Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169994 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Triani Dian Anggraini
"Sediaan tabir surya merupakan sediaan yang banyak digunakan untuk melindungi kulit dari radiasi sinar UV. Umumnya, pada formulasi tabir surya hanya digunakan zat aktif dengan satu mekanisme kerja. Kombinasi dua mekanisme kerja yaitu UV absorbent dan UV blocker dapat meningkatkan nilai efektif (SPF) dari sediaan tabir surya. Pada penelitian ini dilakukan formulasi krim tabir surya dengan mengkombinasikan zat aktif yang memiliki dua mekanisme kerja yaitu Butil metoksidibenzoilmetan dan Oktil metoksisinamat sebagai UV absorbent serta titanium dioksida sebagai UV blocker untuk diamati peningkatan nilai SPF dari krim tabir surya. Titanium dioksida diformulasikan dalam krim tabir surya yang masing-masing konsentrasinya 0%, 3%, 5%, dan 7%. Konsenstrasi UV absorbent yaitu Butil metoksidibenzoilmetan dan Oktil metoksisinamat berturutturut 2% dan 5%. Stabilitas fisik dari krim diamati, dan ditentukan nilai SPF dari keempat krim tersebut. Uji kestabilan fisik dilakukan dengan penyimpanan sediaan pada tiga suhu yang berbeda yaitu 4°C, 27°C, dan suhu 40°C. Selain itu juga dilakukan test mekanik dan cycling test. Penentuan nilai SPF dilakukan secara in vitro dengan pemaparan pada sinar matahari kemudian dilakukan pengukuran menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hasil uji stabilitas fisik dari keempat krim menunjukkan bahwa krim tersebut memiliki kestabilan fisik yang baik, tetapi adanya penambahan asam sitrat dapat menurunkan kestabilan krim tersebut. Nilai SPF dari krim tabir surya pada konsentrasi 0%, 3%, 5%, dan 7% berturut-turut adalah 4,94 ; 8,00 ; 8,84 dan 9,22. Peningkatan nilai SPF dari krim tabir surya ini dengan konsentrasi titanium dioksida 3%, 5%, dan 7% berturutturut adalah 62%, 79% dan 86%. Penambahan titanium dioksida mempengaruhi peningkatan nilai SPF.

Sunscreen is one of cosmetic formulation which has been widely used to protect skin from UV radiation. Usually, sunscreen formulations only contains active substance with one mechanism of action. Combination of two mechanisms, UV absorbent and UV blockers, can increase the effectiveness value (SPF) of sunscreen formulation. In this research, sunscreen is formulated by combining two active substances that have different mechanism of action i.e Butyl methoxydibenzoylmethane and Octyl methoxycinnamate as the UV absorbent and titanium dioxide as the UV blocker in order to observe the increase SPF value of sunscreen. Titanium dioxide is formulated in sunscreen cream with the concentrations are 0%, 3%, 5%, and 7%. The concentration of the UV absorbent Butyl methoxydibenzoylmethane and Octyl methoxycinnamate consecutive 2% and 5%. Those four creams are observed for their physical stability and the SPF value. Physical stability test was conducted through three different temperatures storage, i.e. 4°C, 27-30°C, and 40°C. In addition, mechanical test and cycling test are also conducted. SPF value was determined by in vitro with exposing the four creams to the sunlight, which is then measured by spectrophotometer UV-Vis. Physical stability test showed that the cream has a good physical stability, however additional of citric acid can decrease the stability of the cream. SPF value of sunscreen cream at a concentration of 0%, 3%, 5%, and 7%, respectively, 4.94; 8.00; 8.84 and 9.22. Increment of the SPF value from sunscreen cream with titanium dioxide concentration of 3%, 5%, and 7% respectively 62%, 79% and 86%. The value of SPF is positively impacted by an increase of titanium dioxide concentration.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S46234
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Setiawan
"Daun teh hijau mengandung banyak senyawa polifenol yang memiliki kemiripan struktur dengan senyawa UV filter organik. Ekstrak daun teh hijau diformulasikan menjadi krim yang masing-masing dibedakan kandungannya yaitu ekstrak daun teh hijau 1%, 2%, dan 4%.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji stabilitas fisik dan menentukan nilai SPF ketiga krim tersebut. Uji kestabilan fisik dilakukan dengan penyimpanan sediaan pada tiga suhu yang berbeda yaitu 4°C, suhu kamar dan suhu 40±2°C. Centrifugal test dan Cycling test juga dilakukan terhadap ketiga krim tersebut. Kemampuan krim yang mengandung ekstrak daun teh hijau sebagai tabir surya diukur dengan menentukan nilai SPF (Sun Protection Factor) sediaan secara in vitro. Selain ketiga sediaan krim tersebut dibuat juga krim yang mengandung oktil metoksisinamat 7%; titanium dioksida 5%; dan dikombinasikan dengan ekstrak daun teh hijau 4%.
Hasil uji stabilitas fisik menunjukkan krim yang mengandung ekstrak daun teh hijau 1%; 2%; dan 4% memiliki kestabilan fisik yang cukup baik. Penentuan nilai SPF krim ekstrak daun teh hijau menunjukkan bahwa krim ekstrak daun teh hijau memiliki nilai SPF yang rendah akan tetapi bila dikombinasikan dengan oktil metoksisinamat akan diperoleh kenaikan nilai SPF krim oktil metoksisinamat.

Green tea leaves contains lots of polyphenols that have a similar chemical structure with organics UV filter. Green tea leaf extract is formulated into cream with concentration of 1%; 2%; and 4%.
This research was designed to test the physical stability and to determine the Sun Protection Factor of the cream. Physical stability test as well as centrifugal and cycling test were conducted by kept the creams at three different temperature of 4°C, room temperature, and 40±2°C. The potency of creams containing 1%, 2%, and 4% of green tea leaf extract as sunscreen were measured by determining the in vitro Sun Protecting Factor of green tea extract creams together with 7% octyl methoxycinnamate cream and 5% titanium dioxide cream, compared to cream containing combination of 4% green tea leaf extract with 7% octyl methoxycinnamate cream, with 5% titanium dioxide cream, and both.
The results showed that the cream containing 1%; 2%; and 4% of green tea leaf extract are physically stable. The SPF determination showed that green tea leaf extract creams yield a low SPF values but if the green tea leaf extract was combined with octyl methoxicinnamate it can increased the SPF values of the sunscreen cream.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S42417
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Adhita Ainnur Rahmania
"Apotek, Pemerintahan, dan Industri Farmasi merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan tempat dilaksanakannya praktik kefarmasian oleh Apoteker. Praktik kefarmasian merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Seorang Apoteker harus mampu melaksanakan pekerjaan kefarmasian baik bersifat manajerial hingga praktik pelayanan kefarmasian yang menjamin keselamatan dan kesehatan pasien yang dilayaninya. Untuk mencapai peran tersebut, seorang calon Apoteker perlu memperoleh pengalaman praktis dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian di Apotek, Pemerintahan, dan Industri Farmasi secara nyata. Oleh karena itu, penulis melakukan kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia Farma no. 202 Depok, Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan, dan PT. Guardian Pharmatama pada periode Januari-April 2019. Praktik kerja ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan praktis dan pengalaman kerja dengan terlibat langsung dalam pekerjaan kefarmasian.

Pharmacy, Government, and the Pharmaceutical Industry is one of the health service facilities where pharmacy practices are carried out by pharmacists. Pharmaceutical practice is a work carried out by pharmaceutical personnel including manufacturing including quality control of pharmaceutical preparations, security, procurement, storage, and distribution or distribution of drugs, drug management, prescription drug services, drug information services, and drug development, drug and drug ingredients traditional. A Pharmacist must be able to carry out pharmaceutical work both managerial to the practice of pharmaceutical services that ensures the safety and health of the patients he serves. To achieve this role, a Pharmacist candidate needs to gain practical experience in carrying out pharmacy work in the Pharmacy, Government and the Pharmaceutical Industry. Therefore, the authors carry out the Pharmacist Professional Work Practices (PKPA) at Kimia Farma Pharmacy no. 202 Depok, South Jakarta Urban Health Service Office, and PT. Guardian Pharmatama in the period January-April 2019. This work practice is expected to provide practical knowledge and work experience by directly involved in pharmaceutical work."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
M. Hibban Arasy
"Standar pelayanan kefarmasian di apotek terbagi menjadi dua aspek, yaitu pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) serta pelayanan farmasi klinis. Salah satu aspek yang diatur dalam farmasi klinis adalah pelayanan informasi obat (PIO) baik secara aktif maupun secara pasif (Kementerian Kesehatan RI, 2016). PIO secara aktif adalah penyediaan informasi obat yang proaktif, di mana apoteker memberikan pelayanan secara aktif terkait informasi obat kepada pasien, sementara PIO secara pasif adalah penyediaan informasi obat yang reaktif atau tidak langsung, seperti menjawab pertanyaan seputar obat dari pasien, penerbitan leaflet, poster, atau pembuatan informasi mengenai obat pada pricetag (Kementerian Kesehatan RI, 2019). Pembuatan informasi obat pada pricetag umumnya dilakukan pada obat golongan bebas atau Over the Counter (OTC) yang dapat langsung dilihat oleh pasien. Pembuatan informasi obat pada pricetag obat OTC ini bertujuan untuk membantu pasien membandingkan berbagai jenis obat OTC yang tersedia di apotek sesuai dengan kebutuhan dan kondisi kesehatan saat melakukan swamedikasi. Laporan ini akan berfokus pada pelayanan informasi obat demam-batuk-pilek dewasa dengan menggunakan media brosur dan swamedikasi pada pasien apotek Roxy Poltangan periode 6-28 Februari 2023.

The pharmaceutical service standards in the pharmacy are divided into two aspects: the management of pharmaceutical preparations, medical devices, and Disposable Medical Supplies (DMS), as well as clinical pharmacy services. One aspect regulated in clinical pharmacy is drug information service (DIS), both actively and passively (Ministry of Health RI, 2016). Active DIS involves providing proactive drug information by pharmacists to patients, while passive DIS refers to reactive or indirect provision of drug information, such as answering patient inquiries about drugs, issuing leaflets, posters, or creating information on pricetags (Ministry of Health RI, 2019). Drug information on pricetags is commonly provided for over-the-counter (OTC) drugs that can be directly seen by patients. The purpose of providing drug information on pricetags for OTC drugs is to help patients compare various OTC drug options available in the pharmacy based on their needs and health conditions when practicing self-medication. This report will focus on providing drug information services for adult fever-cough-cold with the use of brochures and self-medication for patients at Roxy Poltangan Pharmacy during the period of 6-28 February 2023."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Samhan Nafi`BS
"Pemerintah Indonesia sedang berupaya mencapai kemandirian industri sediaan farmasi yang salah satu tujuannya untuk memenuhi kebutuhan Produk Obat Derivat Plasma (PODP) secara nasional. PODP dihasilkan dari proses fraksionasi plasma yang hanya boleh dilakukan oleh fasilitas fraksionasi plasma. Salah satu kebijakan pemerintah dalam upaya kemandirian tersebut adalah penyelenggaraan fraksionasi plasma secara kontrak antara industri farmasi dalam negeri dengan industri fraksionasi plasma luar negeri yang saat ini diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Fraksionasi Plasma. Penelitian ini menganalisis peraturan menteri kesehatan yang mengatur penyelenggaraan fraksionasi plasma secara kontrak berdasarkan teori perundang-undangan dan menganalisis wewenang serta tanggung jawab hukum Menteri Kesehatan dalam penyelenggaraan fraksionasi plasma secara kontrak. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam peraturan menteri kesehatan yang mengatur penyelenggaraan fraksionasi plasma secara kontrak, masih terdapat ketentuan norma yang bertentangan dengan peraturan pemerintah yang secara hierarkis kedudukannya lebih tinggi. Selain itu peraturan menteri kesehatan sebagai peraturan delegasi, masih terdapat beberapa rumusan norma yang belum memenuhi asas kejelasan rumusan. Adapun wewenang yang menjadi dasar bagi Menteri Kesehatan melakukan tindakan hukum dalam rangka penyelenggaraan fraksionasi plasma secara kontrak, belum seluruhnya merupakan wewenang yang bersumber dari atribusi, delegasi, atau mandat. Pada wewenang yang bersumber dari delegasi, Menteri Kesehatan memikul tanggung jawab hukum atas pelaksanaan tindakan hukum tersebut.

The Indonesian government is working to achieve the independence of the pharmaceutical preparation industry, one of its aim is to meet the national demand for plasma-derived medicinal products (PDMPs). PDMPs are produced from the plasma fractionation process, which may only be carried out by plasma fractionation facilities. One of the government policies to achieve independence is the implementation of toll plasma fractionation between the domestic pharmaceutical industry and the foreign plasma fractionation industry, which is currently regulated in the Minister of Health Regulation Number 4 of 2023 concerning the Implementation of Plasma Fractionation. This research analyzes the health minister's regulation governing the implementation of toll plasma fractionation based on the theory of legislation and analyzes the authority and legal responsibility of the Minister of Health in the implementation of toll plasma fractionation. This research was conducted using doctrinal research methods. The results showed that in the health minister's regulation governing the implementation of toll plasma fractionation, there are still normative provisions that conflict with government regulations, which are hierarchically higher. In addition, the regulation of the Minister of Health as a delegated regulation, there are still several formulations of norms that do not meet the principle of clarity of formulation. The Minister of Health does not fully derive its authority from attribution, delegation, or mandate, which forms the basis for taking legal action in the context of the implementation toll plasma fractionation. In the case of delegated authority, the Minister of Health accepts legal responsibility for the implementation of the legal action."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: Departemen Farmasi FMIPA-UI, 2006
615.4 ANA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Elesenda May Gita
"Apoteker dalam penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di apotek wajib mengikuti standar pelayanan kefarmasian yang tertera dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016, yaitu salah satunya standar pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai (BMHP). Hal tersebut dilakukan agar menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau sehingga masyarakat terlindungi dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan/atau kemanfaatan. Oleh karena itu, calon Apoteker harus memahami dan memiliki keterampilan pengelolaan perbekalan farmasi di apotek melalui analisis pengelolaan tersebut dalam pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Roxy Galaxy. Pelaksanaan analisis dilakukan dengan metode bimbingan dalam beberapa tahap, yaitu orientasi, observasi, diskusi, simulasi, kerja mandiri, dan hasil pengamatan dibandingkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016. Hasil yang diperoleh adalah pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP di Apotek Roxy Galaxy mencakup perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, dan pencatatan dan pelaporan. Kegiatan pengelolaan tersebut menggunakan sistem informasi apotek yang terintegrasi secara terpusat dan telah banyak mengikuti ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.

Pharmacist in providing pharmaceutical care at pharmacy is required to comply with standard of pharmaceutical care that stated in the Minister of Health Regulation Number 73 year of 2016, one of which is standard of management for pharmaceutical preparations, medical devices, and consumable medical materials. Management activity is done for ensure the pharmaceutical supplies are safe, had a standard, useful, and affordable that leads the public to be protected from the hazard due to the pharmaceutical preparations, medical devices, and consumable medical materials which non compliance of the standard regulation. Therefore, the undergraduate pharmacist should have understand and have skills to manage pharmaceutical supplies at the pharmacy in the way of analyzing the management activity at pharmacy by Internship of Pharmacist Study Program at Apotek Roxy Galaxy. The analysis was carried out with the mentoring method by preceptor at Apotek Roxy Galaxy in several stages, namely orientation, observation, discussion, simulation, independent work. After that, result is compared to the Minister of Health Regulation Number 73 year of 2016. The results obtained is the management activities of pharmaceutical preparations, medical devices, and consumable medical materials at Apotek Roxy Galaxy are planning, procuring, receiving, storing, destroying, controlling, and recording and reporting. These management activities use a pharmacy information system that is centrally integrated and has followed the provisions of the laws and regulations"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
M. Hibban Arasy
"RSUI (Rumah Sakit Universitas Indonesia) adalah rumah sakit pendidikan kelas B yang terletak di kampus Universitas Indonesia. Dibangun pada tahun 2009 dan beroperasi sejak 2018, RS UI memiliki visi untuk menjadi rumah sakit pendidikan kelas dunia pada tahun 2030. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan penaggung jawab Depo Farmasi Rawat Jalan RSUI, masih ditemukannya obat maupun BMPH yang mengalami dead stock atau tidak ada transaksi selama 3 bulan berturut-turut Depo Farmasi Rawat jalan. Masalah ini berpotensi menurunkan efisien kerja antar depo farmasi yang ada di RSUI karena akan ada beban kerja tambahan dan waktu tunggu apabila harus melakukan order tranfer barang antar depo farmasi. Dead stock obat dan BMHP yang ada di Depo Rawat Jalan seharusnya dapat di distribusikan lebih efisien ke depo farmasi lain yang membutuhkannya melalui gudang farmasi RSUI. Laporan ini akan berfokus terhadap tahapan analisis dan pembaharuan kategori Dead Stock terhadap obat dan BMHP yang digunakan di Rawat Jalan Rumah Sakit Universitas Indonesia pada bulan januari sampai dengan maret 2023.

RSUI (Rumah Sakit Universitas Indonesia) is a class B educational hospital located on the campus of Universitas Indonesia. Established in 2009 and operational since 2018, RSUI has a vision to become a world-class educational hospital by 2030. Based on observations and interviews with the the person on charge of the Outpatient Pharmacy Depot at RSUI, it has been found that there are still drugs and BMPH (Disposable Medical Supplies) experience dead stock, meaning no transactions have occurred for three consecutive months at the Outpatient Pharmacy Depot. This issue has the potential to decrease the efficiency of inter-pharmacy depot operations at RSUI, as it would lead to additional workload and waiting time if orders for inter-pharmacy tranfers are required. The dead stock of medicines and BMPH at the Outpatient Pharmacy Depot should ideally be distributed more efficiently to other pharmacy depots in need through the RSUI pharmacy warehouse. This report will focus on the analysis and updating of the Dead Stock category for drugs and BMPH used in the Outpatient Department of Rumah Sakit Universitas Indonesia from January to March 2023."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>