Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 74113 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cahyandaru Kuncorojati
"Pabrik gula Sindanglaut merupakan salah satu tinggalan industri yang berasal dari masa kolonial dan diteliti menggunakan sudut pandang arkeologi industri. Masuknya bangsa Belanda ke Indonesia mulai memicu industri gula dalam skala besar dengan berdirinya pabrik gula di berbagai daerah di Jawa. Bangsa Belanda datang membawa pengaruh terhadap perkembangan teknologi produksi gula di Indonesia dengan dipergunakannya mesin-mesin hasil Revolusi Industri yang terjadi di Inggris pada abad ke-18. Salah satu pabrik gula yang didirikan di Jawa Barat pada masa kolonial adalah pabrik gula Sindanglaut. Pabrik gula Sindanglaut memiliki beberapa komponen penunjang kegiatan produksi gula, yaitu sumber daya alam, bahan baku, alat dan bangunan produksi, serta bangunan tempat tinggal pegawai. Berdirinya pabrik gula Sindanglaut tidak hanya memperkenalkan kegiatan industri kepada masyarakat pribumi tetapi juga ikut mengubah tatanan masyarakat yang semula feodal menjadi masyakarat industri. Pada masyarakat industri terdapat pembagian kelas sosial berdasarkan pekerjaan atau jabatan mereka. Pembagian kelas sosial menjadi beberapa golongan ditampilkan dalam bentuk bangunan pegawai dan pola ketetakanya.

Sindanglaut sugar factory is one of industrial heritage, which cmose from colonial era and is being researched with industrial archaeology’s perspective. The arrival of the Dutch in Indonesia started to affect sugar industry in huge scale in some of areas in Java. The Dutch has influenced the technology development of sugar production in Indonesia, such as using the machines, which is a result from Industry Revolution in England, that happened in 18th century. One of sugar factory that has built in West Java in colonial era is Sindanglaut sugar factory. Sindanglaut sugar factory has supporting components for activities of sugar production, such as natural resources, raw material, tools and production building, and also houses for the workers. The establishment of Sindanglaut sugar factory is not only to introduce industrial activity to the society, but also has changed the social structure of society, which at first is feudal and then became industrial society. In industrial society there is classification of social class, based on the job or their position. The classification of social class which divided the society into some classes is represented from the style of the building of worker’s houses and its position pattern."
2013
S46531
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Kurniawan
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas Pabrik Gula Soemberhardjo dengan menggunakan
kajian arkeologi industri. Pengaruh Belanda pada masa kolonial memicu
berkembangnya industrialisasi di Nusantara. Salah satu industri yang berkembang
adalah industri gula. Berbagai kebijakan yang diterapkan pemerintah kolonial
mempengaruhi dinamika industri gula di Nusantara. Kondisi tersebut mendorong
berkembangnya pabrik-pabrik gula, salah satunya PG Soemberhardjo.
Lingkungan serta ketersediaan infrastruktur menjadi faktor penentu dalam
pendirian pabrik gula. Pendirian PG Soemberhardjo didukung dengan keberadaan
bangunan pabrik, pemukiman pegawai, dan peralatan produksi. Kelas-kelas sosial
pada masyarakat industri di PG Soemberhardjo terbentuk berdasarkan jabatan
yang tercermin dari bentuk rumah tinggal pegawai. Emplasemen pabrik gula
soemberhardjo dibentuk untuk mengakomodir kelas-kelas sosial yang ada.

ABSTRACT
This research is to study PG Soemberhardjo using industrial archaeology
as the perspective. Dutch influence in colonial era triggered the process of
industrialization in Nusantara. Regulations introduced by the colonial government
in that era affected the nature of sugar industries. The outcome was the thriving of
sugar factories accross Nusantara, one of the sugar factory built in this era was PG
Soemberhardjo. Environment and infrastructures are the determinant factors in the
establishment of sugar factory. The establishment of PG Soemberhardjo was
supported by the construction of the factory building, worker?s settlement, and the
availability of machineries. Social structures in PG Soemberhardjo?s industrial
society was formed based on the job position in factory and such structures are
reflected in the form of the dwellings. Emplacement of PG Soemberhardjo was
constructed to accomodate those kind of social structures"
2015
S66883
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danang Aryo Nugroho
"Industri perkebunan adalah sektor industri yang sangat menguntungkan selama masa Hindia Belanda. Di tahun 1830, Pemerintah Hindia Belanda menerapkan sistem tanam paksa, yang mana penduduk lokal diwajibkan untuk menanam tanaman yang telah ditentukan oleh pemerintah, salah satunya adalah tebu. Sejak saat itu gula tebu menjadi komoditas penting di Hindia Belanda. Di tahun 1870, Pemerintah menetapkan undang- undang Agraria yang dapat memberikan peluang kepada pihak swasta untuk berbisnis di Hindia Belanda. Setelah ditetapkan, banyak pabrik gula dibuka di Jawa, dan produksi gula meningkat pesat. Di Tahun 1920-1930an industri gula di Jawa mencapai masa emasnya, dengan 179 pabrik gula yang tersebar dan jumlah produksi hampir 3 juta ton pada tahun 1931. Jumlah ini menjadikan Hindia Belanda sebagai produsen gule terbesar kedua di Dunia di bawah Kuba. Dewasa ini, tidak banyak lagi pabrik gula peninggalan Hindia Belanda yang tersisa. Banyak pabrik gula yang sudah tidak melakukan produksi, ditinggalkan, atau telah beralih fungsi. Dari sedikit pabrik gula yang tersisa, terdapat satu pabrik gula yang masih beroperasi hingga sekarang. Pabrik gula itu adalah Pabrik Gula Mojo di Sragen, Jawa Tengah. Di Pabrik Gula Mojo masih terdapat banyak bangunan dan peninggalan arkeologi industri yang dapat diamati, diantaranya adalah bangunan pabrik, gudang, jalur lori, dan rumah karyawan. Penelitian ini mencoba untuk merekonstruksi proses perjalanan komoditas gula selama masa kolonial, termasuk penanaman, proses manufaktur, dan distribusi. Rekonstruksi pada penelitian ini menggunakan pendekatan life history model. Perjalanan gula akan di klasifikasi berdasarkan prosesnya, yaitu persiapan penanaman, masa tanam, masa panen, manufaktur, dan distribusi.

The plantation industry was a profitable sector during the colonial era. In 1830 Dutch East Indies government applied the Cultivation System which forced local people to plant some plantation that has been set by the government, one of them was sugar cane. Since that time sugar had become an important commodity in Dutch East Indies. In 1870, the Dutch East Indies government passed agrarian regulations that open opportunities for those who want to develop a plantation in the Dutch East Indies. Many sugar factory opened in Java, and sugar production increased rapidly. In the 1920-1930s sugar industry reached its golden ages, with 179 sugar factories established in Java. In 1931, the amount of sugar production in the Netherlands reached almost 3 million tons which made the Dutch East Indies a second-largest sugar producer in the world at that time. However, in the present, there are not many sugar factories that still operate. Many sugar factories have been abandoned and lost. One of the factories that are still operating is Mojo Sugar Factory in Sragen, Central Java. Mojo Sugar Factory still uses a lot of heritage buildings, including the factory, warehouse, rails, and employee houses. This research aims to reconstruct the journey of sugar commodity during the colonial period, including planting, fabrication, and distribution. The reconstruction in this research uses a life history model. The journey of sugar will be classified by the processes, such as planting preparation, planting period, harvest, fabrication, and distribution."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Satria Nugraha
"ABSTRAK
Kajian arkeologi industri memberikan pemahaman dan gambaran akan kehidupan sosial masyarakat industri masa lalu. Objek kajian arkeologi industri berupa artefak, struktur, atau bangunan bekas kegiatan industri. Pada masa kolonial, banyak industri didirikan di Indonesia, dan salah satunya adalah industri gula. Industri gula yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah Pabrik Gula Kalibagor di Banyumas, Jawa Tengah. Penelitian ini membahas tentang tata ruang emplasemen pabrik yang berkaitan dengan aktivitas produksi dan kehidupan sosial yang ada dalam lingkungan industri Pabrik Gula Kalibagor pada masa lalu. Semua itu dapat diketahui dari pola keletakkan bangunan-bangunan dalam emplasemen pabrik.

ABSTRACT
Industrial archaeology review provides an understanding and the description about the social life of the past industrial society. The object of the study of industrial archaeology is in the form of artifacts, structures, or former buildings of the industrial activity. During the colonial period, many industries were established in Indonesia, and one of which was a sugar industry. The sugar industry that becomes the object of this research is the Kalibagor sugar factory at Banyumas, Central Java. This study discusses the factory spatial emplacement which is related to the production and social life activity that is presented in the industrial environment at Kalibagor sugar factory in the past. All can be known by the layout pattern of the buildings in factories emplacement."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafwatun Nawa
"ABSTRAK
Pada masa Orde baru, muncul program- program agribisnis demi memenuhi kebutuhan pangan Indonesia. Program- program agribisnis ini terangkum dalam sebuah keputusan, yakni Program Tebu Rakyat Intensifikasi atau biasa disebut dengan TRI yang bercita memenuhi kebutuhan gula nasional serta mencapai swasembada gula. Beberapa daerah di seluruh Jawa terkena imbas akibat program ini. Kabupaten Cirebon, Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang mendapat program ini. Selama pelaksanaan program TRI, banyak jalan yang harus ditempuh. Di satu sisi pemerintah sudah mempersiapkan programnya dengan baik, di satu sisi para petani merasa baik- baik saja selama pelaksanaan program. Namun hal ini menjadi pertanyaan besar mengapa pada akhirnya di tahun 1997, banyak para petani tebu memilih untuk beralih ke tanaman pangan yang lain dibandingkan dengan tebu.

ABSTRACT<>br>
During the New Order period, agribusiness programs emerged to meet the needs of Indonesian food. These agribusiness programs are summarized in a decision, namely the Intensification of Smallholder Sugar Cane Program or commonly referred to as TRI that fulfills the national sugar needs and achieves self sufficiency in sugar. Several areas throughout Java were affected by this program. District of Cirebon, West Java is one of the areas that got this program. During the implementation of the TRI program, there are many ways to go. On the one hand the government has prepared the program well, on the one hand the farmers feel fine during the program implementation. But this is a big question why in the end in 1997, many sugar cane farmers chose to switch to other food crops compared to sugarcane."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devy Daniar
"Skripsi ini membahas tentang Pabrik Gula Pangka pada abad ke-19. Berdasarkan pola tata letak bangunan dalam emplasemen pabrik maka dilakukan rekonstruksi sistem produksi gula di Pabrik Gula Pangka pada abad tersebut. Pola tata letak bangunan di atas memperlihatkan sistem pembagian kerja yang terjadi di dalam pabrik. Hal tersebut memiliki keterkaitan pula dengan kelompok-kelompok sosial yang terbentuk dari adanya pembagian kerja.

The focus of this thesis is about Pangka Sugar Factory on 19th Century. Based on the structures disposition pattern at Pangka emplacement then it was a reconstruction of sugar production system in sugar factory on that century. That disposition pattern showed the working distribution system in the factory. It also has relation with social clusters that caused by working distribution system."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43064
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fifi Lutfia Wardhani
"Stasiun kereta api Kedjaksan Cirebon merupakan salah satu Cagar Budaya yang berasal dari masa kolonial dan dapat diteliti menurut sudut pandang arkeologi industri. Salah satu pengaruh bangsa Belanda pada masa penjajahan di Indonesia adalah pengadaan transportasi kereta api dalam rangka mempelancar eksplosari dan eksploitasi terhadap tanah jajahan. Dengan perkembangan transportasi kereta api, berkembang pula fasilitas pendukungnya, yakni stasiun. Salah satu stasiun kereta api yang didirikan di Jawa Barat adalah Stasiun Kereta Api Kedjaksan Cirebon. Pada kompleks stasiun Kedjaksan Cirebon terdapat beberapa komponen penunjang kegiatan perkeretaapian alat dan bangunan operasional, serta bangunan tempat tinggal pegawai. Berdirinya sebuah stasiun kereta api membawa perubahan terhadap tatanan masyarakat sehingga menghasilkan kelas sosial pekerja. Kelas-kelas sosial tersebut dapat diamati melalui bangunan rumah tinggal dan atribut yang dikenakan.

Kedjaksan Cirebon railway station is one of the heritage from the colonial period and can be studied in terms of the industrial archeology. One of the influences of the Dutch during the colonial era in Indonesia is the provision of railway transportation in order to facilitate the exploration and exploitation of the colonies. With the development of rail transportation, is also developing its supporting facilities, the train station. One of the railway station was established in West Java Kedjaksan Cirebon Railway Station. At the station complex Kedjaksan Cirebon there are several components to support activities which the tools and building railway operations, as well as residential buildings employees. The establishment of a railway station brought changes to the society that produces social class workers. Socialclasses can be observed through the houses and subject attributes."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S47359
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diazeva Fathia
"

Penelitian ini membahas mengenai Perkebunan Teh Gedeh di Cianjur, Jawa Barat dengan menggunakan sudut pandang arkeologi industri. Penelitian ini bertujuan untuk merekonstruksi proses produksi teh dan kehidupan sosial di Perkebunan Teh Gedeh melalui keletakan bangunan-bangunan serta arsip. Bangunan-bangunan yang diteliti antara lain bangunan untuk produksi, bangunan untuk tempat tinggal, dan infrastruktur sedangkan arsip yang digunakan berupa foto, peta dan surat kabar. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa terdapat tiga tahapan dalam proses produksi teh Perkebunan Teh Gedeh, yaitu praproduksi, produksi dan pasca produksi serta alat-alat yang digunakan pada tahapan-tahapan tersebut. Kelas sosial di Perkebunan Teh Gedeh terbagi menjadi golongan atas, golongan menengah dan golongan pekerja yang terlihat dari pekerjaan, tempat tinggal, pakaian, serta gender. Keletakan bangunan-bangunan di Perkebunan Teh Gedeh memiliki makna dan tujuan tertentu terkait dengan fungsi pengawasan dan fungsi strategis.

 


This study discusses Gedeh Tea Plantation in Cianjur, West Java, using point of view of industrial archaeology. This study aims to reconstruct the tea production process and social life in Gedeh Tea Plantation through the location of buildings and archives. The buildings studied include buildings for production, buildings for housing, and infrastructure, while the archives used are photos, maps, and newspapers. Based on the results of the analysis, it is known that there are three stages in the tea production process of Gedeh Tea Plantation, namely preproduction, production, and post-production, and the tools used at these stages. The social class in Gedeh Tea Plantation is divided into the upper class, middle class, and working-class as seen from their occupation, residence, clothing, and gender. The location of the buildings in the Gedeh Tea Plantation has a specific meaning and purpose related to its supervisory and strategic functions.

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faiz
"ABSTRAK
Peninggalan material culture setelah masa revolusi industri dapat dikaji melalui arkeologi industri. Kajian tersebut membahas kehidupan sosial pada masa lalu lewat tinggalan bangunan industri. Salah satu tinggalan tersebut adalah pabrik. Di Indonesia, pabrik-pabrik tersebut pada umumnya merupakan tinggalan masa kolonial. Pabrik gula Ngadiredjo di Kediri menjadi objek penelitian yang akan dikaji dalam penelitian ini. Kajian ini mengkhususkan mengenai tata ruang pada pabrik yang berkaitan dengan aktivitas produksi pabrik pada masa lalu dan sistem sosial yang ada dalam lingkungan industri Pabrik Gula Ngadiredjo. Konsep tersebut dapat diketahui pada pola keletakan bangunan-bangunan dalam emplasemen pabrik.

ABSTRAK
Industrial archaeology is a study about the material culture from industrial revolution. This study discuss about social industrial life in the past through its remains, one of them is factory buildings. This paper tried to examine the industrial life in Sugar Factory Ngadiredjo in Kediri. This factory complex was choosen as a case study in this research because the factory buildings, its machinery, and other infrastructures still in good conditions and remain intacts. This study focus about the spatial layout of the factory in order to understanding the power relation concept between white people as ruler and indigenous people as worker. The power relation concept can be known through panopticon system of the emplacement of the buildings."
2017
S69380
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amdi Ariefianto
"Perkebunan teh Malabar, merupakan tinggalan industri masa lalu yang masih aktif (living industrial heritage) dan diteliti menggunakan sudut pandang arkeologi industri. Pemilihan tema tersebut dalam penelitian ini dengan pertimbangan, penelitian mengenai perkebunan teh di Indonesia dari sudut pandang arkeologi belum pernah dilakukan, walaupun perkebunan teh di Indonesia cukup banyak, terutama di tanah Jawa. Orang Indonesia, pada awalnya belum mengenal budi daya tanaman teh dan teknologi modern dalam sebuah perkebunan. Tanaman yang banyak ditanam adalah kopi, tebu, nila dan rempah-rempah dengan menggunakan alat tradisional. Masuknya bangsa Belanda ke Indonesia, menyebabkan adanya komiditi baru yaitu karet dan teh, bersamaan dengan alat-alat modern sebagai alat produksi di perkebunan dan pabrik yang ada di Indonesia. Alat-alat tersebut menggunakan mesin uap bertekanan dan listrik untuk beroperasi. Alat-alat tersebut ditemukan bersamaan dengan berkembangnya teknologi akibat Revolusi Indsutri di Inggris pada abad ke-18. Perkebunan teh malabar terdiri dari beberapa komponen pendukung seperti, lingkungan, sumber daya alam, bahan baku lain, mesin dan alat produksi serta non produksi, bangunan dan sumber daya manusia. Dari komponen-kompenen tersebut, memperlihatkan perencaan yang matang dalam pembuatan perkebunan ini, baik secara ekologis, letak bangunan dan rencana bagaimana pekerja perkebunan dapat hidup. Beberapa tinggalan perkebunan teh Malabar, seperti tempat tinggal, pabrik, mesin dan tinggalan lainnya, memperlihatkan adanya perkembangan teknologi yang mencolok dibandingkan teknologi yang digunakan pada perkebunan sebelum datangnya bangsa Belanda ke Indonesia. Selain itu, terlihat juga adanya pemilihan letak pendirian tempat tinggal dan perbedaan kelas sosial yang terjadi di masyarakat industri.

Malabar tea plantation, an industrial remnants of the past are still active (living industrial heritage) and examined using the point of view of industrial archeology. The selection of the themes in this study with the consideration, research on tea plantations in Indonesia from the archaeological point of view has not been done, although the tea plantations in Indonesia is quite a lot, particularly in Java. People of Indonesia, at first unfamiliar with tea cultivation and modern technology in a plantation. Are widely grown crops are coffee, sugar, indigo and spices using traditional tools. The entry of the Dutch in Indonesia, leading to a new commodity that is rubber and tea, along with modern tools as a means of production in plantations and factories in Indonesia. Such tools using pressurized steam engine and electricity to operate. The tools were found along with the development of technology a result of industrial revolution in England in the 18th century. Malabar tea plantations consist of several components such support, the environment, natural resources, other raw materials, machinery and equipment production and non-production, building and human resources. Those components, shows a mature planning in making this plantation, ecologically, building layout and plan how plantation workers can live. Some remnants of Malabar tea plantation, such as housing, factories, machinery and other remains, shows a striking technological developments than the technology used on the plantations before the arrival of the Dutch in Indonesia. In addition, the look is also a selection of the location of residence and establishment of social class differences that occur in the industry."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S44063
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>