Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107896 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sandi Kartasasmita
"Penelitian ini mencoba melihat gambaran Hand Test pada pasangan yang sudah menikah 20 tahun. Tahun dasar Hand Test dan Edwin E Wagner menjadi dasar utama dalam penelitian ini. Dalam konsep Hand Test, kategori Interpersonal dan Environmental merupakan bagian yang dapat melihat hubungan individu dengan orang lain. Dalam penelitian ini diutamakan pada bagian komunikasi sehingga dapat terlihat gambaran Hand Test pada pasangan yang sudah menikah 2 Tahun atau lebih. Teori Levinson dipergunakan untuk menggali permasalahan keluarga dan konsep Raport digunakan untuk menggali konflik yang terjadi dalam keluarga.
Wawancara dan observasi menjadi metode utama yang digunakan dalam penelitian ini. Proses pengambilan data dilakukan antara bulan Februari hingga Maret 2003. Responden penelitian terdiri dari lima pasang suami-istri yang sudah menikah 20 tahun atau lebih, warga negara Indonesia keturunan Tionghoa yang sudah tinggal di Indonesia selama 2 generasi, tinggal di Jakarta dan beragama Buddha dan merupakan seorang pendeta agama Buddha.
Hasil dari penelitian ini mendapatkan hasil bahwa terdapat gambaran yang saling melengkapi satu sama lain di dalam kehidupan berkeluarga pasangan yang sudah menikah 20 tahun, terutama dalam bagian komunikasi Faktor saling melengkapi tersebut yang membuat satu perningkahan dapat bertahan selama 20 tahun atau lebih. Apabila terdapat permasalahan, yang biasanya disebabkan karena permasalahan keuangan atau cemburu dapat diselesaikan dengan jalan saling berkomunikasi atau berdoa."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Adiningtyas
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3323
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Annisa paramitha
"Tingginya mobilitas dan interaksi manusia memungkinkan dua orang yang berbeda agama untuk bertemu, menjalin hubungan, dan kemudian melakukan perkawinan dimana masing-masing tetap mempertahankan agamanya. Dengan segala hambatan, anjuran, bahkan larangan untuk tidak melakukan perkawinan beda agama, masih banyak pasangan yang tetap memutuskan untuk melakukannya. Berdasarkan sebuah penelitian, baik di Amerika atau Indonesia, jumlah pasangan yang melakukan perkawinan beda agama semakin meningkat. Berbagai masalah dapat timbul dalam kehidupan perkawinan beda agama karena perbedaan agama dapat menyebabkan perbedaan nilai, perilaku, dan cara pandang. Masalah tersebut dapat menimbulkan ketegangan dan ketidakharmonisan hubungan, sehingga pasangan akan berusaha menyelesaikan permasalahan yang ada. Salah satu penyelesaiannya adalah melalui penyesuaian perkawinan.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat masalah-masalah yang muncul pada perkawinan beda agama serta penyesuaian perkawinan yang dilakukan untuk masalah tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif melalui studi kasus. Pengumpulan data dilakukan melalui metode wawancara dan didukung dengan metode observasi. Wawancara dan observasi tersebut dilakukan kepada delapan orang subyek, empat laki-laki dan empat perempuan. Subyek tersebut telah menikah secara beda agama lebih dari tujuh tahun dan masih berbeda agama sampai dilakukannya wawancara, mempunyai anak dengan usia anak tertua minimal enam tahun, beragama Islam dan Kristen Protestan, berpendidikan minimal SMU, dan berdomisili di wilayah Jabotabek.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa masalah yang timbul dalam perkawinan beda agama dirasakan dalam bentuk dan intensitas yang berbeda-beda pada setiap subyek. Masalah lingkungan dialami oleh satu subyek, masalah keluarga oleh dua subyek, masalah ibadah oleh tujuh subyek, masalah anak oleh lima subyek, masalah kehidupan sehari-hari menyangkut makanan oleh satu subyek dan menyangkut pakaian oleh tiga subyek, masalah saat menghadapi waktu sulit oleh lima subyek, dan tidak ada subyek yang mengalami masalah menyangkut seksualitas. Selain itu empat subyek merasa berdosa telah melakukan perkawinan beda agama dan tiga orang tua subyek tidak menyetujui perkawinan subyek. Penyesuaian perkawinan yang dilakukan oleh setiap subyek berbeda-beda untuk setiap masalah, walaupun ada cara penyesuaian perkawinan yang lebih dominan digunakan oleh beberapa subyek. Satu subyek menggunakan cara pasif dan aktif akomodatif secara seimbang, dua subyek lebih banyak menggunakan cara pasif, dua subyek lebih sering menggunakan cara pasif walaupun menggunakan cara aktif akomodatif di masalah tertentu, dan dua subyek lainnya lebih sering menggunakan cara aktif akomodatif walaupun menggunakan cara pasif di masalah tertentu.
Untuk penelitian selanjutnya peneliti menyarankan agar dilakukan wawancara terhadap pihak lain yang dekat dengan kehidupan perkawinan, seperti anak subyek; dilakukan wawancara suami dan istri pada saat bersamaan; menggunakan jumlah subyek yang lebih banyak; dan menggunakan gabungan antara metode kualitatif dan kuantitatif. Bagi pasangan perkawinan beda agama hendaknya sejak awal menyadari bahwa perkawinan beda agama membawa masalah yang cukup banyak, membuat perjanjian sebelum perkawinan, mengembangkan sikap toleransi, dan lebih banyak melakukan penyesuaian secara aktif."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S2855
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Hendrawan
"Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai keinginan untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan yang terjalln dengan orang lain tersebut dapat berbentuk hubungan pertemanan, persahabatan, pacaran dan hubungan perkawinan sebagai suami dan istri. Berbeda dengan hubungan lainnya, hubungan perkawinan diawali dengan perjanjian antara suami dan istri yang disaksikan oleh orang tua, penghulu, saudara dan kerabat serta diketahui oleh masyarakat. Dalam hubungan perkawinan biasanya pasangan suami-istri berharap agar dapat menjalani kehidupan perkawinan dengan bahagia dan dapat membentuk keluarga yang damal, penuh ketulusan cinta dan kasih sayang {sakinah, mawaddah wa rahmah).
Kebahagiaan perkawinan merupakan dambaan setiap pasangan yang melangsungkan perkawinan (Roberts, 1968). Akan tetapl, untuk mendapatkan kebahagiaan perkawinan tidaklah mudah. Harus ada usaha dari pasangan suami-istri dalam menyelesaikan segala permasalahan yang muncul selama masa kehidupan perkawinan mereka. Selain adanya masalah-masalah baru yang harus mereka hadapi selama kehidupan perkawinan, pasangan suami-istri juga harus menghadapi masalah yang disebabkan adanya kebiasaan-kebiasaan dasar dan kepribadian yang dibawa oleh masing-masing individu. yang telah berkembang selama bertahun-tahun dalam dirinya (Hurlock, 1980). Atwater & Duffy (1999) menyatakan bahwa kebahagiaan perkawinan tergantung pada apa yang terjadi saat pasangan memasuki kehidupan perkawinan yaitu seberapa baik mereka mengalami kesesuaian atau kecocokan. Hal yang paling penting dalam meraih kebahagiaan perkawinan menurut Atwater & Duffy (1999) yaitu fleksibilitas dan keinginan untuk berubah dari setiap pasangan atau yang biasa disebut dengan istilah penyesuaian perkawinan {marital adjustment).
Kesiapan seseorang untuk memasuki kehidupan perkawinan merupakan aspek yang menentukan keberhasilan seseorang daiam melakukan penyesuaian perkawinan (Hurlock, 1980; Spanier dalam Miranda, 1995). Sejalan dengan pernyataan tersebut, Blood (1969) menyatakan bahwa kematangan sosial merupakan salah satu bagian dari kesiapan seseorang dalam memasuki kehidupan perkawinan. Salah satu faktor dari kematangan sosial seseorang yaitu enough dating. Dating merupakan kesempatan bagi pasangan untuk saling mengenal dan untuk mengembangkan keterampiian-keterampilan interpersonal yang sangat berguna bagi kehidupan perkawinan. Ditinjau dari gambarannya, di Indonesia dating dapat disamakan dengan pacaran karena dating dan pacaran mempunyai kesamaan dalam beberapa hal. Biasanya pacaran merupakan proses awai menuju perkawinan atau dengan kata lain pacaran merupakan sarana dalam memilih pasangan yang cocok untuk dijadikan pasangan hidup (Benokraitis, 1996).
Perkawinan dalam pandangan agama Islam merupakan suatu peristiwa yang fitrah karena perkawinan merupakan salah satu sarana mengekspresikan sifat-sifat dasar (fitrah) manusia. Dalam proses menuju perkawinan, pacaran merupakan cara yang biasa dilakukan masyarakat di Indonesia pada umumnya termasuk masyarakat yang beragama Islam dalam mengenal dan memilih calon pasangan. Namun, ada juga masyarakat muslim di Indonesia yang tidak melalul pacaran dalam memilih dan mengenal calon pasangannya karena mereka menganggap bahwa pacaran adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Akan tetapi, agama Islam memperbolehkan calon pasangan untuk saling mengenal satu sama lain dengan tujuan yang jelas yaitu untuk melangsungkan perkawinan.
Berdasarkan fenomena yang terjadi pada sebagian masyarakat muslim di Indonesia yang peneliti anggap unik dalam proses mendapatkan pasangan hidup, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pasangan yang melakukan perkawinan tanpa pacaran terlebih dahulu. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian studi kasus untuk menjawab permasalahan dalam penelitian.
Peneliti menggunakan teori-teori tentang perkawinan dan menggunakan teori penyesuaian perkawinan pada pasangan yang dikemukakan oleh Spanier (1976) yang terdiri dari beberapa dimensi. Dimensi-dimensi tersebut yaitu dyadic consensus (kesepakatan dalam hubungan), dyadic cohesion (kedekatan dalam hubungan), dyadic satisfaction (kepuasan dalam hubungan) dan affectlonal expression (ekspresi kasih sayang dalam hubungan).
Gambaran penyesuaian perkawinan yang di dapat dari hasil penelitian ini yaitu pada dimensi dyadic consensus: secara umum semua pasangan melakukan kesepakatan dalam kehidupan perkawinan mereka. Pada dimensi dyadic cohesion: secara umum semua pasangan merasa dekat dengan pasangannya, terutama kedekatan secara emosi. Pada dimensi dyadic satisfaction: secara umum semua pasangan merasa puas dan bahagia dengan perkawinan yang mereka lakukan. Pada dimensi affectlonal expression: secara umum semua pasangan mengungkapkan rasa sayang terhadap pasangannya dengan lisan, tulisan dan perbuatan. Masalah-masalah yang dihadapi oleh masing-masing pasangan. Pasangan 1, masalah yang sama-sama mereka rasakan yaitu peran yang sedang Indah sandang yaitu sebagai mahasiswa pasca sarjana. Pasangan 2 masalah yang sama-sama mereka rasakan yaitu masalah ekonomi. Pasangan 3 masalah yang sama-sama mereka rasakan yaitu masalah ekonomi dan penerimaan orang tua Anisa."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S2824
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panji Wulung Indraswara
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T38196
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yumeko Shinozawa
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran Hand Test pada penderita Skizofrenia dan untuk mengembangkan alat diagnosyik Psikologi yaitu Hand Test.
Penelitian ini dilakukan atas dasar pengernbangan alat diagnostik Hand Test pada kasus-kasus klinis yang bersifat psikopatologi khususnya penderita Skizofrenia yang telah menjadi suatu fenomena bagi masyarakat Indonesia sebagai salah satu gangguan mental. Maka dari dengan mengguanakan hand Test ini diharapkan dapat tercermin gejala-gejala tampak yang pada pada penderita skizofrenia.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif pada tiga puluh penderita Skizofrenia dari berbagai tipe di Rumah Sakit Angkatan Laut dan Angkatan Darat Pengambilan kasus dilakukan dengan menggunakan data primer dan data sekunder.
Secara umum didapatkan suatu gambaran bahwa perbandingan antara Interpersonal : Enviromental : Malaéustive : Withdrawal adalah 10 : 7 : 2 : 2, dengan respon Interpersonal tertinggi, namun respon dominan yang diberikan oleh penderita Skizofrenia adalah Active dari Kategori Enviromental sedangkan kategori kuatitatif yang paling dominan adalah Repetition dimana hal tersebut menunjukkan penderita Skizofrenia cenderung kaku dan kurang fleksibel dalam menghadapi tantangan-tantangan dalam hidupnya.
Saran-saran diajukan kepada seluruh masyarakat yang baik secara langsung maupun tidak langsung terlibat dengan para penderita Skizofrenia."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38553
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prafitri Dimarmayasari
"Self-disclosure memiliki peran yang panting dalam suatu hubungan, namun juga memiliki rcsiko (Bird & Melville, 1994). Dalam suatu hubungan berpacaran, tahap dimana keputusan untuk menikah sudah dibuat dan pasangan sudah berorientasi pada pemikahan disebut periode engagemezzt (Duvall & Miller, 1985). Periode engagement memberikan kesempatan kepada pasangan untuk dapat lebih fokus dalam mengenal satu sama lain secara lebih baik, dimana seMdisclosure lebih dibutuhkan. Di sisi lain, komitmen yang Iebih tinggi pada tahap ini, membuat rcsil-to seyf-disclosure menjadi lebih tinggi dibandingkan tahap dimana keputusan menikah belum dibuat. Penelitian ini mencari tahu bagaimana se&discIosure pada pasangan berpacaran yang telah mcmutuskan untuk menikah jika dibandingkan dengan seMdL¢closure pada pasangan yang belum memutuskan untuk menikah, dengan bantuan alat ukur seb'-disclosure yang disusun olch Billeter (2002). Hasil penclitian menunjukkan bahwa tidak terdapat pelbedaan yang signifikan antara sefdisclosure pada pasangan berpacaran yang telah mcmumskan untuk menil-:ah dengan pasangan berpacaran yang belum mcmuluskan untuk menikah.

Self-disclosure not only plays a major role in close relationship, but also have risks (Bird & Melville, 1994). In dating relationship, the period, when decision to get married has been made and the couple have oriented to marriage, is called engagement period (Duvall & Miller, 1985). The engagement period gives the couple chances to focus more on getting to know each other, this is where self-disclosure is needed. On the other hand, the commitment is stronger, that make the risks of self-disclosure become higher in this period. This reseach is going to find out about self-disclosure on dating couples who have decided to get married compared with self-disclosure on dating couples who have not decided to get married. The measurement used in this research is the Self-Disclosure Scale created by Billeter (2002). The results indicate that there is no significant difference in selfldisclosure between dating couples who have decided to get married and dating couples who have not decided to get married."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
T34158
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Nursyifa Qolbi
"Kanker serviks merupakan pertumbuhan abnormal pada sel serviks yang disebabkan oleh infeksi human papilloma virus (HPV). Kanker serviks dapat dicegah dengan pemeriksaan inspeksi visual asam asetat (IVA), sebagaimana yang tercantum dalam Permenkes No.34 Tahun 2015. Angka kematian dan insidens kanker serviks terus meningkat dan angka cakupan pemeriksaan IVA masih jauh dari target. Pengetahuan wanita tentang kanker serviks dan IVA merupakan salah satu penyebabnya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran pengetahuan tentang kanker serviks dan pemeriksaan IVA. Metode penelitian yang digunakan berupa survei deskriptif dengan cluster sampling. Responden terdiri atas 112 wanita berusia 15-49 tahun di 10 RW Desa Cimandala yang diukur tingkat pengetahuannya menggunakan kuesioner. Hasil menunjukkan rerata usia responden 35,20 tahun, berpendidikan SMA (50,9%), tidak bekerja (90,2%), berpendapatan dibawah UMR (58,9%), dan tanpa riwayat keluarga dengan kanker (97,3%). Tingkat pengetahuan kanker serviks baik (54,4%). Tingkat pengetahuan pemeriksaan IVA baik (58,9%). Tingkat pengetahuan tentang kanker serviks dan pemeriksaan IVA berada dalam kategori baik. Persepsi terhadap kanker serviks dan pemeriksaan IVA perlu diteliti sebagai hambatan wanita untuk berpartisipasi pada pemeriksaan IVA.

Cervical cancer is abnormal growth in cervix’s cells caused by human papilloma virus (HPV). Cervical cancer can be prevented by visual inspection with acetic acid (VIA), as stated in Permenkes No.34 Tahun 2015. Mortality and incidence rate still are increasing and participation rate in VIA are unsatisfactory. Women’s knowledge on cervical cancer and VIA test associated with low rate of VIA test. This study aims to determine the description cervical cancer and VIA test knowledges on married women in Cimandala village. Descriptive survey with cluster sampling was used to collect data in this research. There were 112 women ages 15-49 years old in 10 RW Desa Cimandala. Knowledge was measured by questionaire. In conclusion, average age of participants 35,20 years old, high school graduate (50,9%), unoccupied (90,2%), have low income (58,9%), and no family history with cervical cancer (97,3%). Women’s knowledge on cervical cancer is considered as good (54,4%). Knowledge on VIA test also is considered as good (58,9%). Knowledge on cervical cancer and VIA test is classified as good. Women’s perception about cervical cancer and VIA test should be analysed as barrier for women to participate in VIA test.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dewi Indah Wijayanti
"ABSTRAK
Salah satu periode yang dilalui manusia dalam tahap perkembangannya adalah
dewasa awal atau dewasa muda. Pada masa dewasa awal individu mulai membuat
perencanaan untuk masa depannya. Masa ini juga merupakan periode penyesuaian diri
terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru (Hurlock, 1980).
Pada masa ini pula seseorang memutuskan untuk menikah (Duvall & Miller, 1985).
Tujuan pernikahan antara lain membentuk sebuah keluarga yang damai, penuh
ketulusan cinta, dan kasih sayang (sakinah, mawaddah, wa rahmat)). Pernikahan adalah
sebuah tahapan yang dilalui oleh setiap manusia dan dianggap suci oleh negara, adat,
dan agama manapun.
Pernikahan memiliki arti yang penting dalam kehidupan seseorang. Keputusan
untuk menikah merupakan keputusan yang berlaku seumur hidup. Karenanya, sebelum
menikah ada banyak hal yang dipertimbangkan agar pernikahan bahagia yang
didambakan dapat tercapai. Pertimbangan- pertimbangan ini umumnya dipengaruhi oleh
harapan maupun impian seseorang mengenai kehidupan pernikahan yang akan dijalani
kelak termasuk harapan mengenai calon pasangan hidupnya.
Tak jarang pertimbangan-pertimbangan tadi menimbulkan konflik. Konflik dapat
terjadi jika seseorang menghadapi situasi atau kondisi yang tidak sesuai dimana ada
daya-daya yang saling bertentangan arah tetapi dalam kadar kekuatan yang kira-kira
sama (Lewin, dalam Atkinson, 1964; Hall & Lindsey, 1985). Konflik itu sendiri terjadi
ketika seseorang berada di bawah tekanan untuk merespon daya-daya tersebut secara
simultan (Atwater, 1983).
Seseorang yang akan memutuskan untuk menikah, juga dapat mengalami
konflik dikarenakan pertimbangan-pertimbangan tadi. Gejala yang terlihat akibat konflik
ini menurut Janis & Mann (1979) adalah keragu-raguan, kebimbangan, dan
ketidakyakinan. Untuk menyelesaikan konflik dapat dilakukan berbagai tindakan atau
aksi sebagai proses atau bagian dari pemecahan masalah {problem solving). Tindakan
pada proses pemecahan masalah dilakukan dengan berupaya memunculkan beberapa
alternatif solusi. Kemudian dari beberapa alternatif ini, seseorang melakukan
pengambilan keputusan (decision making). Jadi, pengambilan keputusan adalah proses
pemecahan masalah (problem solving) dimana Individu dihadapkan pada beberapa alternatif
pilihan yang harus dipilih (Morgan, 1986).
Sebelum memutuskan untuk menikah, biasanya individu melakukan tahap
penjajakan terhadap pasangannya. Tahap penjajakan ini umumnya dilakukan dengan
proses pacaran (Abdullah, 2003). Namun, tidak semua orang melakukan pacaran
untuk memilih pasangan hidupnya. Ada sebagian masyarakat muslim yang memilih
calon pasangan hidupnya tanpa melalui pacaran karena mereka menganggap pacaran
adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Akan tetapi, agama Islam
memperbolehkan calon pasangan untuk mengenal satu sama lain dengan tujuan yang
jelas yaitu untuk melangsungkan pernikahan.
Selain konflik yang terjadi saat seseorang harus membuat keputusan penting
seperti keputusan untuk menikah (Janis & Mann, 1979), bagaimanakah dinamika
konflik yang terjadi pada pasangan yang menikah tanpa pacaran? Karena itu, tujuan
dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dinamika konflik yang
terjadi dalam mengambil keputusan dan strategi-strategi yang dilakukan dalam
mengambil keputusan serta faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan
tersebut. Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang
berguna baik bagi pembaca maupun konselor atau psikolog yang menangani masalahmasalah
terkait dengan pernikahan terutama dalam hal konflik dan pengambilan
keputusan. Dasar teori yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah teori konflik
dari Lewin dan Myers, tahapan pengambilan keputusan dari Janis dan Mann, strategi
pengambilan keputusan dari Atwater dan faktor-faktor yang berperan dalam
pengambilan keputusan oleh Ranyard.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Pengambilan
data dilakukan melalui wawancara dengan pedoman standar yang bersifat terbuka
terhadap tiga pasangan (enam orang).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa konflik yang terjadi berupa
kebimbangan, keragu-raguan, dan ketidakyakinan sebelum memutuskan untuk
menikah dan ini dialami oleh keenam subyek penelitian. Namun, ada perbedaan kadar
kekuatan konflik antara subyek laki-laki dan perempuan. Sedangkan proses
pengambilan keputusan pada subyek penelitian banyak diwarnai oleh faktor beliefc,
dan strategi pengambilan keputusan yang digunakan oleh keenam subyek adalah
combination strategy."
2004
S3442
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>