Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 201405 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sayidin Abdullah
"Keikutsertaan Indonesia sebagai anggota World Trade Organization (WTO) membawa konsekuensi hukum tersendiri, berupa kewajiban untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan nasionalnya dengan kesepakatan-kesepakatan WTO, termasuk didalamnya yaitu Agreement on Trade Related Investment Measures (TRIMs) dan General Agreement on Trade in Services (GATS). Pembentukan peraturan nasional di bidang penanaman modal, serta pertambangan bidang batubara, selain tidak dibenarkan bertentangan dengan prinsip-prinsip perdagangan internasional yang terkait dengan penanaman modal yaitu National Treatment dan Most Favour Nations, juga tidak boleh bertentangan dengan prinsip demokrasi ekonomi dalam Pasal 33 UUD 1945. Oleh karena itu, untuk keperluan penyesuaian ini, perlu diteliti bagaimanakah kesesuaian prinsip-prinsip perdagangan internasional dengan prinsip perlakuan sama dalam ketentuan penanaman modal asing (PMA) di bidang pertambangan batubara, serta bagaimanakah pengaturan kebijakan dan hukum PMA bidang batubara diatur dalam peraturan perundang-undangan Indonesia.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif, yang bersifat deskriptifanalisis, analisa data dengan pendekatan bersifat kualitatif yaitu menguraikan dan menganalisa mengenai pengaturan hukum nasional penanaman modal asing di bidang batubara. Data yang digunakan adalah data sekunder dengan alat pengumpulan data berupa studi dokumen atau bahan pustaka, yang didukung dengan wawancara kepada narasumber pada Dirjen Pertambangan Batubara, BKPM dan PT. KPC Kutai Timur.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa di satu sisi Indonesia telah menyesuaikan pengaturan PMA dalam bidang batubara, yakni UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara dengan prinsip-prinsip GATT/WTO mengenai national treatment dan most favour nations. Demikian pula penerapan demokrasi ekonomi dalam UU No. 4 Tahun 2009, ini telah diterapkan cukup baik melalui pengaturan kewajiban menjaga kedaulatan negara atas pengelolaan dan pengusahaan sumber daya alam. Pemerintah sebagai badan publik sudah tidak lagi bersanding sejajar secara perdata dengan pelaku usaha di dalam kontrak pertambangan.
Namun di lain sisi, sesungguhnya UU tersebut telah bertentangan dengan prinsip demokrasi ekonomi, karena demokrasi ekonomi menghendaki terpenuhinya hak-hak dasar setiap individu tanpa kecuali, sedangkan ketentuan liberalisasi perdagangan WTO dilandasi oleh pemikiran kapitalisme membatasi hak-hak dasar individu dan hanya mereka yang mampu bersaing dapat menikmati keuntungan dari perdagangan internasional tersebut.

Indonesia's participation as a member of the World Trade Organization (WTO) legal consequences of its own, such as the obligation to adjust its national legislation with WTO agreements, including the Agreement on Trade Related Investment Measures (TRIMs) and the General Agreement on Trade in Services (GATS). Establishment of national regulations in the field of investment, as well as coal mining areas, besides not justified contrary to the principles of international trade-related investment that National Treatment and Most Favour Nations, also must not conflict with the principles of economic democracy in Article 33 of the 1945 Constitution. Therefore, for the purposes of this adjustment, need to be investigated how the suitability of the principles of international trade with the principle of equal treatment in terms of foreign direct investment (FDI) in the mining of coal, and how policies and legal arrangements FDI coal fields stipulated in legislation Indonesia.
This study uses normative research, descriptive analysis, data analysis with a qualitative approach that describes and analyzes the law setting national foreign investment in the coal fields. The data used are secondary data by means of data collection in the form of study or reference documents, supported by interviews with speakers at the Directorate General of Coal Mining, the Investment Coordinating Agency (BKPM) and PT. KPC East Kutai.
Based on the results of this study concluded that on the one hand have to adjust the settings Indonesia FDI in the coal fields, namely Law No. 25 of 2007 on Investment and Law No. 4 of 2009 on Mineral and Coal with the principles of GATT / WTO on national treatment and most favor nations. Similarly, the application of economic democracy in Law No. 4 of 2009, it has been applied quite well through setting an obligation to maintain the sovereignty of the state over the management and utilization of natural resources. Government as a public entity is no longer a civil biting parallel with businesses in the mining contract.
But on the other hand, the Act actually been contrary to the principles of economic democracy, because democracy requires the fulfillment of the economic fundamental rights of every individual without exception, while the provisions of the WTO trade liberalization based on the ideas of capitalism restrict the basic rights of individuals and only those who are able to compete can enjoy the benefits of international trade provisions contained in the WTO.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35314
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zara Nuri Wulandia
"Tesis ini membahas mengenai analisa ketentuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang dipersyaratkan atas alat dan/atau perangkat telekomunikasi berbasis standar teknologi Long Term Evolution (LTE) ditinjau dari ketentuanketentuan yang diatur dalam Agreement On Trade-Related Investment Measures (Perjanjian TRIMs). Penelitian ini bersifat yuridis normatif dan preskriptif.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ketentuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang dipersyaratkan atas alat dan/atau perangkat telekomunikasi berbasis standar teknologi Long Term Evolution (LTE) tidak sesuai dengan ketentuan Agreement On Trade-Related Investment Measures (Perjanjian TRIMs) dan karenanya harus dilakukan langkah-langkah penyesuaian oleh pemerintah Indonesia agar Indonesia tidak melanggar kewajibannya sebagai negara anggota World Trade Organization.

This thesis discusses the analysis of Local Content Requirements (LCR) which is required for any telecommunication devices and/or equipments with standardsbased technology Long Term Evolution (LTE) and its relation with the provisions stipulated in the Agreement on Trade-Related Investment Measures (TRIMs Agreement). Research conducted in this thesis is a normative and prescriptive study.
The research concluded that Local Content Requirements (LCR) which is required for any telecommunication devices and/or equipments with standardsbased technology Long Term Evolution (LTE) is inconsistent with the provisions of TRIMs Agreement and therefore there should be steps taken by the government of Indonesia to bring these measures into conformity with TRIMs Agreement which will eliminate the inconsistency with Indonesia?s obligations under the TRIMs Agreement as a member state of World Trade Organization.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46500
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Rina
"Waralaba merupakan salah satu bentuk distribusi yang memiliki peran penting
dalam perluasan pasar, termasuk perluasan pasar ke luar negeri. Waralaba menjadi
salah satu subsektor yang termasuk dalam sektor distribusi yang diatur dalam
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yaitu dalam General Agreement of Trade
in Services (GATS). Masing-masing negara memiliki hak untuk membentuk
regulasi domestik terkait dengan perdagangan jasa untuk diterapkan di negaranya
masing-masing. Namun, setiap negara anggota WTO memiliki kewajiban untuk
menyesuaikan aturan-aturan terkait perdagangan jasa sesuai dengan komitmenya
dalam prinsip-prinsip perdagangan jasa yang telah disepakati dalam GATS.
Sehingga, sebagai salah satu negara anggota WTO, Indonesia juga diwajibkan
untuk menyesuaikan aturan domestiknya agar sesuai atau tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip perdagangan jasa yang diatur dalam GATS. Indonesia
merupakan salah satu negara yang memiliki aturan khusus mengenai waralaba
dalam bentuk peraturan pemerintah, yaitu Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun
2007 tentang Waralaba dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri
Perdagangan (Permendag) No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan
Waralaba. Perlu diperhatikan bahwa untuk menentukan apakah suatu negara telah
menerapkan prinsip-prinsip perdagangan jasa, harus pula mengacu pada
komitmen spesifik masing-masing negara anggota. Sehingga, untuk menilai
bagaimana pengaturan penyelenggaraan waralaba di Indonesia dikaitkan dengan
prinsip-prinsip yang diatur dalam GATS, harus tetap mengacu pada komitmen
spesifik Indonesia dalam sektor-sektor perdagangan jasa.

A franchise is one of the distributions methods that have an important role in
expanding markets, including expanding markets overseas. A franchise is one of
the subsectors that is classified in the distribution sector stipulated in the World
Trade Organizations (WTO), namely in General Agreement of Trade in Services
(GATS). Each country has the right to form domestic regulations related to trade
in services to be implemented in their respective countries. However, each WTO
member country has an obligation to adjust any domestic regulations relating to
trade in services with the principles of trade in services agreed in the GATS.
Therefore, as a member of the WTO, Indonesia is also required to adjust any
domestic regulation relating to trade in services with the principles of trade in
services set out in the GATS. Indonesia is one of the countries that have specific
regulation regarding franchising in the form of government regulations, namely
Government Regulation No. 42 of 2007 concerning Franchising and regulated
further in the Minister of Trade Regulation (Permendag) No. 71 of 2019
concerning the Implementation of Franchising. It should be noted that to
determine whether a country has applied the principles of trade in services, it
must also refer to the specific commitments of each member country. Therefore, in
order to assess the regulation of the implementation of franchising in Indonesia
related to the principles set out in the GATS, it must still refer to Indonesia's
specific commitments in the service trade sectors."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54439
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Netherlands: Wolters Kluwer, 2008
346.048 INT (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Denny Felano
"Tesis ini membahas mengenai Analisis Yuridis Penerapan Pasal 2.1 Agreement On Trade-Related Investment Measures (TRIMS) Terhadap Pelaksanaan Persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) Dalam Sektor Minyak dan Gas Bumi Di Indonesia. Penelitian ini bersifat yuridis normatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa ketentuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang dipersyaratkan dalam sektor Minyak dan Gas Bumi sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM No. 15 Tahun 2013 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri Pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi merupakan bagian dari belanja Pemerintah Indonesia berdasarkan justifikasi cost recovery sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM No.12 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 08 Tahun 2017 tentang Jumlah Kontrak Bagi Hasil, sehingga ketentuan Pasal III GATT 1994 sebagai salah satu rujukan dalam Pasal 2.1 Agreement On Trade-Related Investment Measures (TRIMS) dapat dikesampingkan dan gugur berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal III. 8 GATT 1994. Oleh sebab itu kebijakan TKDN dalam sektor minyak dan gas bumi dapat dimaksimalkan guna memajukan perekonomian dan menyejahterakan Bangsa Indonesia.

This thesis discusses the Juridical Analysis of the Application of Article 2.1 Agreement On Trade-Related Investment Measures (TRIMS) on the Implementation of Domestic Component Level Requirements (TKDN) in the Oil and Gas Sector in Indonesia. This research is juridical normative. The results of this study conclude that the provisions of the Domestic Component Level (TKDN) required in the Oil and Gas sector as stated in the Minister of Energy and Mineral Resources Regulation No. 15 of 2013 concerning the Use of Domestic Products in Upstream Oil and Gas Business Activities is part of the Indonesian Government's expenditure based on cost recovery justification as stated in the Minister of Energy and Mineral Resources Regulation No. 12 of 2020 concerning the Third Amendment to the Regulation of the Minister of Energy and Mineral Resources Number 08 of 2017 concerning the Number of Production Sharing Contracts, so that the provisions of Article III of the GATT 1994 as one of the references in Article 2.1Agreement On Trade-Related Investment Measures(TRIMS) can be waived and invalidated based on the provisions stipulated in Article III. 8 GATT 1994. Therefore, the TKDN policy in the oil and gas sector can be maximized in order to advance the economy and prosper the Indonesian nation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhea Ardiana
"Penelitian ini mengkaji pengaruh kepatuhan perjanjian TRIPS terhadap kegiatan FDI di negara-negara ASEAN-5. Studi ini berfokus pada negara-negara yang secara aktif mereformasi sistem hak kekayaan intelektual mereka setelah menandatangani perjanjian Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS). Hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang lebih menekankan aliran FDI dari negara asal ke berbagai kelompok negara tujuan investasi. Penelitian ini menggunakan data panel dari negara-negara ASEAN-5 (Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam) dari tahun 1991 hingga 2020. Pendekatan data panel memungkinkan kita untuk mengkaji secara dinamis hubungan antara FDI dan perubahan kebijakan. Dalam analisis ini, tiga kemungkinan model yang digunakan dalam metode regresi, yaitu Pooled Least Square Model (PLS), Fixed Effect Model (FEM), dan Random Effect Model (REM). Uji Chow, uji Hausman, dan uji Breusch-Pagan/Cook-Weisberg dilakukan untuk menentukan model yang cocok. Temuan menunjukkan bahwa kepatuhan TRIPS tidak secara signifikan menarik investasi asing langsung (FDI) ke negara-negara ASEAN-5. Kemungkinan alasan kurangnya dampak ini mencakup berbagai tingkat kepatuhan perjanjian, penerapan yang berbeda, prioritas ekonomi, pertimbangan kebijakan, kondisi pasar, ketidaksepakatan antar negara, daya saing pasar global, dan faktor lainnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan penting untuk mengevaluasi pengaruh implementasi perjanjian TRIPS terhadap FDI di negara-negara ASEAN-5.

This research examines the effect of compliance with the TRIPS agreement on FDI activities in ASEAN-5 countries. This research focuses on countries actively reforming their intellectual property rights systems after signing the Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) agreement. This differs from previous studies, which emphasize the flow of FDI from countries of origin to various groups of investment destination countries. This research uses panel data from ASEAN-5 countries (Indonesia, Singapore, Malaysia, Thailand, and Vietnam) from 1991 to 2020. The panel data approach allows us to dynamically examine the relationship between FDI and policy changes. In this analysis, three possible models are used in the regression method, namely the Pooled Least Square Model (PLS), Fixed Effect Model (FEM), and Random Effect Model (REM). The Chow test, Hausman test, and Breusch-Pagan/Cook-Weisberg test were carried out to determine the suitable model. The findings show that TRIPS compliance doesn't significantly attract foreign direct investment (FDI) to the ASEAN-5 countries. Possible reasons for this lack of impact include varying levels of agreement compliance, differing implementation, economic priorities, policy considerations, market conditions, inter-country disagreements, global market competitiveness, and other factors. The results of this research are expected to be an essential consideration for evaluating the effect of the implementation of the TRIPS agreement on FDI in ASEAN-5 countries."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Dhinhawati
"Skripsi ini membahas tentang pengaruh keberadaan NAFTA terhadap penanaman modal asing antara Indonesia dan Kanada dengan mengaitkannya dengan penanaman modal asing di negara-negara ASEAN. Berdasarkan penelitian yang diperoleh, dari sisi ekonomi negara-negara ASEAN secara positif dipengaruhi oleh NAFTA dari sisi penanaman modal asing karena terjadi peningkatan arus penanaman modal asing ke negara-negara ASEAN. Demikian pula halnya dengan penanaman modal asing yang terjadi antara Indonesia dan Kanada, di mana Indonesia mendapatkan keuntungan dengan menjalin kerja sama bilateral dengan Kanada. Namun, secara hukum dampak NAFTA terhadap negara-negara ASEAN tidak signifikan.

The concern of this thesis is the impact of NAFTA on foreign direct investment between the Republic of Indonesia and the Government of Canada, in association with foreign direct investment in ASEAN countries post-NAFTA. The outcome of this research indicates that ASEAN countries are afftected positively in term of economics based on the increase of FDI flows into these countries. That result is also applied for FDI between the Republic of Indonesia and the Government of Canada, in which both countries benefit from NAFTA?s Inception for further bilateral cooperation. Although there is an impact from economic sector, there is no significant impact post-NAFTA in ASEAN countries legally."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44514
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puri Diah Santya Rini
"Kawasan ekonomi selalu dianggap menjadi cara bagi suatu negara untuk mendatangkan PMA di negaranya, tanpa terkecuali Indonesia yang telah menetapkan beberapa daerah sebagai kawasan FTZ yaitu Sabang dan Batam (2000) serta Bintan dan Karimun (2007). Oleh sebab itu, penelitian ini mencoba melihat dampak penerapan kebijakan FTZ terhadap masuknya PMA di Indonesia. Menggunakan metode data panel fixed effect dengan periode waktu 1999-2018 serta memfokuskan pada kebijakan, karakteristik serta kondisi sosioekonomi kawasan FTZ Indonesia didapatkan hasil bahwa FTZ memberikan dampak positif bagi meningkatnya PMA di Indonesia hanya jika kawasan tersebut memiliki karakteristik dan kondisi sosioekonomi yang stabil dan mendukung iklim invetasi.

Economic zones are always considered to be a strategy for a country to attract FDI, including Indonesia that has designated several regions as FTZ, namely Sabang and Batam (2000) also Bintan and Karimun (2007). Therefore, this study tries to see the impact of FTZ policies on the entry of FDI in Indonesia. Using fixed effect panel data method for the period 1999-2018 and focusing on policies, characteristics, and socioeconomic conditions of FTZ in Indonesia. It shows that the FTZ has positive impact on increasing FDI in Indonesia only if the region has socioeconomic characteristics and conditions that are stable and supportive toward investment climate."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T54903
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeffry Andrea Suryatin
"Skripsi ini membahas mengenai klausula ekspropriasi yang ada dalam perjanjian-perjanjian penanaman modal internasional kontemporer. Pengaturan mengenai ekspropriasi masih kurang dikenal dalam sistem hukum Indonesia dan sistem hukum penanaman modal secara khususnya. Padahal ekspropriasi merupakan isu aktual dalam penanaman modal dan memiliki keterkaitan dengan permasalahan kedaulatan negara dan hak-hak dasar lainnya. Berangkat dari latar belakang demikian, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah untuk melihat bagaimana konsep ekspropriasi yang berlaku menurut AANZFTA dan bagaimana perbandingan antara klausula ekspropriasi yang terdapat dalam perjanjian tersebut dibandingkan dengan klausula serupa dalam perjanjian lainnya. Permasalahan tersebut dibahas menggunakan metode penelitian yuridisnormatif. Hasil penelitian menghasilkan kesimpulan bahwa ekspropriasi merupakan tindakan yang sah untuk ditempuh negara sepanjang ia dilaksanakan sesuai dengan aturan. Perbandingan yang dilakukan juga menunjukkan bahwa diantara perjanjianperjanjian internasional mengenai penanaman modal di wilayah ASEAN, terdapat upaya pembentukan sistem hukum penanaman modal regional dengan menggunakan sarana perjanjian penanaman modal internasional yang cenderung seragam.

This thesis is an analysis on expropriation clauses in ASEAN’s contemporary international investment agreements. Expropriation is a new, but actually familiar concept in Indonesian legal system. Whereas, expropriation is currently becoming an actual issues in international investment regime, because of it’s relation to many difficult aspect such as state sovereignty and economic rights. In reference with those issues, this thesis explore the expropriation clauses in AANZFTA and similar agreement. This thesis also do a comparative study over those aforementioned expropriation clauses. The problems are researched with juridical-normative legal research methods, and conclude that basically expropriation is legal as long as it is done in accordance with certain contemporary international investment regime’s regulations. As for it, with the comparative studies, it is also discovered that there is an effort by ASEAN member countries to form a Lex Mercatoria on international investment regulation by utilizing various international investment agreement, include regional investment/free trade agreement and Bilateral Investment Treaties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S53920
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>