Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122669 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gloryka Ednadita
"Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan ada/tidaknya perbedaan psychological well-being antara lansia pemilik dan lansia non-pemilik hewan peliharaan. Psychological well-being diukur menggunakan adaptasi alat ukur Scale of Psychological Well-Being (Ryff, 1995). Partisipan pada penelitian ini adalah 62 lansia yang terdiri dari 31 lansia pemilik dan 31 lansia non-pemilik hewan peliharaan.
Hasil utama penelitian ini menunjukkan meskipun tidak terdapat perbedaan psychological well-being yang signifikan, terdapat perbedaan yang signifikan pada salah satu dimensinya, yakni purpose in life, antara lansia pemilik dan lansia non-pemilik hewan peliharaan (t = 3,776; p = 0,000, signifikan pada L.o.S 0,01). Artinya, kepemilikan hewan peliharaan diikuti dengan purpose in life yang lebih tinggi. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam pengembangan upaya upaya peningkatan psychological well-being pada lansia.

This research was conducted to examine the differences in psychological well-being between older adults pet owner and non-pet owner. Psychological well-being was measured using an adaptation of instrument named Scale of Psychological Well-Being (Ryff, 1995). The participants of this research were 62 older adults of 31 pet owners and 31 non-pet owners.
The main results of this research showed that while there is no difference in psychological well-being, there is significant diference in one of its dimensions, purpose in life, between older adults pet owner and non-pet owner (t = 3,776; p = 0,000, significant in L.o.S 0,01). That meant owning pet would be followed with higher purpose in life. This result may be taken for consideration when developing ways to promote psychological well being in older adults.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46191
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kirana Andyan Pinasthi
"Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai hubungan antara psychological well-being dan self-perception of aging pada lansia dengan penyakit kronis. Psychological well-being didefinisikan sebagai kesejahteraan yang terdiri dari selfacceptance, personal growth, purpose in life, positive relations with others, environmental mastery, dan autonomy (Ryff & Keyes, 1995), sedangkan self-perception of aging merupakan pandangan individu terhadap penuaan yang mereka alami dan persepsi serta sikap subjektif lansia terhadap penuaan mereka sendiri (Lawton, 1975 dalam Kim, Jang & Chiriboga, 2012).
Banyak penelitian sebelumnya yang berasumsi bahwa self-perception of aging merupakan salah satu prediktor dari psychological well-being. Namun, belum ada penelitian yang melihat hubungan antara keduanya pada lansia dengan penyakit kronis, khusunya di Indonesia. Penelitian dilakukan pada 110 lansia dengan penyakit kronis dengan menggunakan alat ukur Ryff’s Scale of Psychological Well-Being (RSPWB) dan sub skala Attitudes Toward Own Aging dari Philadelphia Geriatric Center Morale. Dalam penelitian ini ditemukan adanya hubungan positif signifikan antara psychological wellbeing dan self-perception of aging (r = 0,203) pada LoS 0,05.

This study aims to investigate the relationship between psychological well-being and selfperception of aging on elderly with chronic illness. Psychological well-being is defined as welfare that consists of self-acceptance, personal growth, purpose in life, positive relations with others, environmental mastery, and autonomy (Ryff & Keyes, 1995), whereas selfperception of aging is an individual perspective towards the aging process they experience and the subjective attitude of elderly regarding their own aging process (Lawton, 1975 in Kim, Jang & Chiriboga, 2012).
Previous studies assumed self-perception of aging as one of the predictor of psychological well-being, but there is not much of attention to see the correlation between them especially in Indonesian older adults with chronic illness. 110 older adults with chronic illness are involved in this study using Ryff’s Scale of Psychological Well-Being (RSPWB) and Attitudes Toward Own Aging sub scale of Philadelphia Geriatric Center Morale and it is found that psychological well-being and self-perception of aging correlates positively and significantly (r = .203; p<.05).
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59132
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Litha Almira Hediati
"Hubungan yang terjalin antara lansia dan anaknya yang tinggal bersama akan lebih kuat dan terlihat interaksinya sehingga dapat berdampak pada psychological well-being-nya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi kualitas hubungan lansia dan anaknya yang tinggal bersama dengan psychological well-being pwb lansia. Kualitas hubungan terdiri dari kualitas hubungan positif dan negatif. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah convenience sampling dengan sampel sebanyak 102 orang lansia. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kualitas hubungan lansia dan anaknya adalah Positive and Negative Social Exchanges PANSE dan Ryff's Scale of Psychological Well-Being RSPWB untuk mengukur pwb pada lansia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi yang positif dan signifikan antara kualitas hubungan positif dengan pwb lansia. Kemudian, terdapat korelasi yang negatif dan signifikan antara kualitas hubungan negatif dengan pwb lansia r = -0,335, N = 102, p < 0,01, one-tailed . Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar perilaku tidak simpatik, sikap ikut campur, kegagalan untuk memberikan bantuan yang dibutuhkan, serta pengabaian/penolakan yang diperoleh dari anak, maka semakin rendah psychological well-being lansia, dan begitu pula sebaliknya.

The relationship that exists between older parent and their child in co residence living will have a salient and stronger interaction so that it may affect their psychological well being. This research was conducted to find the correlation of older parent their child relationship quality in co residence living and their psychological well being pwb. Relationship quality consists of positive and negative quality. The sampling technique used in this research was convenience sampling and sample counted were 102 participants. Older parent their child relationship was measured by using Positive and Negative Social Exchanges PANSE Measurement and psychological well being was measured by using Ryff's Scale of Psychological Well Being RSPWB.
The main result indicated positive and not significant correlation between positive quality and pwb. Then, negative and significant correlation between negative quality and pwb r 0,335, N 102, p 0,01, one tailed . The result showed that the greater the unsympathetic behavior, intrusion, failure to provide needed help, and rejection reglect from the child, then the lower the psychological well being of older parent, and vice versa.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S70059
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Ndari Saputri
"Lansia menghadapi tantangan dalam menjaga kesejahteraan psikologis, terutama mereka dengan keterlibatan sosial rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara social engagement dengan kesejahteraan psikologis. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross-sectional dengan teknik pengambilan sampel proportionate stratified random sampling. Sampel penelitian sebanyak 112 lansia di Depok yang masih mampu berkomunikasi dua arah. Alat pengumpulan data menggunakan Social Disengagement Index dan Ryff’s Psychological Well-Being Scale (r = 0.325 – 0.783; α = 0.908). Data dikumpulkan melalui pengisian kuesioner dan dianalisis dengan uji Fisher’s exact. Hasil menunjukkan mayoritas lansia memiliki social engagement baik, namun kesejahteraan psikologis dominan pada tingkat sedang (p value = 0.038). Terdapat hubungan signifikan antara social engagement dengan kesejahteraan psikologis lansia di Depok. Kelompok lansia perempuan, tinggal sendiri, tidak bekerja, dan kehilangan pasangan lebih rentan memiliki kesejahteraan psikologis yang rendah. Sehingga, diperlukan penguatan program seperti Bina Keluarga Lansia (BKL) dan Posbindu Lansia yang mendukung keterlibatan sosial lansia untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.

Older people face challenges in maintaining psychological well-being, particularly those with low social engagement. This study aims to determine the relationship between social engagement and psychological well-being. This study uses a cross-sectional approach with the proportionate stratified random sampling technique. The research sample consisted of 112 older people in Depok who were still able to communicate bidirectionally. The data collection tools used were the Social Disengagement Index and Ryff’s Psychological Well-Being Scale (r = 0.325 – 0.783; α = 0.908). Data were collected through questionnaire completion and analyzed using Fisher’s exact test. The results show that the majority of the older people have good social engagement, but psychological well-being is predominantly at a moderate level (p value = 0.038). There is a significant relationship between social engagement and the psychological well-being of the older people in Depok. Groups of older women, living alone, not working, and having lost their partners are more vulnerable to having low psychological well-being. Therefore, strengthening programs such as Bina Keluarga Lansia (BKL) and Posbindu that support the social engagement of the older people is necessary to improve their quality of life."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Kamaril Larasati
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perceived social support sebagai mediator hubungan antara bersyukur dan psychological well-being pada emerging adults. Mengingat masa emerging adulthood merupakan masa transisi, maka psychological well-being sangat penting dimiliki oleh emerging adults. Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi dengan 806 emerging adults Indonesia yang berusia 18-25 tahun. Hasil analisis mediasi menunjukkan bahwa terdapat indirect effect ( = .05,.00 < .01) dan direct effect ( = .78,. 00 < .01) yang signifikan, yang mengindikasikan bahwa perceived social support memediasi secara parsial hubungan antara bersyukur dan psychological well-being. Dengan kata lain, bersyukur dapat melewati perceived social support terlebih dahulu untuk memengaruhi psychological well-being, namun juga dapat memengaruhi psychological well-being secara langsung.

The purpose of this study was to find out whether perceived social support mediates the relationship between gratitude and psychological well-being in emerging adults. Given maintaining psychological well-being is very important for emerging adults to face transition period. This study used a regression analysis technique with 806 developing Indonesian adults aged 18-25 years. The results of the mediation analysis has shown a significant indirect ( = .05, .00 <.01) and direct effect ( = .78, .00 <.01), which indicates that perceived social support partially mediates the relationship between gratitude and psychological well-being. In other words, gratitude can pass through perceived social support first to influence psychological well-being, but it can also affect psychological well-being directly."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Savitri Adriani
"Perceraian orang tua memberikan dampak negatif berkepanjangan pada anak hingga ia dewasa. Salah satunya adalah rendahnya psychological well-being (PWB) anak. Self-compassion (SC) dianggap mampu meningkatkan PWB. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara SC dan PWB pada dewasa awal dengan orang tua bercerai. PWB diukur menggunakan alat ukur Ryff’s Scale of Psychological Well-Being, sedangkan SC diukur menggunakan alat ukur Self-Compassion Scale-Short Form. Jumlah partisipan yang diperoleh adalah 210 partisipan. Hasil korelasi menunjukkan terdapat hubungan antara SC dan PWB pada dewasa awal dengan orang tua bercerai, (r(N=210)=0.680,p<0.01, two tailed). Perbedaan rata-rata skor signifikan ditemukan pada variabel PWB pada jumlah pengeluaran keluarga.

Divorce of parents have a prolonged negative impact on the child until they become an adult. One of them is the low psychological well-being (PWB) in emerging adults. Self-compassion (SC) is considered capable of increasing PWB. This study aims to explore the relationship between SC and PWB in emerging adults with divorced parents. PWB is measured using the Ryff’s Scale of Psychological Well-Being, while SC is measured using the Self-Compassion Scale-Short Form. Total of participants obtained was 210 participants. Results show that there was a significant relationship between self-compassion and psychological well-being in emerging adults with divorced parents, (r (N = 210) = 0.680, p <0.01, two tailed). Significant mean differences in scores were only found in the psychological well-being variable in the demographic data section on family expenditure."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annies Sekar Firdausi
"Data statistik menunjukkan sebagian besar lansia di Indonesia masih berperan sebagai kepala rumah tangga, dimana tanggung jawab yang berat sebagai kepala keluarga dapat menurunkan psychological well-being. Literatur-literatur sebelumnya menemukan dampak positif maupun negatif dari tinggal bersama coresidence anak dengan psychological well-being lansia, namun literatur yang meneliti mengenai faktor dalam hubungan lansia dan anak yang tinggal bersama masih terbatas.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan persepsi kedekatan dan tingkat psychological well-being pada lansia yang tinggal bersama anak. Alat ukur Relationship Closeness Inventory RCI dan Ryff's Scale of Psychological Well-Being RSPWB diadministrasikan pada 102 orang partisipan lansia yang tinggal bersama anak.
Ditemukan bahwa semakin tinggi persepsi kedekatan dengan anak akan menurunkan psychological well-being lansia yang tinggal bersama r = -.114, p > .05. Selain itu, juga ditemukan bahwa tipe living arrangements akan memengaruhi persepsi kedekatan dan psychological well-being lansia.

National statistics showed majority of older people in Indonesia still took the role as a head of family, which was burdening and could give detrimental effects for older people's psychological well being. Although previous studies had found both beneficial and detrimental effects of coresidence with adult children for older parents psychological well being, there were still limited findings on factors that could affect relationship between parents and their adult children in coresidence living.
Purpose of this study was to seek whether perceived closeness with their adult children would be correlated with older parents psychological well being. Relationship Closeness Inventory RCI and Ryff's Scale of Psychological Well Being RSPWB were administered to 102 older parents who had coresidence living with their adult children.
Findings of this study was the increasing of perceived closeness with adult children was followed by the decreasing of older parents'psychological well being, but not significant r .114, p .05 . Furthermore, types of living arrangements were found as a factor which contributed to older people's perceived closeness and psychological well being.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S67146
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasya A.M.
"Berbagai macam alasan bisa menjadi motivasi seseorang untuk melakukan body modifications berupa tattoo dan body-piercing. Body modifications sendiri merupakan tindakan permanen maupun semi permanen yang menghasilkan perubahan fisik pada tubuh seseorang dan membutuhkan prosedur dalam pelaksanaannya (Featherstone, 1999 dalam Wohlrab, Stahl, dan Kappeler, 2006). Terdapat beberapa penelitian di Amerika dan Eropa yang menyatakan bahwa individu yang melakukan body modifications (tattoo dan/atau body-piercing) memiliki kecenderungan perilaku yang negatif dan aspek psikologis yang negatif pula.
Ada satu penelitian yang menyatakan bahwa tidak ada penyimpangan perilaku pada individu yang melakukan body modifications. Namun belum ditemukan penelitian yang memfokuskan pada kesejahteraan psikologis individu, khususnya dewasa muda, yang melakukan body modifications di Indonesia. Untuk itu, penelitian ini ingin melihat apakah terdapat perbedaan psychological wellbeing pada dewasa yang melakukan dan tidak melakukan body modifications (tattoo dan/atau body-piercing).
Penelitian ini mengacu pada teori psychological well-being yang dikembangkan oleh Ryff (1989) yang terdiri dari enam (6) dimensi, yaitu otonomi, penguasaan lingkungan, pengembangan diri, hubungan positif dengan orang lain, tujuan hidup dan penerimaan diri. Sampel dari penelitian ini adalah dua ratus sembilan (209) orang yang berusia 20 - 40 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan psychological wellbeing pada dewasa muda yang melakukan dan tidak melakukan body modifications.

There are so many reasons that motivate people to have their body modified with tattoo and body-piercing. Body modifications itself is defined as the (semi-) permanent, delibrate alteration of the human body and embraces procedures such as tattooing and body-piercing (Featherstone, 1999 in Wohlrab, Stahl, and Kappeler, 2006). The result of some researches in United State of America and Europe show that participants who got their body modified with tattoo and/or body-piercing tend to have negative behavior and psychologically ill.
There is one research that shows there is no behavior disorder on participant with body modifications. But still, there is no research in Indonesia that specifies and focuses on the psychological well-being of people, especially young adults, who got their body modified. Therefore, this research is conducted to see the differences of psychological well-being between young adults with and without body modifications (tattoo and/or body-piercing).
This research is based on Ryff's theory of psychological well-being (1989), which consists of six (6) dimentions: autonomy, environmental mastery, personal growth, positive relations with others, purpose in life and self-acceptance. The sample of this research are 209 participants, aged 20 - 40. The result of this research is that no difference of psychological well-being between young adults with and without body modifications.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45770
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arindina Meisitta Widhikora
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara forgiveness dan psychological well-being pada individu yang menikah. Pengukuran forgiveness menggunakan alat ukur transgression-related interpersonal motivation 12-scale form (McCullough., et al, 1998) dan pengukuran psychological well-being menggunakan alat ukur Ryff’s psychological well-being scale (Ryff, 1995). Partisipan berjumlah 74 individu yang memiliki karakteristik sebagai seseorang yang terikat dalam hubungan pernikahan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara forgiveness dengan psychological well-being pada pasangan yang menikah (r = 0.318; p = 0.006, signifikan pada L.o.S. 0.01). Artinya, semakin tinggi skor forgiveness yang dimiliki seseorang, maka semakin tinggi ia menampilkan kesejahteraan secara psikologis. Berdasarkan hasil tersebut, perlu diadakan intervensi untuk meningkatkan forgiveness sebagai salah satu faktor dibalik bertambahnya psychological well-being.

This research was conducted to find the correlation between forgiveness and psychological well-being in married couples. Forgiveness was measured by using an instrument called transgression-related interpersonal motivation 12-scale form (McCullough, et al, 1998) and psychological well-being was measured by using an instrument called Ryff‟s psychological well-being scale (Ryff, 1995). The participants of this research were 74 individuals with a characteristic of currently being married.
The main result of this research showed that forgiveness is positively and significantly correlated with psychological well-being (r = 0.318; p = 0.006, significant at L.o.S. 0.01). That is, the higher the level of forgiveness in one‟s own nature, the higher that person shows psychological well-being inside oneself. Based on such results, there needs to be an intervention to increase forgiveness as one of the factors in increasing psychological well-being.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45734
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Octaviani Putri
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara gratitude dan psychological well-being pada mahasiswa. Variabel gratitude diukur dengan SS8 (Skala Syukur 8) yang divalidasi dan diterjemahkan oleh Oriza dan Menaldi (2010), dari GQ6 (Gratitude Questionaire 6) yang diciptakan oleh McCullough, Emmons, dan Tsang (2001). Variabel psychological well-being diukur dengan alat ukur self-report yang diadaptasi dari penelitian sebelumnya oleh Hapsari (2011), yang menggunakan Ryff's Scale of Psychological Well-Being (RPWB) (1989). Penelitian ini melibatkan 340 responden yang berusia 17 sampai 25 tahun dari seluruh fakultas di Universitas Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara gratitude dan psychological well-being. Selain itu, dalam penelitian ini ditemukan bahwa mean skor kedua variabel tersebut tidak signifikan berbeda antara responden yang tergabung dalam perkumpulan keagamaan dan yang tidak tergabung dalam perkumpulan keagamaan.

The aim of this research is to investigate the correlation between gratitude and psychological well-being among college students of. Gratitude measurement used SS8 (Skala Syukur 8) which is validated and translated by Oriza and Menaldi (2010), from GQ6 (Gratitude Questionaire 6) which is created by McCullough, Emmons, and Tsang (2001). Psychological well-being measurement used self-report scale which is adopted by Hapsari (2011) from Ryff's Scale of Psychological Well-Being (RPWB) (1989). Respondents of this research are 340 college students of Universitas Indonesia aged 17 to 25 years old.
Finding shows that gratitude and psychological well-being are significantly and positively correlated. Furhtermore, this research found there is no significant difference among respondents who are involved in religious group and who aren't involved in religious group.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>