Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197565 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yanit Wediarsih
"Menurut laporan MDG's tahun 2007, 30,7% masyarakat Indonesia tanpa akses sanitasi yang layak. Provinsi Banten memiliki masalah yang cukup besar terkait dengan masalah air, higiene dan sanitasi. Beberapa cakupan sanitasi dasar di Provinsi Banten merupakan cakupan terendah di Pulau jawa, seperti cakupan jamban keluarga pada tahun 2007 yang hanya 67,69 %. Kondisi sanitasi lingkungan yang buruk ini akhirnya menyebabkan masih seringnya terjadi KLB diare dan demam berdarah di Provinsi Banten. Selain itu kejadian demam tifoid dan malaria juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui risiko dan dampak sanitasi lingkungan terhadap status kesehatan balita di Provinsi Banten dengan menggunakan data sekunder hasil RISKESDAS 2007. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Populasi dan sampel dari penelitian ini adalah balita (12 - 59 bulan).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang pernah menderita sakit sebanyak 17,2%. Sedangkan faktor sanitasi lingkungan yang memiliki risiko terhadap status kesehatan balita adalah ketersediaan air bersih (OR = 1,6; 95%CI 1,2 - 2,3), sarana pembuangan air limbah (OR = 1,7; 95% CI 1,0 - 3,1) dan tempat penampungan air (OR = 1,9; 95%CI 1,2 - 2,9). Sarana pembuangan air limbah memberikan dampak yang paling besar diantara ketiga variabel yang berisiko, dimana jika di populasi, sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat diperbaiki, maka akan menurunkan kejadian sakit pada balita sebanyak 36,9%. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa untuk mengurangi risiko dan dampak sanitasi lingkungan diperlukan upaya pengelolaan terhadap air, mulai dari air bersih sampai dengan air buangan.

According to the MDG's in 2007, 30.7% of Indonesian people without access to improved sanitation. Banten province has a considerable problem associated with the problem of water, hygiene and sanitation. Some basic sanitation coverage in Banten Province is the lowest coverage in Java, such as family latrine coverage in 2007 is only 67.69%. Conditions of poor environmental sanitation is still ultimately lead to frequent outbreaks of diarrhea and dengue fever in the province of Banten. In addition to the incidence of typhoid fever and malaria also increased from year to year.
The purpose of this study was to determine the risk and impact of environmental sanitation on the health status of children under five in Banten province by using secondary data from RISKESDAS 2007. This research is quantitative cross-sectional design. Population and sample of the study was a toddler (12-59 months).
The results showed that infants who have suffered from as much as 17.2%. While environmental sanitation factors that have exposure to the health status of children under five are the availability of clean water (OR = 1.6, 95% CI 1.2 to 2.3), wastewater disposal (OR = 1.7, 95% CI 1, 0 to 3.1) and a reservoir of water (OR = 1.9, 95% CI 1.2 to 2.9). Wastewater disposal provide the greatest impact among the three variables is at risk, which if in the population, wastewater disposal are not eligible eliminated, it will reduce the incidence of illness in infants as much as 36.9%. Results of this study suggest that to reduce the risk and impact of environmental sanitation to water management efforts are needed, ranging from clean water to waste water.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35844
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Adiyanti
"Latar Belakang: Indonesia termasuk kedalam lima negara yang mempunyai angka stunting pada balita tertinggi di dunia setelah India, Nigeria, Pakistan, dan China. Angka stunting di Indonesia tidak menunjukkan perubahan yang bermakna selama hampir satu dekade. Stunting selain berdampak langsung pada kesakitan dan kematian, juga berdampak terhadap perkembangan intelektual, dan produktivitas. Masa dua tahun pertama kehidupan merupakan periode emas yang telah terbukti secara ilmiah menentukan kualitas kehidupan karena merupakan periode sensitif karena akibat yang ditimbulkan akan bersifat permanen dan tidak dapat dikoreksi.
Tujuan dan Metode: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara pola asuh gizi, sanitasi lingkungan, dan pemanfaatan posyandu dengan kejadian stunting pada baduta. Penelitian ini menggunakan data sekunder Riskesdas tahun 2010 dengan sampel sebanyak 4043 anak. Variabel yang digunakan adalah stunting, ASI ekslusif, MP-ASI, penyapihan, akses air bersih, akses sanitasi, pemanfaatan posyandu, karakteristik baduta, karakteristik ibu, dan karakteristik kepala keluarga.
Hasil: Anak baduta memiliki status gizi yang rendah, sebanyak 34,5% menderita stunting. Model regresi logistik ganda memperlihatkan bahwa setelah dikontrol oleh umur baduta, anak yang berasal dari keluarga dengan sumber air yang tidak tertindung dan jenis jamban yang tidak layak mempunyai resiko untuk menderita stunting 1,3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga dengan sumber air terlindung dan jenis jamban yang layak.
Simpulan: Masalah stunting pada baduta tidak sekedar masalah kekurangan asupan makanan saja melainkan berkaitan erat dengan masalah lingkungan sehingga dalam penanganannya memerlukan upaya lintas sektor.

Background: Indonesian belong to the the five countries that have the highest rate of stunting among children under five in the world after India, Nigeria, Pakistan, and China. Figures stunting in Indonesia showed no significant changes for almost a decade. Stunting in addition to the direct impact on morbidity and mortality, also have an impact on intellectual development, and productivity. The first two years of life is the golden period that has been scientifically proven to determine the quality of life as it is a sensitive period because the impact will be permanent and cannot be corrected.
Objective and Methods: This study aimed to analyze the relationship between nutritional care, sanitation, and utilization of posyandu with the incidence of stunting in baduta. This study uses secondary data Riskesdas in 2010 with a sample of 4043 children. The variables used were stunting, exclusive breastfeeding, complementary feeding, weaning, access to safe water, access to sanitation, utilization of posyandu, baduta characteristics, maternal characteristics, and characteristics of the heads of households.
Results: Baduta in Indonesia have a low nutritional status, as 34.5% stunting. Multiple logistic regression model showed that after controlling by age baduta, children from families with no source of water and improper of latrines type are at risk from stunting was 1.3 times higher than children who come from families with a source of water protected and proper of latrines types.
Conclusion: The problem of stunting in baduta not just problem of lack of food but is closely related to environmental problems that require multisector intervention.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55589
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rinda Tri Nugraheni
"Pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian anak balita terbanyak di Indonesia. Prevalensi pneumonia pada balita di Indonesia lima tahun terakhir mengalami peningkatan yaitu 1,6% pada tahun 2013 menjadi 2% pada tahun 2018. Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan prevalensi pneumonia pada balita tertinggi keempat di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita di Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional menggunakan data sekunder Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pneumonia pada balita usia 12-59 bulan. Sedangkan, variabel independen dalam penelitian ini adalah faktor lingkungan rumah, faktor karakteristik balita dan faktor ekonomi. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara indeks kepemilikan rendah (OR = 4,23; 95% CI: 1,72-10,41), tempat tinggal (OR = 3,70; 95% CI: 1,71-8,02) dan jenis dinding (OR = 4,84; 95% CI: 1,55-15,14) dengan pneumonia pada balita.

Pneumonia is one of the most common causes of child mortality in Indonesia. The prevalence of pneumonia in children under five in the last five years has increased by 1,6% in 2013 to 2% in 2018. West Java Province is the fourth highest prevalence of pneumonia on children under five in Indonesia. The aim of the study was to analyze the factors associated with the incidence of pneumonia in children under five in West Java Province. The study was conducted with a cross sectional design using secondary data on the Indonesian Demographic and Health Survey 2017. Dependent variable of this study was pneumonia among children aged 12-59 months. Meanwhile, independent variables are house environment factors, children characteristic factors, and economic factors. The data analysis used in this study is Chi-Square test. The results indicated that there was a significant correlation between low wealth index (OR = 4,23; 95% CI: 1,72-10,41), type of residence (OR = 3,70; 95% CI: 1,71-8,02), and type of wall (OR = 4,84; 95% CI: 1,55-15,14) with pneumonia on children under five years old. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayuni Rizka Utami
"Pandemi Covid-19 berdampak terhadap semua sektor, salah satunya terhadap pertumbuhan balita stunting. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang berhubungan dengan status pertumbuhan balita stunting saat pandemi Covid-19. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode cross sectional dengan jumlah 187 balita stunting dan orang tua pada 10 wilayah daerah lokus stunting. Sampel pada penelitian ini diambil menggunakan teknik proportional allocation sampling dengan menyebarkan kuesioner dan dianalisis secara multivariat. Terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan status pertumbuhan balita stunting yaitu klasifikasi stunting, berat badan lahir, usia pemberian MP-ASI, penyakit infeksi, status ketahanan pangan, kualitas makanan, pendapatan dan sumberdaya keuangan dan kesehatan lingkungan rumah. Kesehatan lingkungan rumah tangga merupakan faktor yang paling berhubungan dimana apabila balita stunting memiliki kesehatan lingkungan rumah tangga yang baik maka dapat meningkatkan status pertumbuhan sebanyak 0,681 kali. Intervensi berkelanjutan dalam hal kesehatan lingkungan rumah tangga saat pandemi Covid-19 perlu dilakukan.

Pandemic Covid-19 has an impact on all sectors, one of which is the growth of stunting children under five. This study aims to analysis the factors related to the growth status of stunting child under five during pandemic Covid-19. This study is a quantitative study using cross sectional method, This study is a quantitative study with a cross sectional method with a total of 187 stunting toddlers and parents in 10 stunting areas. sample in this study was taken using the proportional allocation sampling technique, data was collected by distributing questionnaires and then analysis by multivariate. There are several factors related to the growth status of stunted child in pandemic Covid-19, namely stunting classification, birth weight, birth weight, age of complementary feeding, infectious diseases, food security status, food quality, income and financial resources and household environmental health. Household environmental health is the most related factor, if stunting toddlers have good household environmental health, they can increase their growth status by 0.681 times. Ongoing interventions related to household environmental health during the pandemic Covid-19 is necessary."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sadono Setyoko
"Prevalensi stunting balita di Indonesia tahun 2013 sebesar 37,2% mengalami peningkatan dari tahun 2010 sebesar 35,6% sehingga masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Faktor kondisi rumah dan sanitasi yang tidak layak dan penyakit infeksi berpotensi menjadi determinan stunting. Tujuan penelitian untuk mengetahui kondisi rumah, sanitasi dan penyakit infeksi terhadap risiko stunting balita 6-59 bulan di Indonesia berdasarkan data IFLS5 yang dilakukan pada tahun 2014-2015. IFLS5 menggunakan desain survey tetapi dalam penelitian ini menggunakan desain case control untuk kepentingan analisis dengan catatan bahwa aspek temporal dari varibel-variabel independen tidak selalu mencerminkan waktu kritis keterpajanan. Jenis dinding, kebersihan rumah, sumber air minum, pengolahan air minum, sumber air bersih, tempat buang air besar, sarana pembuangan air limbah, pembuangan sampah berhubungan dengan risiko stunting. Pengolahan air minum merupakan faktor dominan risiko stunting (OR=1,6). Pada kondisi rumah terdapat hubungan antara jenis dinding dan kebersihan rumah, pada sanitasi terdapat hubungan antara sumber air minum, pengolahan air minum, sumber air bersih, sarana buang air besar, sarana pembuangan air limbah, dan sarana pembuangan sampah dengan risiko stunting. Untuk menurunkan faktor risiko stunting balita 6-59 bulan di Indonesia dengan cara pengolahan air minum melalui pemanasan sampai mendidih 3-4 menit disamping intervensi gizi sensitif dan gizi spesifik lainnya.

The prevalence of stunting for children under five in Indonesia in 2013 was 37.2%, increasing from 2010 at 35.6% making it a public health problem. Factors of house conditions and sanitation unimproved and infectious diseases have the potential to become stunting determinants. The aim of the study was to find out the house conditions, sanitation and infectious diseases at the risk of stunting for children 6-59 months in Indonesia based on the IFLS5 data conducted in 2014-2015. IFLS5 uses survey design but in this study uses a case control design for analytical purposes, noting that the temporal aspects of the independent variables do not necessarily reflect the critical time of exposure. Types of walls, domestic hygiene, sources of drinking water, treatment of drinking water, sources of clean water, defecation facilites, waste disposal facilities, garbage disposal is associated with the risk of stunting. Drinking water treatment is the dominant factor in the risk of stunting (OR = 1.6). In the condition of the house there is a relationship between the type of wall and domestic hygiene, in sanitation there is a relationship between the source of drinking water, treatment of drinking water, sources of clean water, defecation facilities, waste disposal facilities, and garbage disposal with the risk of stunting. To reduce stunting risk factors for children aged 6-59 months in Indonesia by treatment of drinking water through heating to boiling 3-4 minutes in addition to other sensitive nutrition and specific nutrition interventions."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52996
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agrina Cintya Lestari
"Diare pada balita masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia. Daerah Istimewa Yogyakarta, Sulawesi Selatan, dan Maluku merupakan tiga provinsi dari beberapa provinsi di Indonesia yang mengalami peningkatan kejadian diare dari tahun 2007 hingga 2013 dan balita menjadi populasi yang paling berisiko untuk mengalami diare. Fasilitas jamban, sumber air minum, pengolahan air minum, dan fasilitas cuci tangan diketahui menjadi faktor risiko kejadian diare.
Studi ini menggunakan desain potong lintang dengan menggunakan data sekunder yang bersumber dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 untuk mengetahui hubungan antara fasilitas jamban, sumber air minum, pengolahan air minum, dan fasilitas cuci tangan dengan kejadian diare pada balita. Sampel penelitian adalah balita berusia 0-59 bulan di Daerah Istimewa Yogyakarta, Sulawesi Selatan, dan Maluku yang menjadi sampel SDKI 2012.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi diare tertinggi ditemukan di Sulawesi Selatan (20,5%) dan terendah di Daerah Istimewa Yogyakarta (6,4%). Selain itu, ditemukan hubungan yang signifikan antara fasilitas cuci tangan dengan kejadian diare pada balita di Daerah Istimewa Yogyakarta (nilai P=0,026). Sumber air minum juga ditemukan berhubungan secara signifikan dengan kejadian diare pada balita di Sulawesi Selatan (nilai P=0,007). Fasilitas cuci tangan pun berhubungan dengan signifikan dengan kejadian diare pada balita di Maluku (nilai P=0,010).
Walaupun beberapa variabel tidak berhubungan dengan signifikan, variabel-variabel tersebut dapat meningkatkan risiko balita untuk mengalami diare. Oleh karena itu, pencegahan terhadap faktor risiko perlu dilakukan seperti menggunakan jamban yang memenuhi syarat, menggunakan sumber air minum yang layak, mengolah air minum sebelum dikonsumsi, dan memiliki fasilitas cuci tangan yang memadai

Diarrhea in under-five children is still one of the public health problems in Indonesia. The Special Region of Yogyakarta, South Sulawesi, and Maluku are the three provinces of several provinces in Indonesia which experienced an increase in the incidence of diarrhea from 2007 to 2013 and under-five children became the most at-risk population for diarrhea. The latrine facility, drinking water source, drinking water treatment and hand washing facilities are known to be risk factors for diarrhea.
This study used a cross-sectional design using secondary data from the Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) 2012 to determine the association between latrine facilities, drinking water sources, drinking water treatment and hand washing facilities with diarrhea occurrences among under-five children. The sample of the study was 0-59 months old children in Yogyakarta, South Sulawesi and Maluku which were samples of the IDHS 2012.
The results showed that the highest prevalence of diarrhea was found in South Sulawesi (20.5%) and the lowest was found in Yogyakarta Special Region (6.4%). In addition, there was a significant association between hand-washing facilities and the incidence of diarrhea among under-five children in the Special Region of Yogyakarta (P value=0.026). Drinking water sources were also found to be significantly related to the incidence of diarrhea among under-five children in South Sulawesi (P value=0.007). Hand washing facilities were significantly associated with the incidence of diarrhea among under-five children in Maluku (P value=0.010).
Although some variables do not have significant association, these variables may increase the risk of under-five children suffering from diarrhea. Therefore, prevention of risk factors needs to be done such as using improved latrines, using improved drinking water sources, treating drinking water before consumption, and having adequate handwashing facilities.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S68780
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tumanggor, Benhard Nataniel
"Timbal (Pb) merupakan logam berat dengan nomor atom 82 dan massa atom 207,2. Timbal bersumber dari alam, industri, serta transportasi. Timbal dari industri berasal dari industri baterai, industri kimia, industri bahan bakar, dan industri peleburan aki bekas serta dari transportasi berasal dari bahan bakar kendaraan bermotor. Sumber-sumber logam timbal ini dapat menyebabkan pajanan timbal ke dalam lingkungan sehingga mengakibatkan terjadinya pencemaran udara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat risiko kesehatan (Risk Quotient) akibat pajanan timbal pada masyarakat lingkungan di sekitar Kawasan Industri Manis, Banten. Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Juli tahun 2019 menggunakan metode penelitian Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL). Metode penelitian ini untuk menghitung atau memprakirakan risiko pada kesehatan manusia. Nilai RQ dinyatakan berisiko jika RQ>1. Nilai pengukuran timbal (Pb) didapat dari dua titik sampling uji udara ambien di sekitar Kawasan Industri Manis yaitu 1,58 μg/Nm3 pada titik 1 dan 0,23 μg/Nm3 pada titik 2. Nilai rata-rata pengukuran timbal (Pb) dari kedua titik adalah 0,905 μg/Nm3. Hasil pengukuran tersebut masih dibawah Baku Mutu Udara Ambien yang ditetapkan dalam PP Nomor 41 Tahun 1999. Nilai jumlah asupan pada penelitian ini dihitung secara real time dan life span. Nilai jumlah asupan pajanan timbal (Pb) dengan durasi pajanan real time yaitu 2,2038x10-4 mg/kg/hari. Sedangkan nilai jumlah asupan dengan durasi pajanan life span adalah 2,8746x10-4 mg/kg/hari. Nilai tingkat risiko dihitung dengan membandingkan antara nilai asupan (intake) dengan nilai default RfC. Nilai RfC didapatkan dari IRIS US-EPA yaitu 4,93x10-4 mg/kg/hari. Nilai tingkat risiko dihitung berdasarkan beberapa durasi pajanan mencakup real time dan life span (1, 10, 23, 30, 60, dan 100 tahun). Nilai tingkat risiko (RQ) akibat pajanan timbal (Pb) yang didapatkan adalah 0,0388; 0,194; 0,447; 0,583; 1,166; dan 1,943.

Lead (Pb) is a heavy metal with an atomic number of 82 and an atomic mass of 207.2. Lead is sourced from nature, industry, and transportation. Lead from industry comes from the battery industry, chemical industry, fuel industry, and used battery smelting industries as well as from transportation derived from motor vehicle fuel. These sources of lead metal can cause lead exposure into the environment resulting in air pollution. This study aims to determine the level of health risk (Risk Quotient) due to lead exposure to the neighborhood community of Manis Industrial Zone, Banten. This research was conducted in April-July 2019 using the method of research Environmental Health Risk Analysis (ARKL). This research method is to calculate or predict risks to human health. RQ value is stated as risk if RQ >1. The measurement value of lead (Pb) was obtained from two ambient air tes sampling points around the Manis Industrial Zone was 1.58 μg/Nm3 at the first point and 0.23 μg/Nm3 at the second point. The average value of lead (Pb) measurement from both points is 0.905 μg/Nm3. The results of these measurements are still below the Ambient Air Quality Standard according to PP No. 41 Tahun 1999. The amount of intake in this study is calculated in real time and life span. The value of lead (Pb) exposure intake with real time exposure duration was 2.2038 x10-4 mg/kg/day. While the value of the amount of intake with the duration of life span exposure is 2.8746x10-4 mg/kg/day. The value of the risk level is calculated by comparing the value of the intake with the default value of the RfC. The RfC value was obtained from IRIS US-EPA which was 4.93x10-4 mg/kg/day. Risk level values are calculated based on several exposures including real time and life span (1, 10, 23, 30, 60, and 100 years). The value of risk level (RQ) due to lea exposure (Pb) obtained is 0.0388; 0.194; 0.447; 0,583; 1,166; and 1,943."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shindry Rihayaty
"Penelitian ini membahas tentang rancang bangun sistem informasi kesehatan berbasis web untuk pencatatan dan pelaporan program kesehatan lingkungan tempat umum dan tempat pengelolaan makanan di Dinas Kesehatan Kota Bogor. Tujuan penelitian adalah membuat formulir digital untuk menguji keabsahan data pembinaan tempat umum dan tempat pengelolaan makanan yang dilaporkan oleh Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kota Bogor, membuat pangkalan data kesehatan lingkungan tempat umum dan tempat pengelolaan makanan, dan menyajikan informasi tempat umum dan tempat pengelolaan makanan dalam bentuk visual. Metode penelitian yang digunakan adalah iterative and incremental development dengan pendekatan Agile UP. Hasil penelitian menyarankan agar Dinas Kesehatan Kota Bogor membuat ketentuan, peraturan, dan perbaikan bisnis proses pada sistem pencatatan dan pelaporan sehingga implementasi teknologi dapat berlangsung secara konsisten dan berkesinambungan.

This study discusses the design of web-based health information system for recording and reporting of environmental public health programs and food management in Bogor City Health Department. The purpose of the research is to create a digital formulir in order to test the validity of reported public places and food management data from Puskesmas to the Bogor City Health Department, a database of public places and food management environmental health, and present an information of the public places and food management place in the form of visual management. The method used is iterative and incremental development approach Agile UP. The results of the study suggest the Bogor City Health Department need to makes provision, regulation, and improvement a business process system on recording and reporting system so that the implementation of technology that can take place consistently and continuously."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S54760
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nada Syifa
"Pencemaran udara luar ruangan telah menjadi salah satu risiko lingkungan terbesar terhadap kesehatan. Pedagang kaki lima dianggap sebagai populasi yang paling berisiko karena bekerja dalam waktu yang cukup lama dan secara terus-menerus terpapar polusi udara. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi risiko kesehatan akibat pajanan agen risiko partikulat yaitu Total Suspended Particulate (TSP), PM10, dan PM2.5 terhadap pedagang kaki lima di Kelurahan Glodok, Jakarta Barat. Penelitian menggunakan pendekatan Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) menggunakan data primer dengan jumlah sampel pedagang kaki lima sebanyak 65 responden. Berdasarkan hasil pengukuran, konsentrasi TSP sebesar 43 μg/m3, PM10 sebesar 25 μg/m3, dan PM2.5 sebesar 16 μg/m3. Seluruh konsentrasi partikulat masih di bawah standar baku mutu Indonesia, namun untuk PM2.5 sudah sedikit melebihi standar baku mutu World Health Organization (WHO). Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan nilai rata-rata dan nilai tengah, tingkat risiko seluruh pajanan partikulat (TSP, PM10, PM2.5) menunjukkan nilai RQ ≤1 atau dinyatakan aman. Berdasarkan hasil perhitungan setiap responden, terdapat 2 responden berisiko terhadap pajanan PM10 dan PM2.5. Pengelolaan risiko yang dapat dilakukan adalah menurunkan konsentrasi partikulat hingga batas aman, salah satunya dengan mengembangkan substitusi bahan bakar dengan yang lebih ramah lingkungan dan menggunakan sumber tenaga alternatif rendah polusi seperti tenaga listrik.

Outdoor air pollution has become one of the greatest environmental risks to health. Street vendors are considered to be the population at risk because they work long hours and are constantly exposed to air pollution. This study aims to estimate the health risks due to exposure to particulate risk agents, namely Total Suspended Particulate (TSP), PM10, and PM2.5 to street vendors in Glodok Urban Village, West Jakarta. The study used an Environmental Health Risk Analysis (EHRA) approach using primary data with a sample of 65 street vendors. Based on the measurement results, the concentration of TSP was 43 g/m3, PM10 was 25 g/m3, and PM2.5 was 16 g/m3. All particulate concentrations are still below the Indonesian quality standards, but PM2.5 has slightly exceeded the World Health Organization (WHO) quality standards. Based on the results of calculations using the average and median values, the risk level of all particulate exposures (TSP, PM10, PM2.5) shows an RQ≤1 or is declared safe. Based on the calculation results of each respondent, there are 2 respondents at risk of exposure to PM10 and PM2.5. Risk management that can be done is to reduce the concentration of particulates to a safe limit, one of them is by developing fuel substitution with more environmentally friendly and using alternative sources of low-pollution energy such as electric power."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Nefawam
"Masalah dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya faktor-faktor Community Led Total Sanitation (CLTS) mana yang berkontribusi dalam pencapaian masyarakat 100 persen tidak buang air besar di sembarang tempat di Kecamatan Lembak dan Kecamatan Talang Ubi, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Sedangkan tujuan umumnya adalah diketahuinya penerapan pendekatan CLTS di Kecamatan Lembak dan Kecamatan Talang Ubi Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan tahun 2008, khususnya mengenai elemen pemicuan dalam CLTS yang paling berpengaruh terhadap motivasi masyarakat, kegiatan pendampingan dari Puskesmas untuk menjaga konsistensi proses pemicuan CLTS, peran kepemimpinan lokal dalam mendorong motivasi masyarakat untuk membangun fasilitas sanitasi, komitmen sosial di antara masyarakat untuk memelihara kesinambungan perilaku buang air besar pada fasilitas sanitasi.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif, mengamati penerapan tahapan CLTS yang mempengaruhi tingkat keberhasilan dan kegagalannya dalam mencapai masyarakat 100% tidak buang air besar sembarang tempat. Tahapan CLTS menempati variabel independen, yakni faktor internal berupa elemen pemicuan CLTS, kepemimpinan lokal dan komitmen sosial serta faktor eksternal berupa pendampingan dari Puskesmas terhadap pencapaian masyarakat 100% tidak buang air besar sembarang tempat sebagai variabel dependen.
Elemen pemicuan yang paling mempengaruhi tergugahnya responden di Kecamatan Lembak dan Kecamatan Talang Ubi adalah rasa malu. Kecamatan Lembak mengalami kenaikan status sanitasi sebesar 81,1%, sedangkan Kecamatan Talang Ubi sebesar 9,6%. Pendampingan oleh fasilitator pasca pemicuan sangat mempengaruhi keberhasilan dalam meningkatkan status sanitasi, di Kecamatan Lembak adalah sebesar 77,0%, sedangkan di Kecamatan Talang Ubi hanya sebesar 6,2%. Kepemimpinan lokal sangat berperan dalam meningkatkan status sanitasi, di Kecamatan Lembak mencapai 75,6%, sedangkan di Kecamatan Talang Ubi hanya mencapai 16,5%. Komitmen sosial di kalangan masyarakat sangat mempengaruhi peningkatan status sanitasi termasuk ke dalam tahap peningkatan, di Kecamatan Lembak yang diakui responden sebanyak 75,5%, sedangkan di Kecamatan Talang Ubi hanya mencapai 27,8% responden.

The issue in this study is not recognized Community Led Total Sanitation (CLTS) factors contributed in the attainment of 100 percent community to open defecation free in Lembak Sub District and Talang Ubi Sub Dsitrict, District of Muara Enim, Province of South Sumatera. The general objective of this study is recognized the applying of CLTS approach, specifically in trigerring elements of CLTS which influence to community motivation, encourage and support from Public Health Centre facilitator to keep the change consistency, role of local leadership to support the community motivation on installing sanitation facility and social commitment among communities to keep the sustainability of behavior change of defecation in sanitation facility.
Research method of this study is descriptive that observe the applying of CLTS steps that influence its success and failure rates in achieving community 100% to open defecation free. Steps of CLTS occupies independent variable, in the internal factor, there are trigerring elements, local leadership and social comitment, and in the external factor is encouraging and supporting from Public Health Centre facilitator to community in achieving community 100% open defecation free as dependent variable.
Trigerring elements which most influence the responders awaking in Lembak Sub District and Talang Ubi Sub District is ashamed. Lembak Sub District has increased the sanitation status as high as 81,1%, whereas Talang Ubi Sub District as high as 9,6%. Encouraging and supporting by fasilitator at post- trigerring was very influence the successfullness in improving sanitation status, in Lembak Sub District is as high as 77,0%, whereas in Talang Ubi Sub District was only as high as 6,2%. Local Leadership have a role in improving sanitation status, in Lembak Sub District reaches 75,6%, whereas in Talang Ubi only reaches 16,5%. Social Commitment among society was very influence the improvement of sanitation status as in improvement phase, in Lembak Sub District that confessed responder of 75,5%, whereas in Talang Ubi Sub District was only reaches 27,8% responder."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>