Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123417 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yoka Febriola
"Bangunan tradisional merupakan salah satu hasil karya nenek moyang masa lampau yang mengindikasikan kemahiran mereka dalam teknologi bangunan. Rumah Tuo Kampai Nan Panjang sebagai salah satu rumah gadang yang masih memperlihatkan keasliannya yang dibangun pada awal abad ke-16. Dari sudut pandang signifikansi budaya, bangunan ini memiliki nilai penting dalam kajian sejarah, kebudayaan, dan bidang ilmu lainnya. Setiap bagian dari bangunan cagar budaya ini memiliki nilai-nilai budaya yang berkesinambungan untuk pemanfaatan di masa sekarang.

A traditional building is one of the ancestor work’s in the past that indicate their proficiency in building technology. Rumah Tuo Kampai Nan Panjang as one House that has retained its authenticity Rumah Gadang in the early 16th century. From the point of view of cultural significance, the building has significant value in the study of history, culture, and other fields of science. Every part of this heritage building has cultural values for sustainable utilization in the present."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S47753
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosyadi
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI., 1995
899.231 ROS n
Koleksi Publik  Universitas Indonesia Library
cover
Rosyadi
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI., 1995
899.231 ROS n
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kharamaria Aninditya Adinatha
"Budaya ditemukan sebagai moderator social loafing, dimana social loafing berkurang atau bahkan hilang di antara orang-orang dengan budaya kolektivisme tetapi tidak untuk orang-orang dari budaya individualistis. Penelitian ini dilakukan untuk melihat efek social loafing saat partisipan dengan budaya kolektivisme berkerjasama dengan partisipan dengan budaya individualistis dalam kelompok melalui tugas kognitif sederhana (membuat daftar nama negara dengan enam huruf atau lebih dalam dua menit). Penelitian ini menggunakan design three-level independent groups dimana 36 mahasiswa (baik orang Indonesia atau orang Australia) ditentukan secara acak untuk bekerja secara individual (coactive) atau dalam kelompok (collective) baik terdiri dari tiga orang Indonesia (collective-Indonesian) atau satu orang Indonesia dan dua orang Australia (collective-mixed). Social loafing adalah variable dependen dalam penelitian ini. Hasil dari penelitian menemukan bahwa partisipan dalam kondisi coactive secara signifikan membuat daftar nama negara yang lebih panjang dibanding partisipan-partisipan di dua kondisi collective. Penelitian ini juga menemukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara hasil partisipan di kondisi collective-Indonesian dengan partisipan di kondisi collective-mixed. Ini menunjukkan bahwa nilai-nilai budaya tidak mempengaruhi social loafing. Keterbatasan dan saran juga dibahas dalam penelitian ini.

Culture has been found to be a moderator of social loafing in which social loafing is reduced or even eliminated among people of collectivistic cultures but not for those of individualistic cultures. This study aimed to examine the effects of social loafing when collectivistic participants work together in a group with participants who are individualistic through a simple cognitive task (listing names of countries with six or more letters in two minutes). A three-level independent-groups design was used where 36 university students (either Indonesian or Australian in ethnicity) were randomly assigned to work individually (coactively) or in groups of three (collectively) either consisting of three Indonesians (collective-Indonesian) or one Indonesian and two Australians (collective-mixed). Social loafing was the dependent variable in the study. Independent-groups t-tests revealed that participants working coactively significantly listed more countries than those working in the two collective conditions. It also revealed that there was no significance difference in the performance of participants in the collective-Indonesian condition compared to those in the collective-mixed condition, suggesting that cultural values do not influence social loafing. Improvements regarding methodological issues have been recommended as well as suggestions for future research."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Zhafirah Zhafarina Irawan
"[Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan emosi malu dan bersalah antara generasi tua dan muda pada suku Bugis. Tidak hanya melihat perbedaan, penelitian ini melihat lebih jauh bagaimana proses sosialisasi nilai terkait emosi malu dan bersalah pada suku Bugis. Penelitian dilakukan menggunakan mixed methods, dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan melalui pengukuran emosi malu dan bersalah menggunakan TOSCA 3 yang telah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia. Pendekatan ini dilakukan pada 45 orang generasi tua dengan umur minimal 65 tahun dan 45 orang generasi muda dengan kisaran umur 18 – 20 tahun dan pendekatan kualitatif dilakukan menggunakan wawancara dan observasi terhadap dua orang generasi tua dan dua orang generasi muda. Partisipan penelitian merupakan suku Bugis di Kabupaten Barru dan Bone, dengan kriteria memiliki orangtua yang juga berasal dari suku Bugis dan selama hidupnya tinggal di Sulawesi Selatan. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan signifikan pada emosi malu (p = 0,00, LoS 0,05) dan pada emosi bersalah (p = 0,00, LoS 0,05) antar generasi pada suku Bugis. Adapun berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa orangtua, sekolah dan komunitas merupakan agen sosialisasi yang penting dalam menanamkan nilai budaya terkait emosi malu dan emosi bersalah pada suku Bugis.
, This research was conducted to investigate differences in shame and guilt between old generation and young generation in Buginese. Beside that, this research aims to find cultural values related shame and guilt socialization process. This research used mixed methods, which used both quantitative and qualitative approach. Quantitative approach was measured shame and guilt using TOSCA 3 that has been adapted to Indonesia. This approach was conducted to 45 old generation minimum 65 years and 45 young generation from 18 to 20 years. Qualitative approach was using interview and observation to both 2 person representing old and young generation. Sample of this research was Buginese in Barru and Bone with qualification such as has Buginese parents and stay in South Sulawesi as they live. The findings show that there are significant differences in shame (p = 0,00, LoS 0,05) and guilt (p = 0,00, LoS 0,05) intergeneration on Buginese. Moreover, findings shows that parents, school and community as important agent of socialization in implant cultural values related shame and guilt in Buginese
]"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S60247
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hanif Manujendro
"Skripsi ini ditulis untuk menjawab pertanyaan utama "tipe kepemimpinan apa yang secara universal dapat diterima dalam nilai-nilai budaya yang berbeda untuk diterapkan di perusahaan-perusahaan multinasional?? Bidang kebudayaan nasional akan dieksplorasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan "bagaimana nilai-nilai dari satu budaya berbeda dari budaya lain?? Lalu "dengan cara bagaimana nilai-nilai budaya didefinisikan?? Teori-teori kepemimpinan akan dibahas untuk menjawab pertanyaan "bagaimana jenis-jenis atau tipe-tipe kepemimpinan dideskripsikan atau dibedakan?" Dimensi umum dari nilai-nilai budaya akan terkait dengan tipe kepemimpinan untuk menemukan kepemimpinan universal yang bisa diterima secara universal dalam nilai-nilai budaya yang berbeda dan diterapkan dalam perusahaan-perusahaan multi- nasional.

This thesis is conducted to answer the main question of ?which type of leadership is universally acceptable in different cultural values in order to be applied in multi-national companies?? The field of national culture will be explored to answer the questions of ?how can the values of one culture be different from other cultures?? and ?in what way cultural values are defined?? The theories of leadership will be discussed to answer the question of ?what are the theories of leadership that characterize the types of leadership?? The common dimensions of cultural values will be related to the leadership type to find the universal leadership that can be universally acceptable in different cultural values and applied in multi-national companies."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S56407
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Margareth Novita Jayanti
"Jurnal ini bertujuan untuk membahas bagaimana pemertahanan nilai budaya Korea di beberapa negara di dunia. Tetapi pembahasan mengenai topik ini dibatasi hanya pada tiga negara, yaitu Australia, Indonesia, dan Jepang. Pemerintah Korea sibuk mengeksplor dan menunjukkan eksistensi budaya Korea kepada dunia tetapi justru di sisi lain beberapa masyarakat Korea mulai meninggalkan budayanya sendiri karena arus globalisasi yang kuat dan mendominasi. Komponen budaya yang akan ditinjau yaitu dari hal pemertahanan penggunaan bahasa Korea, budaya Suljjari, dan pakaian tradisional Hanbok sebagai beberapa contoh produk kebudayaan.

This journal aims to explain about how the preservation of Korean cultural values in several countries in the world. The explanation of this topic will be limited in three countries only, as Australia, Indonesia, and Japan. The Korean government is so busy to explor and show the Korean culture to the world but on the other side, some of Korean people started to leave their own culture, because globalization is so strong and dominate. Cultural components that will be reviewed from retention of the use of Korean language, Suljjari culture, and Hanbok traditional clothes as some examples of products of culture.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wika Mardhiyah
"Pengembangan manfaat tumbuhan obat dimulai dengan mengumpulkan informasi dari pengetahuan lokal yang dimiliki berbagai etnis. Salah satu etnis yang unik di Indonesia adalah etnis Minangkabau yang berasal dari Nagari Tuo Pariangan karena memiliki sistem matrilineal. Berdasarkan survey pendahuluan diketahui bahwa sebagian besar tumbuhan obat di Nagari Tuo Pariangan dibudidayakan di pekarangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengetahuan tradisional masyarakat mengenai tumbuhan obat dan potensi pekarangan sebagai kawasan konservasi. Penelitian dilaksanakan selama sembilan bulan pada bulan Januari sampai September 2019. Pengambilan data etnobotani dilakukan dengan wawancara semiterstruktur pada 7 orang informan kunci dan 46 orang responden umum. Pengambilan data etnoekologi pekarangan dilakukan dengan analisis vegetasi pada 30 buah rumah. Data etnobotani diolah dengan menghitung Use Value (UV), Index of Cultural Significance (ICS), dan Relative Frequency of Citation (RFC). Data etnoekologi diolah dengan menghitung Indeks Nilai Penting (INP), Indeks Keanekaragaman (H), Indeks Kemerataan (e), dan Kekayaan Spesies (DMg). Analisis data dilakukan secara statistika deskriptif. Masyarakat memanfaatkan 139 spesies tumbuhan obat yang tergolong ke dalam 110 genus dan 59 famili. Tumbuhan obat digunakan untuk mengobati 73 jenis penyakit yang dikelompokkan menjadi 10 kategori. Curcuma longa, Kalanchoe laciniata, Zingiber officinale, dan Orthosiphon aristatus merupakan tumbuhan obat dengan UV, ICS, dan RFC yang tinggi. Sebagian besar tumbuhan obat menurut masyarakat memiliki UV, ICS, dan RFC yang termasuk ke dalam kategori rendah sehingga perlu dikonservasi. Masyarakat menanam 197 sepesies tanaman di pekarangan, termasuk ke dalam 148 genus dan 67 famili. Jumlah spesies tanaman terbanyak ditemukan di pekarangan Jorong Pariangan (117 spesies), sementara persentase tanaman obat tertinggi ditemukan di pekarangan Jorong Guguak (65,6%). Indeks keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan spesies tanaman obat di pekarangan yang tergolong tinggi membuktikan bahwa masyarakat Nagari Tuo Pariangan menanam cukup banyak spesies tanaman obat. Pekarangan dapat dimanfaatkan sebagai kawasan konservasi tanaman obat.

Development of the benefits of medicinal plants begins with gathering information from local knowledge held by various ethnic groups. One of the unique ethnic groups in Indonesia is the Minangkabau ethnic originating from Nagari Tuo Pariangan because it has matrilineal system. Based on preliminary surveys it is known that most of the medicinal plants in Nagari Tuo Pariangan are cultivated in the yard. The purpose of this study is to examine the traditional knowledge of community about medicinal plants and the potential of yard as a conservation area. The research was conducted for nine months from January to September 2019. The collection of ethnobotanical data was carried out by semistructured interviews with 7 key informants and 46 general respondents. Ethnoecological data was collected by analyzing vegetation in 30 houses. Ethnobotanical data was processed by calculating the Use Value (UV), Index of Cultural Significance (ICS), and Relative Frequency of Citation (RFC), while ethnoecological data is processed by calculating the Importance Value Index (INP), Diversity Index (H), Evenness Index (e), and Species Richness (DMg). Data analysis was performed by descriptive statistics. The community utilizes 139 species of medicinal plants belonging to 110 genera and 59 families. Medicinal plants are used to treat 73 types of diseases which are grouped into 10 categories. Curcuma longa, Kalanchoe laciniata, Zingiber officinale, and Orthosiphon aristatus are medicinal plants with high UV, ICS, and RFC. Most of the medicinal plants according to the community have UV, ICS, and RFC which are included in the low category, so it needs to be conserved. The community planted 197 species in the yard, including 148 genera and 67 families. The highest number of plant species was found in Jorong Pariangan (117 species), while the highest percentage of medicinal plants was found in Jorong Guguak (65.6%). Index of diversity, evenness, and richness of medicinal plants in the yard which are classified as high prove that Nagari Tuo Pariangan community plant quite a number of medicinal plants. The yard can be used as conservation area for medicinal plants.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T54887
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>