Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22867 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Miftahudin
"Serat rayon terikat silang N,N-Metilenbisakrilamida (NBA) tercangkok Glisidl Metakrilat (R-NBA-g-GMA) telah berhasil dimodifikasi menjadi 2,3- Dihidroksipropil metakrilat (R-NBA-g-2,3-DPM) sebagai adsorben herbisida Asam 2,4-Diklorofenoksiasetat (2,4-D) dan Parakuat diklorida. Kondisi opimum reaksi modifikasi diperoleh pada suhu 70°C, waktu reaksi 10 jam, dan konsentrasi larutan NaCl 1M. Hasil percobaan pada berbagai pH menunjukkan bahwa serat R- NBA-g-2,3-DPM memiliki daya adsorpsi tertinggi untuk 2,4-D. Kondisi optimum adsorpsi senyawa 2,4-D diperoleh pada pH 4, waktu 180 menit dan konsentrasi 400 ppm. Kinetika adsorpsi mengikuti orde dua semu dan diperoleh orde sebesar 1,244, sehingga adsorpsi mengikuti hukum laju yang dinyatakan dengan v=k[2,4-D]1,244.

Glycidyl Methacrylate (GMA) grafted onto N,N’-Methylenebisacrylamide (NBA)–crosslinked rayon fiber has been modified to 2,3-Dihydroxypropyl Methacrylate (R-NBA-g-2,3-DPM) as herbicide 2,4-dichlorophenoxyacetic acid and Paraquatdichloride adsorbent. The optimum temperature, time and NaCl concentration of this modification are 70°C, 10 hours and 1M. The experimental results at various pH showed that R-NBA-g-2,3-DPM has the highest adsorption for 2,4-D. The optimum conditions for the adsorption of 2,4-D compounds obtained at pH 4, time 180 minute and concentration of 400 ppm. Kinetics study showed that adsorption process tends to follow the pseudo second order model."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S47258
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Endah Rachmawati
"Pada penelitian ini, telah dilakukan pencangkokan glisidil metakrilat (GMA) sebagai perantara rayon dengan etilendiamin (EDA) karena serat rayon dan EDA tidak dapat direaksikan secara langsung. Sebelum dilakukan pencangkokan, serat rayon diikat silang dengan N,N-metilenbisakrilamida (NBA) untuk meningkatkan ketahanan fisik maupun kimia. Proses ikat silang maupun pencangkokan diinisiasi dengan teknik ozonisasi. Optimasi pencangkokan GMA meliputi variasi suhu, waktu, dan konsentrasi. Kinetika dipelajari untuk mengetahui hukum laju pencangkokan. Serat tercangkok kemudian dimodifikasi dengan EDA pada kondisi optimum. Kondisi optimum pencangkokan GMA pada serat rayon terikat silang melalui teknik ozonisasi yaitu pada suhu 70oC, waktu reaksi 150 menit, dan konsentrasi GMA 5% menghasilkan persen pencangkokan 202,76%. Dari penentuan kinetika diperoleh orde GMA adalah 1,30 dan orde ozon adalah 0,55 sehingga hukum laju pencangkokan yaitu v = k (GMA) 1,30 (O3)0,55. Pada proses modifikasi dengan EDA, reaksi aminasi memiliki kondisi optimum yaitu pada suhu 80OC, waktu reaksi 4 jam, dan konsentrasi EDA 10%. Persen konversi gugus epoksi yang dihasilkan yaitu sebesar 65,08% mol dengan kapasitas pertukaran ion sebesar 4,04 mek/gram. Keberhasilan ikat silang, pencangkokan, dan modifikasi berhasil dikarakterisasi dengan FTIR. Selain itu, serat rayon terikat silang dan serat rayon tercangkok memiliki derajat pengembangan yang lebih kecil dan ketahanan terhadap asam dan basa lebih baik daripada serat rayon awal.

In this research, rayon fiber was grafted with glycidyl methacrylate (GMA) to connect rayon fiber and ethylenediamine (EDA), because rayon fiber cannot react with EDA directly. Before the grafting process, rayon was crosslinked by N,N- methylenebisacrylamide (NBA) to increase physical and chemical resistance. Both crosslinking and grafting process are inisiated by using ozonation technique. Grafting condition such as temperature, time, and monomer concentration are optimized. Kinetics of grafting is studied to find the rate law. Then the grafted fiber is modified with EDA at optimal condition. The optimal temperature and grafting time of of GMA onto rayon fiber by ozonation technique are 70oC and 150 minutes respectively with GMA concentration is 5% produce 202.76% grafting yield. Kinetic study shows that GMA order is 1.33 and ozone order is 0.55, so the law rate grafting reaction isv = k (GMA) 1,30 (O3)0,55. The amination reaction of epoxide has optimal condition: temperature is 80OC, reaction time is 4 hours, and the concentratiom of EDA is 10%. The epoxide convertion yield is 65.08% mol and the ion exchange capacity is 4.04 mek/gram. The crosslinking, grafting, and modification process are proved by FTIR. The crosslinked and grafted rayon have lower swelling degree and better acid and base resistance than pristine rayon fiber."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S45071
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Elia
"Adsorben untuk ion logam berat dengan gugus pengkelat amina telah dibuat dengan memodifikasi serat rayon terikat silang N,N’-Metilenbisakrilamida (NBA) tercangkok Glisidil Metakrilat (GMA), R-NBA-g-GMA, dengan Dietilentriamin (DETA). Kondisi optimum reaksi modifikasi ini yaitu pada suhu 70 °C, waktu reaksi 8 jam, dengan konsentrasi DETA 25% dalam pelarut 1,4-dioksan. Adsorben terfungsionalisasi DETA (R-NBA-g-GMA-DETA) kemudian dilakukan pengujian untuk adsorpsi ion Cu(II), Pb(II) dan Cd(II) pada berbagai pH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adsorben ini memiliki koefisien distribusi dan selektivitas tertinggi untuk ion Cu(II) pada pH 5. Proses adsorpsi cenderung mengikuti model kinetika orde dua semu dan model isoterm Langmuir dengan kapasitas maksimum teoritis sebesar 1,45 mmol/gram adsorben. Studi desorpsi dan regenerasi menunjukkan bahwa adsorben ini memiliki laju desorpsi yang tinggi dan dapat diregenerasi untuk digunakan kembali.

Adsorben untuk ion logam berat dengan gugus pengkelat amina telah dibuat dengan memodifikasi serat rayon terikat silang N,N’-Metilenbisakrilamida (NBA) tercangkok Glisidil Metakrilat (GMA), R-NBA-g-GMA, dengan Dietilentriamin (DETA). Kondisi optimum reaksi modifikasi ini yaitu pada suhu 70 °C, waktu reaksi 8 jam, dengan konsentrasi DETA 25% dalam pelarut 1,4-dioksan. Adsorben terfungsionalisasi DETA (R-NBA-g-GMA-DETA) kemudian dilakukan pengujian untuk adsorpsi ion Cu(II), Pb(II) dan Cd(II) pada berbagai pH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adsorben ini memiliki koefisien distribusi dan selektivitas tertinggi untuk ion Cu(II) pada pH 5. Proses adsorpsi cenderung mengikuti model kinetika orde dua semu dan model isoterm Langmuir dengan kapasitas maksimum teoritis sebesar 1,45 mmol/gram adsorben. Studi desorpsi dan regenerasi menunjukkan bahwa adsorben ini memiliki laju desorpsi yang tinggi dan dapat diregenerasi untuk digunakan kembali."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S47315
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Muzdalifah
"Kebanyakan permasalahan pencemaran air saat ini diakibatkan oleh adanya logam berat. Untuk itu diperlukan adsorben untuk mengurangi permasalahan pencemaran logam berat tersebut. Pada penelitian ini dibuat adsorben ion logam berbasis selulosa dengan gugus fungsional sulfonat. Selulosa terlebih dahulu di iradiasi menggunakan berkas elektron dengan variasi dosis 20, 30 dan 40 kGy. Kemudian dicangkokkan menggunakan metode prairadiasi ke monomer Glycidyl Methacrylate GMA dengan variasi konsentrasi 1 , 2,5 dan 5.
Hasil optimum selulosa yang tercangkok GMA dimodifikasi menggunakan gugus fungsional sulfonat untuk diaplikasikan sebagai adsorben ion logam timbal. Hasil sintesis kopolimer selulosa-GMA-sulfonat dikarakterisasi dengan FTIR, DSC dan AAS. Diperoleh hasil dengan persen pencangkokkan selulosa-GMA efisien pada dosis 40 kGy dan konsentrasi monomer GMA sebesar 107.62.
Sintesis selulosa-GMA-sulfonat optimum adalah pada suhu 80 C dengan konsentrasi 1N. Kapasitas adsorpsi ion logam timbal diperoleh sebesar 8,476 mg/g pada kondisi pH 7, waktu kontak 150 menit dan konsentrasi ion logam timbal 20 ppm. Isoterm adsorpsi yang sesuai untuk adsorben selulosa-GMA-sulfonat ialah model isoterm Langmuir dengan nilai regresi 0,974. Kinetika adsorpsi adsorben selulosa-GMA-sulfonat diperoleh mengikuti orde reaksi pertama. Berdasarkan hasil yang diperoleh, adsorben kopolimer selulosa GMA termodifikasi sulfonat dapat meningkatkan penyerapan ion logam timbal.

Currently the most water pollution problems are caused by the heavy metals. Therefore, an adsorbent to reduce the problem of heavy metal pollution is needed. In this research, an adsorbent metal ion based on cellulose made with sulfonate functional group. First of all, the cellulose is being irradiated using the electron beam with a variation of irradiated dose 20, 30 and 40 kGy then being grafted using a pre irradiation method to Glycidyl Methacrylate monomer GMA with a variation of the concentration 1 , 2,5 and 5.
The cellulose grafted GMA is modified using a sulfonate functional group in optimum conditions to be applied as a lead metal ion adsorbent. The result of copolymer synthesis of cellulose GMA sulfonate was charactherized with FTIR, DSC and AAS. The percent yield of efficient cellulose GMA irradiated with 40 kGy radiation doses and GMA monomer concentration was 107.62.
The optimum condition of cellulose GMA sulfonate synthesis is at 80 C with 1N concentration. The present adsorption capacity of lead metal ion solution equal to 8,476 mg g, the required solution is needed to be at pH 7, 150 minutes contact time and with 20 ppm concentration of lead metal ions. An appropriate adsorption isotherm represented for cellulose GMA sulfonate adsorbent is Langmuir isotherm model with a regression value at 0.974. The adsorbent kinetics of cellulose GMA sulfonate adsorbents is obtained following the first order reaction. Based on the results, the modified cellulose GMA Sulphonate cellulose copolymer can increase the absorption of lead metal ions.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S67232
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lu'lu Mubarokah
"enelitian ini bertujuan untuk mencari pelarut yang sesuai untuk
pencangkokkan Glisidil metakrilat (GMA) pada serat rayon terikat silang N,N’-
metilendiakrilamida (NBA) melalui teknik ozonasi dalam udara, yang memiliki
karakter sebagai matriks penukar ion yang tahan ternadap kondisi asam dan
basa. Gugus peroksida dan nidroperoksida dibentuk terlebih dahulu pada
permukaan serat rayon melalui ozonasi. Selanjutnya, serat rayon di ikat
silang dengan pengikat silang NBA dalam media gas N2 pada berbagai
konsentrasi monomer, waktu ozonasi dan suhu reaksi. Serat yang telah
terikat silang ini kemudian diuji ketahanannya dalam asam dan basa. Untuk
penoangkokkan GMA dilakukan ozonasi kembali pada serat terikat silang
selama 4 jam. Penoangkokkan GMA dilakukan pada beberapa pelarut
(metanol, metanol:air (4:6), etanol, aseton, n-neksan, N-metnyl-2-pirolidon,
dan 1,4-dioksan) Selanjutnya dengan menggunakan pelarut metanol dan
campuran metanol:air (416) dipelajari pengaruh konsentrasi, suhu dan waktu
pencangkokkan. Kemudian pada GMA tercangkok dilakukan modifikasi
dengan cara mereaksikannya dengan asam iminodiasetat (IDA) untuk
menghasilkan serat rayon-g-(GMA-IDA). Karakterisasi dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometer FTIR, derajat pengembangan (% swelling)
dan penentuan kapasitas pertukaran ionnya. Ketahanan serat rayon
ternadap asam dan basa diperoleh pada ikat silang NBA dengan konsentrasi 5%, lame ozonasi 4 jam dan suhu reaksi 8O°C_ Kadar pencangkokkan (%G)
GMA tertinggi sebesar 56,6O%; 56,18%; dan 57,42% diperoleh dari hasil
pencangkokkan GMA 20% (%v/v), suhu reaksi 60°C dalam pelarut metanol,
metanol:air (416) dan 1,4-dioksan, waktu kopolimerisasi 2 jam. Hasil reaksi
GMA dengan IDA menghasilkan perbandingan mol 1:1. Pengamatan data
spektrum FTIR menunjukkan telah terjadi ikat silang NBA dan modifikasi
dengan GIVIA-IDA pada matriks serat rayon. Hasil uji pertukaran ion
diperoleh kapasitas pertukaran ion tertinggi sebesar 4,18 mek/g."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S30485
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Destya Enggrit Kusumo
"Optimasi polimerisasi emulsi core-shell metil metakrilat-butil akrilat (MMA-BA) telah dilakukan pada penelitian ini, dengan menggunakan konsentrasi monomer yang relatif besar, yakni 30%, 40%, 50% dan 60%. Teknik polimerisasi yang digunakan adalah semikontinu dengan waktu feeding 7 jam (3 jam untuk core dan 4 jam untuk shell) dan konsentrasi surfaktan sodium Iauril sulfat (SLS) sebesar 2,33 CMC. Penambahan inisiator dilakukan secara kontinu, sebanyak 0,387% terhadap berat total. Peningkatan konsentrasi monomer ternyata dapat menurunkan persen konversi dan meningkatkan berat grid.
Hasil optimum didapat dari formula dengan konsentrasi monomer 40% tanpa glisidil metakrilat yang menghasilkan partikel berdiameter 177,7 nm dengan indeks polidispersitas 0,043, persen konversi 98,31% dan berat grid 160,26 gram. Data spektrum IR memperkuat telan terjadinya polimerisasi. Terdapat kecenderungan peningkatan berat grid dan penurunan persen konversi seiring dengan peningkatan glisidil metakrilat yang digunakan Kenaikan berat grid juga sangat dipengaruhi olen suhu polimerisasi yang digunakan."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S30493
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kurnia Syah Putri
"Variasi konsentrasi monomer metil metakrilat (MMA), surfaktan natrium lauril sulfat (SLS) dan inisiator ammonium persulfat (APS) dilakukan untuk mengetahui pengaruh terhadap ukuran pertikel, persen konversi dan indeks polidispersitas dan menghasilkan ukuran pertikel polimer 100-200 nm. Terjadinya polimer MMA dibuktikan dengan spektrum IR dan nilai Tg. Nilai Tg homopolimer yang diperoleh sebesar 100,070C. Kenaikan monomer, insiator APS dan surfaktan akan menaikkan persen konversi dan indeks polidispersitas.
Konsentrasi surfaktan yang kecil dengan kenaikan konsentrasi inisiator APS dan MMA maka akan memperbesar ukuran pertikel. Pengaruh kenaikan konsentrasi monomer dan inisator pada konsentrasi maksimum, maka ukuran partikel yang diperoleh sebesar 100,2 nm, PDI 0,717 dan persen konversi 89,5%. Variasi surfaktan SLS terkecil sampai 1 CMC diperoleh ukuran pertikel 96,27 nm, PDI 0,074 serta persen konversi sebesar 96,27%. Ukuran pertikel terbesar yang dihasilkan berukuran 116,8 nm dengan PDI 0,153 dan persen konversi 95,08%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S30372
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Hanafi Setiawan
"PMMA is one of the main raw materials for the injection molding process in the lens industries. Since this process requires extremely careful techniques to obtain lens with the best quality, it leads to a high rate of product rejection. These rejected products do not only pose an issue for the industrial environment and require storage space,
their price also falls significantly. Among the solutions to this problem is to reuse the rejected products as substitute materials for the manufacture of another product?s part such as lamp holders. This process reuses rejected PMMAcontaining products in the ABS base polymer industries so as to generate PMMA-containing products with better physical properties. In this experiment, 10 to 40 % (w/w) of rejected PMMA was blended with ABS resins. The
monomer content in the ABS resins was analyzed by NMR. Moreover, the mechanical, thermal, and morphological properties of the blended products were also examined. The NMR analysis showed that the resin contained 21.6 % butadiene monomer, in which its value was higher than the value required for materials with high-impact class
application. The blend of resins and rejected PMMA (10-30% w/w) could increase the tensile strength value and decrease Izod impact strength and elongation percentage. The morphological analysis showed that this increased PMMA content may also result in widespread brittle areas. Since the blend was designed without compatibilizers,
the DSC analysis indicated that the resulting blend in any ratios was not completely miscible. It was revealed that ABS resins containing 10% PMMA was the best blend for the polymer engineering application and this blend still had adequate properties and elastomer content required."
Polymer Chemistry Group ; Politeknik AKA Bogor, 2016
530 KKP 32:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Umi Kurniawati
"Tujuan dari penelitian ini adalah melihat pengaruh konsentrasi inisiator ammonium persulfat (APS), konsentrasi surfaktan sodium Iauril sulfat (SLS), teknik polimerisasi semikontinu, batch dan seeding 10%, dan waktu feeding terhadap ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel homopolimerisasi core metil metakrilat (IVIIVIA). Polimerisasi yang dilakukan menggunakan metode polimerisasi polimer emulsi. Polimer yang dihasilkan ditentukan solid content, viskositas, temperatur gelas (Tg), spektrum IR, ukuran dan distribusi ukuran partikel. Konsentrasi surfaktan SLS yang semakin besar memberikan hasil solid contentyang meningkat dan ukuran partikel yang cenderung menurun. Konsentrasi inisiator APS yang semakin besar, memberikan hasil solid content semakin meningkat, namun menghasilkan ukuran partikel yang meningkat. Hasil polimerisasi terbaik diperoleh pada penggunaan surfaktan SLS dengan konsentrasi 10CN|C, inisiator APS sebesar 0,5%, dengan teknik polimerisasi semikontinu, dan pada vvaktu feeding 5 jam, dimana pada kondisi ini dihasilkan % konversi solid content sebesar 88,34%, viskositas sebesar 3,7 mPas, diameter partikel sebesar 88,24 nm dan distribusi ukuran partikel yang monodisperse."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>