rata. Untuk
menghitung indeks validitas item digunakan rumus korelasi point biserial dan Pearson
Product Moment tergantung sifat dari variabel-variabel yang dikorelasikan. Sedangkan
reliabilitas dihitung menggunakan rumus alpha. Untuk mendapatkan nilai validitas konstruk
dipergunakan rata-rata untuk melihat adanya peningkatan skor kasar pada setiap kelompok
usia dan menggunakan korelasi Pearson Product Moment dalam melihat korelasi antar
subtes DTLA-3 dan korelasi antar total subtes DTLA-3 dengan total subtes WISC-R.
Belum tersedianya norma untuk anak-anak di Indonesia, maka skor mentah dari sampel
penelitian ini diubah ke dalam standar skor dengan menggunakan rumus transformasi.
Secara keseluruhan item-item kesebelas subtes DTLA-3 memiliki daya pembeda
item, dalam arti item-item subtes ini dapat membedakan antara subyek yang kemampuannya
tinggi dengan subyek yang kemampuannya rendah dalam aspek yang diukur oleh setiap
subtes.
Item-item pada kesebelas subtes DTLA-3 telah bervariasi dalam derajat
kesukararmya, namun belum tersusun berdasarkan derajat kesukarannya, kecuali pada pada
subtes Design Sequences dan Reversed Letters.
Ada konsistensi respon terhadap item-item pada subtes DTLA-3 karena item-item
tersebut selaras mengukur kemampuan yang sesuai dengan tujuan pengukuran setiap subtes,
kecuali pada subtes Basic Informations, Design Sequences, Story Sequences, dan Picture
Fragments.
Ada kesamaan pengukuran antara seorang penilai dengan penilai lainnya pada subtes
Design Reproduction da/? Story Constructions ini. Dengan kata lain peniiaian pada dua
subtes ini tidak bersifat subjektif. DTLA-3 terbukti valid mengukur konstruk kemampuan
mental umum.
Disarankan untuk melakukan modifikasi pada beberapa subtes dengan
memperhatikan muatan budaya, urutan item, dan cara skoring. Agar dapat dilakukan
generalisasi hasil penelitian, disarankan memperbanyak jumlah sampel penelitian, sampel
yang diambil hendaknya mewakili populasi anak Indonesia."
1996
S2621
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kasyunnil Kamal
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi kandidosis kutis inguinalis pada pekerja bagian "Press 3" dan bagian "Line 9" di pabrik sepatu olah raga PT. A - Balaraja dan mengetahui hubungan lingkungan kerja panas dan lembab dengan prevalensi kandidosis kutis inguinalis. Metode penelitian ini menggunakan kros-seksional dengan uji statistik chi-kuadrat dan Kolmogorov Smirnov (bivariat) dan analisa multivariat dengan logistik regresi . Parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat pajanan panas adalah "Indeks Suhu Basah Bola" (ISBB). Penelitian dilakukan terhadap 200 responden yang bekerja di lingkungan kerja yang berbeda, yang terdiri dari 100 responden terpajan panes dan 100 responden lainnya terpajan panas yang kadarnya lebih rendah. Untuk melihat pengaruh tekanan panas dan kelembaban terhadap tenaga kerja yang terpajan dilakukan dengan menggunakan kuesioner, pengamatan, perneriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium serta pengukuran lingkungan kerja.
Hasil penelitian menunjukkan tekanan panas di lingkungan kerja bagian "Press 3" dan bagian "Line 9" melebihi batas yang diperkenankan ? sedangkan tingkat kelembaban masih dalam batas kenyamanan. Hasil pemeriksaan pada semua responden menunjukkan 56% responden mengalami kandidosis kutis inguinalis. Disamping itu dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja yang bekerja di lingkungan kerja yang mempunyai tekanan panas lebih tinggi (bagian "Press 3), prevalensi kandidosis kutis inguinalis lebih tinggi bermakna dibandingkan dengan pekerja yang bekerja dengan lingkungan kerja yang mempunyai tekanan panas lebih rendah (bagian "Line 9). Hal ini ditunjang dari hasil uji statistik (p<0,05 dan OR>1).
Faktor lain yang berpengaruh pada penelitian ini adalah higiene perorangan (p<0,05dan OR>l).

ABSTRACT
The Relation Between Exposure To Heat And Humidity In The Work Environment With Prevalence Of Inguinal Cutaneous Candidiasis In Workers At Sport Shoe Factory At "A" Factory ? BalarajaThe objectives of this study are to know the prevalence of inguinal cutaneous candidiasis in workers at" Press 3" and "Line 9" sections at "A" factory a sport shoe factory in Balaraja and to know it's relationship with exposure to heat stress and humidity in the work environment. The design used in this study is cross sectional method. Chi-square and Kolmogorov Smimov test (bivaried) and Logistic regression (multivaried) were used for statistical analysis. Heat exposure level in the working environment was measured by using the Wet Bulb Globe Temperature Index. This study examined 200 workers who were exposed to heat stress; 100 workers who were exposed to higher heat stress and another 100 workers who were exposed to a lower heat stress. Questionnaire, physical & laboratory examinations, survey and the measurement of working environment have been used to know the influence of heat stress and humidity on exposed workers.
This study shows that heat exposure level of working environment at "Press 3" and "Line 9" sections is above the recomended limits, meanwhile the humidity level is as the recomended limits. The result of the examinations prevalence of all workers shows 56% workers were inguinal cutaneous candidiasis. It also shows that workers who were exposed to higher heat stress ("Press 3" sections workers) have a higher prevalence of inguinal cutaneous candidiasis significantly compared to workers who were exposed to lower heat stress ("Line 9" sections workers) (p < 0,05 and OR>1).
Another important factor associated the prevalence are individual hygiene (p.0,05 and OR>l).
"
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Safrina Dahri
"Diantara banyak teknik proyektif tes yang sering dipakai dalam pemeriksaan psikologis adalah tes Wartsg. Sebagai salah satu teknik proyektif tes Wartegg memiliki kualitas nilai sebagai alat cliagnostik dan bersifat praktis sehubungan dengan waktu yang diperlukan untuk administrasi, skoring dan interpretasi. Salah satu pertimbangan yang digunakan dalam menganalisis hasil gambar adalah dengan melihat hubungan stimulus dan gambar (stimulus drawing- relations), selain dua pertimbangan lainnya yaitu isi gambar (content) dan cara. pelaksanaan (execution). Pada dasarnya, masing-masing stimulus memiliki sifat yang berbeda sehingga penting untuk melihat kesesuaian gambar yang dihasilkan subyek dengan sifat dari stimulus itu sendiri (afinitas) Stimulus tes Wartegg dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu stimulus feminin (stimulus l,2,7, dan 8) dan stimulus maskulin (stimulus 3,4,S dan 6).
Afinitas laki-laki biasanya lebih baik terhadap stimulus yang maskulin, sedangkan afinitas perempuan biasanya Iebih baik terhadap stimulus yang feminin. Perspektif mengenai peran dan stereotipi gender tidak terlepas dzui konteks budaya. Sehingga, penelitian ini bertujuan untuk melihat atinitas laki-laki dan perempuan pada sampel penelitian di Indonesia.
Penelitian dilakukan pada mahasiswa UI, Sl reguler dengan tujuan memperoleh subyek yang memiliki kecerdasan rata-rata. Teknik yang digunakan adalah melihat kesesuaian gambar subyek clengan sifat-sifat yang terkandung didalam stimulus tersebut(stimulus-drawing relations). Uji sinifikansi clilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan afinitas subyek laki-laki dan perempuan terhadap stimulus maskulin, dan sebaliknya terhadap stimulus yang feminin.
Hasil penelitian terhadap 62 subyek yang terdiri dad 31 subyek laki-laki dan 31 subyek perempuan menunjukkan bahwa subyek laki-laki mempunyai afinitas yang baik terhadap stimulus maskulin maupun terhadap stimulus feminine. Begitu pula sebaliknya, subyek perempuan mempunyai afinitas yang baik terhadap stimulus feminin maupun terhadap stimulus maskulin. Uji signifikansi pada l.o.s menunjukkan bahwa afinitas laki-laki dan perempuan hanya berbeda pada stimulus 2 (stimulus feminin) dan stimulus 4 (stimulus maskulin).
Berdasarkan hasil penelitian, beberapa satan untuk penelitian selanjutnya adalah menambah jumlah subyek, meneliti subyek dengan karakteristik peran gender tradisional dimana pada penelitian ini mahasiswa diasumsikan lebih memiliki peran gender yang modern dan penelitian mengenai atinitas laki-laki dan perempuan terhadap stimulus maslculin dan feminin dengan mempertimbangkan pekerjaan subyek."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyawati Patricia Melati
"Dari sekian banyak tes psikologi, tes Wartegg adalah salah satu dari alat tes proyektif yang sering digtmakan dalam seleksi pegawai maupun setting klinis. Hal ini antara lain disebabkan karena tes Wartegg memiliki beberapa ketmtungan antara lain adalah waktu yang relatif singkat dalam pengadministrasian, skoring dan juga kaya dalam interpretasi. B Dalam tes Wartegg, jenis kelamin subyek memiliki arti interpretalif yang sangat penting. Hal ini disebabkan karena nilai simbolik rangsang-rangsangnya rnemiliki hubungan dengan jenis kelamin. Di dalam tes ini terdapat 4 rangsang yang disebut dengan rangsang maskulin dan 4 rangsang lainnya yang disebut dengan rangsang feminin. Dalam penelitiannya, Kinget membuktikan bahwa afinitas laki-laki lebih baik pada stimulus maskulin sedangkan aflnitas perempuan lebih baik pada stimulus feminin.
Dahii 2002, dalam penelitiannya mengenai alinitas laki-laki dan perempuan terhadap stimulus maskulin dan stimulus feminin pada tes Wartegg, mencoba membuktikan hal tersebut. Penelitian yang dilakukan dengan menyebarkan tes Wartegg kepada 62 orang mahasiswa Universitas Indonesia membuktikan bahwa baik subyek laki-laki dan subyek perempuan memiliki afinitas yang sauna baiknya terhadap stimulus feminin ,dan stimulus maskulin. Afinitas laki-laki dan perempuan pada stimulus feminin hanya berbeda pada rangsang nomor 2 sedangkan afinitas subyek laki-laki dan perempuan pada stimulus maslculin hanya berbeda pada rangsang nomor 4.
Penulis berusaha membuktikan teori Kinget ini dengan melakukan usaha replikasi dan unelitian telah dilakukan oleh Dahri. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk melihat aiinitas laki-laki dan perempuan yang berperan gender tradisional dalam menjawab stimulus feminin dan maskulin dalam tes Wartegg. Penelitian dilakukan dengan mengadministrasikan tes Wartegg kepada 2 kelompok subyek yang memiliki profesi sesuai dengan peran gender tradisionalnya yakni montir bagi laki-laki dan baby sitter bagi perempuan.
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis menunjukan bahwa laki-lalci dan perempuan yang memiliki pekerjaan sesuai dengan peran gender tradisionalnya memiliki afinitas yang kurang lebih sama baiknya pada stimulus nomor l,2, 5 dan stimulus nomor 6. Afinitas laki-laki dan perempuan terhadap stimulus Wartegg ditemukan menunjukkan perbedaan yang signiikan pada stimulus no 3,4,7 dan 8. Pada stimulus nomor 3 dan 4 yang merupakan stimulus maskulin, jumlah laki-laki yang beraiinitas terhadap stimulus ini secara sitnifikan lebih banyak dihandingkan dengan perempuan. Sedangkan pada stimulus nomor 7 dan 8 yang merupakan stimulus feminin, jumlah perempuan yang beraktvitas terhadap stimulus ini secara signifikan lebih banyak dibandingkan dengan subyek laki-laki. Untuk dapat mempertajam hasil penelitian ini masih dibutuhkan penelitian-penelitian lanjutan di masa yang akan datang."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>