Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 125754 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suci Wulandari
"ABSTRAK
Family-work conflict (FWC) adalah salah satu bentuk inter role conflict yaitu
tekanan atau ketidakseimbangan peran, antara peran di dalam keluarga dengan
peran di pekerjaan. Salah satu dampak yang ditimbulkan dari family-work conflict
adalah penurunan hasil kinerja yang ditandai dengan indikator meningkatnya
absensi perawat perempuan diluar cuti tahunan dengan alasan ketidakhadiran
karena kepentingan keluarga.
Tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui hubungan antara family-work conflict yang terdiri dari time-based
conflict, strain-based conflict dan behaviour-based conflict dengan kinerja pada
perawat perempuan di RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.
Metode penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional dengan sampel
sebanyak 78 responden perawat perempuan di bagian rawat inap. Hasil analisis
menunjukkan terdapat hubungan antara time-based conflict (p-value 0,007),
strain-based conflict (p-value 0,007) dan behaviour based conflict (p-value 0,026)
dengan kinerja pada perawat perempuan di RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga.

ABSTRACT
Family-work conflict (FWC) is a form of inter-role conflict, namely the role of
stress or imbalance, between the roles in the family with roles in the job. One
impact of family-work conflict is characterized by reduction in performance with
increased absenteeism indicators female nurse outside absences due to leave the
family's interests.
The purpose of this study was to determine the relationship
between family-work conflict consisting of time-based conflict, strain-based
conflict and behavior-based conflict with the performance of female nurses in
hospitals Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Methods This study uses
cross-sectional design with a sample of 78 respondents female nurse on the
inpatient. The results show there is a relationship between time-based conflict (pvalue
0.007), strain-based conflict (p-value 0.007) and behavior-based conflict (pvalue
0.026) with the performance of the female nurses in hospitals Dr. R.
Goeteng Taroenadibrata Purbalingga."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T36102
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alia Mufida
"Penelitian ini melihat hubungan antara work-family conflict (WFC) dengan psychological well-being (PWB) ibu yang bekerja. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 90 orang Ibu bekerja dari berbagai instansi swasta maupun pemerintahan. Terdapat tiga dimensi dari WFC menurut Greenhaus dan Beutell yang peneliti gunakan, yaitu, time-based conflict, strain-based conflict dan behavior-based conflict. Masing-masing dimensi memiliki dua arah yaitu work interference with family (WIF) dan family interference with work (FIW). Sedangkan variabel PWB memiliki enam dimensi yang diungkapkan oleh Carol D. Ryff yaitu, Penerimaan diri, Hubungan positif dengan orang lain, Otonomi, Penguasaan Lingkungan, Tujuan Hidup, dan Pertumbuhan diri.
Hasil penghitungan korelasi dengan metode Spearman-Brown antara WFC dan PWB didapatkan hasil sebesar .525 yang merupakan hasil yang signifikan pada l.o.s 0.01. Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara WFC dengan PWB Ibu bekerja. Koefisien korelasi juga dihitung antara masing-masing dimensi dari WFC dan PWB. Terdapat nilai korelasi yang signifikan antara : dimensi Time (WIF) dengan dimensi penguasaan lingkungan, tujuan dalam hidup dan penerimaan diri; time (FIW) dengan dimensi penguasaan lingkungan, pertumbuhan diri, dan penerimaan diri; dimensi strain (WIF) dengan dimensi penguasaan lingkungan, hubungan positif dengan orang lain dan penerimaan diri; dimensi strain (FIW) dengan seluruh dimensi dari PWB; dimensi behavior (WIF & FIW) dengan seluruh dimensi dari PWB kecuali dimensi otonomi.

This study correlates work-family conflict (WFC) and psychological wellbeing (PWB) on working mother. The respondents in this study are 90 working mothers of some private companies and government companies. There are three types of WFC that are used in this study, according to Greenhaus & Beutell, they are: time-based conflict, strain-based conflict and behavior-based conflict. Every type of WFC is bidirectional. The directions are work interference with family (WIF) and family interference with work (FIW). PWB has six dimensions that are proposed by Carol D. Ryff which are Self-Acceptance, Positive Relations to Other, Autonomy, Environmental Mastery, Purpose in Life, and Personal Growth. The correlation between WFC and PWB that was calculated with Spearman-Brown formula is .525 and it is significant at the 0.01level.
This result indicates that there is a significant relationship between WFC and PWB. Correlation coefficient was also calculated between each dimensions of each variables (WFC & PWB). There are several significant correlations, which are: between time (WIF) and Environmental Mastery, Purpose in Life and self-acceptance; between time (FIW) and Environmental Mastery, Personal Growth and self-acceptance; between strain (WIF) and Environmental Mastery, Positive Relations to Other and self-acceptance; between strain (FIW) and all six dimensions of PWB; between behavior (WIF & FIW) and all dimensions of PWB except autonomy.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
303.6 MUF h
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Afra Ghina Rahmi
"Jam kerja yang berlebihan memberikan dampak bagi individu dan perusahaan. Bagi individu, jam kerja yang berlebihan dapat menyebabkan ketidakseimbangan waktu antara pekerjaan dan keluarga, sehingga terdapat konflik antara peran dalam pekerjaan dan keluarga. Untuk mengatasi konflik pekerjaan dan keluarga, dibutuhkan pemberian jam kerja yang fleksibel yang memungkinkan pegawai untuk dapat mengatur jam untuk bekerja dan keluarga, yang dapat diwakili melalui kreasi kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kreasi kerja dengan konflik pekerjaan dan keluarga pada pegawai milenial di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang melibatkan 347 partisipan dengan karakteristik yaitu pegawai perusahaan negeri atau swasta dengan rentang usia 24-40 tahun dan telah bekerja selama minimal 1 tahun. Dalam penelitian ini dilakukan uji psikometri yang meliputi uji reliabilitas dengan metode cronbach’s alpha dan uji validitas dengan metode face validity dan content validity. Melalui perhitungan uji reliabilitas, alat ukur kreasi kerja dan konflik pekerjaan dan keluarga terbukti memiliki konsistensi internal yang baik dengan nilai α=0,78 untuk alat ukur Job Crafting Scale (Tims et al., 2012) dan α=0.891 untuk alat ukur Work Family Conflict Scale (Netemeyer et al., 1996). Analisis korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif yang signifikan antara kreasi kerja dengan konflik pekerjaan dan keluarga r= -.10*, p<0.05. Akan tetapi, tidak terdapat korelasi antara dimensi meningkatkan sumber daya kerja struktural, menurunkan tuntutan pekerjaan yang menghambat, dan meningkatkan sumber daya tugas sosial. Oleh karena itu, disimpulkan apabila kreasi kerja dapat digunakan untuk mengurangi konflik pekerjaan dan keluarga.

Excessive working hours have an impact on individuals and companies. For individuals, excessive working hours can cause an imbalance of time between work and family, so that it creates a conflict between work and family roles. To overcome work and family conflict, it is necessary to allow flexible working hours so that employees are able to set free-hours for their work and family, which can be represented through job crafting. This study aims to determine the relationship between job crafting and work and family conflict among millennial employees in Indonesia. This is a quantitative study involving 347 participants with its characteristics as an employees of public or private companies with an age range of 24-40 years and have worked for at least a year. This study used psychometric tests which included reliability tests (Cronbach's Alpha method) and validity tests included the face validity and content validity methods. Through the calculation of the reliability test, the measuring tool for job crafting and work and family conflict were proven to have a good internal consistency with a value of α=0.78 for the job crafting scale (Tims et al., 2012) and α=0.891 for the work family conflict scale (Netemeyer et al., 1996). Using a Spearman correlation analysis, the result shows that there is a negatively significant correlation between job crafting and work and family conflict r= -.10*, p<0.05. However, it is found that there is no correlation between the dimensions of increasing structural work resources, decreasing inhibiting job demands, and increasing social task resources. Therefore, it is concluded that job crafting could be used to reduce work and family conflicts."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astiliani
"ABSTRAK
Keterikatan karyawan terhadap perusahaan sangat diperlukan bagi perusahaan
untuk dapat tetap bertahan pada dunia usaha saat ini yang telah mengalami
perkembangan dan perubahan yang semakin cepat. Rendahnya keterikatan organisasi
pada karyawan dapat membawa dampak negatif bagi perusahaan, yaitu tingginya
tingkat absensi dan pergantian karyawan (turnover). Namun di pihak lain, tingginya
keterikatan karyawan terhadap perusahaannya dapat membawa dampak negatif bagi
karyawan terutama yang telah berkeluarga.
Waktu dan tenaga yang dicurahkan untuk perusahaan akan mengurangi
interaksi individu dengan keluarganya, sehingga individu tidak sepenuhnya dapat
memenuhi peran di dalam keluarganya. Hal ini terutama dialami olah pasangan bekerja
yang memiliki anak usia balita. Kesulitan yang dihadapi pasangan bekerja tidak hanya
terbatas pada pengurusan anak yang masih membutuhkan perhatian yang besar dari
kedua orang tua, tetapi terbatasnya waktu yang diluangkan bagi pasangannya dan
dalam penyelesain tugas-tugas rumah tangga.
Beberapa penelitian di negara Barat menunjukkan bahwa peran dalam keluarga
berhubungan dengan perkembangan keterikatan organisasi seseorang. Suatu penelitian
yang dilakukan terhadap karyawan yang memiliki anak usia balita menyatakan bahwa
tingginya keterlibatan peran dalam keluarga berhubungan dengan tingginya keterikatan
organisasi karyawan. Namun, terdapat pula penelitian yang menunjukkan bahwa
rendahnya keterlibatan diri seseorang terhadap perannya di dalam keluarga
berhubungan dengan tingginya keterikatan organisasi seseorang.
Dapat terlihat bahwa masih terdapat hasil yang kontradiksi dari penelitian-
penelitian tersebut. Berdasarkan hal ini, maka pada penelitian ini ingin diketahui lebih
jelas hubungan antara peran dalam keluarga dan keterikatan organisasi pada pria dan
wanita bekerja yang memiliki anak usia balita, khususnya di Jakarta. Penelitian ini
menggunakan pengumpul data berupa kuesioner yang terdiri dari dua alat ukur yang
telah diadaptasi, yaitu Life Role Salience Scale dari Amatea et al. dan Commitment
Organization Scale dari Allen dan Meyer. Subyek dalam penelitian ini adalah pria dan wanita yang merupakan suami istri bekerja, memiliki anak usia balita,
berpendidikan minimal D3, dan telah bekerja di perusahaan minimal 15 bulan.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signikan antara peran dalam keluarga dan keterikatan organisasi. Pada subyek
wanita menunjukkan hubungan yang positif dan keterikatan yang tidak
berhubungan dengan peran dalam keluarga adalah keterikatan afektif. Sedangkan
pada pria, hubungan yang terjadi adalah hubungan negatif dan keterikatan yang
tidak berhubungan dengan peran dalam keluarga adalah keterikatan
kesinambungan.
Hasil tambahan menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan pada tingkat keterikatan organisasi. Namun berdasarkan komponennya,
hasil menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat
keterikatan afektif dan normatif antara pria dan wanita. Dalam hal keterlibatan
terhadap peran dalam keluarga, pria dan wanita menunjukkan skor yang berbeda
secara signifikan pada peran dalam keluarga dan dalam dimensi peran sebagai
orang tua dan pengurus rumah tangga. Selain itu hasil menunjukkan bahwa pada
wanita terdapat perbedaan tingkat keterikatan organisasi dan komponen
kesinambungan berdasarkan jumlah pengeluaran. Hal ini tidak berbeda dengan
pria, bahwa terdapat perbedaan skor rata-rata yang signiilkan pada keterikatan
organisasi serta pada komponen afektif dan normatif berdasarkan jumlah
pengeluaran untuk rnemenuhi kebutuhan anak dan keluarga. Hasil juga
menunjukkan bahwa semakin besar gaji yang diterima oleh pria bekerja, maka
semakin tinggi keterikatan organisasi, terutama keterikatan kesinambungannya"
1998
S2675
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wanto Rivaie
"Studi ini, dimaksudkan untuk menganalisis permasalahan penelitian yang membahas tentang bagaimanakah otonomi ibu-ibu rumah tangga dalam pengambilan keputusan kegiatan sosial dan ekonomi dalam keluarga Jawa yang bekerja di pabrik teh "Dua Tang" Slawi ?. Secara menyeluruh permasalahan penelitian ini mencakup tentang bagaimanakah peran istri yang bekerja di pabrik teh itu, dalam mengambil keputusan tentang kegiatan sosial dan ekonomi keluarga ; apakah terdapat perbedaan otonomi antara mereka yang termasuk pekerja golongan bawah dan pekerja golongan menengah dalam mengambil keputusan seperti itu? dan bagaimana pula pengaruh golongan pekerjaan terhadap otonomi dalam pengambilan keputusan kegiatan sosial dan ekonomi keluarga ?.
Hasil survei terhadap 48 responden yang terpilih sebagai populasi penelitian ini, ditemukan bahwa istri yang memiliki golongan pekerjaan bawah dan menengah sama-sama memiliki otonomi yang tinggi dalam pengambilan keputusan kegiatan sosial dan ekonomi keluarga. Sementara itu basil analisis Mann Withney ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang berarti di antara kedua golongan pekerja itu tentang otonomi mereka dalam mengambil keputusan. Demikian pula hasil hitung D. Somers menunjukkan pengaruh yang non signifikan antara variabel independen ( golongan pekerjaan, masa kerja, umur responden, tingkat pendidikan,jumlah penghasilan,jumlah anak dan pemilikan rumah ) dan variabel pengambilan keputusan ( Y ). Dari temuan ini penting untuk digaris bawahi bahwa sekalipun pengaruh golongan pekerjaan (X1-X7) terhadap pengambilan kepututusan keluarga (Y) terlihat kecil, namun otonomi ibu-ibu dalam mengambil keputusan adalah cukup tinggi. Hal ini dapat terjadi karena, pertama, di pabrik teh itu, belum terlihat adanya sistem renumerasi dan penilaian prestasi terhadap golongan pekerjaan secara obyektif. Kedua,adalah sistem bilateralitas keluarga Jawa, yang secara empirik belum dapat dibuktikan melalui penelitian ini.
Secara umum, temuan penelitian ini dapat memberikan penjelasan, bahwa wanita kurang berperan dalam pengambilan keputusan,baik di dalam maupun di luar rumah tangga,karena norma-norma yang umum berlaku di masyarakat menyatakan bahwa suami sangat menentukan dalam pengambilan keputusan kegiatan sosial dan ekonomi keluarga, sebab suami adalah kepala keluarga dan pencari nafkah."
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hani Ferrani
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah sesar di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dan kesesuaian penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah sesar berdasarkan rekomendasi WHO dan Permenkes. Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental dengan jenis studi deskriptif dan data diperoleh dari penelusuran rekam medis secara retrospektif dan wawancara. Analisis data meliputi karakteristik pasien berdasarkan usia dan indikasi, gambaran penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah sesar berdasarkan jenis, dosis, waktu pemberian, dan cara pemberian, serta kejadian infeksi luka operasi. Hasil penelitian didapatkan bahwa kejadian bedah sesar paling banyak terjadi pada ibu dengan usia 20 ndash; 35 tahun 73 dengan indikasi terbanyak yaitu pre eklamsia berat PEB 13,33 . Antibiotik profilaksis yang paling banyak digunakan adalah Cefazolin 53,33 , dengan dosis 2 gram 54,67 , diberikan 100 secara intravena, dengan waktu pemberian yang paling sering yaitu > 60 menit 47,33 . Jenis antibiotik yang digunakan 60,66 sesuai. Dosis dan cara pemberian antibiotik 100 sesuai. Waktu pemberian antibiotik 52,67 sesuai. Terdapat 2 kasus ILO 1,33 dari 150 sampel pasien bedah sesar yang mendapatkan antibiotik profilaksis.

ABSTRACT
This study discusses the use of prophylactic antibiotics in patients with cesarean section at dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. The purpose of this study was to determine the description and appropriateness of prophylactic antibiotic use in cesarean section patients based on the recommendation of WHO and Permenkes. This study is a non experimental study with descriptive study type and data obtained from retrospective by tracking data from the medical record document of patient who where undergoing cesarean section uring 2016 and interview. Data analysis included patient characteristics by age and indications, use of antibiotic prophylaxis in patients with cesarean sections based on the type, dose, timing and mode of administration, and the incidence of surgical site infection. The result of the research shows that the incidence of cesarean section is most common in women aged 20 35 years 73 with the highest indication of severe pre eclampsia PEB 13.33 . Antibiotic prophylaxis is the most widely used is Cefazolin 53.33 , with a dose of 2 g 54.67 , given intravenously 100 , with the most frequent time of administration that is 60 minutes 47.33 . The type of antibiotic used is 60.66 accordingly. Dosage and method of administration of antibiotics 100 appropriate. The timing of antibiotics is 52.67 appropriate. There are 2 cases of ILO 1.33 of the 150 samples of caesarean section patients receiving prophylactic antibiotics."
2017
S69819
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rimba Eka Handini
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara work-family conflict dan keterikatan kerja pada ibu bekerja. Pengukuran work-family conflict dilakukan dengan alat ukut Work-Family Conflict Scale (Carlson, Derr, & Wadsworth, 2003) dan pengukuran keterikatan kerja dengan alat ukur utretch work engagement scale (Schaufeli, Bakker, & Salanova, 2006). Partisipan berjumlah 72 orang ibu yang bekerja di sektor formal baik sebagai pegawai negeri maupun pegawai swasta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan anatara work-family conflict dan keterikatan kerja pada ibu yang bekerja (r = -0,080; p = 0,507).

This research was conducted to find correlation between work-family conflict and work engagement among working mother. Work-family conflict was measured using a modification instrument named work/family conflict scale (Carlson, Derr, & Wadsworth, 2003) and work engagement was measured using a modification instrument named utrecth work engagement scale (Schaufeli, Bakker, & Salanova, 2006). The participants of this research were 72 mother who work in the formal sector, both public servant and private sector employees. The main result of this research showed that work-family conflict doesn’t have a significant relation with work engagement among working mother (r = -0,080; p = 0,507)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45605
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aziza Dina Rahmi
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat konflik pekerjaan-keluarga sebagai moderator pada hubungan antara grit dan kepuasan kerja. Partisipan penelitian ini berjumlah 183 orang yang merupakan karyawan organisasi yang telah menikah dan sudah bekerja minimal selama dua tahun. Pengukuran grit menggunakan. The Grit Scale, kepuasan kerja menggunakan. The Generic Job Satisfaction Scale dan konflik pekerjaan-keluarga menggunakan Work-Family Conflict Scale. Hasil penelitian menemukan bahwa grit memiliki hubungan yang positif signifikan dengan kepuasan kerja dan konflik pekerjaan-keluarga berhubungan negatif dengan kepuasan kerja. Akan tetapi, konflik pekerjaan-keluarga tidak memoderasi hubungan antara grit dan kepuasan kerja.

ABSTRACT
This research is aimed to see the work family conflict as a moderator in relationship between grit and job satisfaction. The participant of this research is 183 people who are marriage employees of organization. The employees have worked at least two years. The measurement of grit uses The Grit Scale, job satisfaction uses The Generic Job Satisfaction Scale and work family conflict uses the Work Family Conflict Scale. The results of the research found that grit has as positive relationship and significant with job satisfaction and work family conflict has negative relationship with job satisfaction. However, work family conflict does not moderate the relationship between grit and job satisfaction."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Traditionally, men have a role as head of the household responsible for earning money for the family and women are responsible for managing the household and taking care of the children. The work family conflict is concerned with the disrepancy between the responsibility in the workplace and the family responsibility. This article describes how the work family conflict occurs in the academic environment. The conflict experienced by university lecturers include teaching, conducting research, and advising students who are writing theses. The work related stress include heavy work load, ambiguous job description, less autonomy, and lack of authority. The family related stress include cooking, cleaning the house, shopping, paying the expenses, and taking care of the children."
TEMEN 3:2 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yose Daniel
"Konflik pekerjaan-keluarga merupakan konflik antar-peran seseorang di keluarga dan/atau pekerjaan yang dapat mengakibatkan penurunan performa hingga depresi. Petugas sampah Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Timur rentan mengalami konflik dengan bekerja hingga 8 jam sehari atau lebih dari 40 jam/minggu. Penelitian ini ingin mengetahui hubungan lama kerja objektif dan masa kerja terhadap terjadinya konflik pekerjaan-keluarga pada Petugas Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Timur. Penelitian cross sectional dilakukan pada 61 petugas sampah di Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Timur melalui consecutive sampling dimana responden mengisi kuesioner konflik pekerjaan-keluarga untuk menentukan adanya konflik pekerjaan-keluarga pada subjek. Uji chi square dilakukan untuk melihat adanya hubungan antara lama kerja objektif dan masa kerja dengan konflik pekerjaan-keluarga. Rata-rata lama kerja objektif pekerja yaitu 49,31 jam/minggu dan masa kerja 7 tahun. Prevalensi konflik pekerjaan-keluarga 29,5%. Pekerja dengan lama kerja objektif ≥ 49,5 jam/minggu mengalami kejadian konflik pekerjaan-keluarga lebih tinggi dibanding dengan lama kerja objektif ≤ 49,5 jam/minggu (p=0,015; OR 6,667; CI 95% 1,45 – 30,75). Masa kerja di bawah atau di atas 7 tahun tidak berhubungan bermakna dengan terjadinya konflik pekerjaan-keluarga (p=0,757; OR 0,74; CI 95% 0,2 – 2,7)
.Work-family conflict is an inter-role conflict on a person where either family interferes with work or work interferes family which in turn can cause performance decrement and depression due to the problems occuring. Trashbin crews at Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Timur work for 8 hours daily up to 40 hours/week which makes them vulnerable to work-family conflict. The aim of this study is to observe the interaction between working hours and organisational tenure to the occurrence of work-family conflict in trashbin crew at Dinas Lingkunan Hidup Jakarta Timur. This study uses 61 sample of trashbin crew using consecutive sampling by asking the respondent to fill out the work-family conflict questionnaire to determine the presence of work-family conflict in a subject. Chi-square test is used to find out the correlation between working hours and organisational tenure with work-family conflict. Mean of working hours of sample is 49,31 hours/week and organisational tenure of 7 years. Crew with working hours more than 49,5 hours/week experienced more work-family conflict than those who works less(p=0,015; OR 6,667; CI 95% 1,45 – 30,75). Organisational tenure above or below 7 years have no significant relation with the occurrence of work-family conflict (p=0,757; OR 0,74; CI 95% 0,2 – 2,7)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>