Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153802 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amaryllia Puspasari
"Konsep diri, merupakan salah konstruk psikologi yang sulit untuk diuji secara
empiris. Kesulitan yang muncul disebabkan adalah adanya hambatan dalam pengembangan alat ukur yang akan digunakan dalam pengukuran konsep diri. Alat ukur yang telah berkembang sebelumnya, menunjukkan adanya pennasalahan dalam melakukan pengukuran, karena eenderung bersifat self report dan tingginya social desirable. Akhirnya pada tahun 1976, Shavelson mengembangkan teori mengenai konsep diri, dimana konsep diri dibagi dalam beberapa kelompok (kelompok konsep diri akademis dan konsep diri non akademis) dan bersifat hierarkis. Teori lni, kemudian dikembangkan oleh Marsh (1985) untuk membuat Self Description Questionnaire (SDQ). yang dalam praktek pemakaiannya memiliki klasifikasi berdasarkan usia responden. Melihat usia sampel yang digunakan dalam penelitian ini, alat ukur yang digunakan adaiah SDQ ll.
Stratifikasi yang muncul dalam pengelompokan konsep diri membmuhkan suatu metode pengujian tersendiri terhadap alat ukur, dimana membutuhkan adanya verifikasi mengenai model konsep diri yang terbentuk. Tujuan dalam kegialan analisis model ini adalah untuk melihat kesesuaian antara model yang terbentuk pada alat ukur konsep diri dengan teori yang dijadikan sebagai dasar pembuatan alat ukur. Model konsep diri yang akan diuji adalah model konsep diri single factor, model konsep diri dua faktor dan model konsep diri secondary factor analysis. Selain Itu, dilakukan validasi dari konsep diri akademis dengan pencapaian akademis, dimana sesuai dengan leon yang dikembangkan oleh Marsh pada penelitian sebelumnya, bahwa konsep diri akademis mempengaruhi pencapaian akademis.
Analisis model konsep diri, yang menggunakan metode Conlirmafory Factor Analysis dengan program LlSREI menunjukkan bahwa ketiga model konsep diri yang tersebut menunjukkan adanya pengaruh error dari seiiap item pada dimensi konsep diri. Item dan dimensi konsep diri yang berbeda saling mempengaruhi satu dengan Lainnya dan tidak secara khusus mengukur dimensi konsep diri dimana item tersebut berada.
Hubungan antara model konsep diri akademis dan pencapaian akademis, tidak menunjukkan adanya korelasi yang signifikan. Penyebab ketidaksignifikan dapat disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adaiah kemungkinan dari pengukuran pencapaian akademis yang tidak akurat dimana pencapaian akademis yang seharusnya diukur dengan menggunakan alat ukur pencapaian akademis dalam operasional diganti dengan menggunakan nilai rapor."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T37865
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Oktiviane Anita
"Dalam penelitian mengenai Minat dan Kebiasaan Membaca Pelajar Sekolah Menengah Umum di Bogor, penulis mengkaji aspek-aspek seperti waktu untuk membaca, jenis bahan bacaan yang dibaca, cara-cara pelajar mendapatkan bahan bacaannya, topik atau subyek bacaan yang disukai pelajar dan alasan para pelajar membaca bahan-bahan bacaan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode survei, di mana pengambilan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuisioner kepada 200 orang pelajar yang terpilih sebagai sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para pelajar belum menjadikan kegiatan membaca sebagai suatu kebiasaan, karena dalam kesehariannya mereka lebih banyak menggunakan waktunya untuk menonton televisi daripada untuk membaca. Adapun jenis bacaan yang dibaca mencakup koran, majalah, buku fiksi dan non fiksi, serta tabloid. Topik atau tema yang banyak dipilih oleh responder berkisar pada subyek-subyek seperti hiburan, olahraga, kesenian, petualangan dan kisah-kisah tentang remaja secara umum. Alasan para pelajar membaca seperti untuk menambah pengetahuan dan wawasan sedikit banyak menunjukkan kesadaran para pelajar bahwa membaca dapat memperluas cakrawala pengetahuan mereka. Terdapat korelasi antara alasan para pelajar untuk membaca dengan cara mereka mendapatkan bahan bacaannya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997
S15698
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titis Endarwidiarti
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3269
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noprigawati
"Tesis ini membahas peran dan fungsi komite sekolah serta strategi revitalisasi yang dilakukan oleh komite sekolah dan peningkatan mutu pendidikan di tiga sekolah menengah pertama di kota Jakarta Selatan .Penelitian ini menggunakan metode kualitatif . Hasil penelitian menunjukkan bahwa komite sekolah dalam menjalankan perannya sebagai pemberi pertimbangan/advisory, pendukung/supporting, pengontrol/controlling, mediator masih belum sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah . Untuk mengukuhkan kembali organisasinya maka komite sekolah harus mengadakan revitalisasi melalui 3 pendekatan yaitu pencapaian fokus pasar, penciptaan bisnis baru dan pemanfaatan teknologi. Proses revitalisasi harus mengacu pada prinsip manajemen perubahan. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus melakukan sosialisasi dan pembinaan agar komite sekolah mengetahui peran dan fungsinya selain itu komite sekolah mengetahui peran dan fungsinya.

This thesis discuss school committee?s role, function and revitalization strategy carried out by school committee and upgrading of education quality in three junior high schools in South Jakarta .This research uses qualitative method . The result of this research shows that school committee as community-based public service in its role as advisory, supporting and monitoring institution still has not been in line with The National Education Minister Decree Number 044/U/2002 on Education Council and School Committee. To strengthen its organization, school committee must revitalize itself through three approaches, which are market focus, invent new business and technology application. The revitalization must refer to management of change principle. The government as policy maker must forward relevant information and guide school committee."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T26795
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
F. Retno Endrowati Djatikumoro
"Konsep desentralisasi pendidikan sebenarnya merupakan konsep dasar yang sudah lama dikembangkan dengan menggunakan prinsip pengaturan pendidikan secara terpusat (sentralisasi) dan penyelenggaraan pendidikan tidak terpusat (desentralisasi). Desentralisasi di bidang pendidikan antara lain diwujudkan dalam bentuk restrukturisasi birokrasi pendidikan di daerah. Di daerah, perlu mempunyai persepsi yang sama tentang desentralisasi pendidikan, termasuk kesiapan yang sama dalam proses otonomi daerah. Pada Perkembangan selanjutnya, desentralisasi di bidang pendidikan bertumpu di tingkat sekolah dengan bertumpu pada pemberdayaan sekolah di semua jenjang pendidikan. Wujud nyatanya adalah diterapkannya manajemen berbasis sekolah (school based management). Hal ini juga dilaksanakan di Kotamadya Jakarta Selatan dimana Suku Dinas Pendidikan Dasar Kotamadya Jakarta Selatan melaksanakan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah, dan sekolah melaksanakan manajemen berbasis sekolah dalam kontek Kotamadya Jakarta Selatan.
Tujuan penelitian adalah mendiskripsikan pelaksanaan kebijakan dan menganalisis hasil penerapan standar pelayanan minimal pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri Jakarta Selatan. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, Focus Group Discussion (FGD),dan studi kepustakaan, dengan metode analisis data adalah deskriptif.
Hasil penelitian adalah ketersediaan kurikulum nasional untuk tiap sekolah menengah pertama negeri di Jakarta Selatan diikuti oleh semua sekolah yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi, potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan sekolah dan potensi di daerah; kondisi peserta didik berdasarkan Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP di Jakarta Selatan pada tahun 2004 sebesar 107,59 % mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 2006 sebesar 120,74 %, Angka Partisipasi Murni (APM) pada tahun 2004 sebesar 73,26 % juga mengalami peningkatan yang bagus sehingga pada tahun 2006 meningkat menjadi 88,3 %. Jumlah pendaftaran ke sekolah menengah pertama negeri juga meningkat, prosentase kelulusan sekolah menengah pertama negeri jakarta selatan dalam 2 tahun terakhir mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2005 sebesar 99,35 % dan pada tahun 2006 sebesar 99,93 % hampir mendekati 100 %, prosentase siswa mengulang dan putus sekolah relatif kecil; untuk ketenagaan jumlah guru yang berkualifikasi untuk sekolah standar nasional dan reguler berkisar 72-95 %; kondisi sarana dan prasarana ketersediaan ruang-ruang kelas untuk belajar hampir semuanya mencukupi walaupun masih ada sekolah yang dipakai untuk dua shift (pagi dan siang), ruang laboratorium hampir semua sekolah memiliki walaupun tidak sama jumlahnya, ada yang tiga laboratorium dan dua laboratorium, serta setiap sekolah mempunyai lapangan untuk berolah raga walaupun ukuran lapangan tiap sekolah berbeda-beda; untuk pembiayaan sekolah berasal dari APBN dan APBD yang berupa dana BOS sebesar Rp. 27.000 per bulan dan BOP sebesar Rp. 100.000 per bulan, serta dana dari masyarakat atau orang tua murid khusus untuk sekolah standar nasional, sedangkan sekolah reguler tidak, serta sumbangan lain yang tidak mengikat; setiap sekolah menengah pertama negeri di Jakarta Selatan sudah menerapkan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) dengan melaksanakan program sekolah yang telah direncanakan; dan untuk komponen peran serta masyarakat tiap sekolah berbeda, dan hampir tiap sekolah mengangkat ketua komite sekolah dari tokoh masyarakat setempat atau wakil dari orang tua murid.
Dari semua komponen yang ada dalam standar pelayanan minimal beserta indikator-indikatornya bahwa capaian yang didapat dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah menengah pertama negeri Jakarta Selatan adalah sebagai berikut : Output nya pada sekolah standar nasional prosentase daya serap kurikulum nasional maupun kurikulum lokal melebihi yang ditetapkan dalam SPM yaitu sebesar 90 persen, sedangkan sekolah reguler masih dibawah SPM yaitu sebesar 75 persen, Angka Partisipasi Kasar dan Angka Partisipasi Murni untuk sekolah standar nasional maupun sekolah reguler rata-rata mengalami peningkatan. Jumlah pendaftaran siswa pada sekolah menengah pertama meningkat serta siswa yang putus sekolah berkurang; Outcome nya Prestasi siswa bagus dan nilai ujian nasional pada sekolah pertama negeri standar nasional pada tahun ajaran 2005/2006 berkisar antara 7,8 hingga 8,83 sedangkan pada sekolah menengah pertama negeri yang reguler prestasi siswanya rendah dan nilai ujian nasional rata-rata dibawah 7,5; Dampaknya banyak orang tua murid lebih tertarik menyekolahkan anaknya ke sekolah menengah pertama negeri standar nasional supaya mendapatkan prestasi pendidikan yang lebih baik, dengan prestasi pendidikan yang baik diharapkan akan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan, sedangkan untuk sekolah reguler adalah sebaliknya.

Educational decentralization concept can truly be developed for a long time using centralized education regulation principle and decentralized education performance. Decentralization in field education is realized by restructuring educational bureaucracy in the regions. The regions need to have the same perception about educational decentralization and at the same time the regions were making preparations to process regions autonomy. In the next process, educational decentralized rested on school which is improving in all level. The real manifestation is applying school based management. This has been properly implemented at municipality of South Jakarta where Sub Service of Basic Educational there implement grade and middle educational performance and school implement such school based management in context of South Jakarta municipality.
The purpose of the research is both to describe education minimum standard service policy implementation and analysis to apply education minimum standard service at state junior high school at South Jakarta. The method of this research is qualitative approach, data collecting with observation, interview, focus group discussion and literature study, by data analysis method is descriptive.
The result of this research is availability of national curriculum for state junior high school at South Jakarta followed by all schools, i.e Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), which is appropriate with the purpose of national education and also appropriate with condition, region potency, education unit and student. Hence, curriculum is designed by educational unit for enabling the adjustment of educational program and it is appropriate with the school need and region potency; condition of educative participant based on harsh participation index (APK) of junior high school at South Jakarta in the year 2004 is 107,59 % significantly in the year 2006 it had increased to 120,74 %. The pure participation index (APM) in the year 2004 is 73,26 % also good improvement in the year 2006 it had increased to 88,3 %. Total enrolment at junior high school at South Jakarta is also rise, for last two years the graduation percentage of state junior high school at South Jakarta increase 99,35 % and 99,93 % in the year 2005 and 2006 respectively. Percentage of the students who should recur and drop out is less. The qualified teacher for both national standard school and regular school is around 72-95 %; structure and infrastructure conditions is enough although a bit of them still use school rooms for two shift (morning and afternoon), almost every school have laboratory although the number of laboratory is not the same, some school has two laboratory and some of them has more than two laboratory and also most of school has different size of playing field. School costs derived from APBN and APBD such as BOS fund Rp. 27.000 per month and BOP fund Rp. 100.000 per month and also fund of student's parent or society for national standard school specially, whereas for regular school does not and also independent other contribution. Every state junior high school at South Jakarta has applied Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) by executing the school program which have been planned. Component of society participation for each school is not same and almost every school lift the school committee chief from local elite figure or student parent representative.
The achievement of all existing components at minimum standard service along with those indicators it be concluded that the achievement of educational performance at state junior high school of South Jakarta as follows : output : national standard junior high school of is percentage of national curriculum absorption and local curriculum exceed the set in SPM that is equal to 90 percent, whereas for regular school it is under SPM, i.e, 75 %. Both harsh participation index and pure participation index either for national standard and regular school had increased on average. Total students enrolment at state junior high school had increased and drop out students had declined. Out come , student achievement is good and national test values for national standard junior high school in year 2005/2006 is around 7.8 to 8.83, whereas at regular junior high school is unfavorable and their national test result is under 7.5 on average. Hence, the impact of that condition many parents more interested to enroll to national standard junior high school in order to get better educational achievement and they wish it may increase human resources quality, it may increase prosperity. Whereas for the regular school is on the contrary."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19259
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Amerina
"Miopia adalah kelainan refraksi yang paling banyak ditemukan di dunia. Pandemi Covid- 19 berhubungan dengan peningkatan prevalensi miopia dan progresivitas miopia akibat pembelajaran jarak jauh pada anak usia sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan angka kejadian miopia pada pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Jakarta di era pandemi Covid-19 dan mencari faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian miopia pada kelompok tersebut. Penelitian ini terdiri dari 2 tahapan, yaitu: (1) Adaptasi lintas kultur kuesioner Sydney Myopia Study; (2) Pemeriksaan refraksi subjektif pada pada pelajar SMP di Jakarta dan pengisian kuesioner yang sudah tervalidasi. Dari 415 subjek penelitian, didapatkan angka kejadian miopia pada pelajar SMP di Jakarta sebesar 67,5% dengan sebagian besar subjek termasuk dalam kategori miopia sedang (37,1%). Faktor yang berhubungan dengan kejadian miopia pada kelompok tersebut adalah jenis kelamin perempuan, riwayat miopia pada orang tua, dan skor aktivitas melihat dekat > 9,5 jam per hari.

Myopia is the most common refractive error in the world. The Covid-19 pandemic is associated with an increase in the prevalence of myopia and myopia progression due to online learning in school-age children. This study aims to obtain the prevalence of myopia in junior high school students in Jakarta during the Covid-19 pandemic era and its related factors. This study consisted of 2 stages; (1) Cross-cultural adaptation of the Sydney Myopia Study questionnaire; (2) Subjective refraction examination of junior high school students in Jakarta and completion of the validated questionnaire. Of the 415 research subjects, the prevalence of myopia in junior high school students in Jakarta was 67.5%, with most of the subjects falling into the category of moderate myopia (37.1%). Factors related to myopia in this group were female gender, parental myopia, and a near work activity score of > 9.5 hours per day."
2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wirasti Utami
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1985
S2401
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulia Sari Dewi
"Salah satu tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi siswa secara optimal. Munculnya masalah underachievement dalam lingkungan pendidikan jelas menjadi momok dan penghambat pencapaian tujuan pendidikan. Selain itu masalah underachievemenr sering membuat guru dan orang tua merasa kesal karena merasa usaha yang telah dilakukan untuk mengajar siswa menjadi sia-sia. Masalah underachrevement menlgikan siswa itu sendiri dan juga orang-orang di sekitarnya. Untuk itu usaha penanganan dengan segera terhadap masalah underachfevement dirasakan penting. Program penanganan underachievement ini sacara khusus ditujukan untuk remaja yang duduk di sekolah menengah pertama.
Pada usia remaja, munculnya masalah underachievemenr diperkuat oleh pengaruh teman sebaya (Rimm,l986). Keinginan remaja untuk dapat diterima dalam kelompok terkadang membuat remaja ikut menyesuaikan din dengan kebiasaan bennain dan standar prestasi dalam kelompoknya (Wisely, 2004; Compton, dalam Baker, Bridger & Evans, 1998). Selain itu perkembangan remaja yang merupakan transisi dari masa ka.na.k-kanak menuju dewasa membuat remaja membutuhkan penyesuaian-penyesuaian baru_ dalam berbagai aspek perkembangannya Kehidupan remaja yang penuh gejolak ini juga ikut mempengaruhi kinerja akademik remaja (Fuhrmann, 1986). ltu sebabnya masalah kegagalan prestasi termasuk didalamnya masalah underachievement sexing terjadi pada remaja.
Sekolah berperan panting dalam usaha penanganan masalah underachievement agar masalah tersebut tidak berkepanjangan di kemudian hari. Salah satu unsur di sekolah yang bertugas memberi pelayanan untuk membantu menangani berbagai masalah pada siswa adalah Bimbingan dan Konseling (BK). Salah satu pelayanan BK adalah bimbingan kelompok. Bentuk bimbingan kelompok memiliki kelebihan karena dapat memanfaatkan pengaruh teman sebaya untuk mengubah perilaku.
Program yang disusun ini merupakan Salah sam usaha untuk penanganan masalah underachiefvement di sekolah menengah pertama. Program ini mengacu pada model rryocal dari Rimm (1986-1997) menujukkan keberhasilannya menggunakan model trgfocal untuk mengubah perilaku undrachfvemenr menjadi achfevemenf pada siswa. Berbeda dengan Rimm (l986;1997) yang pendekatannya cenderung individual, pada program ini disusun untuk penanganan dalam bentuk kelompok. Pelaksanaannya nanti dilakukan oleh gum pembimbing atau konselor di BK dan berbentuk bimbingan kelompok. Bentuk bimbingan kelompok lebih efektif dignnakan pada remaja karena teman dalam kelompok dapat menjadi social reinforcement yang mampu mendukung perubahan perilaku pada remaja (Azaroff & Mayer, 1977).
Secara umum tujuan program ini adalah untuk memperlemah perilaku zmdearachievement pada siswa sekolah menengah pertama. Program yang disusun ini hanya mengambil sebagian dari tahapan yang ada pada model frybcal, yailu langkah mengubah harapan, proses identiiikasi dan memperbaikikekurangan (kontrol-diri). Selain itu faktor yang akan diubah pada program ini adalah faktor individual yang yang terdapat dalam diri zmderachfever. Secara umum metode yang digunakan dalam program i11i behavioral intervention.
Tujuan yang ingin dicapai pada langkah mengubah harapan adalah agar peserta dapat membuat target pencapaian prestasi baru. Adapun bentuk intervensi yang digunakan adalah goal-sewing. Sedangkan tujnan pada langkah proses identifikasi adalah agar peserta dapat meniru perilaku yang berorientasi prestasi yang ditunjukkan model. Bentuk intervensi yang digunakan pada langkah ini adalah social modeling. Tujuan pada langkah rnernperbaiki kekurangan adalah meningkatkan kemampuan kontrol diri pada peserta. Dengan adanya program bimbingan kelompok untuk penanganan underachfevemenr ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan sekaligus dimanfaatkan oleh pihak sekolah atau pihak lainnya yang terkait dalam usaha menangani masalah underachievement."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Social bonding theory which written by Travis Hirschi (1969) is one of
prevailing theory in explaining juvenile delinquency The main idea of this theory explain the motive of a person in committing delinquency because of controlling social factors. This theory has four principle elements of social control specilically attachment, commitment, beliefs, and involvement. This research will analyze the connection between social bonding theory with bullying behaviour of middle school
students in Indonesia. Bullying is a subtype of intimidation behaviour in which the perpetrator use power overa weaker victim through physical or non-physical attack, and that is repeated over time. Bullying behaviour phenomenon has become social trend in the school. ln this research, social control will be viewed from dilierence of
school quality and type of bu/lying behaviour will be viewed from gender difference. Research method chosen is quantitative method based on Hirschi used.
Developed social control indicators based on Morton (1999) and Libbey
(2004) consisted the attachment to the teachen friends, and school, commitment to the school, beliefs toward school rules or policy and the involvement within conventional activity The instrument of the research has been tested Hrst (pretest) and achusted to middle school students perception. The result from 183 students prove that social bonding has an important role on junior high school students
behavioun The strict social control on students in two middle schools disclose negative bullying behaviour Howeven there is a situation that the better quality middle school one has more less of bullying behaviour Therefore, social control influence the Bullying behaviour on middle schools."
[Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia], 2009
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Afif Rafid Ikhsani
"Perubahan gaya hidup seiring perkembangan zaman membuat kronotipe manusia semakin bervariasi. Kronotipe malam diketahui banyak dijumpai pada kalangan remaja akhir. Pola irama sirkadian memiliki hubungan dengan sistem imun dan penyakit alergi. Rinitis alergi merupakan penyakit alergi yang paling banyak dijumpai pada kalangan remaja dan dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kronotipe dan rinitis alergi pada pelajar sekolah menengah atas.

Metode: Pada penelitian potong lintang ini, analisis dilakukan pada 196 pelajar sekolah menengah atas yang telah menjawab empat kuesioner: International Study of Asthma and Allergy in Childhood Core QuestionnaireReduced Version Morningness-Eveningness Questionnaire, Epworth Sleepiness Scale dan Kuesioner Studi Kohort Faktor Risiko PTM Tahun 2011 Bagian Penggunaan Tembakau dan Kebiasaan Merokok. Data dianalisis menggunakan uji chi square dan analisis regresi logistik.

Hasil: Lebih banyak pelajar berkronotipe pagi (64,8%) dibandingkan tipe malam (35,2%). Sebanyak 28,1% pelajar mengalami rinitis alergi dalam 12 bulan terakhir. Kronotipe berhubungan signifikan dengan rinitis alergi (p<0,05; OR=2,273; CI 95% 1,198-4,311). Terdapat perbedaan proporsi rinitis alergi yang signifikan antara pelajar dengan kronotipe malam (39.1%) dan pelajar dengan kronotipe pagi (22%).

Kesimpulan: Terdapat perbedaan proporsi rinitis alergi yang signifikan antara pelajar sekolah menengah atas dengan kronotipe malam dan pelajar dengan kronotipe pagi.


Changes in lifestyle over the times make human chronotypes more varied. The evening type are known to be frequently found among late adolescents. Circadian rhythm has a relationship with the immune system and allergic disease. Allergic rhinitis is the most common allergic disease among adolescents and can reduce the patient's quality of life. This study aims to determine the relationship between chronotype and allergic rhinitis in high school students.

Method: In this cross-sectional study, 196 high school students answered four different questionnaires: the International Study of Asthma and Allergy in Childhood Core Questionnaire, the Reduced Version Morningness-Eveningness Questionnaire, Epworth Sleepiness Scale and Kuesioner Studi Kohort Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular Tahun 2011 Bagian Penggunaan Tembakau dan Kebiasaan Merokok. The data was analyzed using chi-square test and logistic regression.

Result: More students were morning type (64,8%) compared to evening type (35,2%). As many as 28.1% of students experienced allergic rhinitis in the last 12 months. Chronotype was significantly associated with allergic rhinitis (p<0,05; OR=2,273; CI 95% 1,198-4,311). There was a significant difference in the proportion of allergic rhinitis between high school students with evening chronotype (39,1%) and high school students with morning chronotype (22%).

Conclusion: There was a significant difference in the proportion of allergic rhinitis between high school students with evening chronotype and students with morning chronotype."

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>